Uas Kebijakan Ichwan Muis
Uas Kebijakan Ichwan Muis
A. Pendahuluan
pemilihan tersebut, dendam kelompok dan dendam sejarah pemilih lokal yang
umumnya sangat peka untuk terprovokasi, pola kompetisi yang bergerak tidak sehat
(politik uang), lemahnya institusi demokrsi (KPUD) dan lain-lain.
Melihat hal tersebut perlu adanya penanganan yang lebih serius dalam rangka
mengantisipasi konflik dari adanya perilaku yang kurang baik dalam proses pelaksanaan
pesta demokrasi rakyat yang dilakukan oleh para elit politik, maupun pengusaha-
pengusaha yang bersaing secara tidak sehat di daerah pemilihan kepala daerah.
Pengertian konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan
berkenaan dengan status, kekuasaaan dan sumber-sumber kekayaan yang persediannya
tidak mencukupi, dimana pihak yang berselisih tidak hanya bermaksud untuk
memperoleh barang yang diinginkan, melainkan juga menonjolkan, merugikan atau
menghancurkan lawan mereka (Lewis A.Coser 1972).
Adapun metodologi yang digunakan dalam pembuatan Policy Brief ini adalah
dengan cara studi dokumentasi dengan membaca artikel dari media massa, internet,
berita di tv, dan buku-buku acuan yang berkenaan dengan naskah ini. Isi dari Policy
Brief ini terdiri dari abstrak, pendahuluan, deskripsi masalah, pilihan-pilihan kebijakan,
dan kesimpulan serta rekomendasi.
B. Deskripsi Masalah
Pada waktu sekarang ini sebagai ciri demokrasi ialah bahwa tiap-tiap keputusannya
selalu berdasarkan atas dasar kelebihan suara. Golongan besar memperoleh suara
terbanyak, sedangkan golongan kecil menderita kekalahan. Kesadaran akan pentingnya
demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran serta rakyat
Indonesia dalam pemilihan umum baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. ini terlihat dari jumlah yang tidak menggunakan hak pilihnya sangat
sedikit.
Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima
pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi
di indonesia, antara lain :
Pilkada ini ditujukan untuk memilih Kepala daerah di 226 wilayah yang tersebar
dalam 11 provinsi dan 215 di kabupaten dan kota. Rakyat memilih kepala daerah
masing masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing masing. Dengan begini
diharapkan kepala daerah yang terpilih merupakan pilihan rakyat daerah tersebut.
Dalam pelaksanaannya pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah
masing masing.
Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat yaitu mengatur pelaksanaan
pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon,
persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pilkada ini. Dalam pelaksanaannya selalu
saja ada masalah yang timbul. Dalam pelaksanaan pilkada pasti ada yang menang dan
ada yang kalah. Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya
dengan lapang dada. Sehingga dengan kekuatan yang tersisa akan mengerahkan
massanya untuk mendatangi KPUD setempat.
Kasus kasus yang masih hangat yaitu pembakaran kantor KPUD di salah satu
provinsi di pulau Sumatra, di Sulawesi selatan, perusakan kantor kecamatan dan KPUD
dikabupaten Soppeng Sulawesi Selatan, Konflik berdarah Di Tanah toraja, Konflik
berkepanjangan antar pendukung calon bupati dikabupaten Gowa dan masih banyak lagi
permasalahan-permasalahan yang memiliki kemiripan dengan permasalahan tersebut.
Menurut Ketua Mahkamah Konstitusi (Mahfud MD) dari 44 pelaksanaan pemilukada di
Indonesia pada tahun 2010 sekitar 27 daerah yang melaporkan gugatan adanya indikasi
kecurangan pada proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Jumlah yang amat besar
lebih dari 50% pemilukada sangat berpotensi konflik bila tidak secara dini mendapat
penanganan. Selain penanganan konflik juga diharapkan sesegara mungkin mencari
alternatif kebijakan dalam rangka pengantisipasian berkurangnya jumlah pemilih pada
periode berikutnya.
Permasalan ini membuktikan sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat.
Sehingga dari KPUD sebelum melaksanakan pemilihan umum, seringkali melakukan
Ikrar siap menang dan siap kalah. Namun tetap saja timbul masalah-masalah tersebut.
Permasalahan konflik terjadi selain karena ketidakpuasan dalam pemilihan yang
menyebabkan ketdakmampuan memimpin pemerintahan selama satu periode hal lain
yang menjadi permaslahan sebagian besar pemicu konflik karena besarnya pengeluaran
materi sebagai cara untuk mempengaruhi massa dengan memasang spanduk-spanduk,
poster-poster bahkan kampanye disetiap-tiap daerah yang tidak menggunakan dana
sedikit namun semua hal tersebut semata-mata demi mencari simpatisan masyarakat.
Pada dasarnya hal tersebut wajar dan sudah sepantasnya dilakukan sebagai ajang
pengenalan calon pemimpin daerah dan penyampaian janji melalui prioritas yang
mereka bawah pada saat calon terpilih dikemudian hari. Semua ini sangat baik dan
menyam paikan visi misinya dalam acara tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye
belum dimulai.
4. Kampanye negative
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada
masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang
terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar
mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan
munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.
C. Pilihan-Pilihan Kebijakan
1. Pembatasan dana kampanye maksimum melalui aturan pemerintah pusat dan
daerah beserta kesepakatan pengurus partai politik pengusung para calon dalam
rangka antisipasi dini bentuk kekalahan materi dalam jumlah besar yang
berakibat konflik.
Analisis SWOPA :
Strenghts (Kekuatan)
- Dapat meminimalisir konflik dengan pemerataan dana pemilukada
sehingga bagi pihak/calon yang kalah dapat menerima kekalahan
tanpa menjadikan faktor pendanaan sebagai sumber keinginan
pemberontakan yang lahir dari dalam dirinya.
2. Perlu adanya sosialisasi yang lebih intensif dan langsung kepada para pemilih
maupun para kandidat diwilayah pemilihan dalam penafsiran maupun dalam
proses implementasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pemilukada.
Analisis SWOPA :
Strenghts (Kekuatan)
Masyarakat sesegera mungkin memahami dan mengetahui
perubahan-perubahan dari pihak pelaksana proses pemilukada secara
langsung sehingga memudahkan masyarakat dalam memahami
proses pelaksanaan pemilukada.
Weakness (Kekurangan)
- Tingkat kejenuhan masyarakat tinggi karena seringnya sosialisasi
- Sulitnya pengumpulan masyarakat disuatu lokasi tertentu dalam
rangka sosialisasi proses pemilukada
- Hal yang disosialisasikan seringkali dianggap angin lalu dari
penerima materi sosialisasi.
Opportunity (Peluang)
Mengurangi kesalahan penafsiran aturan dan kegagalan pada saat
proses pemilihan umum kepala daerah.
Problem (Masalah)
Seringkali sosialisasi yang disampaikan tidak sesuai dengan realisasi
dilapangan baik dari segi program, waktu maupun hal-hal lain yang
berkenaan dengan sosialisasi pada saat itu sehingga masyarakat
menganggap bahwa hal ini hanyalah hal yang tidak penting dan
sangat tidak berguna untuk dilaksanakan.
Action (Aksi)
Perlu memberikan pemahaman akan pentingnya sosialisasi itu sendiri
sehingga dapat mengurangi kesalahan penafsiran dan anggapan
bahwan dengan hal tersebut hanya membuat waktu terbuang sia-sia.
setiap calon, maka didalam hati pihak-pihak (calon) yang kalah dalam pemilihan
dan telah mengeluarkan dana habisa-habisan yang sangat besar jumlahnya kan
berusaha semaksimal mungkin untuk mempengaruhi kebijakan atau keputusan yang
ada dengan menggunakan sumber-sumber yang ada disekelilingnya (materi,
pikirian, massa/pendukung calon) yang masih tersisa dalam bentuk demonstrasi
penolakan hasil akhir dengan alasan tertentu hingga kedalam bentuk tindakan yang
anarkis.sehingga dengan program ini di harapkan permasalahan terhadap konflik
PEMILUKADA dapat terselesaikan merata di seluruh daerah pemilihan.
DAFTAR PUSTAKA
http://klipingut.wordpress.com/2008/02/13/penyebab-konflik-dalam-pilkada
www.lprasaja.web.ugm.ac.id/files