Anda di halaman 1dari 13

December 9, 2010 (UAS) ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA


DI INDONESIA
(I c h w a n M u i s)
ABSTRAK
Tulisan ini ringkasan dari banyaknya permasalahan
konflik sebagai dampak hasil Pemilukada yang dianggap
kurang memuaskan bagi para elit politik yang kalah
dalam pemilihan. Kekalahan ini berimbas kepada konflik
yang berakar dari ketidakpuasan para elit politik dengan
dukungan dari para pendukungnya sebagai kendaraan
untuk mengacaukan putusan yang ada dan secara tidak
langsung akan melahirkan permasalahan sosial yang
baru. Sehingga dalam penanganan konflik diperlukan
pemahaman dan dinamika melalui tahapan kegiatan dan
pembagian kerja yang jelas dari instansi pusat - daerah
yang bersinergi dan koordinasi secara terpadu, dan
melibatkan kerjasama dengan masyarakat lokal.
Penangangan konflik ini digambarkan melalui model
sosial politik yang dapat mengantisipasi secara dini
sekaligus mencegah konflik di daerah pemilihan.

A. Pendahuluan

Pemilukada adalah sarana kedaulatan rakyat dalam rangka memilih sepasang


pemimpin guna membentuk pemerintahan didaerah untuk satu periode kepemimpinan
pemerintahan lima tahun berikutnya. Segala bentuk tantangan permasalahan yang
berada didaerah tersebut merupakan tanggungan jawab pemimpin terpilih pada saat
pesta demokrasi tersebut telah usai.
Dalam Pemilukada rakyat pemilih di daerah diberi kesempatan untuk memilih
sesuai dengan keinginannya dalam rangka mendapatkan kemajuan dan perbaikan hidup
baik dari sisi ekonomi, sosial, budaya, agama, keamanan, kenyamanan dll sebagainya.
Namun dalam perjalanannya Pemilukada seringkali sejalan dengan timbulnya konflik
baik diawal pemilihan, maupun pasca pemilihan. Adapun beberapa faktor penyebab
konflik dalam pemilukada tersebut seringkali disebabkan oleh, adanya kepentingan
setiap elite politik lokal maupun nasional hingga penguasa yang bertarung dalam

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA DI INDONESIA


1
December 9, 2010 (UAS) ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL

pemilihan tersebut, dendam kelompok dan dendam sejarah pemilih lokal yang
umumnya sangat peka untuk terprovokasi, pola kompetisi yang bergerak tidak sehat
(politik uang), lemahnya institusi demokrsi (KPUD) dan lain-lain.
Melihat hal tersebut perlu adanya penanganan yang lebih serius dalam rangka
mengantisipasi konflik dari adanya perilaku yang kurang baik dalam proses pelaksanaan
pesta demokrasi rakyat yang dilakukan oleh para elit politik, maupun pengusaha-
pengusaha yang bersaing secara tidak sehat di daerah pemilihan kepala daerah.
Pengertian konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan
berkenaan dengan status, kekuasaaan dan sumber-sumber kekayaan yang persediannya
tidak mencukupi, dimana pihak yang berselisih tidak hanya bermaksud untuk
memperoleh barang yang diinginkan, melainkan juga menonjolkan, merugikan atau
menghancurkan lawan mereka (Lewis A.Coser 1972).
Adapun metodologi yang digunakan dalam pembuatan Policy Brief ini adalah
dengan cara studi dokumentasi dengan membaca artikel dari media massa, internet,
berita di tv, dan buku-buku acuan yang berkenaan dengan naskah ini. Isi dari Policy
Brief ini terdiri dari abstrak, pendahuluan, deskripsi masalah, pilihan-pilihan kebijakan,
dan kesimpulan serta rekomendasi.

B. Deskripsi Masalah
Pada waktu sekarang ini sebagai ciri demokrasi ialah bahwa tiap-tiap keputusannya
selalu berdasarkan atas dasar kelebihan suara. Golongan besar memperoleh suara
terbanyak, sedangkan golongan kecil menderita kekalahan. Kesadaran akan pentingnya
demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran serta rakyat
Indonesia dalam pemilihan umum baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. ini terlihat dari jumlah yang tidak menggunakan hak pilihnya sangat
sedikit.
Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima
pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi
di indonesia, antara lain :

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA DI INDONESIA


2
December 9, 2010 (UAS) ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL

1. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena


pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama
ini telah dilakukan secara langsung.
2. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti
telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali
Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten,
dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun
2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
3. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat
(civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi
rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur
bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
4. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah.
Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin
lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung
2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi
daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu
memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
5. Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi
kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, generasi kepemimpinan nasional
amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah
pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para
pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu,
harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

Pilkada ini ditujukan untuk memilih Kepala daerah di 226 wilayah yang tersebar
dalam 11 provinsi dan 215 di kabupaten dan kota. Rakyat memilih kepala daerah
masing masing secara langsung dan sesuai hati nurani masing masing. Dengan begini
diharapkan kepala daerah yang terpilih merupakan pilihan rakyat daerah tersebut.
Dalam pelaksanaannya pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah
masing masing.

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA DI INDONESIA


3
December 9, 2010 (UAS) ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL

Tugas yang dilaksanakan KPUD ini sangat berat yaitu mengatur pelaksanaan
pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis. Mulai dari seleksi bakal calon,
persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pilkada ini. Dalam pelaksanaannya selalu
saja ada masalah yang timbul. Dalam pelaksanaan pilkada pasti ada yang menang dan
ada yang kalah. Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya
dengan lapang dada. Sehingga dengan kekuatan yang tersisa akan mengerahkan
massanya untuk mendatangi KPUD setempat.
Kasus kasus yang masih hangat yaitu pembakaran kantor KPUD di salah satu
provinsi di pulau Sumatra, di Sulawesi selatan, perusakan kantor kecamatan dan KPUD
dikabupaten Soppeng Sulawesi Selatan, Konflik berdarah Di Tanah toraja, Konflik
berkepanjangan antar pendukung calon bupati dikabupaten Gowa dan masih banyak lagi
permasalahan-permasalahan yang memiliki kemiripan dengan permasalahan tersebut.
Menurut Ketua Mahkamah Konstitusi (Mahfud MD) dari 44 pelaksanaan pemilukada di
Indonesia pada tahun 2010 sekitar 27 daerah yang melaporkan gugatan adanya indikasi
kecurangan pada proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Jumlah yang amat besar
lebih dari 50% pemilukada sangat berpotensi konflik bila tidak secara dini mendapat
penanganan. Selain penanganan konflik juga diharapkan sesegara mungkin mencari
alternatif kebijakan dalam rangka pengantisipasian berkurangnya jumlah pemilih pada
periode berikutnya.
Permasalan ini membuktikan sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat.
Sehingga dari KPUD sebelum melaksanakan pemilihan umum, seringkali melakukan
Ikrar siap menang dan siap kalah. Namun tetap saja timbul masalah-masalah tersebut.
Permasalahan konflik terjadi selain karena ketidakpuasan dalam pemilihan yang
menyebabkan ketdakmampuan memimpin pemerintahan selama satu periode hal lain
yang menjadi permaslahan sebagian besar pemicu konflik karena besarnya pengeluaran
materi sebagai cara untuk mempengaruhi massa dengan memasang spanduk-spanduk,
poster-poster bahkan kampanye disetiap-tiap daerah yang tidak menggunakan dana
sedikit namun semua hal tersebut semata-mata demi mencari simpatisan masyarakat.
Pada dasarnya hal tersebut wajar dan sudah sepantasnya dilakukan sebagai ajang
pengenalan calon pemimpin daerah dan penyampaian janji melalui prioritas yang
mereka bawah pada saat calon terpilih dikemudian hari. Semua ini sangat baik dan

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA DI INDONESIA


4
December 9, 2010 (UAS) ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL

bermamfaat kedepannya apabila para kandidat yang menggunakan segala bentuk


materinya memiliki kesediaan menerima segala konsekuensi yang terjadi dikemudiaan
hari baik sebelum pemilihan maupun sesudah pemilihan.

Beberapa peyelewengan atau permasalahan lain dalam pelaksanaan pemilukada,


antara lain :
1. Money politik
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada.
Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah,
maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja
yaitu di lingkungan penulis yaitu desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga
terjadi hal tersebut. Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang
kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang
dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan
seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah
hanya karena uang.
Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai
uang yang banyak. Karena untuk biaya ini dan biaya itu.
2. Intimidasi
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah penulis oknum
pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu
calon. Hal ini sangat menyeleweng dan sangat bertentangan dari aturan pelaksanaan
pemilu.
3. Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan aturan yang
berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho,
spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala daerah saat
itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi
ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu.
Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA DI INDONESIA


5
December 9, 2010 (UAS) ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL

menyam paikan visi misinya dalam acara tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye
belum dimulai.

4. Kampanye negative
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada
masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang
terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar
mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan
munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.

Dari beberapa permasalahan konflik pemilukada diatas maka dapat disimpulkan


bahwa faktor-faktor penyebab konflik antara lain :
a) Kepentingan setiap elite lokal, elite nasional, pengusaha dan kepentingan
kekuatan-kekuatan politik lain di daerah yang sedang bertarung memperebutkan
kekuasaan.
b) Kesalahan penafsiran terhadap implementasi undang-undang yang mengatur
persoalan pilkada.
c) Belum bakunya infrastruktur pemilihan pejabat publik yang sering kali
kontroversial
d) Lemahnya institusionalisasi demokrasi di tingkat lokal (KPUD) yang menjadi
faktor dominan timbulnya konflik antarkekuatan politik. Akibatnya, aturan main
berdemokrasi sering berubah, berbeda-beda, dan tidak ditaati karena bergantung
pada persepsi pusat yang menentukan hasil akhir proses politik di tingkat lokal,
contoh kasus Pilkada Maluku.

Diversifikasi sumber konflik


a) Dendam kelompok dan dendam sejarah, yang umumnya sangat peka untuk
diprovokasi.
b) Pola kompetisi yang bergerak tidak sehat melalui intervensi kekuasaan, politik
uang, anarkis dan arogansi.

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA DI INDONESIA


6
December 9, 2010 (UAS) ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL

c) Sistem manajemen termasuk payung hukum yang tidak berwibawa, tidak


berfungsi dan tidak dihormati.
e) Rapuhnya simbol perekat dan pemersatu yang mencakup nasionalisme,
etnisisme, etika dan budaya politik yang luhur.
f) Sikap dan perilaku aktor politik yang tidak terkendali, menerabas dan terjerumus
ke deviant politik.

Dilihat dari Jenisnya potensi konflik bisa melibatkan :


a. Internal partai yang mendukung calon
b. Konflik yang melibatkan antara kandidat satu dengan lainnya atau antara
pendukung-pendukung kandidat. Konflik antarkandidat dapat berupa black
campaign berupa usaha-usaha untuk mendeskriditkan kandidat lain dengan
cara-cara yang tidak gentle, bukan melalui adu visi-misi tetapi dengan
penyebaran berita bohong dan fitnah.
c. Konflik antarelemen masyarakat. Konflik ini berskala sangat besar, karena
melibatkan berbagai elemen masyarakat, baik antar pendukung masing-masing
kandidat melibatkan pula aparat keamanan.

C. Pilihan-Pilihan Kebijakan
1. Pembatasan dana kampanye maksimum melalui aturan pemerintah pusat dan
daerah beserta kesepakatan pengurus partai politik pengusung para calon dalam
rangka antisipasi dini bentuk kekalahan materi dalam jumlah besar yang
berakibat konflik.
Analisis SWOPA :
 Strenghts (Kekuatan)
- Dapat meminimalisir konflik dengan pemerataan dana pemilukada
sehingga bagi pihak/calon yang kalah dapat menerima kekalahan
tanpa menjadikan faktor pendanaan sebagai sumber keinginan
pemberontakan yang lahir dari dalam dirinya.

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA DI INDONESIA


7
December 9, 2010 (UAS) ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL

- Pembatasana pendanaan menjadikan pemilukada sebagai tempat


persaingan figur bukan tempat persaingan materi dari setiap para
calon.
- Pembatasan pendanaan kan menghindarkan pemilukada dari politik
uang dan menghilangkan sikap yang dapat merusak citra perpolitikan
di Indonesia dan mental rakyat indonsesia.
 Weakness (Kekurangan)
Batasan dana maksimal disetiap daerah sulit ditentukan dan butuh
pertimbangan dari berbagai unsur (pemerintah, partai politik, dll)
 Opportunity (Peluang)
- Adanya dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam penanganan
konflik melalui pembuatan peraturan tambahan maupun peraturan
baru.
- Adanya dukungan dari partai politik dan kandidat calon dalam
rangka penyamaan dana maksimal agar tercipta sikap saling
memahami, menghargai, dan menerima satu sama lain.
 Problem (Masalah)
Penolakan terjadi dari beberapa golongan elit karena menganggap
pendanaan merupakan kunci yang dapat digunakan untuk
mempengaruhi dukungan pemilih.
 Action (Aksi)
Gencar mensosialisasikan serta menyempurnakan rancangan
pembatasan dana maksimum kepada para pembuat kebijakan dan
penerima kebijakan.

2. Perlu adanya sosialisasi yang lebih intensif dan langsung kepada para pemilih
maupun para kandidat diwilayah pemilihan dalam penafsiran maupun dalam
proses implementasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pemilukada.
Analisis SWOPA :

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA DI INDONESIA


8
December 9, 2010 (UAS) ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL

 Strenghts (Kekuatan)
Masyarakat sesegera mungkin memahami dan mengetahui
perubahan-perubahan dari pihak pelaksana proses pemilukada secara
langsung sehingga memudahkan masyarakat dalam memahami
proses pelaksanaan pemilukada.
 Weakness (Kekurangan)
- Tingkat kejenuhan masyarakat tinggi karena seringnya sosialisasi
- Sulitnya pengumpulan masyarakat disuatu lokasi tertentu dalam
rangka sosialisasi proses pemilukada
- Hal yang disosialisasikan seringkali dianggap angin lalu dari
penerima materi sosialisasi.
 Opportunity (Peluang)
Mengurangi kesalahan penafsiran aturan dan kegagalan pada saat
proses pemilihan umum kepala daerah.
 Problem (Masalah)
Seringkali sosialisasi yang disampaikan tidak sesuai dengan realisasi
dilapangan baik dari segi program, waktu maupun hal-hal lain yang
berkenaan dengan sosialisasi pada saat itu sehingga masyarakat
menganggap bahwa hal ini hanyalah hal yang tidak penting dan
sangat tidak berguna untuk dilaksanakan.
 Action (Aksi)
Perlu memberikan pemahaman akan pentingnya sosialisasi itu sendiri
sehingga dapat mengurangi kesalahan penafsiran dan anggapan
bahwan dengan hal tersebut hanya membuat waktu terbuang sia-sia.

3. Peningkatan penguatan Institusionalisasi demokrasi ditingkat lokal (KPUD)


bertujuan untuk mencegah seringnya terjadi perubahan aturan main demokrasi
yang berakibat keanekaragaman presepsi yang makin lama makin jauh dan
berbeda antara pendukung calon yang satu dengan calon yang lainnya. Selain hal
tersebut tujuan utama dari peningkatan institusionalisasi ditingkat lokal juga

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA DI INDONESIA


9
December 9, 2010 (UAS) ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL

bertujuan mengurangi ketergantungan menentukan hasil akhir proses politik


ditingkat lokal.
Analisis SWOPA :
 Strenghts (Kekuatan)
- Mengurangi ketergantungan institusional lokal terhadapa pusat
sehingga mempercepat pengambilan keputusan dalam penanganan
masalah konflik di daerah pemilihan.
- Pusat informasi utama di daerah yang sesegera mungkin bisa diakses
untuk mencegah perbedaan dan pemahaman dalam pelaksanaan
pemilihan kepala daerah.
 Weakness (Kekurangan)
- Setiap keputusan dan permasalahan yang begitu kompleks perlu
diadakan konsultasi kepada pihak yang lebih tinggi agar dapat
meminimalisir pengambilan keputusan yang keliru dan berubah-ubah
yang dapat memperumit permaslahan.
- Tenaga-tenaga institusional yang kurang berkompeten dan terbatas
seringkali menghambat dan menyebabkan permasalahan didalam
institusi itu sendiri (internal KPUD).
 Opportunity (Peluang)
Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 sebagai landasan utama dan dapat
menunjang serta mendukung segala bentuk keputusan tanpa ada rasa
ragu oleh setiap anggota KPUD setempat
 Problem (Masalah)
- Keragu-raguan dan ketakutan anggota institusi setempat dalam
pengambilan keputusan berakibat pada semakin berlarutnya masalah
di daerah pemilihan.
- Konsultasi yang terlalu lama kepada pihak pusat berakibat
munculnya anggapan negatif terhadap institusi lokal (KPUD).
 Action (Aksi)
Pemberian pemahaman kepada para setiap calon kandidat, partai
politik maupun masyarakat pendukung calon, agar mengerti dan

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA DI INDONESIA


10
December 9, 2010 (UAS) ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL

memahami, serta memaklumi bahwa dalam setiap pengambilan


keputusan KPUD senantiasa memikirkan serta mempertimbangkan
dari berbagai sisi, sehingga keputusan bisa benar-benar sesuai dengan
realita yang ada.

D. Kesimpulan dan Rekomendasi

Dari beberapa konflik pemilukada yang tersebar diseluruh penjuru daerah


kebanyakan faktor penyebab konflik disebabkan oleh ketidakpuasan para
pendukung setiap calon yang kalah, terhadap keputusan yang ditetapkan oleh
institusi dalam hal ini adalah KPUD setempat yang mengeluarkan hasil pemilihan
disetiap daerah pemilihan. Ketidakpuasan ini dikarenakan banyaknya biaya/materi
dikeluarkan oleh calon yang kalah dalam pemilihan mulai dari proses kampanye
hingga tiba proses pemilihan yang tidak berbanding lurus dengan harapan oleh para
calon sehingga melahirkan ketidakpuasan dan pemberontakan tidak menerima dari
dalam diri dan direalisasikan dengan menggunakan suara para pendukungnya
melalui demonstrasi besar-besaran dan tindakan-tindakan anarkis lainnya.

Melihat dari permasalahan diatas maka sipenulis naskah menyarankan


alternatif kebijakan yaitu ”Pembatasan dana kampanye maksimum melalui aturan
pemerintah pusat dan daerah beserta kesepakatan pengurus partai politik
pengusung para calon” program ini bertujuan agar disetiap daerah pemilihan
terlahir antisipasi dini dalam rangka meredam permasalahan konflik yang
disebabkan oleh kekalahan materi yang begitu besar. Pembatasan dana bagi setiap
calon diharapkan dapat menumbuhkan pemahaman dan kesaradaran bahwa dengan
pembatasan dana kampanye dapat memberikan kesamaan pemikiran yakni sikap
saling menerima dan mengharagai baik sebelum maupun sesudah pemilihan.
Dengan pembatasan dana pula, dapat memberikan kesiapan diri bagi setiap
calon maupun para pendukungnya sehingga dapat menerima dari setiap hasil akhir
yang dikeluarkan oleh institusi yang mengadakan pesta demokrasi ini. Karena
apabila tidak adanya batasan mengenai banyaknya dana maksimal yang dikeluarkan

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA DI INDONESIA


11
December 9, 2010 (UAS) ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL

setiap calon, maka didalam hati pihak-pihak (calon) yang kalah dalam pemilihan
dan telah mengeluarkan dana habisa-habisan yang sangat besar jumlahnya kan
berusaha semaksimal mungkin untuk mempengaruhi kebijakan atau keputusan yang
ada dengan menggunakan sumber-sumber yang ada disekelilingnya (materi,
pikirian, massa/pendukung calon) yang masih tersisa dalam bentuk demonstrasi
penolakan hasil akhir dengan alasan tertentu hingga kedalam bentuk tindakan yang
anarkis.sehingga dengan program ini di harapkan permasalahan terhadap konflik
PEMILUKADA dapat terselesaikan merata di seluruh daerah pemilihan.

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA DI INDONESIA


12
December 9, 2010 (UAS) ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL

DAFTAR PUSTAKA

http://klipingut.wordpress.com/2008/02/13/penyebab-konflik-dalam-pilkada

www.lprasaja.web.ugm.ac.id/files

PENANGANAN KONFLIK PEMILUKADA DI INDONESIA


13

Anda mungkin juga menyukai