Anda di halaman 1dari 21

TEKNIK REHABILITASI MANGROVE DI

DAERAH MINASA UPA KECAMATAN


BONTOA KABUPATAN MAROS

NAMA : RABUANAH HASANUDDIN

NIM : L111 08 005

KELOMPOK : I (SATU)

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR
2010

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata mangrove berarti tumbuhan dan komunitasnya yang tumbuh di

daerah pasang surut. Daerah pasang surut merupakan daerah yang

mendapatkan pengaruh pasang surut dan terletak di sepanjang garis pantai,

termasuk tepi laut, muara sungai, laguna dan tepi sungai. Beberapa ahli

mendefinisikan istilah mangrove secara berbeda-beda, namun pada dasarnya

merujuk pada hal yang sama. Tomlinson (1986) dan Wightman (1989)

mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah

pasang surut maupun sebagai komunitas. Mangrove juga didefinisikan sebagai

formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub-tropis

yang terlindung (Saenger, 1983).

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang

didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang

pada daerah pasang surut dan pantai berlumpur. Hutan mangrove banyak

ditemui di pantai, teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang

terlindung. Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki keragaman hayati yang

tertinggi di dunia dengan jumlah total kurang lebih 89 spesies yang terdiri dari 35

spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit dan 2

spesies parasit (Nontji, 1993).

Batasan hutan mangrove menurut Samingan (1980) adalah hutan yang

terutama tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai

yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Selanjutnya, komposisi jenis
tumbuhan penyusun ekosistem ditentukan oleh beberapa faktor lingkungan,

terutama jenis tanah, genangan pasang surut dan salinitas (Bengen 2001).

Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan dan

merupakan pohon perintis umumnya adalah Avicennia spp (Api-api) dan

Sonneratia spp (Pidada). Api-api lebih senang hidup pada tanah berpasir agak

keras, sedangkan Pidada pada tanah yang berlumpur lembut. Pada daerah yang

terlindung dari hempasan ombak, komunitas mangrove biasanya didominasi oleh

Rhizophora spp (Bakau). Lebih ke arah daratan (hulu), pada tanah lempung yang

agak pejal, biasanya tumbuh komunitas Bruguiera spp (Nontji, 1993).

Mencermati atas karakteristik ekosistem dan peranan fungsinya,

nampaknya degradasi (kerusakan) kawasan mangrove akan menyebabkan

berbagai fenomena baik terhadap kehidupan biota perairan, maupun terhadap

sumber kehidupan masyarakat di sekitarnya. Demikian halnya dengan

pembangunan dan pengembangan kawasan ”tambak” yang kurang terkontrol,

akan menyebabkan terdegradasinya habitat maupun vegetasinya yang secara

langsung maupun tidak langsung peranan fungsi menjadi terganggu. Sehingga

butuh rehabilitasi dan tindak lanjut saat kerusakan ekosistem mangrove itu

terjadi. 

B. Tujuan Dan Kegunaan

tujuan dari praktikum ibi adalah untuk memulihkan fungsi hutan mangrove

dalam menjaga ekosistem pantai dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

sekitar pantai.

Sedangkan kegunaan dari praktek lapang tersebut adalah untuk menambah

wawasan pengetahuan tentang rehabilitasi mangrove.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. pengertian rehabilitasi

Rehabilitasi hutan mangrove adalah upaya mengembalikan fungsi hutan

mangrove yang mengalami degradasi, kepada kondisi yang dianggap baik dan

mampu mengembang fungsi ekologis dan ekonomis.

B. fungsi dan peranan rehabilitasi mangrove

Mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi pantai dari

gelombang, angin dan badai. Tegakan mangrove dapat melindungi pemukiman,

bangunan dan pertanian dari angin kencang atau intrusi air laut. Mangrove juga

terbukti memainkan peran penting dalam melindungi pesisir dari gempuran

badai. Mangrove memiliki berbagai macam manfaat bagi kehidupan manusia dan

lingkungan sekitarnya. Bagi masyarakat pesisir, pemanfaatan mangrove untuk

berbagai tujuan telah dilakukan sejak lama. Akhir-akhir ini, peranan mangrove

bagi lingkungan sekitarnya dirasakan sangat besar setelah berbagai dampak

merugikan dirasakan diberbagai tempat akibat hilangnya mangrove (Kasim

Ma’ruf, 2010).

Peranan mangrove dalam menunjang kegiatan perikanan pantai dapat

disarikan dalam dua hal. Pertama, mangrove berperan penting dalam siklus

hidup berbagai jenis ikan, udang dan moluska (Davies & Claridge, 1993), karena

lingkungan mangrove menyediakan perlindungan dan makanan berupa bahan-

bahan organik yang masuk kedalam rantai makanan. Kedua, mangrove

merupakan pemasok bahan organik, sehingga dapat menyediakan makanan

untuk organisme yang hidup pada perairan sekitarnya. Produksi serasah

mangrove berperan penting dalam kesuburan perairan pesisir dan hutan


mangrove dianggap yang paling produktif diantara ekosistem pesisir (Odum, dkk,

1974)..

Mangrove juga mempunyai peranan ekologis, ekonomis, dan sosialyang

sangat penting dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir. Kegiatan

rehabilitasi menjadi sangat prioritas sebelum dampak negative dari hilangnya

mangrove ini meluas dan tudak dapat diatasi (tsunami, abrasi, intrusi,

pencemaran, dan penyebaran penyakit) (Kasim Ma’ruf, 2010).

C. pemilihan lokasi dan kesesuaian jenis mangrove

Kegiatan survei lapangan dapat melibatkan beberapa orang yang

mengenal dengan dekat lokasi yang akan menjadi sasaran kegiatan

penanaman.  Pada kegiatan ini di lakukan upaya identifikasi jenis-jenis mangrove

yang ada, karakteristik substrat serta kondisi rill hutan mangrove (Kasim Ma’ruf,

2010).

Tipe substrat didominasi oleh tipe substrat berlumpur dan dibeberapa

tempat ditemukansubstrate berpasir dan kadang bercampur cangkang bivalvi

dan gastropoda mati.  Bahkan yang lebih ekstrin di Kawasan Pesisir teluk

lasongko Indonesia terdapat mangrove yang tumbuh diatas batuan cadas (Kasim

Ma’ruf, 2010).

Mengingat lokasi yang akan di jadikan sasaran rehabilitasi terdapat di

dalam kawasan hutan mangrove, maka kondisi rill yang akan menjadi

pertimbangan utama adalah jenis mangrove yang sesui untuk ditanam sesuai

dengan karakteristik dan tipe subrat berlumpur, berpasir, lumpur berpasir, dan

atau bercampur kerang-kerangan mati.  Karakteristik spesifik dibeberapa tempat

juga adanya aliran-aliran kecil sungai yang menjurus keteluk.  Tentunya jika ada

yang kondisinya seperti ini, upaya rehabilitasi sedapatnya tidak di lakukan pada
daerah aliran sungai–sungai kecil karena hanya akan mengalami kegagalan

(Kasim Ma’ruf, 2010).

D. cara memilih bibit yang baik.

Seleksi bibit dilakukan sebelum bibit ditanam di lapangan. Kegiatan

seleksi sangat penting dilakukan, disamping untuk menjamin ukuran

keseragaman bibit, juga untuk menjamin kualitas bibit yang akan ditanam.

Kriteria umum yang digunakan dalam seleksi bibit ini adalah: (a) tidak terserang

hama dan penyakit (b) tidak layu, (c) jumlah daun minimal empat dan (d)

tinggi bibit antara 15 cm – 55 cm tergantung jenisnya. Berdasarkan

berbagai hasil penelitian, ciri bibit yang berkualitas baik dan siap tanam

disajikan pada Tabel. 1.

Tabel. 1. Ciri Bibit Siap Tanam dari Beberapa Jenis Pohon Mangrove

No Jenis Ciri Bibit Siap Tanam dan Berkualitas Baik


1 Rh. Mucronata Jumlah daun minimal 4 lembar, tinggi bibit minimal 55 cm
2 Rh. Apiculata Jumlah daun minimal 4 lembar, tinggi bibit minimal 30 cm
B.

3 gymnorrhiza Jumlah daun minimal 6 lembar, tinggi bibit minimal 35 cm


4 C. tagal Jumlah daun minimal 4 lembar, tinggi bibit minimal 20 cm
5 S. alba Jumlah daun minimal 6 lembar, tinggi bibit minimal 30 cm
6 A. marina Jumlah daun minimal 6 lembar, tinggi bibit minimal 15 cm
7 X. granatum Jumlah daun minimal 6 lembar, tinggi bibit minimal 40 cm
Sumber : Kusmana, 1999

E. pembibitan

Membibitkan mangrove sangatlah mudah. Dengan sedikit ketelatenan

dan kesabaran, kalau berhasil tumbuh, kita telah sangat berjasa memberikan hak

hidup dan menyelamatkan ekosistem ini dari kepunahannya di masa depan

(Kesemat, 2008).
Secara umum, penanaman mangrove dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu dengan cara menanam langsung buah mangrove (propagul) ke areal

penanaman dan melalui persemaian bibit. Penanaman secara langsung tingkat

kelulushidupannya rendah (sekitar 20-30 %). Hal ini karena pengaruh arus laut

pada saat pasang dan pengaruh predator. Sedangkan dengan cara persemaian

dan pembibitan, tingkat kelulushidupannya relatif tinggi (sekitar 60-80%). Berikut

ini diterangkan mengenai bagaimana tata cara pembibitan beberapa jenis

mangrove.

1. Rhizophora spp

Buah yang digunakan untuk pembibitan, sebaiknya dipilih dari pohon

mangrove yang berusia diatas 10 tahun. Buah yang baik, dicirikan oleh hampir

lepasnya hipokotil dari buahnya. Buah yang sudah matang dari Rhizophora spp,

dicirikan dengan warna buah hijau tua atau kecoklatan, dengan kotiledon (cincin)

berwarna kuning atau merah.

Media yang digunakan untuk pembibitan adalah sedimen dari tanggul

bekas tambak atau sedimen yang sesuai dengan karakteristik pohon induknya.

Media dibiarkan selama kurang lebih 24 jam agar tidak terlalu lembek. Media

tanam yang sudah disediakan, dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam

(polibek) berukuran lebar 12 cm dan tinggi 20 cm, yang telah diberi lubang keci-

kecil kurang lebih 10 buah.

Buah disemaikan masing-masing 1 buah dalam setiap polibag. Buah

ditancapkan kurang lebih sepertiga dari total panjangnya (± 7 cm). Setiap 6-10

benih, diikat menjadi satu agar tidak mudah rebah. Ikatan dibuka setelah daun

pertama keluar. Daun pertama akan keluar setelah 1 bulan, daun ketiga akan

keluar setelah 3 bulan.

2. Bruguiera spp
Buah dipilih dari pohon yang berumur antara 5-10 tahun. Buah dipilih

yang sudah matang dicirikan oleh hampir lepasnya batang buah dari bonggolnya

dan warna hipokotil merah kecoklatan atau hijau kemerahan.

Buah yang terkumpul tidak perlu dicuci dengan air tapi cukup dibersihkan

dengan lap dan dipilih buah yang seagar, sehat, bebas hama dan penyakit,

belum berakar dan panjang hipokotilnya 10-20 cm. Kelopak buah jangan dicabut

atau dilepaskan dengan paksa karena dapat merusak buah. Media yang

digunakan untuk pembibitan sama dengan Rhizophora spp.

Semua pekerjaan selalu dilakukan di bawah naungan (tidak mendapat

sinar matahari secara langsung), supaya buah tidak kering. Sebelum

penyemaian, polibek dibiarkan tergenang oleh pasang. Penyemaian dilakukan

pada awal pasang purnama, dimana penggenangannya dapat mencapai

hipokotil benih. Penyemaian Bruguiera spp seperti pada Rhizophora spp, tetapi

tidak usah diikat.

3. Ceriops spp

Ciri kematangan buah adalah kotiledon berwarna kuning dengan panjang

kotiledon 1 cm atau lebih dan hipokotil berwarna hijau kecoklatan. Buah yang

terkumpul dicuci bersih dan buahnya dilepas. Kemudian, dipilih benih yang

panjang hipokotilnya 20 cm atau lebih. Penyiapan media untuk Ceriops spp sama

dengan penyiapan media semai Rhizophora spp. Penyemaian benih Ceriops spp

sama dengan Bruguiera spp.

4. Excoecaria spp

Warna buah dari Excoecaria spp yang telah matang adalah kuning

kecoklatan. Buah berbentuk bulat kecil-kecil dan akan jatuh setelah matang. Biji

dipilih yang padat dan mempunyai diameter 3 mm atau lebih. Media yang

digunakan untuk pembibitan sama dengan Rhizopora spp.


Excocaria spp pembibitannya tidak langsung dilakukan pada polibek. Biji

dari Excoecaria spp ditebar di parit yang berisi media dan terlindung dari cahaya

matahari secara langsung. Parit dibuat di darat untuk menghindari biji terbawa

arus. Setelah daun Excoecaria spp tumbuh 3-5 buah, bibit bisa dicabut dan

dipindahkan ke polibek. Setiap satu polibek ditanami satu bibit.

5. Avicennia spp

Ciri kematangan buah adalah warna kulit buah kekuningan, dan kadang

kulit buah sedikit terbuka. Buah yang sudah matang mudah terlepas dari

kelopaknya. Buah dilepas dari kelopaknya dan dipilih benih yang bebas hama

dan beratnya 1,5 gram atau lebih. Setelah kelopak dilepas, buah direndam dalam

air selama satu hari agar terkelupas kulitnya. Buah yang belum terkelupas

kulitnya, dapat dikupas dengan tangan. Kemudian, buah dipindahkan ke dalam

ember berisi air payau yang bersih. Penyiapan media semai Avicennia spp tidak

berbeda dengan Rhizophora spp. Polibek disiram hingga cukup basah, barulah

dilakukan persemaian. Benin disemaikan masing-masing satu buah dalam satu

polibek, dengan cara ditancapkan kurang lebih sepertiga panjang benih ke dalam

tanah/media.

Jenis yang akan dijadikan bibit adalah yang dominan berada disekitar

areal rehabilitasi.Pertimbangan yang lain adalah dengan melihat struktur tanah

dan ekologi kawasan rehabilitasi. Jenis Rhizophora mucronata adalah jenis bibit

yang mempunyai toleransi yang cukup tinggi terhadap tekanan ekologi.Untuk

meningkatkan presentase kelangsungan hidup penanaman mangrove,dilakukan

upaya persemaian untuk bibit yang akan ditanam.Persemaian dilakukan disekitar

areal penanaman.Ini untuk memudahkan akses penanaman.Upaya pembibitan

dilakukan dengan memasukkan bibit kedalam polibag dan setelah diisi didalam

polibag diletakkan di areal pembibitan. Untuk menghindari terhadap gangguan

babi hutan yang sering mencari makan dan menggali makanan disekitar areal
persemaian dan pembibitan, tempat pembibitan dilindungi dengan waring yang

menghalang aktivitas babi hutan masuk kedalam areal pembibitan. Upaya

persemaian dan pembibitan dilakukan 1 – 3 bulan sebelum penanaman.  Ini

dilakukan agar bibit dapat berkecambah dulu untuk kemudian di lakukan

penanaman.  Upaya ini diharapkan akan meminimalisasi kematian bibit dan

meningkatkan persentase bibit yang hidup (Kesemat, 2008).

F. Penanaman

setelah bibit mulai tumbuh didalam areal pembibitan, dilakukan upaya

penanaman pada areal rehabilitasi.Upaya ini melibatkan seluruh anggota

kelompok yang memobilisasi anggota masyarakat yang peduli tentang

pentingnya upaya rehabilitasi mangrove.Upaya penanaman dilakukan dengan

sangat hati-hati.Bibit yang telah tumbuh di areal penanaman,polibagnya disobek

kemudian dilakukan penggalian lubang pada areal penanaman dan dimasukkan

bibit beserta tanah atau lumpur kedalam lubang penanaman mangrove,Untuk

menghindari tumbangnya bibit karena tekanan arus pasang dan atau pengaruh

ombak/gelombang maka tiap mangrove diiikat pada ajir yang dipatok didekat

mangrove.Ajir ini sengaja diletakkan disamping setiap bibit yang ditanam

(Kesemat, 2008).

Mengingat tiap bibit yang akan ditanam belum terlalu kuat untuk

menopang dirinya dan untuk tetap berdiri karena belum mempunyai akar yang

terlalu kuat.Pada daerah yang mempunyai potensi gelombang yang cukup

tinggi,sebaiknya dilakukan pemasangan APO/APO berlapis yang terbuat dari

kayu,bamboo dan bahkan batu dan coran semen (Kesemat, 2008).

APO berfungsi sebagai peredam ombak sehingga pengaruhnya tidak

dapat mempengaruhi bibit mangrove.Pola penanaman bibit mangrove dilakukan

dengan jarak satu meter antara bibit yang satu dengan bibit yang
lainnya.Penanaman bibit dilakukan serempak .Pada daerah yang sangat ekstrim

dengan pola pasang surut yang sangat lebar,sebaiknya jangan dilakukan pola

penanaman yang konvensional namun sebaiknya dilakukan dengan penajaman

pada bagian bawah yang juga berfungsi sebagai pask untuk tiap bibit (Kesemat,

2008).

Pada beberapa daerah yang sangat ekstrim dengan pola pasang surut

yang sangat lebar, sebaiknya jangan dilakukan pola penanaman yang

konvensional.  Pola penanaman konvensional biasanya hanya penancapan bibit

yang dibarengai dengan pengikatan pada ajir.  Namun sebaiknya menggunakan

modifikasi pada sistem persemaian.  Modifikasi persemaian dapat dilakukan

pada polibag bambu dan atau pot yang didisain khusus.  Bentuk polibag dapat

dilakukan dengan panajaman pada bagian bawah yang juga berfungsi sebagai

pasak untuk tiap bibit. Modifikasi juga dapat dipadu dengan pengikatan pada ajir

berlapis untuk memperkokoh dudukan bibit (Kasim Ma’ruf, 2010).

Yang perlu mendapat perhatian adalah bukan seberapa banyak bibit yang

kita dapat tanam tapi seberapa banyak bibit yang bisa bertahan hidup dengan

kondisi lokasi yang kadang bersifat ekstrim (Kasim Ma’ruf, 2010).


G. Pemeliharaan

Pola pemeliharaan sebaiknya melibatkan seluruh anggota kelompok

dengan menjaga tiap kaplingan areal penanaman. Tiap anggota masyarakat

dipercayakan untuk menyulam tiap bibit mangrove yang kebetulan rusak atau

tercabut oleh aktivitas arus dan gelombang. Untuk mengontrol kelangsungan

hidup tiap bibit dan anakan mangrove, sebaiknya dilakukan pengontrolan setiap

3-4 hari sekali sampai pada saat bibit mangrove yang ditanam berusia 3 – 5

bulan. Selanjutnya dilakukan pengontrolan seminggi sekali selama 10 -12 bulan. 

Setelah diatas satu tahun dapat dilakukan pengontrolan selama 1 – 2 kali

sebulan (Kasim Ma’ruf, 2010).

Pemeliharaan mangrove adalah hal penting yang perlu dilakukan untuk

menjaga agar mangrove tetap hidup dan bertahan dengan baik Komplesitasnya

kondisi fisik dan ekologis lingkungan serta kadang adanya hama dan gangguan

lain membuat mangrove kadang mengalami kematian walaupun umur mangrove


telag berusia diatas 8 – 12 bulan,  namun jika dilakukan pengontrolan yang rutin

maka akan dapat meminimalisasi kegagalan yang ada (Kasim Ma’ruf, 2010).

III. METODE PRAKTIK

A. Waktu dan Tempat

Praktik lapang teknik rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut ini

dilaksanakan pada hari sabtu, tanggal 9 Oktober 2010. Adapun tempat

pelaksanaannya yaitu di Desa Minasaupa, kecamatan bontoa, Kabupaten Maros.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktik ini adalah meteran yang berfungsi untuk

mengukur areal yang ingin ditanami mangrove, tali rafiah yang berfungsi untuk

mengikat mangrove dengan ajir. Ajir berfungsi (1) mempermudah mengetahui

tempat bibit akan ditanam, (2) tanda adanya tanaman baru, (3) menyeragamkan

jarak dan (4) membuat bibit mangrove tegak dan tidak mudah rebah bila sedang

terjadi air pasang.


Bahan yang digunakan pada praktik lapang ini adalah bibit Rhizophora

spp.

C. Prosedur kerja

Prosedur kerja teknik rehabilitasi mangrove dibagi menjadi beberapa

tahap, yaitu persiapan tapak, pengangkutan bibit, pendistribusian bibit dan

penanaman.

1. Persiapan Tapak

Sebelum penanaman dimulai, terlebih dahulu dilakukan pembersihan

lokasi penanaman dari vegetasi tumbuhan pengganggu dan melakukan

penancapan ajir (potongan bambu dengan panjang 1 m yang diikatkan dengan

bibit mangrove menggunakan tali rafia).Khusus untuk penancapan ajir, hal ini

sengaja dilakukan dengan tujuan mempermudah dan mempercepat waktu

penanaman.

Lahan yang digunakan untuk menanam mangrove harus bersih dari

rumput liar. Sebelum mangrove ditanam dibuat terlebih dahulu jalur tanam. Jalur

tanam dapat dibuat dengan menggunakan tali rafia dengan dibuat simpul-simpul,

jarak simpul satu dengan yang lainnya adalah satu meter. Pada setiap simpul

dipasang ajir-ajir dengan menggunakan patok dari bambu yang panjangnya 75

cm dan berdiameter ± 1 cm. Ajir ditancapkan ke lahan dengan tegak sedalam ±

50 cm. Pemasangan ajir ini bertujuan untuk: (1) mempermudah mengetahui

tempat bibit akan ditanam, (2) tanda adanya tanaman baru, (3) menyeragamkan

jarak dan (4) membuat bibit mangrove tegak dan tidak mudah rebah bila sedang

terjadi air pasang. Untuk mempermudah pekerjaan, baik pada saat persiapan

lahan, penanaman maupun perawatan pada lahan dibuat jalan atau jembatan

yang mengitari lahan selebar satu meter.


2. Pengangkutan dan Pendistribusian Bibit

Bibit diambil dari tempat pembibitan menuju ke sekitar lokasi

penanaman. Selanjutnya, bibit mangrove disimpan, diletakkan dan diatur

sedemikian rupa sehingga bisa tersusun secara rapi, di lokasi yang terlindung

dari sinar matahari secara langsung. Kemudian, bibit mangrove mulai

didistribusikan ke lokasi penanaman.

3. Penancapan Ajir

Kegiatan penancapan ajir dilakukan dengan dua tujuan yaitu: (1) sebagai

penanda lokasi penanaman bibit mangrove sehingga akan mempermudah

peserta dalam melakukan penanaman; (2) penggunaan ajir juga berfungsi agar

bibit-bibit mangrove yang ditanam bisa berjajar secara rapi sehingga

mempermudah dalam penghitungan kelulushidupan pada saat pekerjaan

pemeliharaan dan monitoring; (3) ajir berguna menjaga bibit mangrove tidak

roboh pada saat terjadi air pasang.

4. Penanaman

Pada tahap penanaman, spesies mangrove dikelompokkan berdasarkan

spesiesnya. Bibit mangrove ditanam di lokasi penanaman dengan teknik

penanaman mangrove menggunakan ajir. Penggunaan ajir berguna untuk

menjaga bibit mangrove tidak tumbang ketika terkena ombak. Jarak tanam

adalah ± 1 m x 1 m. Penanaman mangrove diatur sedemikian rupa sehingga

ketiga jenis mangrove tidak tercampur supaya tidak merubah sifat alami

mangrove yaitu membentuk tegakan murni.

5. Cara Penanaman

Mangrove ditanam di lahan yang telah disediakan dengan cara membuat

lubang di dekat ajir-ajir, dengan ukuran lebih besar dari ukuran polibek dan
dengan kedalaman dua kali lipat dari panjang polibek. Bibit ditanam secara tegak

ke dalam lubang yang telah disediakan dengan cara melepaskan bibit dari

polibek secara hati-hati, dan jangan sampai merusak akarnya. Sela-sela lubang

di sekeliling bibit, ditimbuni dengan tanah. Bibit yang telah ditanam, batangnya

diikat dengan ajir-ajir, supaya tidak mudah rebah bila terjadi air pasang.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Mangrove

Hutan mangrove di kawasan Kawasan Pesisir umumnya didominasi oleh

beberapa jenis diantaranya; Rhizophora spp., (Rhizophora apiculata, R.


Mucronata, R. stylosa dll) , Soneratia spp (Sonneratia caseolaris, Soneratia alba,

dll), Avicennia alba, Bruguiera spp, Aegiceras corniculat, Nypa fruticans,

,Cerbera spp., Xylocarpus spp., Lumnitzera racemosa, Heritiera littoralis dan

Excoecaria agallocha (Kasim Ma’ruf, 2010).

Jika dilihat dari segi zonasinya, jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya

tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora

apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R.

stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada

bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar

atau zona pionir ini. Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang

tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka

(Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat

tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada

(Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.). Pada bagian yang lebih

kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum

(Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta

(Excoecaria agallocha) (Kasim Ma’ruf, 2010).

Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona

terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya

gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.)

menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur

untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.)

mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus

spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk

menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi

pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove

memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.


Mangrove dalam pertumbuhannya mempunyai masa-masa kritis. Oleh

karena itu perlindungan tanaman mangrove dan hama yang merusak, mulai dari

pembibitan hingga mencapai anakan, perlu dilakukan agar pertumbuhannya

dapat berlangsung dengan baik (Kasim Ma’ruf, 2010).

Sampai dengan usia pembibitan satu tahun, batang mangrove sangat

disukai oleh serangga atau ketam/kepiting. Menurut pengalaman, 60-70%

mangrove akan mati sebelum berusia 1 tahun karena digerogoti serangga atau

ketam/kepiting. Di berbagai tempat, seperti di Trimulyo Semarang, terkadang

ditemukan juga kambing yang memangsa bibit-bibit yang baru saja ditanam.

Untuk mengatasi hama, bisa dilakukan dengan beberapa cara. Buah

Rhizophora spp, Bruguiera spp atau Ceriops spp yang akan digunakan sebagai

bibit, dipilih yang telah cukup matang. Tanda-tanda kematangan buah

ditunjukkan oleh keluarnya buah dari tangkai. Buah kemudian disimpan di tempat

yang teduh, ditutup dengan karung goni setengah basah selama 5-7 hari.

Penyimpanan selama itu dimaksudkan untuk menghilangkan bau/aroma buah

segar yang dimiliki buah yang sangat disenangi oleh serangga, gastropoda dan

kepiting. Setelah itu, mangrove siap untuk disemai pada polibek (Kasim Ma’ruf,

2010).

Serangga tidak suka menempel pada daun yang terdapat garam. Karena

itu, biasanya dilakukan penyemprotan air laut secara periodik (sekali seminggu

selama 8 minggu) dengan alat semprotan pertanian untuk mencegah parasit

berkembang biak. Masing-masing pohon hanya memerlukan 2-3 menit

penyemprotan. Sehubungan dengan suplai air laut untuk penyemprotan, akan

lebih efisien, bila dilakukan saat pasang (Kasim Ma’ruf, 2010).

Hama lain yang juga sering menyerang tanaman mangrove pada usia

muda adalah kutu loncat. Serangga hama ini dicirikan oleh warna daun tanaman

menjadi kuning, kemudian rontok dan tanaman mati. Bila serangan hama ini
terjadi, sebaiknya tanaman yang terserang dimusnahkan saja, agar menghambat

penyebarannya pada tanaman lain. Sementara itu, untuk serangan kambing,

dilakukan dengan cara negosiasi dan sosialisasi program rehabilitasi mangrove

kita dengan penggembala setempat, dan himbauan agar tidak menggembalakan

kambing di sekitar lokasi tapak .

Selama masa paska penanaman, sering terjadi kerusakan yang

diakibatkan oleh tanah lunak, angin kencang, ombak tinggi, arus air keras,

minyak, sampah dan lumut laut. Untuk menanggulangi tanah lunak, angin

kencang, ombak tinggi, arus air keras yang berakibat pada robohnya bibit

sehingga hanyut dilakukan dengan menancapkan kembali ajir yang roboh dan

mengikatnya dengan tali ke tanaman yang roboh.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Rehabilitasi mangrove memiliki dampak positif yang sangat baik karena

mangrove merupakan Ekosistem yang sangat penting bagi kelangsungan hidup.

 Manfaat dan fungsi mangrove, adalah sebagai :

 Peredam gelombang dan angin, pelindung dari abrasi, penahan intrusi air

laut ke darat, penahan lumpur dan perangkap sedimen.

 Penghasil sejumlah besar detritus (hara) bagi plankton.

 Daerah asuhan (nursery grounds), tempat mencari makan (feeding

grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan,

udang, dan biota laut lainnya.


 Penghasil kayu konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan

baku kertas.

 Pemasok larva (nener) ikan, udang, dan biota laut lainnya.

 Habitat bagi beberapa satwa liar, seperti burung, reptil, dan mamalia.

 Tempat wisata.

 Aspek yang menunjang keberhasilan rehabilitasi ekosistem mangrove adalah

dengan memperhatikan peruntukan rehabilitasi, kondisi substrat, waktu

penanaman, pemeliharaan sampai pada pemantauan.

B. Saran

Sebaiknya praktek berikutnya dilaksanakan pada tempat yang lainnya

sebagai bahan perbandingan dan memilih tempat yang tidak menempuh jarak

yang terlalu lama dan jauh.

Daftar Pustaka

Anonim. 2009. Ekofisiologi dan Zonasi. [online] http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/


index.php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=56 (Diakses
pada tanggal 15 Oktober 2010).

Bengen, DG. 2002. Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut Serta
Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –
Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

Kesemat. 2008. Tahapan Rehabilitasi Mangrove. [online]


http://kesemat.undip.ac.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=274 (Diakses pada tanggal 17
Oktober 2010).

LPP Mangrove 1. 2008. Kegiatan Rehabilitasi Mangrove di Pulau Sumatera.


[online] http://www.imred.org/?q=content/kegiatan-rehabilitasi-mangrove-
di-pulau-sumatera (Diakses pada tanggal 17 Oktober 2010).
Ma’ruf. 2009. [online] http://maruf.wordpress.com/tag/rehabilitasi-mangrove,
(Diakses pada hari rabu 17 Oktober 2010 pukul 13:45 WITA).

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Lembaga


Penelitian Indonesia (LIPI), Jakarta.

Onrizal. 2008. Panduan Pengenalan dan Analisis Vegetasi Hutan Mangrove.


[online] P3h-2008-onrizal-mengenal-dan-anveg-mangrove.pdf (Diakses
pada tanggal 17 Oktober 2010).

Anda mungkin juga menyukai