Anda di halaman 1dari 3

Iklim, Cuaca dan 

Perubahannya
Posted on Oktober 15, 2006 by bumiindonesia| 2 Komentar
Iklim dan Cuaca
Cuaca adalah suatu gejala alam yang terjadi dan berubah dalam waktu singkat, yang kita rasakan dari
menit ke menit, jam ke jam. Contoh: perubahan harian dalam temperatur, kelembaban, angin, dll.
Sedangkan Iklim adalah rata-rata peristiwa cuaca di suatu daerah tertentu, termasuk perubahan ekstrem
musiman dan variasinya dalam waktu yang relatif lama, baik secara lokal, regional atau meliputi seluruh
bumi kita.
Iklim dipengaruhi perubahan-perubahan yang cukup lama dari aspek-aspek seperti orbit bumi, perubahan
samudra, atau keluaran energi dari matahari. Perubahan iklim merupakan sesuatu yang alami dan terjadi
secara pelan. Contoh: musim (dingin, panas, semi, gugur, hujan dan kemarau) dan gejala alam khusus
(seperti tornado dan banjir).
Sebagai negara yang secara geografis berada di sekitar ekuator, Iklim di Indonesia adalah tropis yang
terdiri dari musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai Februari,
sedangakan musim kemarau terjadi pada bulan Maret-September.
Perubahan Cuaca dan Iklim
KONDISI cuaca dan iklim di muka bumi saat ini terlihat makin bervariasi dan menyimpang. Khusus
untuk kawasan Indonesia, telah tampak sejak tahun 1991.
Contohnya, sebelumnya ada prediksi bakal hadirnya kegiatan gejala alam El Nino dari beberapa praktisi
termasuk pula Badan Meteorologi dan Geofisika di awal tahun hingga kuartal pertama tahun 2001.
Kenyataannya kondisi hadirnya El Nino ini sirna karena hingga awal Juni 2001 hujan masih mengguyur
di berbagai kawasan Indonesia.
Beberapa kalangan yang menyebutkan munculnya kegiatan gejala alam El Nino pada tahun 2001 ataupun
tahun 2002 umumnya mengacu pada kejadian beberapa dasawarsa sebelumnya. Sejak tahun 1961, 1972,
1982, dan 1991 telah muncul kondisi kemarau yang umumnya merupakan dampak kegiatan gejala alam
El Nino. Bahkan dari kalangan internasional telah muncul prediksi pada awal tahun 2001 yaitu akan
muncul kegiatan gejala alam El Nino tahun 2001 yang akan berdampak besar berupa kekeringan dan
kebakaran di kawasan Papua Niugini di timur wilayah Indonesia.
Munculnya cuaca dan iklim di Bumi merupakan ekspresi pemerataan energi yang diterima Bumi secara
tidak merata. Wilayah tropis di sekitar ekuator sepanjang tahun menerima energi radiasi sang surya yang
berarti surplus energi, sementara di lain pihak wilayah subtropis dan kutub hanya menerima sedikit energi
dan berlangsung relatif singkat dan bergantian akibat garis edar revolusi Bumi mengitari Matahari.
Sebagai reaksi adanya beda dalam penerimaan energi ini dalam satu sistem muka bumi, terjadi usaha
pemerataan melalui proses fisika dan kimiawi sedemikian sehingga terjadi peredaran udara di atmosfera
dan peredaran laut. Dua sistem pemerataan energi ini dalam bentuk gerak (angin, gelombang dan arus),
energi termal (panas) dan energi laten (uap air) berupa awan, hujan, salju, guntur dan sebagainya, yang
kesemuanya berlangsung alamiah.
Proses fisika dan kimiawi tersebut sangat tergantung pada besarnya energi dari sang surya selain ulah
manusia yang kian bertambah. Pertambahan manusia dan mobilitasnya ikut memberi kontribusi dalam
proses pemerataan energi yang menambah variasi alam yang tidak tetap dan sama dari waktu ke waktu
dan masa ke masa.
Matahari memancarkan energi radiasi yang merupakan hasil reaksi fusi dan fisi gas hidrogen dan helium
yang bila dilihat dari Bumi tampak seperti titik-titik ledakan energi. Berdasarkan pengembangan lanjutan
dan memperhatikan kondisi cuaca dan iklim, ternyata ada kaitan antara makin tingginya jumlah bintik-
bintik Matahari dengan peningkatan pancaran energi Matahari. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan
sejak tahun 1960-1962 yang memuncak dengan jumlah bintik di atas 175 buah dalam sebulan. Siklus
kegiatan Matahari umumnya memuncak pada akhir setiap dasawarsa dan minimum di pertengahan dasa
warsa. Untuk kurun waktu tahun 2000-2001 terekam kurang dari 175 buah bintik Matahari yang berarti
kondisi puncaknya tidak sama dengan tiga dasawarsa periode 1961-1961, 1980-1981, dan 1990-1992.
Dari gambaran tersebut dapat diartikan sementara bahwa kondisi pemberi gerak di alam raya khususnya
di muka Bumi untuk periode tahun 2000-2001 yang kini sedang berjalan relatif lebih rendah dari kondisi
sebelumnya. Dengan demikian besarnya energi radiasi sang surya tidak sama dengan energi yang
dipancarkan khususnya dalam dua dasa warsa terakhir. Energi radiasi tersebut umumnya digunakan
dalam peredaran udara dan kelautan yang ada di muka Bumi yang umumnya mempunyai tenggang waktu.
Perhitungan munculnya El Nino
Yang cukup mencolok dan perlu menjadi perhatian kita adalah perkembangan kondisi dalam dua dasa
warsa terakhir. Dari hasil peningkatan kegiatan Matahari yang muncul dan memuncak pada masing-
masing dasawarsa itu menunjukkan adanya peningkatan yang lebih intensif dibandingkan kejadian
periode sebelumnya.
Dampak peningkatan tersebut menghasilkan kegiatan El Nino yang kuat untuk pertama kali pada periode
1982 dengan dampak kekeringan dan kebakaran yang meluas di Kalimantan. Selanjutnya tahun 1987
muncul lagi kegiatan El Nino. Tetapi, secara keseluruhan cuaca dan iklim untuk periode 1982-1990
cukup baik sehingga usaha swasembada pangan nasional saat itu berhasil dan Pemerintah Indonesia
mendapat penghargaan dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB.
Namun, kondisi dasa warsa berikutnya dengan peningkatan kegiatan Matahari yang lebih intensif dengan
puncak ganda untuk bintik Matahari dan jumlah ledakannya memberi indikasi peningkatan radiasi yang
intensif dan berdampak kegiatan El Nino yang cukup panjang 1991-1994 dan muncul gejala alam El Nino
kuat dengan kurun waktu yang singkat tahun 1991/1998 yang dinyatakan sebagai bencana yang dahsyat
di Indonesia dan seluruh dunia.
Patut pula dicatat bahwa deposit batu bara di lahan gambut membara untuk yang pertama kali di tahun
1991 yang kemudian berulang hingga awal tahun 1998. Selain itu swasembada pangan nasional yang
diupayakan Pemerintah Indonesia hancur oleh kondisi alam yaitu cuaca dan iklim yang tidak menentu
hingga tahun 2000 atau mungkin sampai saat ini. Kajian dalam bahasan ini merupakan kajian terbatas
yang tentunya perlu dikembangkan lebih lanjut untuk menuju kajian yang komprehensif atau dapat
dipercaya.
Berdasarkan pengalaman tersebut dan menilik kondisi cuaca dan iklim yang akan berlangsung hingga
tahun 2010, untuk sementara dapat dilihat belum adanya peningkatan jumlah bintik Matahari atau
ledakan. Hal ini berarti untuk kurun watu sembilan tahun mendatang peluang munculnya kondisi cuaca
yang ekstrem seperti yang berlangsung dalam kurun waktu dua dasa warsa terakhir menjadi tanda tanya
atau bahkan bisa dikatakan kecil peluang terjadi peningkatan kondisi cuaca dan iklim yang bervariasai
atau berubah untuk kurun waktu musiman hingga tahunan.
Pendapat ini didukung pula oleh kondisi perairan global, dalam hal ini perairan Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik. Semula di Samudera Hindia dingin dan Samudera Pasifik akan hangat hingga awal
bulan Juni, ternyata hal itu tidak berkembang, malah berkebalikan. Samudera Pasifik mendingin sedang
Samudera Hindia menaik. Bukti kenaikan suhu muka laut ini terlihat dari peningkatan curah hujan di
beberapa kawasan di Indonesia pada bulan Mei hingga awal Juni 2001. Karena hingga pertengahan tahun
2001 berubah, maka kondisi gejala alam El Nino peluang untuk muncul kecil pada tahun 2001 atau 2002
mendatang. Dengan indikasi alam ini akan dapat membantu tentang kekhawatiran beberapa kalangan
khususnya kalangan pertanian, perkebunan dan kehutanan khususnya dari ancaman kekeringan yang
mungkin muncul di tahun 2001.
Adanya perkembangan curah hujan yang berlangsung akhir-akhir ini yang seharusnya memasuki musim
kemarau merupakan peristiwa alam akibat kenaikan suhu muka laut S. Hindia dan munculnya indikasi
gejala alam La nina intensitas ringan kembali giat. Sehingga prakiraan BMG. dalam musim kemarau
tahun 2001 yang menyatakan normal merupakan kondisi cuaca dan iklim di wilayah Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai