Anda di halaman 1dari 17

BOGOR, KOMPAS.

com

Jumat (1/10/2010) Sekitar pukul 18.00: Jemaah Ahmadiyah mendapat informasi bahwa
permukiman mereka akan diserang massa. Mereka berkumpul di dalam masjid membahas isu ini.

Pukul 19.15: Setelah isya, datang sebanyak 25 orang yang melempari rumah dan masjid jemaah
Ahmadiyah sambil berteriak "Allahu Akbar". Mereka berusaha memprovokasi jemaah
Ahmadiyah, tetapi warga Ahmadiyah memilih mengalah dan berkumpul di rumah ketua RW.
Namun di luar, malah ada isu penusukan.

Pukul 20.30: Setelah itu, datang massa gelombang kedua dengan jumlah yang lebih banyak.
Mereka langsung membakar rumah, masjid, mobil, dan sepeda motor milik warga Ahmadiyah.
Aksi perusakan ini terjadi sekitar 40 menit. Mobil yang dibakar di tepi jalan sebelumnya
dikeluarkan secara paksa dari garasi rumah. Rongsokan mobil teronggok di dalam selokan.
Beberapa sepeda motor diambil paksa dari teras rumah warga dan dibakar di jalan. Aparat
keamanan saat itu tak bisa masuk karena terhadang oleh massa, sedangkan jalan menuju
kampung sangat sempit. Setelah aparat keamanan menerobos masuk, menggiring massa untuk
bubar melalui pengeras suara, akhirnya situasi mulai reda.

Pukul 21.30: Warga Ahmadiyah mulai kembali ke rumah mereka dan melakukan kegiatan
bersih-bersih. Mereka berani kembali ke rumah karena aparat keamanan terdiri dari anggota
Polri dan TNI bersenjata lengkap, menjaga perkampungan mereka.

Sabtu (2/10/10): Perkampungan Ahmadiyah masih dijaga ketat oleh aparat keamanan. Kapolda
Jawa Barat Irjen Sutarman yang meninjau lokasi kejadian mengatakan, pemicu kerusuhan ini
adalah isu penusukan, selain persoalan tahun lalu yang masih membara. Kejadian ini bukan yang
pertama karena sebelumnya juga terjadi pembakaran masjid Ahmadiyah.

Jemaah Ahmadiyah, Mubariq, warga RW 05 Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten


Bogor, mengatakan, jemaah Ahmadiyah tidak melakukan perlawanan. Mereka berharap
pemerintah membantu memberikan solusi dengan jalan dialog. Hubungan jemaah Ahmadiyah
yang jumlahnya sekitar 500 orang dengan masyarakat setempat sebetulnya baik. Mubariq
menyatakan, tidak ada warga Ahmadiyah yang melakukan penusukan terhadap warga lainnya. Ia
tidak tahu siapa pelaku dan korban penusukan.

Mubarig memperkirakan persoalan rencana renovasi masjid Ahmadiyah menjadi salah satu
penyebab tindakan anarki massa yang anti-Ahmadiyah.Kepolisian menetapkan satu tersangka
dari jamaah Ahmadiyah berinisial D terkait kasus penyerangan rumah Ismail Suparman di
Cikeusik, Pandenglang, Banten"Nanti malam saya akan serahkan (data) ke pak Boy (Kombes
Boy Rafli Amar, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri)," kata dia singkat.Seperti diberitakan,
kepolisian telah menahan tujuh tersangka berinisial U, M, E, Y, M, S, dan U. Ketujuh tersangka
itu berasal dari kelompok penyerang. Mereka dikenakan sangkaan penghasutan maupun
penganiayaan yang menyebabkan tiga warga tewas.
Konflik di SDN RSBI Berlanjut

JAKARTA, KOMPAS.com — Konflik antara sejumlah orangtua murid Sekolah Dasar Negeri
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional, atau SDN RSBI, Rawamangun 12 Pagi, Jakarta Timur,
dan kalangan guru sekolah serta pejabat Suku Dinas Pendidikan Dasar 02 Kecamatan
Pulogadung, Jakarta Timur, belum juga menemukan titik temu. Di Jakarta, Kamis (29/7/2010),
Kepala Seksi Dinas Pendidikan Dasar Kecamatan Pulogadung Usman dituntut mundur dari
jabatannya karena dinilai mengintimidasi orangtua murid, yang mendesak transparansi dan
pertanggungjawaban penggunaan dan pengelolaan dana sekolah.

Tuntutan pencopotan itu diajukan kalangan Front Pengawal Program Pro Rakyat (FP3R) Komite
Jakarta Timur, yang mendatangi Kantor Suku Dinas Pendidikan Dasar 02 Kecamatan
Pulogadung. Mereka berunjuk rasa di depan kantor suku dinas pendidikan dasar tersebut.

Selain menuntut pencopotan Usman, FP3R Komite Jakarta Timur juga mendesak dugaan korupsi
dana pendidikan di SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi diusut tuntas. Bersama FP3R juga ikut
orangtua murid SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi.

Konflik antara orangtua murid dan pihak SDN RSBI itu bermula dari permintaan sejumlah
orangtua murid, yang menuntut transparansi dan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran
sekolah sejak tahun 2005. Karena pihak sekolah tidak memberikan tanggapan, orangtua murid
kemudian melaporkan dugaan penyimpangan dana pendidikan di sekolah itu ke Kejaksaan
Tinggi DKI pada tahun 2008. Menyusul laporan tersebut, sejumlah guru dan kepala SDN RSBI
Rawamangun 12 Pagi diperiksa di kejaksaan.

Ketua FP3R Komite Jakarta Timur Manic Weenas menyatakan, konflik di SDN RSBI
Rawamangun 12 Pagi melebar karena Usman menerbitkan surat instruksi pengeluaran murid,
yang orangtuanya berkonflik dengan guru, dan surat permohonan ke Gubernur DKI Jakarta
untuk memberhentikan orangtua murid, yang dinilai mengacau di SDN RSBI Rawamangun 12
Pagi, sebagai warga Jakarta.

"Yang diinginkan orangtua murid hanya transparansi alokasi dan pertanggungjawaban


penggunaan dana bantuan pemerintah untuk sekolah dasar RSBI itu," kata Manic.

Manic dan perwakilan orangtua murid SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi, di antaranya Deddy,
ditemui Usman dan mereka berdialog di Kantor Suku Dinas Pendidikan Dasar 02 Kecamatan
Pulogadung. Dialog juga diikuti Yitno Suyoko, Kepala SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi.
Akar Konflik Israel-Palestina di Silwan

KOMPAS.com - Belum reda kutukan internasional terhadap serangan militer Israel atas Flotilla
Gaza akhir Mei lalu, kini Israel kembali mendapat kecaman internasional atas keputusan
pemerintah lokal Jerusalem menggusur 22 rumah Palestina di distrik Al Bustan, kawasan Silwan.
Sekjen PBB Ban Ki-moon hari Rabu (23/6) pekan lalu di New York menyebut, keputusan
pemerintah lokal Jerusalem itu adalah ilegal karena bertentangan dengan hukum internasional
dan aspirasi penduduk Palestina setempat..

Kawasan Silwan sesungguhnya telah menjadi incaran Israel, segera setelah Israel menguasai
Jerusalem Timur dan Tepi Barat pascaperang tahun 1967. Israel menganggap proyek Yahudisasi
di kota Jerusalem Timur tidak bisa sempurna sebelum dilakukan Yahudisasi di kawasan Silwan.
Kawasan Silwan yang berpenduduk sekitar 50.000 jiwa terletak di arah selatan Masjid Al Aqsa.
Kawasan Silwan membentang antara Masjid Al Aqsa dan Laut Mati. Wilayah paling terkenal di
kawasan Silwan adalah lembah merah yang terletak antara Jerusalem Timur dan Jericho. Tanah
di Lembah Merah itu kemudian disita Israel pascaperang tahun 1967 dan lalu dibangun
permukiman Yahudi Maale Adumim, salah satu permukiman Yahudi terbesar di Tepi Barat.

Letak kawasan Silwan di arah utara terdapat Masjid Al Aqsa, di arah barat terdapat distrik Al
Tsauri, arah selatan terdapat bukit Al Mukabbar, arah timur terdapat desa Abu Dis dan bukit Al
Tur.Silwan dalam bahasa Arab juga bermakna kesabaran. Silwan adalah kawasan yang terdekat
dengan Masjid Al Aqsa, bahkan bisa dibilang pilar dari Masjid Al Aqsa. Kawasan Silwan sangat
historis karena dibangun 4.000 tahun SM oleh sebuah suku Arab Kan’an.
Di kawasan itu terdapat sumber air sangat terkenal karena terkait dengan sejarah Masjid Al Aqsa
dan menjadi sandaran utama bagi pengadaan air penduduk setempat melalui penyaluran air yang
dibuat dari batu sepanjang 553 meter sejak era Arab Kan’an. Peninggalan penyaluran air dari
batu itu masih terlihat sampai sekarang.
Hingga tahun 1990, tidak ada seorang pun dari Yahudi yang tinggal di distrik Silwan. Namun,
sejak pertengahan tahun 1990, Pemerintah Israel mulai meletakkan proyek Yahudisasi distrik
Silwan sebagai bagian dari proyek yahudisasi kota Jerusalem dan sekitarnya. Sejak pertengahan
tahun 1990-an itu, mulai ada penghuni Yahudi di distrik Silwan.

Kini terdapat 40 permukiman Yahudi di kawasan Silwan, yang terpusat di area lembah Helwah
dan pusat distrik Silwan. Kawasan yang disebut pusat kunjungan atau kota Daud (David) adalah
permukiman Yahudi paling strategis di distrik Silwan karena paling dekat dengan kota
Jerusalem.Di antara proyek yahudisasi, kawasan Silwan adalah rencana pembangunan Sinagog
Yahudi yang dilengkapi dengan perpustakaan dan puluhan apartemen serta tempat parkir yang
mampu menampung ratusan mobil. Selain pembangunan permukiman Yahudi di atas permukaan
tanah kawasan Silwan, Pemerintah Israel juga membangun terowongan bawah tanah di bawah
kawasan Silwan yang direncanakan bisa mencapai kota Jerusalem.
Pada akhir tahun 2008, pemerintah lokal Jerusalem secara mengejutkan mengumumkan rencana
pembangunan taman Raja Daud di distrik Al Bustan di kawasan Silwan. Pemerintah lokal
Jerusalem pun mengeluarkan surat perintah penggusuran 88 rumah Palestina di distrik Al Bustan
untuk keperluan pembangunan taman Raja Daud itu.
Konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan

Korea Utara menembakkan puluhan peluru artileri ke pulau Yeonpyeong, milik Korea
Selatan, Selasa (23/11), menewaskan sedikitnya dua marinir Korea Selata

Serangan artileri Korea Utara terhadap Korea Selatan Selasa lalu menjadi sorotan media cetak
Eropa. Harian Swiss Neue Zürcher Zeitung menulis

„Jika Korea Utara melakukan tindakan yang bertentangan dengan kepentingan ekonomi dan
politknya ini dapat pula berarti adanya alasan politik dalam negeri untuk provokasi tersebut.
Negara komunis itu saat ini berada pada masa transisi yang kritis. Dalam situasi seperti ini bagi
calon penguasa baru Kim Jong Un, melakukan serangan mendadak atau sikap sangat agresif
terhadap Korea Selatan adalah hal yang membantu untuk memperoleh rasa hormat dari para
jenderal. Apabila serangan terhadap Korea Selatan adalah janji awal dari calon pemimpin
tersebut, ini tidak membuka harapan baik untuk masa-masa mendatang setelah pergantian
pimpinan di Korea Utara.“

Harian Inggris The Times berkomentar

„Ini negara poros kejahatan yang menunjukkan pemimpinnya imun terhadap ancaman maupun
terhadap tindakan lemah lembut. Harus ada perubahan dalam strategi internasional. Untuk
mempersiapkan strategi baru, hal yang esensial adalah meredam terlebih dahulu agresi Korea
Utara. Kekuatan militer Pyongyang sesungguhnya harus benar-benar diteliti. Penduduk sipil di
Korea Selatan harus dipersiapkan, Amerika Serikat harus melakukan kerja public relations yang
efektif. Sementara Cina dan Jepang harus dilibatkan erat dalam strategi multilateral.“

Konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan juga menjadi sorotan harian Spanyol ABC

"Rezim di Korea Utara seharusnya lama diragukan reputasinya oleh masyarakat internasional.
Tidak dapat diterima begitu saja bahwa setiap kasus kecil di negara tiran yang terkucil itu
menyebabkan ditembakannya bom ke teritorial negara tetangganya atau menenggelamkan kapal
asing. Para diktator di Korea Utara masih dapat eksis hanya berdasarkan kenyataan bahwa Cina
masih mendukung mereka. Selama ini Beijing tidak menunjukkan pengaruhnya, untuk
mengupayakan berakhirnya dinasti yang brutal ini, yang menganggap rakyatnya sendiri seperti
budak dan terisolir dari dunia luar. Cina sebaiknya melepaskan dukungannya terhadap rezim di
Korea Utara dan dengan demikikan memainkan bukti bahwa Beijing menyandang
tanggungjawabnya di panggung politik dunia.“
Asal-usul Konflik Etnis Madura-Dayak
Selasa, 18-Juni-2002, 20:47:00

Penduduk Madura memang padat. Seperti diurai dalam disertasi Huub de Jonge (1989: 21), sejak
1815 sampai 1940 penduduk Madura malah lebih padat dari pulau Jawa. Artinya sampai 1940
Madura adalah pulau terpadat di Indonesia. Kepadatan penduduk yang tinggi ini berakibat pada
sempitnya pemilikan tanah: Rata-rata 0,3 hektare per orang (hlm. 57). Faktor pendorong migrasi
lainnya adalah tanah di Madura tergolong gersang.

Kepadatan penduduk, tanah gersang, keberanian, dan kebiasaan bermigrasi, ditambah satu
pendukung berlangsungnya migrasi yang juga penting, yakni tersedianya armada kapal layar
Madura yang mampu menjangkau wilayah jauh, sampai ke Semenanjung Malaya.

Adapun Kalbar menjadi daerah tujuan migrasi lantaran kepadatan penduduknya rendah. Pada
1980 hanya 17 jiwa per km persegi. Kalbar jelas membutuhkan pekerja untuk mengolah
kekayaan alam dan membangun infrastruktur perekonomiannya. Dan kebutuhan ini, terutama
pekerja kasar, diisi orang Madura.

Para juragan kapal yang sering bolak-balik ke Kalbarlah yang mula-mula membawa mereka ke
sana. Bila calon migran tidak punya ongkos, juragan kapal bersedia menanggungnya lebih
dahulu, dengan perjanjian akan dilunasi setelah mereka bekerja di Kalbar. Para migran ini
dipikat lewat ''janji surga'' betapa gampangnya mencari kekayaan di tanah seberang. Pameo yang
kondang saat itu ialah, ''Sejengkal memotong akar pinang, mendapat uang 50 ketip.''

Ternyata mulut manis juragan kapal itu ''berbisa''. Sesampainya di Kalbar para migran tersebut
''dijual'' layaknya perbudakan terselubung! Zaman penuh kepedihan dan penderitaan ini -- yang
sangat jarang diceritakan kepada anak cucunya -- disebut ''Periode Perintisan'' (1902-1942).
Setelah itu disambung ''Periode Surut'' (1942-1950) lantaran masuknya Jepang dan meletusnya
Revolusi Kemerdekaan.

Setelah bertahun-tahun membanting tulang akhirnya para migran itu tiba pada ''Periode
Keberhasilan'' (1950-1980). Pada masa ini mereka hidup layak. Mereka memiliki rumah dan
kebun, bahkan menguasai sektor-sektor ekonomi informal tertentu, semisal penarik becak,
penambang sampan, dan pekerja jalan darat (hlm. 84). Apa yang membuat mereka berhasil?

Hendro melihat sejumlah faktor, antara lain, pertama, mereka memiliki etos kerja dan jiwa
wirausaha yang kuat sehingga sanggup bekerja keras, menderita, dan hidup hemat. Etos kerja ini
didorong rasa malu ('todus') yang tecermin dalam pepatah 'ango'an potea tolang, e tebang pote
mata' (lebih baik putih tulang, daripada putih mata). Maknanya adalah lebih baik mati daripada
gagal dalam kehidupan di rantau (hlm. 81).
Kedua, solidaritas sosial mereka sangat tinggi. Banyak migran Madura ke Kalbar tanpa
membawa modal usaha sepeser pun. Mereka yakin, keluarga atau teman-temannya di rantau
akan membantu. Kombinasi solidaritas dan kerja keras itu membuat mereka menguasai sektor-
sektor perdagangan tertentu, sehingga orang-orang non-Madura yang lebih dulu bergerak di
bidang itu terdesak, bahkan terlempar keluar.

Belakangan, soal ini menjadi salah satu faktor penyebab meletusnya konflik etnis Madura
melawan Melayu di Sambas, Kalbar. Pasalnya, migran Madura acap merebut kesempatan kerja
dan pemilikan barang melalui kekerasan atau intimidasi -- tidak lagi melalui jalan yang sah (Prof
Dr Syarif Ibrahim Alqadrie, ''Konflik Etnis di Ambon dan Sambas: Suatu Tinjauan Sosiologis'',
'Antropologi Indonesia', Th XXIII, No. 58, 1999, hlm. 41). Lantas, faktor apa saja yang
menimbulkan konflik?

Hendro mencatat, pertama, sifat dan kelakuan dari ''tanah air'' (rasa kesukuan atau 'ethnic
urbanism') di Madura dibawa serta bermigrasi. Adat carok dan solidaritas kuat -- meski acap
membabi buta -- mereka bawa ke Kalbar. Akibatnya pertengkaran antarindividu segera
menjelma menjadi pertengkaran antarkelompok. Perkelahian antarkelompok kontan berkobar
menjadi perang suku.

Kedua, pola permukiman 'reng Madure' kebanyakan pola kelompok, bukan pola sisipan. Ini
membuat proses asimilasi dengan warga setempat terhalang.Hubungan etnis Madura-Dayak
kurang harmonis antara lain karena faktor-faktor tersebut di atas. Sifat keras orang Madura juga
terdapat pada orang Dayak. Tingkat pendidikan dan posisi ekonomi kedua suku ini hampir
sejajar: Sama-sama rendah dan mengisi sektor informal. Sementara agama dan adat mereka
berbeda. Di sisi lain hubungan etnis Madura-Bugis di Kalbar rukun lantaran faktor kesamaan
agama. Rendahnya kemampuan berbahasa Indonesia pada kedua suku itu menambah
kekurangharmonisan. Orang Madura menggunakan bahasa Indonesia dialek Madura yang kurang
sempurna. Sedangkan orang Dayak berbahasa Indonesia dengan aksen Dayak yang juga kurang
sempurna. Intonasi meledak-ledak sebagai pencerminan sifat etnis Madura yang keras, mudah
menimbulkan salah paham.

Toh, tak berarti dengan kekurangharmonisan ini kedua suku itu tidak bisa melakukan kontak
sosial. Hubungan sosial mereka diwarnai sikap prasangka dan menjaga jarak. Yang
menggembirakan bahwa di beberapa kampung, seperti di Sungai Ambawang dan Marga Mulia,
terjadi perkawinan antara orang Madura dan Dayak. Hendro berharap, seandainya perkawinan
macam ini makin banyak, lambat laun kekurangharmonisan dalam pergaulan sosial mereka akan
berkurang (hlm. 140). Ternyata harapan mulia penulis buku ini sekarang tinggal kenangan
belaka. Setelah disertasi ini ditulis, konflik Madura-Dayak malah memuncak dan berlarut-larut.
Namun buku ini tetap penting lantaran mampu menganalisis faktor penyebab konflik dan
membuka jalan untuk rekonsiliasi.
Ambon Memanas Lagi, Dua Rumah
Terbakar dan Tentara Terluka
Sabtu, 10 Juli 2010 | 13:43 WIB

TEMPO Interaktif, Ambon - Dua rumah dibakar dan seorang anggota TNI terluka akibat
pertikaian antara warga Batu Merah Dalam, Kelurahan Amantelu, sirimau, dengan warga Batu
Merah Kampung, Desa Batu Merah, Sirimau, Ambon, sekitar pukul 23.35 wit, Jumat malam
(9/7).
Pertikaian ini berawal dari 10 anak berusia belasan tahun yang mengejek warga Batu Merah
Kampung. Ejekan yang dilakukan di Jembatan Wai Hatukai, perbatasan Jalan Tulukabessy
dengan Jalan Jend Sudirman, sebagai pintu masuk Kota Ambon, itu untuk memancing amarah
pemuda Batu Merah Kampung.

"Tiba-tiba dong datang baterek (tiba-tiba mereka datang mengejek)," kata Wahab, salah seorang
warga kampung tersebut.

Akibatnya, amarah warga Batu Merah Kampung tersulut. Mereka pun saling lempar batu. Ketika
saling lempar itulah, salon milik Lamalu, 40 tahun, dan rumah milik Hamid, 35 tahun, di RT 003
RW 06, Desa Batu Merah, dibakar orang tak dikenal.

Kepala Kepolisian Resor Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease Ajun Komisaris Besar Didiek
Agung Widjanarko mengimbau agar warga tidak terpancing dengan peristiwa tersebut. "'Kami
berharap warga tidak terpropokasi dengan insiden ini," katanya.

Untuk mengamankan perselisihan tersebut, satu peleton Brimob Polda Maluku, diturunkan ke
tempat kejadian tersebut. Juga tiga unit pemadam kebakaran diturunkan untuk memadamkan api.
Konflik Malaysia VS Indonesia Semakin Memanas!!!

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa negara kita Indonesia sedang kembali berseteru setelah
ada beberapa kasus, semakin hari ketegangan semakin memanas saja seakan seperti pertandingan
sepakbola menjelang injury time. Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Anifah Aman
kemarin mengancam akan mengeluarkan imbauan agar warganya menunda dulu rencana
berkunjung ke Indonesia (travel advisory) jika situasinya terus memburuk. “Ini sudah di luar
batas kesabaran,” ungkap dari Menteri Anifah. Terlihat sudah konflik Indonesia – Malaysia
semakin memanas saja.

Beliau merasa tindakan para demonstran melemparkan kotoran manusia di kantor Kedutaan
Besar Malaysia di Jakarta dan ancaman terhadap warga Malaysia di Indonesia sudah terlalu
berlebihan. “Kami mesti menjaga integritas negara kami. Kami tahu di mana titik kesabaran
kami,” ungkap beliau soal protes yang bermula dari penangkapan tiga pegawai maritim
Indonesia itu.

Anifah pun meminta kepada pihak berwenang di Indonesia mengantisipasi tindakan tak elok
tersebut dan mendesak agar penjagaan keamanan di Kedubes Malaysia ditingkatkan. “Semacam
blokade sehingga barang-barang yang dilempar tidak sampai ke gedung Kedutaan,” beber
beliau.

Tengku Sharifuddin Tengku Ahmad sebagai Sekretaris Pers Perdana Menteri Malaysia
mengatakan tentang pernyataan travel advisory, “Itu baru advisory, belum warning. Masih
sebatas nasihat (imbauan), belum peringatan,” ungkap beliau.

Kementerian Luar Negeri Indonesia menganggap travel advisory yang dikeluarkan pemerintah
Malaysia lebih ditujukan dalam konteks domestik Malaysia. Seperti yang di ungkapkan oleh,
juru bicara Kementerian, Teuku Faizasyah, “Belum ada pernyataan resmi dari pemerintah
Malaysia soal itu. Kami belum bisa mengomentari.”Faizasyah juga mengimbau kepada semua
unsur masyarakat ikut bertanggung jawab meredakan ketegangan yang terjadi antara Malaysia
dan Indonesia yang terlihat semakin memanas ini. Sehari sebelumnya, Menteri Luar Negeri
Marty Natalegawa mengatakan penangkapan tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan oleh
polisi Malaysia pada 13 Agustus lalu akibat kesalahpahaman soal koordinat di antara kedua
negara. Beliau mengungkapkan saat rapat kerja di ruang rapat Komisi Pertahanan “Malaysia
juga mengklaim penangkapan itu ada di wilayahnya.”

Karena permasalahan tersebut, ungkap Menteri Marty, pemerintah Indonesia akan membentuk
tim khusus yang akan berfokus menangani masalah perbatasan dengan Malaysia dan masalah
para warga Indonesia yang terancam hukuman mati di Malaysia.”Presiden menyetujui agar
dibentuk tim terpadu,” ungkap dari beliau.

Dalam menanggapi reaksi keras pemerintah Malaysia, anggota Komisi Pertahanan Dewan
Perwakilan Rakyat, Lily Wahid, meminta kepada pemerintah Indonesia tidak lemah dalam
menghadapi tingkah polah Malaysia. Ia pun mendesak pemerintah Indonesia tak terjebak pada
kebijakan zero enemy. “Zero enemy million friends itu impian,” tegasnya.
Konflik Poso
Kerusuhan Poso muncul sejak 1998. Perang SARA telah menewaskan ratusan orang dan menyebabkan
lebih 5.000 rumah hangus. Pada 2002 dan 2003 saja telah terjadi beberapa kali penyerangan.

1 Januari 2002
Gereja Advent di Kota Palu dibom. Pelakunya adalah salah satu tokoh yang menandatangani Deklarasi
Malino.

23 Maret 2002

Kantor Dinas Kesejahteraan Sosial (Dinkesos) Poso di Jalan Pulau Kalimantan dibom. Ruang kantor itu
hancur berantakan, namun tak ada korban jiwa dalam ledakan ini.

4 April 2002

Dua buah bom rakitan meledak di kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Desa Rdatulene,
Kecamatan Poso Pesisir, Poso, Sulawesi Tengah. Tak ada korban jiwa karena kantor dalam keadaan
kosong.

28 Mei 2002
Bom meledak di tiga lokasi di kota Poso.

5 Juni 2002

om meledak di dalam bus PO Antariksaa jurusan Palu - Tentena di sekitar Desa Toini Kecamatan Poso
Pesisir. Empat penumpang tewas dan 16 lainnya luka-luka.

9 Oktober 2003
Terjadi penyerangan di Desa Beteleme, tetangga Desa Bintagor dan Desa Pawaru di Kecamatan Lembo,
Kamis (9/10) tengah malam. Penyerangan itu mengakibatkan tiga warga sipil tewas, dua luka berat,
serta 35 rumah musnah terbakar.

18 Oktober 2003

Lima belas perusuh (empat di antaranya ditembak mati) tertangkap dalam penyisiran lanjutan yang
dilakukan aparat di hutan Desa Pawaru, Kecamatan Lembo, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Kelompok perusuh ini diduga kuat pelaku penyerangan di Desa Beteleme.

16 November 2003
Sedikitnya 1.000 orang mengepung Mapolres Poso menyusul penembakan dan penangkapan empat
warga Desa Tabalo Kecamatan Poso Pesisir. Mereka menuntut pembebasan Irwan, Darwis, dan Sukri,
serta penegakan hukum atas tewasnya Amisuddin. Keempat warga Desa Tabalo oleh polisi diduga
terlibat kasus penyerangan bersenjata di wilayah Poso Pesisir pada 12 Oktober 2003.
Konflik Ruang tanjung priok

Dari kejadian ini dapat dikatakan telah terjadi konflik ruang antara pihak pengelola Pelabuhan
Petikemas Koja dan ahli waris Mbah priok.Siapa tak kenal Tanjung Priok? Sebuah wilayah di
utara Jakarta tersebut memang pernah mendulang masa keemasan pada tahun 1980-an. Sebab,
salah satu pelabuhan internasional Indonesia terdapat di wilayah ini. Hilir mudik kendaraan berat
dan aktivitas bongkar muat selalu menjadi daya tarik tersendiri di wilayah ini. Tapi siapa sangka
di tengah kerasnya kehidupan masyarakat pesisir, nama Tanjung Priok ternyata diambil dari
nama seorang tokoh ulama yang melakukan siar agama Islam sejak ratusan tahun silam? Ya,
dialah Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad Al Husaini
Ass Syafi`i Sunni RA atau akrab disapa mbah Priok. Makam mbah Priok terdapat di dalam areal
pelabuhan Petikemas Koja, Tanjungpriok.Makam keramat ini selalu diziarahi para ulama dan
santri. Utamanya pada Kamis malam Jumat atau Walimatul Houl Maqom dan pada Ahad akhir
di setiap bulan Shafar. Para peziarah tidak hanya berasal dari DKI Jakarta saja, melainkan juga
berasal dari ulama dan santri di seluruh pulau Jawa. Meski cukup disegani dan dihormati, namun
upaya pelestarian makam keramat tersebut memang tidak mudah. Pihak ahli waris sering
mendapat ancaman dan teror dari oknum tak bertanggung jawab yang berusaha menggusur
keberadaan makam mbah Priok. Salah satu ahli waris yang juga pengurus makam mbah Priok,
Habib Ali, menuturkan, upaya penggusuran makam keramat tersebut sudah terjadi sejak tahun
1997 dan terus digencarkan hingga saat ini. Aktor di belakang layar upaya penggusuran tersebut,
kata Habib Ali, tidak lain adalah pihak pengelola Pelabuhan Petikemas Koja. Sebab, areal
makam mbah Priok akan dijadikan lahan perluasan terminal petikemas.Sayangnya, upaya
tersebut selalu gagal. Padahal, berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari iming-iming uang,
teror, hingga sabotase. Bahkan, menurut pengakuan Habib Ali, sejumlah ahli waris termasuk
dirinya pernah disandera di makam keramat tersebut selama 12 hari. Di samping tentunya,
iming-iming uang selalu menghampirinya. Namun karena keteguhan iman, tak satu pun dari para
ahli waris yang mau menerima upeti tersebut. Sebab, makam keramat di Jalan Kramat Situs
Sejarah Tanjungpriok ini merupakan cagar budaya golongan A yang harus dilindungi
pemerintah.Disini jelas terdapat perbedaan kepentingan. Pengelola pelabuhan hendak
memperluas wilayahnya dengan menggusur makam sedangkan ahli waris tetap ingin
mempertahankan fungsi kawasan makam tersebut. Ahli waris tidak sendirian karena mendapat
dukungan sebagian masyarakat sekitar yang juga mempunyai kepentingan akan keberadaan
kawasan makam tersebut sebagai tempat beribadah.Disinilah perlu kearifan masing-masing pihat
terutama pemerintah daerah selaku pihak yang berwenang menengahi warganya. Dalil bahwa
penggusuran makam telah sesuai dengan hukum, tidaklah tepat bila dipaksakan pelaksanaannya.
Sesungguhnya hukum itu sendiri besumber dari nilai-nilai yang ada ditengah masyarakat, norma-
norma dan budaya. Hukum tidak boleh membutakan mata dengan mengesampingkan kondisi
sosial-budaya masyarakat yang ada. Kebutuhan masyarakat akan ruang untuk beribadah perlu
didukung penambahan ketersediaannya. Bukannya menggusur ruang yang telah ada.Dalam kasus
ini, sebagai bentuk pelaksanaan program CSR, Pengelola Pelabuhan sudah selayaknya memberi
ruang kepada masyarakat sekitar untuk tetap menjamin keberadaan kawasan makam Mbah Priok.
Keinginan pelebaran kawasan pelabuhan selayaknya mempertimbangkan kepentingan
masyarakat banyak karena kawasan makam ini sudah “bukan lagi milik ahli waris” tetapi sudah
milik masyarakat banyak. Karenanya ketika makam tersebut terusik maka yang membelanya
adalah masyarakat.
Konflik Rektorat-Yayasan Trisakti Memanas

10/11/2002 02:30
Liputan6.com, Jakarta: Konflik rektorat yang mendapat dukungan karyawan dan
senat mahasiswa dengan Yayasan Trisakti terus belanjut, Sabtu (9/11). Aksi
perebutan aset kampus yang berlokasi di Jalan Kiai Tapa, Grogol, Jakarta Barat,
melibatkan massa dari dua kelompok.

Berdasarkan pengamatan SCTV, pengerahan massa dari dua kelompok berseteru


masih bisa dikendalikan. Sementara di dalam kampus sekelompok orang yang
dilengkapi tongkat kayu dan besi terus berjaga-jaga. Sedangkan pihak Yayasan
Trisaksti berdalih, masuk ke wilayah kampus sebagai upaya untuk mempersiapkan
tempat buat rektor baru Profesor Dr. Azril Azhari. Namun usaha itu tak berhasil,
karena dihadang massa yang terdiri dari senat mahasiswa, rektorat, dan karyawan
Trisakti.

Akibat perseteruan tersebut, aktivitas perkuliahan terhenti sejak tiga hari terakhir.
Mahasiswa tak bisa masuk ke areal kampus karena pintu gerbang ditutup personel
keamanan kampus. Belum ada kejelasan, aktivitas perkulihan kembali normal.Koflik
Trisakti berawal dari pemberhentian Thoby Mutis sebagai rektor oleh Yayasan
Trisakti, 4 September silam. Namun Thoby dipilih kembali oleh Senat Universitas
dan Majelis Wali Amanah untuk memimpin Usakti hingga 2006. Pihak Yayasan
Trisakti tidak mengakui pengangkatan itu karena Thoby dinilai telah
menyalahgunakan wewenang dengan mengeluarkan statuta 2001 R tanpa
melibatkan dan persetujuan yayasan. Thoby beralasan, semangat reformasi
memperbolehkan rektor membuat statuta sendiri. Dengan aturan itu, pihak rektorat
menyatakan sejak 29 Agustus 2002 Usakti secara resmi menjadi badan hukum
pendidikan dan lepas dari Yayasan Trisakti secara hukum. Sedangkan yayasan
berpendapat, ketentuan tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 30 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan, semua tugas,
fungsi, dan tata cara kerja perguruan tinggi harus sepengetahuan penyelenggara
atas usul senat PT yang bersangkutan
Konflik Etnis Meletus di Timor Leste
28-May-2006

Dili Makin Kacau, Warga Timur-Barat Terlibat Bentrok


DILI - Kehadiran pasukan asing ternyata belum mampu meredam kerusuhan di ibu kota Dili.
Baku tembak masih berlangsung kemarin. Kontak senjata sengit terjadi antara tentara pemerintah
(F-FDTL) dengan pasukan pemberontak pimpinan Mayor Alfredo Alves Reinado. Bahkan,
perang saudara terancam meletus. Pasalnya, milisi sipil, yang terdiri atas warga dan pemuda,
mulai terlibat. Mereka membawa senjata tajam. Situasi Kota Dili berubah menjadi kacau balau.
Sebanyak 480 tentara Australia tak mampu mengendalikan situasi. Sebab, patroli hanya
dilakukan di beberapa lokasi, seperti Comoro hingga Bairo Pite. Padahal, Kamis lalu rombongan
pertama tentara Australia tiba di Dili disambut bak pahlawan. Warga saat itu berharap agar
mereka bisa memulihkan situasi kota yang tak terkendali. Harapan itu hanya berlangsung sehari.
Kondisi keamaan kembali tidak terkontrol. Banyak rumah dibakar di sejumlah tempat. Begitu
pula bangkai mobil yang hangus terbakar berserakan di mana-mana. Rumah dan mobil itu
dibakar milisi. Selain kekurangan personel, wilayah pinggiran kota kini dikuasai pasukan F-
FDTL (Falintil-Forcas Defeza Timor Leste). Tentara Timor Leste terus mengejar pasukan Mayor
Alfredo dan Lettu Gastao Salsinha. Padahal, mereka telah diinstruksikan kembali ke barak. Di
dua daerah itu selama ini nyaris tak terdengar ada pengungsian. Tapi, kali ini aksi
pengungsiannya dahsyat,” aku Dominggus Freitas, warga setempat. Bahkan, sejak pagi warga
mengungsi karena mendengar isu tentara F-FDTL akan menyerang Kota Dili. Mereka marah
karena senjatanya akan dilucuti tentara Australia. Itu sebabnya, tentara yang berada di pinggiran
ingin masuk kota. Warga ibu kota Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) pun dilanda
kepanikan dan ketakutan. Akibatnya, sejak pagi suasana kota berubah menjadi kacau balau. Arus
pengungsian terjadi. Warga berupaya menyelamatkan diri karena beberap kasus penyerangan
dan pembakaran rumah berlangsung sepanjang Sabtu malam hingga kemarin pagi. Kerusuhan di
Dili juga tidak lagi melibatkan tentara dan pemberontak, tetapi berubah menjadi isu sektarian dan
masalah etnis. Bentrokan bersenjata antara warga timur (Lorosae atau Matahari Terbit) dan barat
(Loromonu atau Matahari Terbenam) mulai pecah kemarin. Warga kedua etnis itu bersenjata
rakitan serta membawa mandau, parang, dan tombak. Belum ada laporan jumlah korban jiwa
dalam bentrokan tersebut. Pukul 08.00 (06.00 WIB) aksi kekerasan yang disertai pembakaran
terjadi di Bairo Pita, Manleuana, Matadouro, dan Hudi Laran. Kelompok pemuda bersenjata
parang dan tombak mulai menyerang rumah warga. Tanpa diketahui penyebabnya, dua rumah
dibakar di Hudi Laran. Salah satu di antaranya adalah rumah Ketua Partai Demokrat Fernando
Lasama. Namun, tidak sampai jatuh korban. Aksi penyerangan berakhir saat patroli tentara
Australia datang ke lokasi menggunakan dua tank dan dua kendaraan taktis. Namun, perusuh
meninggalkan lokasi. Beberapa orang ditangkap tentara Australia. Aksi pembakaran oleh milisi
sipil dilaporkan juga terjadi di sejumlah kawasan. Tetapi, dia mengaku tetap percaya terhadap
Presiden Xanana Gusmao yang mengambil tanggung jawab atas pasukan keamanan. Alkatiri
mengaku selalu berkoordinasi dengan Xanana. “Saya tetap menghormati konstitusi. Saya telah
bersumpah untuk melaksanakannya,” kata Alkatiri.

. Konflik Darfur, Sudan…!!!


Konflik Sudan, khususnya Darfur masih belum banyak yang mengetahui. Tuduhan Mahkamah
Kriminal Internasional (ICC) yang menambahkan ‘dosa’ Presiden Omar Bashir baru-baru ini
adalah kejahatan gnocide di Darfur, sebuah tuduhan yang sengaja dihembuskan oleh Barat dan
antek-anteknya terhadap Sudan yang kaya akan cadangan minyak yang belum dieksploraasi,
khususnya di Darfur. Konon, dikawasan konflik tersebut Cina lebih dulu eksis menggarap
minyak di kawasan tersebut tanpa perlu gembar-gembor soal politik dalam negeri negara lain.

Darfur terletak di Barat Sudan berbatasan dengan Chad di Barat dan Libya, Utara dengan
kawasan Kurdopan dan Bahr Gazal, Selatan berbatasan dengan Rep. Afrika Tengah. Luasnya
lebih besar dari negara Mesir; dan seluas Perancis. Penduduknya saat ini mencapai 5 juta orang
yang berasal dari beberapa suku berasal dari Arab dan Afrika, yang masih menetap sebagian di
Chad dan Republik Afrika Tengah dan juga Libya. Bahkan Presiden Chad Idriss Deby berasal
dari salah satu suku di Darfur. Penduduknya 100 % muslim. Islam masuk ke Darfur pada abad
ke-17 pada masa Sultan Sulaiman Soloon, penguada Darfur.

Sejak tahun 1990-an terjadi konflik di kawasan tersebut khususnya setelah ditemukan di perut
bumi nya cadangan minyak yang sangat besar. Akibat ketidakmerataan ekonomi yang
dilaksanakan pemerintah pusat di Khartoum, timbul berbagai gerakan yang menuntut otonomi
dan bahkan kemerdekaan, seperti misalnya Gerakan Keadilan dan Persamaan pimpinan Dr.
Khalil Ibrahim maupun Gerakan Pembebasan Sudan pimpinan Abdul Wahid Nur. Negara-negara
asing juga mempunyai kepentingan untuk turut memancing di air keruh dengan tujuan meraih
keuntungan dibalik konflik tersebut, khususnya penguasaan akan kekayaan kawasan tersebut.
Salah satunya adalah Gerakan Pembebasan Sudan yang dipimpin oleh Abdul Wahid Nur yang
pro-Israel. Nur saat ini menetap di Paris dan banyak diantara anggotanya yang menjadi
pengungsi di Israel. Sedangkan Gerakan Keadilan dan Persamaan pimpinan Dr. Khalil Ibrahim
merupakan faksi yang paling kuat, bahkan menjadi tokoh utama perundingan damai yang
dimediasi oleh Qatar dan Libya sebagai anggota Uni Afrika.

Dalam keterlibatan asing dalam memancing di air keruh, ditengarai Israel secara tidak langsung
terlibat didalamnya. Berdasarkan laporan Jews Teleghraf tgl. 8 juli 2004 dibawah judul “Sudan
Menjadi Topik Israel”, penulis Yahudi Peter Egrous mengindikasikan hal tersebut dimana
kelompok Yahudi meningkatkan perhatian terhadap konflik penduduk kawasan tersebut; dan
indikasi lain adalah kedekatan Gerakan Abdul Wahid Nur kepada Israel.Tidak mudah memang
menyelesaikan konflik yang berkepanjangan di kawasan tersebut. Terlalu banyak kepentingan
pihak luar yang memancing di air keruh dengan tujuan yang sama, yaitu menguasai kekayaan
kawasan tersebut.
Konflik Sudan Bisa Jadi Perang
tahun bisa bubar, kecuali kalau masyarakat internasional bertindak cepat.

Salah satu lembaga bantuan itu, Oxfam Novib di Belanda, menyatakan, situasi Sudan selatan
bisa mengarah pada konflik terbuka. PBB melaporkan 140 orang tewas pekan belakangan ini
saja.

Sebuah dokumen yang disusun oleh 10 lembaga bantuan menyatakan kekerasan di Sudan selatan
meningkat sepanjang tahun silam. Suying Lai, perancang kebijakan Oxfam Novib di Den Haag,
menyatakan, 2500 orang tewas dan 350 ribu melarikan diri. Lai prihatin perkembangan ini akan
berlanjut dan situasi akan memburuk. Baginya itu tidak boleh terjadi.

Pemerintah Sudan yang berkedudukan di utara, pada tahun 2005, mencapai kesepakatan damai
dengan Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan SPLM di selatan. Kesepakatan ini mengakhiri
perang saudara selama dua dekade yang membelah negeri itu. Tahun depan Sudan akan
menggelar pemilu, tetapi SPLM menuduh presiden Omar al-Bashir telah membuat keadaan
tegang menjelang pemilu itu. Dalam laporan pelbagai organisasi bantuan juga itu tertera bahwa
stabilisasi harus dipulihkan sebelum berlangsung pemilu tahun depan.

Menjangkau air
Menurut Suying Lai dari Oxfam Novib, pada tahun 2011 juga akan berlangsung referendum.
Rakyat Sudan selatan akan memutuskan apakah akan tetap ikut Sudan atau memisahkan diri.
Pelbagai lembaga bantuan ingin memastikan supaya situasi sekarang yang gawat dan tidak stabil
tidak memburuk. Mereka ingin supaya masalah-masalah yang belum diselesaikan dalam
perjanjian perdamaian segera diselesaikan. Selain itu, supaya Sudan selatan yang begitu miskin
dan sangat memerlukan bantuan, menerima bantuan yang dibutuhkannya itu.

Tidak adanya pembangunan sangat membebani Sudan selatan. Tidak sampai separuh warga
wilayah itu bisa menjangkau air bersih. Kematian balita di wilayah ini juga termasuk yang paling
tinggi di dunia. Menurut Francis Roque dari LSM Save the Children di Sudan selatan, orang
sangat berharap perdamaian bisa menggerakkan perekonomian dan pembangunan. Tetapi
sekarang semua itu terlalu lambat dan di bidang-bidang tertentu bahkan tidak terjadi
pembangunan sama sekali.

Perlindungan sipil
Pasukan PBB yang bertugas mengawasi perdamaian sekarang masih aktif di Sudan, tetapi tugas
mereka adalah memastikan dua pihak di utara dan selatan menepati perjanjian perdamaian.
Pasukan PBB ini tidak punya mandat melindungi warga sipil. Ini harus segera diubah, demikian
Suying Lai dari Oxfam Novib di Den Haag.Karena keamanan memburuk, pelbagai organisasi
bantuan meminta pasukan pengawas perdamaian PBB supaya merubah pendekatan dan
mementingkan perlindungan warga sipil. Sebelum mandat itu bisa diubah, Dewan Keamanan
PBB harus bertindak. Karena itu, pelbagai lembaga bantuan berseru supaya semua negara yang
prihatin dengan nasib sudan, termasuk Belanda, mendesak Dewan Keamanan PBB.

Konflik Etnis Rwanda: Mutual-Genocide in Modern Era

Ketika mendengar Rwanda dan konflik etnis yang terjadi hingga berujung pada Genosida di
tahun 1994 hal pertama yang terbesit dalam benak kita adalah dua buah film yang cukup
fenomenal “Sometimes in April” dan “Hotel Rwanda”, kedua film itu cukup menggambarkan
situasi yang terjadi di Rwanda di tahun 1994. Akan tetapi, sebenarnya, kenyataan yang terjadi di
lapangan lebih tragis dan kompleks dari apa yang kita bayangkan. Genosida[1] yang terjadi di
Rwanda merupakan sebuah cerminan gagalnya negara menjamin keamanan internal dan
perlindungan bagi warga negaranya. Rwanda menjadi sebuah failed state yang menjadi ancaman
bagi warganegaranya sendiri, konflik Rwanda juga memiliki dampak sistemik terhadap stabilitas
kawasan Afrika dan menyita perhatian dunia internasional terkait dengan isu Hak Asasi Manusia
(HAM) dan genosida.

Konflik di Rwanda, awalnya dapat dikategorikan sebagai konflik internal, menyusul perebutan
kekuasaan antara etnis Tutsi dan Hutu yang mengakibatkan perang sipil di tahun 1959. Akan
tetapi konteks konflik internal dan konflik etnis di Rwanda menjadi hirauan internasional karena
adanya upaya pemusnahan etnis secara besar-besaran.

Rwanda merupakan salah satu negara di belahan Benua Afrika yang terdiri dari 3 kelompok
etnis: Hutu (88%), Tutsi (11%), dan Twa pygmies (1%). Setidaknya ada beberapa faktor yang
melatarbelakangi munculnya kebencian terhadap suku Tutsi dan akhirnya berujung pada
Genosida. Pertama, fanatisme dari etnis Hutu muncul tidak lepas dari “sakit hati dan reprisals
methods” suku Hutu yang mengalami marginalisasi dan stigmatisasi dimasa pendudukan Belgia
atas Rwanda dan perang sipil di tahun 1959. Di tahun 1961, partai gerakan emansipasi Hutu
Parmehutu menang dalam referendum PBB. Pemerintahan Parmehutu, yang dibentuk sebagai
hasil dari pemilihan umum tahun 1961 diberi jaminan otonomi oleh Belgia tanggal 1 Januari
1962. Juni 1962 resolusi Majelis Umum PBB mengakhiri pemerintahan Belgia dan memberikan
kemerdekaan penuh atas Rwanda (dan Burundi) yang mulai berlaku sejak 1 Juli 1962.

Kedua, setelah terjadi Perang Sipil di Rwanda tahun 1959, kebanyakan suku Tutsi terbang ke
negara tetangga sebagai pengungsi, tekanan dan perang gerilya di negara mereka mengakibatkan
mereka tidak dapat kembali ke Rwanda. Pengungsi yang tersebar di beberapa negara tetangga di
Afrika ini kemudian membuat sebuah gerakan yang berpusat di Uganda dengan nama Rwandan
Patriotic Front (RPF). RPF secara vocal menyerukan agar pemerintah Rwanda memperhatikan
nasib jutaan pengungsi yang menjadi diaspora pasca perang sipil di tahun 1959. Gerakan
pemberontak, terdiri dari etnis Tutsi yang menyalahkan pemerintah atas kegagalan demokrasi
dan menyelesaikan permasalahan dari 500.000 pengungsi Tutsi yang hidup sebagai diaspora di
penjuru dunia. Perang pertama muncul setelah gencatan senjata Arusha tanggal 12 juli 1992.
Tanzania, melakukan upaya perundingan sebagai jalan mengakhiri pertikaian, memimpin
kedamaian dan membagi kekuasaan, dan mengakuai adanya militer yang netral dalam organisasi
Persatuan Afrika. Gencatan senjata efektif sejak 31 Juli 1992 dan pembicaraan politik dimulai
tanggal 10 Agustus tahun 1992. Presiden Rwanda mulai melakukan perundingan Tripartite yang
diadakan antara dua menteri luar negeri Rwanda dan Uganda dan perwakilan UNHCR di Kigali.

Karadzic : Konflik yang menewaskan 100.000 orang di Bosnia


itu adalah perang suci.

Posted by MUSLIM pada Maret 2, 2010

Pemimpin Serbia Bosnia yang didakwa sebagai penjahat perang, Radovan Karadzic, mengakhiri
aksi boikotnya selama sebulan terhadap peradilan kejahatan perang terhadapnya, Senin, dengan
lantang menyatakan bahwa konflik yang menewaskan 100.000 orang di Bosnia itu adalah perang
suci.

Di depan Mahmakah Kriminal Internasional yang mengadilinya, pria berusia 64 tahun itu
menyatakan dia akan menggunakan peradilan terhadapnya untuk mempertahankan keagungan
Republik Serbia Bosnia yang lahir pada Perang Bosnia 1992-1995.

“Saya akan membela bangsa kita dan cita-citanya, demi keadilan dan kesucian,” kata orang
kepercayaan Karadzic dan menyatakan bahwa pemimpin Serbia itu akan menyampaikan
pembelaan awalnya di ruang sidang mahkamah internasional Den Haag.

“Kami memiliki alasan yang benar. Kami mempunyai bukti dan petunjuk yang benar,”
tambahnya.

Karadzic dituduh menjadi pemimpin tertinggi dalam kampanye pembersihan etnis Kroasia dan
Muslim selama Perang Bosnia dimana 100.000 orang terbunuh dan 2,2 juta orang terusir dari
kampung halamannya.

Mengenakan setelan gelap dan berdasi, pemimpin politik Serbia Bosnia di era perang itu
mengakhiri aksi boikot terhadap peradilannya dengan menyampaikan eksepsi awalnya terhadap
11 tuduhan genosida (pembasmian etnis), kejahatan perang, dan kejahatan terhadap
kemanusiaan, yang dijadwalkan disampaikan dalam dua hari nanti.

Karadzic menyatakan dirinya tidak bersalah.

“Saya berdiri di hadapan Anda, bukan demi mempertahankan nyawa saya, tetapi demi membela
keagungan sebuah negara kecil di Bosnia Herzegovina yang selama 500 tahun harus menderita
dan menunjukkan kerendahan hatinya serta kegigihannya untuk hidup bebas,” katanya kepada
majelis hakim.

Karadzic dituduh bersekongkol dengan mendiang pemimpin Yugoslavia Slobodan Milosevic


untuk mendirikan “Serbia Raya” yang termasuk 60 persen wilayah Bosnia. Penduduk Serbia di
Bosnia mencapai sepertiga total penduduk Bosnia.
Diantara tuduhan terhadap Karadzic adalah pembantaian Srebrenica tahun 1995 terhadap lebih
dari 7.000 pria dan bocah laki-laki Muslim yang tertangkap, dan pengepungan ibukota Sarajevo
selama 44 bulan yang berakhir pada November 1995 dengan menewaskan 10.000 orang.

Konflik Jupe-Depe Kian Runcing


15/01/2011 13:22 | Selebritas
Liputan6.com, Jakarta: Konflik dua pedangdut Julia Perez (Jupe) dan Dewi Perssik
(Depe) belum berakhir. Keduanya masih bersitegang usai bertengkar hebat
beberapa waktu lalu. Jupe pun kembali dipanggil pihak kepolisian.

Berkas perkara yang dilayangkan Depe dinilai belum lengkap. Jupe yang sudah
berstatus tersangka, menjalani serangkaian penyidikan untuk mengetahui benar
tidaknya dirinya telah menganiaya Depe.

"Rekaman yang diberikan penyidik hanya potongan-potongan dari telepon


genggam," ucap Henry Yosodiningrat, kuasa hukum Jupe di Hot Shot SCTV, Sabtu
(15/1).

Henry mengatakan Jupe hanya seorang korban. Pelantun tembang Belah Duren itu
hanya membela diri saat Depe berlaku kasar di lokasi syuting. Sang sutradara film
dinilai kurang bertanggung jawab karena sempat membiarkan pertengkaran antara
Jupe dan Depe [baca: Jupe: Saya Mencari Keadilan].

Jupe melaporkan balik Depe, lawan mainnya dalam film Hantu Goyang Karawang.
Depe akan menjalani pemeriksaan di Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Rabu
mendatang.� "Saya akan datang sebagai warga negara baik. Saya tidak takut
selama saya punya bukti," tutup Depe.(WIL/ANS)

Anda mungkin juga menyukai