Anda di halaman 1dari 2

Judul Buku: Kumpulan cerpen

Pengarang: Aba Mardjani


Penerbit:
Tahun terbit:
Tebal buku:
Jenis Buku: Cerpen
Harga:

Aba Mardjani, lelaki kelahiran 19 Februari 1959 ini lulusan Tsanawiyah dan Aliyah
Manaratul Islam kemudian melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Publisitik ( Sekarang
bernama Institut Ilmu Sosial dan Politik) tapi tidak selesai karena dirinya terlalu asik bekerja.
Sejak remaja Aba menulis di majalah Kawanku, Bobo, Kucica, Harian Pelita. Pada tahun 1984
ia magang di Majalah Hai lalu bergabung di majalah Bola. Setelah 10 tahun di sana ia bekerja di
Harian GOSport lalu ia sekarang menjadi Wakil Pemimpin Redaksi di GOSport. Cerpen-cerpen
Aba sering dimuat di Majalah Kartini, Tabloid Nova, dan Harian Kompas.

Salah satu cerpennya yang berjudul “Ketika Pohon Jati Rebah” telah dimuat di buku
Kumpulan Cerpen bersama cerpen-cerpen lainnya. Cerpen ini menceritakan tentang Robohnya
Pohon Jati di desa Cibaresah yang mengakibatkan terpisahnya warga desa itu menjadi 2
kelompok. Kelompok pertama khawatir jika pohon itu roboh akan menimbulkan bencana besar,
karena mereka menganggap pohon itu perisai yang melindungu desa dan lambing
kemamkmuran. Kelompok kedua yang cuek dan tidak ambil pusing, membiarkan saja jika pohon
itu roboh. Jin dan setan yang berada di kelompok pertama itu juga berduka karena selama ini
pohon itu telah menjadi tempat berlindung yang paling nyaman di desa Cibaresah.

Kepala Desa Malsa pun menggelar pertemuan dengan warga untuk berembuk bagaimana
memperlakukan pohon jati itu. Warga kelompok pertama menyarankan agar pohon itu dirawat
dan dipelihara agar jangan sampai mati. Sedangkan warga kelompok kedua ingin pohon itu
ditebang, kayunya dijual dan hasilnya dibagikan kepada warga. Banyak saran-saran lain dari
warga, ketika akhirnya Uztaz Farja angkat bicara. Ia mengatakan jika pohon besar itu sudah mau
roboh maka biarkanlah roboh. Jangan mempertahankan pohon itu karena ia yang meberi
peghidupan, kesejahteraan, dan perlindungan. Karena itu semua hanya omong kosong. Kepala
desa pun setuju dengan Uztaz Farja dan menginginkan agar akar dan batangnya tak boleh
ditebangi dan diambil.

Namun musibah datang menimpa Desa Cibaresah juga. Angin puting beliung, longsor,
muntaber dan demam tinggi yang merengut nyawa menyerang Desa. Tim penyelidik dibentuk
untuk mencari siapa yang melakukan pencurian itu, tapi hasilnya nihil. Saat kepala desa
menyampaikan laporannya yang telah gagal menangkap pencuri itu. Warga kecewa dan
mencemooh Kepala desa. Kemudia Uztaz Farja kembali angkat bicara dan mengatakan jika
warga percaya terjadinya musibah itu berhubungan dengan tumbangnya pohon jati itu adalah
musyrik. Justru kemusyrikan itulah yang harus diberantas dan hal-hal yang telah membuat pohon
jati itu menjadi rusak dan menyarankan agar mereka tak usah saling menyalahkan.

Anda mungkin juga menyukai