Anda di halaman 1dari 3

Penyebab rendahnya kesadaran membayar pajak orang Indonesia tentunya bukan tanpa sebab.

Banyak
yang malas membayar pajak berdasarkan NPWP karena sudah terlalu banyak membayar pajak dalam
keseharian mereka. Sebagai contoh seorang karyawan yang berpenghasilan tetap. Setiap menerima gaji
bulanan sudah dipotong pajak, kemudian belanja di supermarket harga barang sudah termasuk pajak,
tabungan di bank juga dipotong pajak, nonton film di bioskop harga tiket termasuk pajak, makan di
restoran bayar pajak, dan masih banyak aktivitas lain yang dikenakan pajak. Wajar jika kemudian orang
tersebut tak mau lagi punya NPWP. Itu terjadi akibat berbagai macam pajak yang sudah membebaninya
setiap saat. Belum lagi persepsi negatif masyarakat terhadap intansi perpajakan berikut oknum-
oknumnya. Sejak dulu, sudah menjadi rahasia umum jika kolusi dan korupsi di instansi perpajakan
merajalela. Akibatnya tingkat kepatuhan rakyat untuk membayar pajak menjadi terpengaruh.

Pemahaman pemerintah terhadap partisipasi masyarakat yang rendah dalam perpajakan juga
masih sangat rendah. Partisipasi masyarakat selain kewajiban membayar seharusnya juga dengan
dilibatkan dalam proses penggunaannya. Sehingga masyarakatsebagai pembayar pajak mengerti
fungsi dan manfaat pajak yang dibayarnya. Bila rakyat mengerti, niscaya akan dapat memacu
tingkat kepatuhan membayar pajak.

Demikian pula dari segi peristilahan. Istilah “wajib pajak” yang dilekatkan pada masyarakat
lebih berkonotasi otoriter, karena seakan-akan masyarakat sebagai warga negara hanya memiliki
kewajiban tanpa adanya hak. Istilah “wajib pajak” juga seharusnya diganti menjadi “pembayar
pajak” agar tercipta keseimbangan antara hak dan kewajiban yang dimiliki masyarakat.

Padahal, pajak adalah kontrak ekonomi dan politik antara pembayar pajak dengan pemerintah.
Pembayar pajak berhak mendapatkan jasa layanan pemerintah melalui fungsi pelayanan publik
yang standar. Bila layanan pemerintah terhadap masyarakat kurang berkualitas, maka hak
masyarakat juga untuk menolak membayar pajak.

Sebenarnya sejak kebijakan pemerintah memutihkan kesalahan dalam pembayarah pajak pada
tahun 2008 lalu, maka jumlah wajib pajak semakin meningkat dan penerimaan negara dari sektor
pajak turut terdongkrak.Nampak jelas, bahwa sebenarnya begitu tinggi kemauan masyarakat
untuk membayar pajak.Kal ini dikarenakan birokrasi yang dipermudah, serta pemanfaatannya
yang semakin nyata.Pada masa lalu, masyarakat hanya tau membayar pajak, tapi tak tampak
transparan dalam penggunaannya, dan dalam pembayarannya pun sering mengalami kesulitan di
karenakan ketidak mengertian masyarakat apa dan bagaimananya.Namun ada sedikit yang
mengganjal akhir -akhir ini yaitu terungkapnya perihal upah pungut pajak yang begitu besar
masuk ke pundi -pundi orang tertentu.Hal ini tentu sangat melukai perasaan masyarakat yang
sudah taat pajak.Menyikapi perkembangan kewajiban pajak akhir-akhir ini, rasanya ada beberapa
hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah agar kesadaran membayar pajak menjadi lebih
meningkat lagi antara lain:

1.Menyediakan software gratis bidang pembukuan.


Ini perlu karena ketidaktaatan pajak juga bersumber dari ketidaktahuan orang/badan dalam
melakukan pembukuan sehingga ia tak mampu menghitung pajaknya.Misalkan Koperasi, masih
banyak yang tidak mengerti menyusun pembukuan dari mulai pengelompokan yang mana yang
disebut aktiva dan passiva.Bagaimana menyusun Isi buku Kas ke Neraca maupun Rugi
Laba.Alangkah baiknya jika pemerintah mengupayakan Software di mana dengan meginput data
uang masuk dan keluar, maka akan bisa langsung ke laporan.

2.Perlu disosialisasikan secara detai objek yang kena pajak dan batasan pembiayaan yang
dikenakan pajak dan berapa besaran pajak yang harus di bayarkan.Misalnya jika di keluarkan
dana untuk pembelian ATK, sampai seberapa jumlah pembelian yang dikenakan pajak dan
berapa persen.Atau juga honorarium, transport, bunga dll.

3.Perlakuan serupa terhadap semua badan yang melakukan usaha.

Jika ditelusuri lebih dalam, masih banya badan yang belum memiliki NPWP dan tentu saja
belum membayar pajak.Bisa terjadi Koperasi dari Instansi yang di asuhnya sudah memiliki
NPWP dan sudah bayar PPh 21 dan PPh 25 namun malah Koperasi Instansi pengasuhnya tidak
punya NPWP dan tidak pernah bayar pajak.Tentu ini menimmbulkan kecemburuan, dan bahkan
ada yang nyesal punya NPWP karena harus bayar pajak meski SHU Koperasinya sangat kecil,
sedangkan Koperasi Instansi yang diatasnya tidak bayar pajak padahal SHU nya hingga 10x lipat
dari SHU Koperasi Instansi asuhannya.

4.Perlakuan khusus bagi Koperasi Simpan Pinjam.

Usaha simpan pinjam yang dilakukan Koperasi merupakan upaya menanggulangi kebutuhan
bagi para anggotanya.Khusus Koperasi Pegawai Negeri Sipil, hal ini terasa sangat membantu
dalam pengelolaan keuangan mereka.Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus agar usaha
ini bisa berjalan baik dan mereka bisa berpartisipasi dalam menyumbang pajak bagi
negara.Namun prosentasi yang mencapai 10 hingga 14 % pajak yang harus dibayarkan dirasa
masih memberatkan.Keadaan ini kadang yang membuat terjadinya upaya untuk membuat
pelaporan yang kurang jujur.Mungkin 5% merupakan angka yang relevan, sehingga tidak terjadi
penyimpangan pajak.Apalagi uang yang mereka putar dari simpan pinjam itu berasal dari gaji
mereka yang sudah dipotong pajak.

5.Upaya yang lebih nyata.

Upaya yang lebih nyata perlu dilakukan dalam pemanfaatan pajak dari rakyat, sehingga rakyat
tak ragu dalam membayar pajak.Saya tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi terhadap Desa
Buntu Maraja Kec.Bandar Pulau Kab.Asahan.Sejak saya masih duduk di bangku MTs tahun 80
an hingga saat ini, Desa ini belum pernah terjamah oleh pengaspalan, yang ada hanya
pengerasan.Padahal pajak yang di setor dari Desa ini cukup besar.

Masyarkat di Desa ini hanya bisa pasrah, dan bertanya-tanya, kemana pajak kami.

Profesional dan proporsional sangat diperlukan dalam pengelolaan pajak sehingga kesadaran
masyarakat akan lebih meningkat untuk membayar pajak.

Anda mungkin juga menyukai