12/31/2006
CATATAN1
Jika memungkinkan, jalur enteral digunakan untuk cairan. Panduan ini hanya digunakan
pada anak yang tidak dapat menerima cairan melalui mulut.
Panduan ini berlaku untuk anak di atas usia neonatus (satu bulan).
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke
dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah:
Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan
cairan tubuh dan komponen darah)
“Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)
Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah)
Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung
masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam
peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan
memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika
intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan
antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa
melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama
efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi
kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya perawatan.
Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan
melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai
obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya
“polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur
gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus
dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.
Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan
obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu
dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di
bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui
injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat
konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami
hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan
ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun
perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan
mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
Rasa perih/sakit
Reaksi alergi
Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan
(volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan
berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan
garam fisiologis.
Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan
keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka
sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya
adalah albumin dan steroid.
Cairan maintenance adalah volume (jumlah) asupan cairan harian yang menggantikan
“insensible loss” (kehilangan cairan tubuh yang tak terlihat, misalnya melalui keringat yang
menguap, uap air dari hembusan napas dalam hidung, dan dari feses/tinja), ditambah
ekskresi/pembuangan harian kelebihan zat terlarut (urea, kreatinin, elektrolit, dll) dalam
urin/air seni yang osmolaritasnya/kepekatannya sama dengan plasma darah.
Cairan yang digunakan untuk infus maintenance anak sehat dengan asupan cairan normal
adalah:
NaCl 0.45% dengan Dekstrosa 5% + 20mmol KCl/liter
Penyalahgunaan cairan infus yang banyak terjadi adalah dalam penanganan diare
(gastroenteritis) akut pada anak.
Pemberian cairan infus banyak disalahgunakan (overused) di Unit Gawat Darurat (UGD)
karena persepsi yang salah bahwa jenis rehidrasi ini lebih cepat menangani diare, dan
mengurangi lama perawatan di RS.5
Gastroenteritis akut disebabkan oleh infeksi pada saluran cerna (gastrointestinal), terutama
oleh virus, ditandai adanya diare dengan atau tanpa mual, muntah, demam, dan nyeri
perut. Prinsip utama penatalaksanaan gastroenteritis akut adalah menyediakan cairan untuk
mencegah dan menangani dehidrasi.6
Penyakit ini umumnya sembuh dengan sendirinya (self-limiting), namun jika tidak ditangani
dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit yang bisa mengancam nyawa.
Dehidrasi yang diakibatkan sering membuat anak dirawat di RS.6
Tanpa Dehidrasi:
Diare berlangsung, namun produksi urin normal, maka makan/minum dan menyusui
diteruskan sesuai permintaan anak (merasa haus).
Dehidrasi Ringan (
Terapi rehidrasi (pemberian cairan) oral (oral rehydration therapy) seperti oralit dan
Pedialyte® terbukti sama efektifnya dengan cairan infus pada diare (gastroenteritis) dengan
dehidrasi sedang.4 Keuntungan tambahan lain adalah waktu yang dibutuhkan untuk
memberikan terapi CRO ini lebih cepat dibandingkan dengan harus memasang infus terlebih
dahulu di Unit Gawat Darurat (UGD) RS. Bahkan dalam analisis penatalaksanaan, pasien
yang diterapi dengan CRO sedikit yang masuk perawatan RS. Hasil penelitian ini
meyarankan cairan rehidrasi oral menjadi terapi pertama pada anak diare di bawah 3 tahun
dengan dehidrasi sedang.4
Pada anak dengan muntah dan diare akut, apakah pemberian cairan melalui infus
(intravenous fluids) mempercepat pemulihan dibandingkan dengan cairan
rehidrasi oral (oral rehydration therapy/solution/CRO/oralit)?
Ternyata pemberian cairan infus tidak mempersingkat lamanya penyakit, dan bahkan
mampu menimbulkan efek samping dibandingkan pemberian oralit.5
Sebuah penelitian meta analisis internasional yang membandingkan CRO (oralit) dengan
cairan intravena/infus pada anak dengan derajat dehidrasi ringan sampai berat
menunjukkan bahwa CRO mengurangi lamanya perawatan di RS sampai 29 jam.5 Sebuah
studi lain juga menyimpulkan CRO menangani dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) dan
asidosis (keasaman darah meningkat) lebih cepat dan aman dibandingkan cairan infus.5
Penelitian lain menunjukkan keuntungan lain oralit pada diare dengan dehidrasi ringan-
sedang adalah mengurangi lamanya diare, meningkatkan (mengembalikan) berat badan
anak, dan efek samping lebih minimal dibandingkan cairan infus.6
Pengawasan (Monitoring)
Semua anak yang mendapatkan cairan infus sebaiknya diukur berat badannya, 6 –8
jam setelah pemberian cairan, dan kemudian sekali sehari.
Semua anak yang mendapatkan cairan infus sebaiknya diukur kadar elektrolit dan
glukosa serum sebelum pemasangan infus, dan 24 jam setelahnya.
Bagi anak yang tampak sakit, periksa kadar elektrolit dan glukosa 4 – 6 jam setelah
pemasangan, dan sekali sehari sesudahnya.
DAFTAR PUSTAKA
dr. Arifianto