Anda di halaman 1dari 4

CAHAYA TUHAN UNTUK DITA

Dita berjalan menelusuri trotoar, terik matahari yang sangat


panas menimbulkan rasa untuk segera berteduh pada suatu
tempat pemberhentian bis. Sambil menyeruput minuman dingin
Dita melihat ke jalan, dan tanpa sengaja pandangan Dita tertuju
pada seorang anak jalanan yang tengah menggendong anak
jalanan yang cacat pada salah satu kakinya. Dari mobil ke mobil
kedua anak jalanan itu berjalan hanya untuk mengetuk hati
pengendara mobil, ketika lampu telah berwarna hijau kedua
anak jalanan itu pun mulai menyingkir dan duduk dipinggir
trotoar menunggu lampu berwarna hijau kembali. Dita merasa
tertarik untuk menghampiri kedua anak jalanan yang sedang
duduk dipinggir jalan dekat lampu merah.
“hai” kedua anak jalanan terkejut karena dengan tiba-tiba ada
suara yang menyapa mereka, sapaan ramah yang jarang sekali
mereka dengar dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kedua anak
jalanan kemudian berpaling kearah suara “lagi istirahat yah”
kata Dita lagi, “ia” kedua anak jalanan tersebut menyahut secara
bersamaan dengan wajah malu-malu. Dita kemudian duduk
didekat anak yang tidak dapat berjalan. “dari tadi kerjanya dik”,
“ enggak kak palingan baru dua jam’ jawab Egi nama dari anak
yang cacat. “mau kakak belikan minum” sahut Dita lagi. “tidak
kak terima kasih, maaf kami harus kerja lagi. Permisi” sahut Egi
yang langsung digendong oleh temannya. Dita masih menatap
aktifitas yang dilakukan oleh Egi, dalam benaknya mulai
tertanam satu pemikiran bahwa betapa tuhan masih sayang
padanya dengan kehidupan yang sekarang di jalani dia tidak
harus membanting tulang hanya untuk satu bukus nasi atau
memikirkan hidup dalam belenggu kemiskinan.
Uhhhhhhhhhhh!!!!!!

***

Disalah satu kawasan tempat kost di wilayah Sekeloa Bandung,


tampak Dita tengah menikmati tidur siangnya setelah setengah
hari tadi ia berjalan-jalan untuk menghilangkan rasa penat akibat
dari kesibukannya menyelesaikan skripsi. Tiba-tiba pintu diketuk
dengan kerasnya “dug….dug….dug”, Dita mencoba untuk tidak
menghiraukan suara-suara diluar kamarnya, namun suara
ketukan semakin lama semakin keras dan mulai mengganggu
tidur siangnya. “Siapa, ngantuk banget namunya entar-entar
kek” sahut Dita dengan suara memelas agar sipengetuk pintu
kamarnya segera berlalu dan tidak lagi menggangu tidur
siangnya. Tetapi suara ketukan masih saja terdengar nyaring,
dengan malas Dita menghampiri pintu dan membukanya. Diluar
dia melihat seorang laki-laki dengan mantel panjang dan topi
sehingga wajahnya tidak terlihat. “cari siapa” sahut Dita dengan
nada masih mengantuk. “ saya mencari Dita, betul dia tinggal
disini” sahut laki-laki itu lagi. “saya Dita mas, ada perlu apa?”
Dita bertanya dengan nada kebingunan karena dia merasa tidak
mengenal laki-laki ini. “menurut sumber yang didapat anda ini
seorang mahasiswa tingkat akhir di fakultas komunikasi, betul?”.
Sahut laki-laki misterius itu. “ia kok tau si, apa gue pernah jadi
orang terkenal yah?” sahut Dita dengan wajah keheranan.
“sebenarnya mas ini siapa sih? Sahut Dita lagi. “kenalkan nama
saya Bram???” raut muka Dita terlihat heran karena dalam
memori otaknya, dia tidak memiliki teman yang bernama Bram,
tapi setelah dia perhatikan bentuk fisik seperti sahabatnya.
Setelah yakin Dita langsung berteriak “dioooooooooooon”
kemana aja loe??? Dion langsung tertawa terbahak-bahak
setelah berhasil mempermainkan Dita. “kemana aja loe, nyokap
loe telefon gue dia kawatir sama loe lagian kalo mau naik
gunung tuh bilang, dah tau anak mamih” sahut Dita dengan
nada kawatir. “gue lagi BT aja, ga tau mesti ngapain disini
makanya gue langsung cabut deh” jawab Dion.

***
Dita berjalan menuju Fakultas komunikasi tempat ia menuntut
ilmu di jurusan Jurnalistik suatu universitas negri di wilayah
Bandung. Dari kejauhan dia melihat beberapa teman
seperjuangan dalam mengejar cita-cita menjadi seorang jurnalis
“woi…” sahut Dita, yang langsung duduk di dekat Dikdik. Dikdik
merupakan salah satu teman dekat Dita yang berasal dari
Purwakarta, badannya tinggi wajahnya kocak tapi dia selalu
beranggapan bahwa wajahnya dapat menarik perhatian seratus
perempuan untuk jadi pacarnya!!!
“Si kadal kemana sih, hari gini kok belum muncul-muncul”. Sahut
Heni dengan logat betawi. Tidak berapa lama dosen yang
mereka tunggu akhirnya datang dengan terburu-buru dan
mereka pun akhirnya masuk kedalam kelas untuk mendengarkan
materi perkuliahan.

***
Dita sedang berlari-lari kecil menghindari teriknya matahari,
ketika ia berhenti di kawasan pedagang kaki lima di sekitar
Fakultas Sastra ia melihat Irfan dan Donto, Dita menghampiri
kedua temannya dan langsung menyeruput minuman yang ada
didekat Irfan. “Anjrit, langsung serobot aja ni anak” sahut Irfan
yang merasa kaget dengan kedatangan Dita yang tiba-tiba. Dita
hanya tertawa menanggapi komentar Irfan.”Ta, Dion kenapa?
perasaan gue dia ngilang terus deh akhir-akhir ini, kalo ketemu
gue tuh anak juga kaya alergi, gue aja yang ngerasa apa gimana
yup. Cek maneh kumaha fan ngarasa te?(kata kamu gimana Fan
merasa tidak). Tapi Irfan tidak menaggapi perkataan Donto,
Donto yang merasa tidak dihiraukan menyenggol perut Irfan.
Irfan yang sedang asik menikmati mie ayam kesukaannya
merasa terganggu dengan apa yang dilakukan oleh Donto
”naon”(apa) kata Irfan dengan nada agak sedikit marah ”Dion
berubah teu, cek maneh” sahut Donto mengulang
pertanyaannya.”heeh, bener kunaon sih, salah obat merennya si
eta atawa manehna katumpangan setan gundul di gunung geda
pan si eta karak naek lain”sahut Irfan menanggapi perkataan
Donto. Dita mengerutkan dahinya, yang dipikirkannya saat itu
adalah apa yang mengakibatkan perubahan pada diri Dion
teman terdekatnya saat ini, biasanya Dion selalu bercerita
tentang apa pun kepada dirinya, atau mungkin karena dirinya
terlampau sibuk dengan skripsi sehingga dia tidak tau tentang
segala sesuatu mengenai kehidupan sahabatnya itu. ”Woi...
sieye malah ngalamun, kunaon jadina si Dion teh” sahut Irfan, ”
Teuing” jawab Dita seenaknya. ”ari maneh” Jawab Donto
menimpali. ”urang teu nyaho Dion ku naon, kin deh urang
tanyaken” Jawab Dita Lagi. ”Eh, tah si Dion deketan gera Ta”
sahut Irfan. Dita mengalihkan pandangannya menuju arah yang
ditunjuk oleh Irfan disebrang jalan ia melihat Dion tengah
menunggu angkutan yang biasa ada di sekitar kampusnya. Dita
segera berlari menyebrang menghampiri sahabatnya itu. ”Hai”
sapa Dita ”Halo, mau kemana” tanya Dion pada Dita. Dita
mengerutkan dahinya dalam benaknya pertanyaan yang
dilontarkan Dion merupakan pertanyaan yang aneh buatnya
karena biasanya Dion akan mengacak-ngacak rambutnya atau
nyubitin badannya, alasannya supaya badan Dita agar tambah
gemuk dengan dicubiti. Tingkah laku yang aneh menurut Dita,
tapi terkadang hal-hal yang nyeleneh seperti itu yang terkadang
membuat dia merasa kangen bertemu dengan sahabatnya ini.
”Pulang, samakan” sahut Dita menjawab pertanyaan Dion
dengan nada yang sedikit canggung. Dita dan Dion menunggu
dengan diam, sikap yang tidak seperti biasanya, padahal mereka
berdua terkenal dikalangan anak-anak jurnalis sebagai dua
sahabat yang selalu bertingkah laku aneh malah ajaib, sehingga
anak-anak jurnalis yang melihat sikap mereka saat ini menjadi
terheran-heran dengan kelakuan yang dianggap tidak seperti
biasanya namun tidak berapa lama angkutan yang mereka
tunggu akhirnya datang.
Didalam angkutan mereka hanya terdiam satu sama lain padahal
jalan-jalan di bumi Jatinangor menanjak bahkan menurun dengan
sangat dasyat terutama pada saat melewati tanjakan yang
terkenal dengan istilah ”tanjakan cinta”, sebutan ini
dipopulerkan dikalangan mahasiswa karena menurut segelintir
mahasiswa banyak mahasiswa menjadi sepasang kekasih pada
saat berjalan melalui tanjakan cinta. Aneh memang namun tidak
untuk mahasiswa yang percaya pada mitos ini hingga terkadang
ada mahasiswa yang sengaja untuk menaiki maupun turun
sampai beberapa kali hanya agar mitos ini menjadi suatu
kenyataan.
Dita seperti tidak berhadapan dengan Dion karna situasi yang
dirasakan kaku dan tidak nyaman, biasanya Dita akan merasa
cerah ceria jika berada dekat dengan Dion, ”kemana aja” Dita
mencoba memulai percakapan dengan Dion, ”ga kemana-mana”
sahut Dion. Aneh banget teriak Dita dalam hati ini bukan Dion,
Dita hanya diam memikirkan apa yang terjadi pada Dion. ”Ta,
pake jilbab dong” sahut Dion secara tiba-tiba, Dita sedikit kaget
dengan pertanyaan yang diajukan oleh Dion. ”Emang kenapa”
sahut Dita, ”ga dah waktunya aja”jawab Dion. Dita hanya diam
dengan jawaban yang dilontarkan oleh Dion, tanpa terasa
mereka sudah sampai di depan gerbang kampus, Dion turun
terlebih dahulu dan langsung pamit untuk pergi sehingga Dita
hanya bengong melihat Dion pergi.
Dalam perjalanan menuju kostan Dita menangis karena menahan
kecewa, sedih, karena perlakuan Dion tadi. Sesampainya di
kostan Dion menelefon Dita, Dita pada awalnya males untuk

Anda mungkin juga menyukai