Anda di halaman 1dari 2

Klaim Bencana Merapi dan Mentawai Diprediksi Rp 1,1 Triliun

08 Nov 2010
Oleh Hadi Saksono dan Drajad Satrio Purnomo

JAKARTA - PT Asuransi Maipark Indonesia memperkirakan, klaim bencana letusan Gunung Merapi di wilayah
Yogyakarta dan Jawa Tengah serta tsunami di .Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, mencapai Rp 1,1 triliun.

Menurut Direktur Maipark Frans Sahusilawane, prediksi jumlah klaim tersebut akibat wilayah yang terkena dampak
bencana sangat luas. "Klaim sebesar itu karena banyak rumah, toko, pertanian, dan mesin yang rusak karena terkena
debu vulkanik Merapi," kata Frans di Jakarta, akhir pekan lalu.

Sementara untuk bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Kepulauan Mentawai, Frans memprediksi klaim asuransi
mencapai Rp 100 miliar. Umumnya, klaim akibat bencana gempa dan tsunami memang lebih besar ketimbang
bencana akibat letusan gunung berapi. "Namun untuk klaim asuransi di Mentawai lebih kecil daripada di Merapi,
karena tidak banyak bangunan seperti di Yogya dan Jateng," jelas dia.

Dari jumlah Rp 100 miliar tersebut, Maipark sendiri diperkirakan menanggung pembayaran sebesar Rp 10 miliar.
Namun, Frans belum bisa mengalkulasi berapa nilai kerugian yang akan ditanggung oleh Maipark akibat letusan
Gunung Merapi, karena bencananya masih belum berakhir.

Dia menambahkan, dalam situasi saat ini, industri asuransi sudah selayaknya menjadi mitra strategis pemerintah
dalam menanggung kerugian korban bencana alam. Hal tersebut karena saat ini masih belum ada alokasi anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk asuransi bencana di Indonesia.

"Dengan menjadikan industri asuransi sebagai mitra, maka negara bisa menggunakan kekuatan keuangan dunia
untuk asuransi bencana," ujar Frans. Pernyataan Franstersebut sangat beralasan, mengingat saat tni Maipark secara
pendanaan disokong oleh dua raksasa perusahaan reasuransi dunia, yakni Munich Re dan Swiss Re.

Menurut Prana saat iai pihaknya telah melakukan studi banding terkait asuransi bencana, yang mampu meringakan
beban pemerintah. Frans mencontohkan, pada saat terjadi bencana gempa bumi di Haiti pada Januari 2010 lalu, yang
tidak sampai menghabiskan anggaran pemerintah untuk menanggung kerugian para korban. "Sementara di Jepang,
sudah ada analisis per setiap jengkal tanah akan kemungkinan rawan bencana, sehingga membantu pemerintahnya
juga," tambah dia.

Kendati demikian, industri asuransi siap untuk menambah dana APBN yang akan digunakan untuk premi asuransi
bencana. "Pada dasarnya kami industri asuransi siap membantu pemerintah dengan prinsip-prinsip perencanaan," ujar
Frans.

Ia mengaku, sebenarnya pihaknya telah mengajukan program final asuransi bencana kepada pemerintah. Tapi,
setelah tiga tahun Maipark menggarap skema asuransi bencana alam tersebut, pemerintah belum memberikan
jawaban

Landasan Hukum

Pada kesempatan terpisah, Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam LK) Isa Rachmatar-wata memastikan, asuransi bencana belum bisa diterapkan tahun ini.

Hal itu karena pemerintah masih mempertimbangkan kemampuan alokasi anggaran yang akan diguna-kan untuk
menanggung kerugian korban bencana. Bapepam LK juga belum bisa memastikan apakah asuransi bencana sudah
bisa diterapkan pada 2011 mendatang.

Isa menambahkan, untuk menentukan alokasi anggaran APBN untuk asuransi bencana perlu kajian mendalam karena
harus mempertimbangkan kemampuan fiskal pemerintah, baik pusat maupun daerah. "Dalam skema asuransi
bencana, tidak berarti pemerintah menanggung seluruh premi, tetapi harus dilihat berapa besar yang bisa ditanggung
pemerintah," tutur dia.

Penggunaan alokasi APBN dan APBD untuk asuransi bencana hams dikaji dengan hati-hati, agar tidak menimbulkan
pelanggaran hukum. Untuk itulah, asuransi bencana juga harus memiliki landasan hukum yang kuat "Jika tidak ada
aturan hukum, bisa-bisa akan ada gugatan ke Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Isa. Asuransi bencana juga
diharapkan tidak berorientasi pada keuntungan (profit oriented) semata.

Isa juga mengapresiasi DPR yang selama ini menunjukkan dukungan penuh terhadap asuransi bencana di Indonesia.
Hal tersebut menunjukkan asuransi bencana telah mendapat dukungan politis dari lembaga negara terkait

Sementara itu. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achsanul Qasasih mengatakan pemerintah sebaiknya membentuk
konsorsium asuransi bencana kemudian mereasuransi-kannya kepada perusahaan reasuransi internasional.

Dia melanjutkan pemerintah juga mesti melibatkan perusahaan asuransi kerugian milik BUMN yaitu Jasindo.
"Pemerintah harus melibatkan asuransi-asuransi lokal untuk konsorsium dan mesti dilibatkan juga milik pemerintah
yakni Jasindo sebagai asuransi kerugian." tuturnya.

Achsanul mengatakan, pihaknya berharap pemerintah sudah memiliki beberapa opsi skema asuransi bencana serta
kajian konkretnya. Dengan demikian akan memudahkan realisasi dalam pembahasan di DPR.
Entitas terkaitRingkasan Artikel Ini
Hal tersebut karena saat ini masih belum ada alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
untuk asuransi bencana di Indonesia. "Dengan menjadikan industri asuransi sebagai mitra, maka negara
bisa menggunakan kekuatan keuangan dunia untuk asuransi bencana," ujar Frans. Kendati demikian,
industri asuransi siap untuk menambah dana APBN yang akan digunakan untuk premi asuransi bencana.
Tapi, setelah tiga tahun Maipark menggarap skema asuransi bencana alam tersebut, pemerintah belum
memberikan jawaban Landasan Hukum Pada kesempatan terpisah, Kepala Biro Perasuransian Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) Isa Rachmatar-wata memastikan, asuransi
bencana belum bisa diterapkan tahun ini. Isa menambahkan, untuk menentukan alokasi anggaran APBN
untuk asuransi bencana perlu kajian mendalam karena harus mempertimbangkan kemampuan fiskal
pemerintah, baik pusat maupun daerah. "Dalam skema asuransi bencana, tidak berarti pemerintah
menanggung seluruh premi, tetapi harus dilihat berapa besar yang bisa ditanggung pemerintah," tutur
dia.

Anda mungkin juga menyukai