Anda di halaman 1dari 12

Askep herpes 

Zoster
Posted on Mei 26, 2009 by hidayat2
 
 
11 Votes

ASUHAN KEPERAWATAN HERPES ZOSTER

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi
primer.

B. Etiologi

Reaktivasi virus varisela zoster

C. Patofisiologi

Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan syaraf tepi dan ganglion kranalis kelainan kulit
yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persyarafan ganglion tersebut.
Kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranalis sehingga
memberikan gejala-gejala gangguan motorik.

D. Tanda dan Gejala

Daerah yang paling sering terkena adalah daerah thorakal. Frekuensi penyakit ini pada pria dan
wanita sama. Sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa.

Sebelum timbul gejala kulit terhadap gejala prodromal baik sistemik seperti demam, pusing,
malaise maupun lokal seperti nyeri otot-tulang, gatal, pegal dan sebagainya. Setelah timbul
eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang
eritema dan edema. Vesikel ini berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu)
dapat menjadi pastala dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah yang disebut herpes zoster
haemoragik dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan
penyembuhan berupa sikatriks.

Massa tunasnya 7-12 hari. Massa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul
berlangsung kurang lebih 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga  dijumpai pembesaran
kelenjar geth bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal
sesuai dengan tempat persyarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik tetapi
pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis
memungkinan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas.
Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus atas nervus
fasialis dan otikus.

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang-cabang pertana nervus trigeminus.
Sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang kedua dan ketiga
menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan
oleh gangguan nervus fasalis dan otikus sehingga menyebabkan pengelihatan ganda paralisis otot
muka (Paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persyarafan, tinnitus vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan. Herpes zoster abortif
artinya penyakit ini berlangsnug dalam waktu yang singkat dan kelainan kulit hanya berupa
vesikel dan eritema. Pada Herpes Zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan  segmental
ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisa berupa vesikel yang solitar dan ada
umbilikasi. Nauralgia pasca laterpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun
dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Hal ini cenderung dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun.

E. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan percobaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti banyak

F. Komplikasi

Pada usia lanjut lebih dari 40 tahun kemungkinan terjadi neuralgia pasca herpetik.

G. Penatalaksanaan

Terapi sistemik umumnya bersifat simtonatik, untuk nyerinya diberikan analgetik, jika disertai
infeksi sekunder diberikan antibiotik.

Pada herpes zoster oftalmikus mengingat komplikasinya diberikan obat antiviral atau
imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat diberikan pada penderita dengan defisiensi imunitas.

Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-
dininya untuk mencegah terjadinya parasialis. Terapi seirng digabungkan dengan obat antiviral
untuk mencegah fibrosis ganglion.

Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak
dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder bila
erosit diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data Subyektif

 Demam, pusing, malaise, nyeri otot-tulang, gatal dan pegal, hipenestesi.

1. Data Obyektif

 Eritema, vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritema dan edema. Vesikel
berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu) dapat menjadi pustule
dan krusta. Kadang vesikel mengandung darah, dapat pula timbul infeksi sekunder
sehingga menimbulkan aleus dengan penyembuhan berupa sikatrik.
 Dapat pula dijumpai pembesaran kelenjar lympe regional. Lokalisasi penyakit ini adalah
unilateral dan bersifat dermafonal sesuai dengan tempat persyarafan.
 Paralitas otot muka

1. Data Penunjang

 Pemeriksaan percobaan Tzanck ditemukan sel datia berinti banyak.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri s.d infeksi virus


2. Gangguan integritas kulit s.d vesikel yang mudah pecah
3. Cemas s.d adanya lesi pada wajah
4. Potensial terjadi penyebaran penyakit s.d infeksi virus

C. Rencana

No Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman Tujuan :  Kaji kualitas & kuantitas
nyeri s.d infeksi virus, nyeri
ditandai dengan : Rasa nyaman terpenuhi  Kaji respon klien terhadap
setelah tindakan keperawatan nyeri
DS : pusing, nyeri otot,  Jelaskan tentang proses
tulang, pegal Kriteria hsil : penyakitnya
 Ajarkan teknik distraksi dan
DO: erupsi kulit berupa Rasa nyeri berkurang/hilang relaksasi
papul eritema, vseikel,  Hindari rangsangan nyeri
pustula, krusta Klien bias istirahat dengan  Libatkan keluarga untuk
cukup menciptakan lingkungan
yang teraupeutik
Ekspresi wajah tenang  Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai program
2. Gangguan integritas kulit Tujuan :  Kaji tingkat kerusakan kulit
s.d vesikel yang mudah  Jauhkan lesi dari manipulasi
pecah, ditandai dengan : Integritas kulit tubuh kembali dan kontaminasi
dalam waktu 7-10 hari  Kelola tx topical sesuai
DS : - program
Kriteria hasil :  Berikan diet TKTP
DO: kulit eritem vesikel,
krusta pustula Tidak ada lesi baru

Lesi lama mengalami involusi


3. Cemas s.d adanya lesi pada Tujuan :  Kaji tingkat kecemasan
wajah, ditandai dengan : klien
Setelah dilakukan tindakan  Jalaskan tentang
DS : klien menyatakan keperawatan cemas akan penyakitnya dan prosedur
takut wajahnya cacat hilang/berkurang perawatan
 Tingkatkan hubungan
DO : tampak khawatir lesi Kriteria hasil : teraupeutik
pada wajah  Libatkan keluarga untuk
Pasien merasa yakin member dukungan
penyakitnya akan sembuh
sempurna

Lesi tidak ada infeksi


sekunder
4. Potensial terjadi Tujuan :  Isolasikan klien
penyebaran penyakit s.d  Gunakan teknik aseptic
infeksi virus Setelah perawatan tidak dalam perawatannya
terjadi penyebaran penyakit  Batasi pengunjung dan
minimalkan kontak
langsung
 Jelaskan pada
klien/keluarga proses
penularannya

Filed under: Askep Ditandai: | Integumen


ASUHAN KEPERAWATAN HERPES ZOSTER
Definisi

Herpes zoster adalah peradangan akut pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh virus varicella
zoster.

ETIOLOGI
Herpes zoster terjadi karena reaktivasi dari virus varicella (cacar air).

Frekuensi meningkat pada pasien dengan imunitas yang lemah dan menderita malignitas;seperti
leukemia dan limfoma.

Cara penularan :
Kontak langsung dengan lesi aktif
Sekresi pernafasan.

Umur:
Dewasa lebih sering dibanding anak-anak.

Jenis kelamin : pria = wanita

Musim/iklim : tidak tergantung musim.


PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIK
Gejala prodromal (80%) : nyeri, demam.
Kelainan kulit:
Lesi : Eritema papula dan vesikula bula.
Isi lesi : jernih keruh dapat bercampur darah.
Lokasi : bisa di semua tempat, paling sering unilateral pada servikal IV dan lumbal II.

MANIFESTASI KLINIK
Bila menyerang wajah, yang dipersarafi N.V disebut herpes zoster frontalis.
Bila menyerang cabang optalmikus disebut herpes zoster oftalmik.
Bila menyerang saraf interkostal disebut herpes zoster torakalis.
Bila menyerang daerah lumbal disebut herpes zoster lumbalis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tzanck’s smear dan punch biopsy: adanya sel raksasa berinti banyak dan sel epitel mangandung badan
inklusi eosinofilik, yang tidak terdapat pada lesi yang lain, kecuali virus herpes simpleks.
Isolasi virus: cairan vesikel, darah, cairan serebrospinalis, jaringan terinfeksi, antigen VVZ.
KOMPLIKASI
Sikatriks
Neuralgia pascaherpetik
PENATALAKSANAAN MEDIK
☺ Istirahat
☺ Analgetik
☺ Asiklovir, famsiklovir, valasiklovir:
5 x 800 mg/hari selama 7 hari, paling
lambat 72 jam setelah lesi muncul.
Kriteria:
- umur > 60 thn.
- umur < 60 thn, lesi luas dan akut.
- segala umur, lesi oftalmikus.
- aktif menyerang leher, alat gerak
dan perineum (lumbal-sakral).
Nursing Intervention
Berikan dan kaji keefektifan obat yang
diberikan.
Kompres dingin, gunakan antipruritus
dingin.
Jaga agar vesikel tidak pecah,
dengan bedak salisil 2%.
Ajarkan pasien dan keluarga tentang
cara penularan dan pencegahan.
Ajarkan tentang pencegahan infeksi sekunder
Berikan suport emosional tentang intervensi yang berkelanjutan.
Pemeriksaan Mata
• Vision acuity test
• Slit lamp
• Ophthalmoscope
• Tonometry
Ada 3 jenis utama katarak berdasarkan lokasi yang terkena.
– Cortical
– Nuclear
– Posterior subcapsular
Cortical cataract
 Paliing sering, berhubungan dengan usia.

 Tdd dari 4 tahap:

Incipient stage
• Perubahan korteks pada bagian perifer.
• Pola kekeruhan radical.

Intumescent stage
Lensa menyerap air, menjadi bengkak
Anterior chamber menjadi dangkal

Mature stage
• Cairan keluar dan lensa mengkerut.
• Seluruh protein lensa menjadi keruh
Hypermature Stage
• Suatu katarak yang sangat matur bisa menyebabkan pencairan pada korteks lensa. Cairan ini bisa
keluar dari kapsul yang utuh, sehingga lensa dan kapsul mengkerut.
Nuclear cataract
• Terjadi saat dini (setelah middle age)
• Gejala paling awal adalah rabun jauh
• Gejala lain adalah sukar membedakan warna atau monocular diplopia.

Posterior subcapsular cataract


• Lokasi pada korteks, dekat dengan kapsul posterior bagian tengah.
• Gejala yang paling sering adalah silau dan penurunan penglihatan pada kondisi cahaya terang.
Congenital Cataract
 Sudah terjadi pada saat lahir atau beberapa waktu setelah lahir.
Etiology
• Intra-uterine
 Infeksi virus
 Maternal ingestion of Thalidomide, steroids.

• Hereditary
 autosomal dominant
 recessive X-linked

Pengobatan Cataract
• Surgery merupakan jalan satu-satunya untuk mengatasi katarak. Akan tetapi, bila gejala katarak
ringan, bisa dibantu dengan menggunakan kacamata..

• Pembedahan dilakukan bila katarak sudah menyebabkan gangguan penglihatan dalam melakukan
akivitas sehari-hari.
ECCE+IOL
• Extracapsular cataract extraction merupakan metode yang paling dianjurkan pada pembedahan
katarak.
• Kapsul lensa bagian belakang tidak diangkat.
• Intra Ocular Lens ditanam di kantong kapsul.
Intraocular Lens
• IOL adalah lensa yang tipis, transparan, convex yang terbuat dari polimer yang diselipkan pada saat
pembedahan

Keuntungan IOL

• Pasien tidak menggunakan kacamata untuk melihat jauh.

• Bayangan jernih tanpa distorsi

• Dapat segera melihat setelah pembedahan.


Phacoemulsification
• Phacoemulsification or phaco berarti getaran ultra-sonic yang menyebabkan lensa menjadi larut dan
diaspirasi melalui insisi yang hanya 3mm.
• small-incision cataract surgery.

Komplikasi
• Kekeruhan pada kapsul posterior
• Cystoid macular edema
• Glaucoma
• Hyphema
• Ptosis
• Infeksi
• Retinal detachment
• Dislokasi lensa
Nursing Diagnoses
• Perubahan sensori perseptual: visual b/d kekeruhan pd lensa d/d pupil tampak putih, pasien
mengeluhkan pandangan kabur, berkabut, atau pandangan ganda dan gangguan penglihatan.
• Ketakutan/ ansietas b/d kerusakan sensori dan kurang pemahaman mengenai perawatan pasca
operasi, pemberian obat.
• Resiko cedera b/d penurunan visus atau berada di lingkungan yang kurang dikenal.

• Resiko cedera b/d komplikasi pasca operasi spt; pendarahan atau peningkatan tekanan intra okuler.
• Defisit perawatan diri b/d kelemahan visual dan perawatan mata pasca operasi.
• Resiko tinggi infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak)
• Kurang pengetahuan ttg kondisi pengobatan dan perawatan pasca operasi b/d terbatasnya informasi
atau kesalahan interpretasi informasi.

• Perubahan sensori perseptual: visual b/d kekeruhan pd lensa d/d pupil tampak putih, pasien
mengeluhkan pandangan kabur, berkabut, atau pandangan ganda dan gangguan penglihatan.
Tujuan : Pasien mendemonstrasikan peningkatan kemampuan untuk memproses rangsangan visual dan
mengkomunikasikan pembatasan pandangan.
Kriteria Hasil:
– Visus meningkat
– Respon verbal peningkatan penglihatan
Intervensi
Mandiri: 1. kaji ketajaman penglihatan klien
2. berikan pencahayaan yg plg sesuai dgn klien
3. cegah glare atau sinar yg menyilaukan
4. letakkan brg2 pd tempat yang konsisten
5. gunakan materi dgn tulisan besar dan kontras

Kolaborasi : pembedahan

c. Resiko cedera b/d penurunan visus atau berada di lingkungan yang kurang dikenal.

Tujuan: Klien tidak mengalami cedera akibat jatuh.

Kriteria Hasil:
- Pasien mengenal lingkungan
- Pasien tidak jatuh selama perawatan

Intervensi:
• kurangi resiko bahaya dari lingkungan klien.
• beritahu klien utk mengubah posisi secara perlahan.
• beritahu klien utk tdk meraih benda untuk stabilitas saat ambulasi.
• dorong klien utk menggunakan peralatan adaftif (tongkat atau walker) untuk ambulasi sesuai
kebutuhan.
• tekankan pentingnya utk menggunakan pelindung mata saat melakukan aktifitas beresiko tinggi.

g.Kurang pengetahuan ttg kondisi pengobatan dan perawatan pasca operasi b/d terbatasnya informasi
atau kesalahan interpretasi informasi.
Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit dan pengobatan.

Kriteria Hasil:
- Respon verbal memahami proses penyakit dan pengobatan
- Menunjukkan tindakan yang kooperatif

Intervensi :
• kaji informasi ttg kondisi individu, prognosis, tipe prosedur atau lensa.
• tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin.
• informasikan pasien utk menghindari tetes mata yg dijual bebas.
• diskusikan kemungkinan efek/interaksi antara obat, mata dan masalah medis pasien.
• dorong pemasukan cairan adekuat, makanan berserat/kasar, gunakan pelunak feses yg dijual bebas,
bila diindikasikan.
• identifikasi tanda/gejala yg memerlukan upaya evaluasi medis.
Warning Signs

Herpes Zoster …….. Definisi dan Askepnya

February 11, 2009 by keperawatankita 2 Comments

Anda mungkin juga menyukai