Anda di halaman 1dari 139

Disusun Oleh :

DAFTAR ISI
I. INVESTASI UNTUK PEMULA

 Bursa
 Arbitrase Pasar Modal ……………………………... 4
 Bursa Berjangka Jakarta ……………………………... 6
 Bursa Efek Indonesia ……………………………... 10
 Pusat Informasi Pasar modal ……………………………... 11
 Dasar Investasi
 Anuitas ……………………………... 12
 Apa Itu Investasi ? ……………………………... 13
 Dollar Cost Averaging ( DCA ) ……………………………... 13
 Jenis-jenis Investasi ……………………………... 14
 Mengapa Perlu Investasi ? ……………………………... 16
 Nilai Waktu Uang ……………………………... 17
……………………………... 18
 Portofolio
 Ekonomi
 Inflasi Dan Investasi ……………………………... 19
 Konsep Keuangan
 Apa sih, Insider Training Itu ? ……………………………... 21
 Efek Kalender ……………………………... 22
 Green Fund ……………………………... 23
 Mengenal Beta ……………………………... 24
 Panic Selling ……………………………... 24
 Teori Kecoak ( Cokroach Theory ) ……………………………... 25
……………………………... 26
 Teori Random Walk Pasar Saham
……………………………... 26
 Window Dressing

II. JENIS-JENIS INVESTASI

 Emas ……………………………... 28
 Derivatif
 Seluk Beluk option ……………………………... 30
 Obligasi
 Berinvestasi di Obligasi ……………………………... 36
 Jenis-jenis Obligasi ……………………………... 36
 Karakteristik Obligasi ……………………………... 37
 Membeli obligasi ……………………………... 39
 Obligasi VS Saham ……………………………... 42
 Pajak obligasi ……………………………... 43
……………………………... 45
 Peringkat Obligasi
……………………………... 46
 Yield Obligasi

 Pasar Uang
 Mengenal Carry Trade ……………………………... 48
 Pasar Uang ……………………………... 49
 Reksadana
1
 Bagaimana Membeli Reksadana ……………………………... 51
……………………………... 53
 Bagaimana Mencairkan Reksadana ……………………………... 55
 Memilih MI Reksadana ……………………………... 57
 Menakar Resiko Reksadana ……………………………... 59
 Reksadana sama dengan Deposito ……………………………... 62
 Yuk, Pilih – pilih Reksadana
 Saham
 Biaya Main Saham ……………………………... 63
 Daftar Efek Syariah ……………………………... 64
 Fraksi Harga Saham ……………………………... 65
 Indeks Harry Potter ……………………………... 65
 Indeks Nikkei 225 ……………………………... 66
 Indeks Saham di AS ……………………………... 67
…………………………....... 68
 Jenis Saham Berdasarkan Kinerja
……………………………... 69
 Mari Bermain Saham
……………………………... 74
 Mengenal Indeks-Indeks Saham ……………………………... 77
 Rasio Saham
 REIT ……………………………... 78

III. MACAM-MACAM REKSADANA

 ETF
 Pendatang Baru Bernama ETF ……………………………... 81
 Reksadana Campuran ……………………………... 82
 Reksadana Indeks ……………………………... 83
 Reksadana Pasar Uang ……………………………... 85
 Reksadana Pendapatan Tetap ……………………………... 87
 Reksadana Saham ……………………………... 88
 Reksadana Terproteksi ……………………………... 90

IV. SELUK BELUK SAHAM

 Analisis Laporan Keuangan


 Analisis Laporan Keuangan ……………………………... 93
 PE Ratio ……………………………... 93
 Rasio Aktivitas ……………………………... 95
 Rasio Leverage ……………………………... 96
 Rasio Likuiditas ……………………………... 97
 Rasio-rasio Laba ……………………………... 97

 Broker & Sistem Perdagangan


 Batas-batas Transaksi Material ……………………………... 98
 Kapitalisasi Pasar ……………………………... 99
2
 Mengenal Auto Rejection ……………………………... 102
 Online Trading Saham ……………………………... 102
 Pasar Bullish dan Bearish ……………………………... 103
 Rekomendasi Analis ……………………………... 103
 Seluk Beluk Transaksi Margin ……………………………... 106
 Short Selling ……………………………... 108
……………………………... 110
 Trading Saham Online
 Dividen ……………………………... 112
 Fundamental
 Analisis Fundamental ……………………………... 114
 Laporan Arus Kas ……………………………... 115
 Laporan Rugi Laba ……………………………... 117
 Memahami Merger dan Akuisisi ……………………………... 119
 Neraca ……………………………... 124
 IPO
 Catatan Penting Saham IPO ……………………………... 125
 Initial Public offering ( IPO ) ……………………………... 126
 Opsi Greenshoe ……………………………... 131
 Secondary Offering ……………………………... 132
 Split & Reserve Split
 Reverse Stock Split ……………………………... 133
 Stock Split ……………………………... 133
 Waran. Rights & Tender Offer
 Penawaran Tender ( Tender Offer ) ……………………………... 134
 Rights Issue ……………………………... 135
 Seluk Beluk Waran ……………………………... 136

I. INVESTASI UNTUK PEMULA

BURSA
3
Arbitrase Pasar Modal

Sengketa perdata di pasar modal

Tak semua kasus persengketaan di pasar modal harus berujung dengan sanksi
Bapepam-LK atau pengadilan. Di Indonesia, juga ada Badan Arbitrase Pasar Modal
Indonesia (BAPMI) yang siap membantu penyelesaian berbagai sengketa pasar
modal lewat jalur di luar pengadilan.

Lembaga BAPMI sudah berdiri sejak Agustus 2002. Pendiriannya melibatkan PT


Bursa Efek Jakarta (BEJ), PT Bursa Efek Surabaya (BES), PT Kliring Penjaminan Efek
Indonesia (KPEI), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan 17 asosiasi yang
di lingkungan pasar modal. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) juga mendukungnya. Jadi, posisi lembaga ini sangat kuat.

Tujuan pendirian BAPMI adalah untuk menyediakan wahana penyelesaian sengketa


di luar pengadilan khusus di bidang pasar modal. Dengan jalur ini, para pendiri
BAPMI berharap proses penyelesaian sengketa bisa berlangsung lebih cepat dan
murah. Tentu, keputusannya tetap mengikat dan adil.

Tapi, tak semua sengketa dapat diselesaikan melalui BAPMI. Sengketa-sengketa itu
harus memenuhi beberapa syarat. Misalnya, sengketa itu merupakan sengketa
perdata di pasar modal. Selain itu, sengketa itu bukan kasus pidana seperti
manipulasi, insider trading, serta pembekuan atau pencabutan izin usaha.

Selain memberikan solusi melalui pendapat mengingat, Badan Arbitrase Pasar Modal
Indonesia (BAPMI) juga bisa memberikan jasa mediasi. Dalam kasus ini, BAPMI akan
menyediakan mediator yang akan membantu upaya untuk mencapai perdamaian di
antara pihak-pihak yang bersengketa. Dalam hal ini, BAPMI akan mengupayakan
tercapainya win-win solution.

Mediasi BAPMI adalah cara penyelesaian masalah melalui perundingan di antara para
pihak yang bersengketa dengan bantuan pihak ketiga yang independen. Pihak ketiga
ini disebut mediator. Tapi, mediator tidak memberikan keputusan. Ia hanya menjadi
fasilitator pertemuan dan membantu masing-masing pihak untuk memahami
perspektif, posisi, dan kepentingan pihak lain. Ia juga akan membantu pihak yang
bersengketa untuk mencari solusi.

Tujuan mediasi adalah untuk mencapai perdamaian di antara para para pihak yang
bersengketa. Umumnya, orang menggunakan penyelesaian mediasi setelah
musyawarah gagal, di tengah proses arbitrase, atau sebelum hakim pengadilan
memulai persidangan perkara.

Tentu saja, penyelesaian melalui mediasi BAPMI ini memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan penyelesaian lewat jalur pengadilan. Misalnya, para pihak dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapinya berdasarkan kesepakatan win-win
solution. Selain itu, mereka juga bisa memperoleh solusi yang menjaga kepentingan
jangka panjang. Jadi tidak sekedar mencari benar-salah menurut hukum. Terakhir,
selain lebih murah, para pihak juga akan dibantu oleh mediator yang benar-benar
memahami pasar modal.

4
Biaya administrasi mediasi ini sama dengan pendapat mengikat, yakni Rp 1,6 juta
untuk biaya pendaftaran dan Rp 5 juta untuk deposit pemeriksaan. Adapun imbal
jasanya bisa dua macam. Pertama, berdasarkan jumlah yang disepakati dengan nilai
minimal Rp 60 juta. Kedua, antara 0,16% hingga 0,6% dari nilai tuntutan yang
timbul.
Ketika proses perundingan sudah mampat, para pihak yang bersengketa di pasar
modal bisa memilih penyelesaian secara arbitrase Badan Arbitrase Pasar Modal
Indonesia (BAPMI). Lewat jalur ini, mereka bisa memperoleh keputusan final yang
mengikat kedua belah pihak. Namun, para pihak yang bersengketa tak bisa
mengajukan banding lagi.

ARBITRASE Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) adalah penyelesaian


sengketa dengan cara menyerahkan kewenangan kepada pihak ketiga yang netral
dan independen -- yang disebut arbiter -- untuk memeriksa dan mengadili perkara
tersebut, pada tingkat pertama dan terakhir. Adapun keputusan yang dijatuhkan
oleh arbiter tersebut bersifat final dan mengikat bagi para pihak. Artinya, para pihak
yang bersengketa tidak bisa mengajukan banding.

Berdasarkan definisi tersebut, arbitrase BAPMI mirip dengan pengadilan. Adapun


arbiter dalam proses arbitrase mirip hakim dalam pengadilan. Tapi, tetap saja ada
beberapa perbedaan. Misalnya, arbitrase merupakan pilihan dan kesepakatan pihak-
pihak yang bersengketa. Selain itu, proses arbitrase juga baru dapat terlaksana
setelah ada permohonan dari pihak yang bersengketa kepada BAPMI.

Pihak yang bersengketa juga berhak menentukan apakah arbiter akan berjumlah
satu (arbiter tunggal) atau lebih (majelis arbitrase). Perbedaan mencolok lainnya,
putusan arbitrase tidak mengenal preseden atau yurisprudensi.
Umumnya, para pihak yang bersengketa memilih penyelesaian arbitrase ini setelah
mereka tidak bisa lagi melanjutkan perundingan. Selain itu, mereka juga
menginginkan putusan yang final dan mengingat, tapi tanpa menempuh jalur litigasi
dan pengadilan. Alasannya adalah untuk menghemat waktu dan biaya.

Tapi, tentu saja, proses penyelesaian melalui arbitrase di BAPMI ini juga tidak gratis.
BAPMI memungut sejumlah imbal jasa. Saat ini, besarnya imbal jasa adalah antara
0,24% sampai 8% dari nilai tuntutan. 

Bursa Berjangka Jakarta


 

5
Sampai saat ini, masih banyak orang belum mengenal Bursa Berjangka Jakarta
(BBJ). Padahal, bursa yang menyediakan fasilitas perdagangan kontrak berjangka ini
telah berdiri sejak tanggal 21 November 2000 lalu. Maklum, instrumen yang
diperdagangkan di BBJ baru diminati oleh segelintir orang.

Sejatinya, BBJ lahir lantaran ada kebutuhan para pelaku pasar. Seperti kita tahu,
tiap instrumen investasi harus memiliki tempat transaksi masing-masing. Misalnya,
untuk saham, fasilitas transaksinya tersedia di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Kemudian,
media bertransaksi obligasi tersedia di Bursa Efek Surabaya (BES). Nah, BBJ khusus
menyediakan fasilitas transaksi produk investasi kontrak berjangka (futures).

Buat yang belum tahu, sesuai dengan namanya, transaksi berjangka adalah sebuah
transaksi dengan metode penyerahan di masa yang akan datang. Ambil contoh,
investor A membeli kakao dari investor B. Harga pembelian itu telah disepakati sejak
sekarang, namun investor B baru akan menyerahkan barangnya di masa yang akan
datang.

Pada prakteknya, kontrak-kontrak berjangka itu tidak hanya mencakup kontrak-


kontrak berjangka untuk komoditi saja. Ada pula kontrak-kontrak berjangka
keuangan seperti kontrak valuta asing (valas) dan indeks saham. Namun, BBJ tak
bisa sembarangan menetapkan produk-produk yang bisa diperdagangkan di
bursanya. Pasalnya, produk-produk itu harus memperoleh izin dari presiden terlebih
dahulu.

Oh, ya, struktur pengawasan BBJ juga berbeda dengan BEJ dan BES. Bila BEJ dan
BES berada di bawah pengawasan Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK), BBJ diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi (Bappebti). Instansi pemerintah yang membawahi masing-masing
pengawas itu juga berbeda. Kalau Bapepam-LK di bawah Departemen Keuangan,
Bappebti ada di bawah Departemen Perdagangan?

Pamor Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) masih kalah jauh dibandingkan dengan Bursa
Efek Jakarta (BEJ) atau Bursa Efek Surabaya (BES). Padahal, dari segi manfaat, BBJ
sama sekali tidak ketinggalan. Sebab, produk kontrak berjangka (futures) yang
diperdagangkan di BBJ dapat digunakan sebagai sarana lindung nilai (hedging) dari
fluktuasi harga aset.

PADA saat berdiri tahun 2000 silam, BBJ menyediakan lantai perdagangan (floor)
berkapasitas 120 bangku (seat) dengan sambungan telepon langsung (direct line).
Di dalam tiap seat itu juga tersedia komputer yang langsung terhubung dengan
sistim BBJ yang bernama JAFeTS (Jakarta Futures Exchange Trading System).

Sayangnya, karena sepi peminat, floor BBJ itu sudah tidak diaktifkan lagi sejak awal
tahun 2007 lalu. Alhasil, sekarang, para anggota bursa atau pialang yang ingin
bertransaksi harus langsung melakukan jual-beli kontrak secara online melalui
internet. Tapi, transaksinya tetap melalui sistem BBJ.

Dalam beroperasi, BBJ mengacu kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997


tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Tapi, patut diketahui, meski aturannya
hanya berbicara tentang komoditas, dalam praktiknya BBJ juga memfasilitasi produk
kontrak berjangka lain di luar komoditas. Misalnya kontrak berjangka keuangan yang
terdiri dari kontrak valuta asing (valas) dan indeks saham. Khusus untuk kontrak-

6
kontrak berjangka keuangan ini BBJ mengakomodasi lewat Sistem Perdagangan
Alternatif (SPA).

Nah sejatinya, BBJ mampu menyediakan sarana hedging di tengah fluktuasi harga
aset. Karena ia bursa, harga jual-beli yang terbentuk juga melalui proses yang
transparan, kompetitif, dan terorganisasi. Sayang, hingga saat ini, masih belum
banyak pihak yang memanfaatkan kesempatan tersebut. Malahan, banyak investor
kita lebih senang bertransaksi futures langsung di bursa berjangka yang ada di luar
negeri. ?

Meski Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) kini juga mengakomodasi transaksi kontrak
berjangka (futures) di keuangan, awalnya, BBJ sesungguhnya ingin menjadi bursa
berjangka komoditas. BBJ mengawali kiprahnya dengan memperdagangkan futures
komoditas kopi robusta dan olein pada perdagangan perdananya tanggal 15
Desember 2000 silam.

BEGITU mengantongi izin beroperasi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka


Komoditi (Bappebti) pada tahun 2000 lalu, BBJ langsung serius mengembangkan
produk-produknya. Setelah futures kopi robusta dan olein, pada tanggal 1 Februari
2002, meluncur kontrak komoditas emas (gold).
Selanjutnya, kontrak emas itu berkembang lagi menjadi kontrak gulir emas dan
kontrak indeks emas. Sayangnya, semakin lama, kontrak komoditas di BBJ semakin
tidak diminati orang. Bahkan, futures kopi robusta kini sudah tidak diperdagangkan
lagi. Masalahnya, modal yang dibutuhkan terlalu besar dan kalau salah perhitungan
kerugiannya bisa selangit.

Likuiditas transaksi pun akhirnya semakin menipis karena tidak ada pihak yang mau
melakukan jual-beli. Para investor yang menyukai transaksi futures komoditas,
kemudian malah lebih memilih bertransaksi di bursa berjangka di luar negeri yang
lebih likuid.

Investor lain memilih bertransaksi kontrak berjangka keuangan, yaitu kontrak valuta
asing (valas) dan indeks saham di luar bursa atau over the counter (OTC). BBJ
lantas mencari akal. Mulai tahun 2005, BBJ memutuskan untuk mengakomodasi
transaksi kontrak valas dan indeks saham itu lewat Sistem Perdagangan Alternatif
(SPA). Dengan demikian, BBJ bisa mengutip biaya (fee) dari tiap transaksi yang
terjadi lewat sistem BBJ.?

Anda pastinya sudah mengetahui seluk beluk Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan
produk-produk yang diperdagangkan di bursa tersebut. Bila Anda kemudian
berminat untuk mencoba bertransaksi di BBJ, terlebih dahulu Anda harus menyimak
beberapa kondisi yang menjadi syarat agar transaksi di BBJ bisa berjalan aman dan
tidak melenceng dari koridor hukum.

Pertama, patut diketahui bahwa transaksi di bursa berjangka itu tidak bisa dilakukan
secara langsung. Transaksi itu hanya bisa dilakukan oleh pialang atau broker,
layaknya transaksi di pasar saham atau obligasi.
Jadi, bila Anda berminat menjadi investor di BBJ, mulailah dengan menghubungi
pialang atau sekuritas anggota bursa yang memiliki divisi perdagangan berjangka
(futures). BBJ mencatat, dari 133 anggota bursa BBJ, per September 2007 ini, ada
73 pialang yang aktif melakukan transaksi via BBJ.

7
Namun, jangan asal memilih pialang. Sebelum memutuskan untuk menggunakan
jasa pialang tertentu, pastikan bahwa ia adalah anggota BBJ dengan menanyakan
bukti keanggotaannya. Pialang tersebut juga harus memiliki lisensi serta izin usaha
dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Agar lebih pasti,
Anda juga mesti menghubungi BBJ dan Bappebti untuk mengecek keabsahan izin
tersebut.

Setelah memilih pialang, kemudian, Anda akan diminta untuk membuka rekening
atas nama anda di bank, yang bakal digunakan untuk rekening transaksi. Bacalah
surat perjanjian yang ada dengan hati-hati dan seksama. Syarat pembukaan
rekening baru biasanya adalah pengisian formulir yang disebut new account
information form dan customer agreement.

Kemudian, pialang akan meminta data-data umum, seperti nama, alamat, dan
nomor identitas. Ada juga permintaan laporan penghasilan tahunan dan rekening
bank.?
Setelah selesai membuka rekening dan menjadi nasabah di pialang perdagangan
berjangka (futures), masih ada satu hal yang perlu Anda lakukan untuk bisa segera
bertransaksi di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Anda mesti menyetor margin awal
(initial margin). Dana ini akan menjadi jaminan atas kewajiban yang timbul jika
Anda memperdagangkan kontrak berjangka di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ).

MARGIN awal adalah jaminan uang yang diperlukan oleh penjual maupun pembeli
untuk menjamin kewajiban dari transaksi kontrak berjangka. Masing-masing pialang
bisa meminta initial margin yang berbeda-beda.

Guna menjamin keamanan transaksi, biasanya, pialang juga akan menetapkan


batasan minimum saldo margin (maintenance margin). Ini merupakan batasan
margin yang harus dijaga atau dipelihara oleh nasabah dalam melakukan transaksi.
Biasanya, pialang memberikan batasan saldo margin 80% dari initial margin.

Pada prakteknya, sangat mungkin posisi rekening nasabah berada di bawah


maintenance margin apabila kerugian dari transaksi terus membengkak. Untuk
kembali menstabilkan posisinya, nasabah harus menyetorkan dana lagi kepada
pialang (margin calls).

Perlu diperhatikan bahwa setiap kontrak dilakukan dengan posisi terbuka.


Konsekuensinya, rekening investor akan dinilai dengan sistem marked-to-market
atau nilainya bakal dihitung pada setiap penutupan hari transaksi. Sementara,
keuntungan dan kerugian akan disetor atau dibebankan secara langsung kepada
rekening tersebut.

Selanjutnya, mari kita simak contoh transaksi di BBJ. Seorang investor membeli 1
kontrak kopi (5 ton kopi) dengan initial margin Rp 5 juta. Berarti, maintenance
margin-nya adalah Rp 4 juta (80% dari Rp 5 juta). Spesifikasi kontrak mengatakan
bahwa perubahan harga untuk 1 tik kontrak kopi adalah Rp 10 per kilogram (kg).
Nah, pada hari ini, kontrak Desember kopi dibuka dengan harga Rp 2.800 per kg dan
harga penutupan Rp 2.900 per kg.

Nah, jika pada hari ini investor itu membeli 1 kontrak Desember kopi di harga Rp
2.800 per kg, di akhir hari duitnya akan berbiak menjadi Rp 5,5 juta. Artinya, ia
untung Rp 500.000. Hitungan keuntungan Rp 500.000 itu berasal dari Rp 2.900-Rp
2.800 dikalikan Rp 10 x 5.000 kg.

8
Kondisi akan berbeda bila harga penutupan perdagangan hari ini harga kontrak itu
justru turun di bawah Rp 2.800, misalnya menjadi Rp 2.700 per kg. Dengan modal
Rp 5 juta, ia akan merugi Rp 500.000. Perhitungannya adalah: Rp 2.800-Rp 2.700
dikalikan Rp 10 x 5.000 kg. Bila duit investor terus tergerus hingga di bawah
maintenance margin (Rp 4 juta), investor harus menambah duit di rekeningnya lagi
agar posisinya kembali ke posisi initial margin Rp 5 juta.

Investor sebaiknya tak asal menceburkan diri dalam produk-produk investasi yang
menggunakan embel-embel futures (berjangka). Sebab, belakangan ini, makin
banyak penipuan investasi menggunakan kedok perusahaan pialang anggota Bursa
Berjangka Jakarta (BBJ). Pemasar produk mengelabuhi investor dengan "menjual"
nama perusahaan yang berizin resmi itu saat menjajakan produk investasi yang
sejatinya ilegal.

KENYATAANNYA, seringkali, sebenarnya dana yang dikumpulkan oleh para pemasar


itu dikelola oleh perusahaan yang berbeda, yang sama sekali tidak memiliki izin dari
BBJ maupun Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti).

Untuk menghindari hal ini, sekali lagi, Anda mesti memahami mekanisme transaksi
di BBJ. Salah satu yang paling penting, menurut aturan, duit investasi Anda harus
disetorkan ke rekening terpisah (segregated account) pialang berjangka di beberapa
bank. BBJ sudah menentukan rekening-rekening itu, baik nomor rekeningnya
maupun bank-banknya. Hingga 27 Agustus 2007, rekening-rekening terpisah itu
tersebar di tiga bank yakni BCA, Bank Niaga, dan Bank Century. BBJ telah
menentukan nomor rekening terpisah untuk masing-masing pialang berjangka. Anda
bisa mengecek nomor-nomor rekening tersebut di situs resmi BBJ (www.bbj-
jfx.com). Di sana, BBJ juga ] mencantumkan dengan lengkap nama pialang, alamat,
dan nomor teleponnya.
Asal tahu saja, rekening terpisah itu semata-mata hanya akan menampung dana
nasabah dan selalu diawasi oleh BBJ.

Dengan begitu, pialang tak bisa mencampur dananya miliknya dengan dana
nasabah. Karenanya, sebelum mentransfer dana, Anda mesti benar-benar
mencermati nomor rekening yang ditunjuk oleh pialang berjangka Anda. Jika nomor
rekening itu ternyata bukan nomor rekening terpisah resmi, jangan pernah
mentransfer dana Anda.

9
Bursa Efek Indonesia (BEI)

Senin (3/11) merupakan hari pertama Bursa Efek Indonesia (BEI) beroperasi. Tak
ada banyak perubahan. Sebab, untuk tahap awal ini, BEI hanya sekadar
penggabungan operasi Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES).
Cuma, yang pasti, investor akan menjadi lebih mudah bertransaksi. Sebab, kini,
semuanya berada dalam satu atap.

Dalam tahap awal, Bursa Efek Indonesia (BEI) memang merupakan hasil merger
atau penggabungan bulat-bulat antara Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek
Surabaya (BES). Dus, kegiatan operasi yang tadinya berada di dua bursa yang
terpisah, sekarang menjadi berlangsung di dalam satu institusi bursa.

Ini artinya, mulai kemarin, manajemen, karyawan, dan sistem BEJ dan BES
beroperasi di bawah satu institusi BEI. Tapi, untuk sementara, lokasi kedua bursa itu
masih terpisah. Untuk menyelesaikan proses merger secara keseluruhan, BEI
memperkirakan butuh waktu hingga dua tahun.

Namun, bukan itu yang terpenting buat investor. Investor lebih berkepentingan
dengan produk-produk, aturan, dan sistem transaksi yang tadinya ada di BEJ dan
BES. Nah, kabar baiknya, untuk sementara ini, investor tidak perlu pusing. Sebab,
BEI belum mengurangi atau menambah produk-produk maupun aturan-aturan baru.
Semuanya masih persis sama dengan yang ada di BES dan BEJ selama ini. Hanya
saja, kini, semua aturan, sistem transaksi, dan produk-produk itu berada di bawah
satu payung Bursa Efek Indonesia.

Ambil contoh, saat ini, BEI akan menjadi bursa bagi perdagangan saham yang
selama ini tercatat di BEJ maupun BES. Tapi, ada sedikit catatan. Ada sekitar 12
saham asal BES yang tidak bisa diperdagangkan di BEI untuk sementara waktu
(suspend).

Selain itu, transaksi obligasi yang sebelumnya berlangsung di BES juga berpindah ke
BEI. Dengan kata lain, obligasi-obligasi terbitan swasta maupun pemerintah (SUN)
sekarang juga menjadi tercatat di BEI. Lantas, beberapa transaksi derivatif seperti
kontrak opsi saham dan kontrak derivatif indeks LQ-45 juga masih tersedia di BEI. Di
masa yang akan datang, BEI juga akan memperdagangkan produk-produk lain
seperti reksadana (ETF) dan real estate investment trust (REIT).

Apa keuntungan merger, bursa ini untuk para investor? Yang pasti, bursa menjadi
lebih terintegrasi. Cukup datang ke BEI, semua jenis investasi sudah tersedia. Cuma,
risikonya juga makin besar. Semakin besar suatu bursa, jumlah pemain nakal juga
pasti akan semakin banyak. Dus, jika pengawasan tidak ketat, investor kecil
terancam jadi korban mereka.

10
Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM)
 

Bursa Efek Jakarta (BEJ) memang sudah beroperasi cukup lama. Namun, hingga
saat ini, jumlah investor lokal yang berinvestasi di bursa saham ini masih sangat
minim, paling hanya ratusan ribu. Bandingkan dengan penduduk Indonesia yang
mencapai dua ratus juga lebih. Maklum saja, masih sedikit masyarakat yang paham
seluk-beluk investasi di saham. Karenanya, BEJ makin gencar menggelar program
sosialisasi.

SALAH satu cara BEJ untuk memberikan edukasi kepada investor adalah dengan
mendirikan Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM). Ini adalah semacam "kantor
perwakilan BEJ" yang berada di berbagai daerah. Awalnya, BEJ mendirikan PIPM ini
untuk membuka jalan bagi perusahaan-perusahaan sekuritas agar membuka cabang
di daerah-daerah yang potensial.

Kini, PIPM juga ada di kota-kota yang telah terdapat cabang-cabang perusahaan
sekuritas. Tentu saja, fungsi PIPM di kota-kota ini kemudian berubah menjadi sarana
untuk mengembangkan pasar modal di sekitar daerah tersebut. Tujuan utamanya
adalah meningkatkan jumlah pemodal dan perusahaan yang bersedia melantai di
BEJ.

Namun, kantor PIPM di suatu daerah itu sifatnya tidak permanen. Ia bisa berpindah-
pindah. Jika perkembangan pasar modal di daerah tersebut sudah baik, Bursa Efek
Jakarta akan memindahkan PIPM tersebut ke daerah-daerah potensial yang baru.
PIPM yang pernah dipindah adalah PIPM Denpasar, PIPM Medan, dan PIPM
Semarang.

Saat ini, Bursa Efek Jakarta memiliki 7 PIPM yang tersebar di Balikpapan, Makassar,
Malang, Manado, Palembang, Pekalongan, dan Pekanbaru. Nah, jika Anda berminat
berinvestasi di bursa saham tapi merasa masih buta, Anda bisa mendatangi kantor-
kantor PIPM tersebut. Di sana tersedia petugas-petugas BEJ yang akan
menerangkan semua seluk-beluk investasi di bursa saham.

11
DASAR INVESTASI
 
Anuitas
 

Masih berhubungan erat dengan konsep nilai tunai (present value) dan nilai masa
mendatang (future value), ada satu konsep lain yang tak kalah penting. Yakni,
anuitas. Tanpa kita sadari, kita sebenarnya sering bersinggungan dengan konsep ini
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika kita membayar kredit mobil, kredit
rumah, dan membayar uang sewa rumah.

KETIKA kita menabung rutin dalam jumlah yang tetap setiap periode, kita juga
tengah menerapkan konsep anuitas itu. Lantas, apakah anuitas itu? Secara
sederhana, anuitas adalah serangkaian pembayaran uang yang tetap jumlahnya
dalam jangka waktu tertentu. Nah, kita bisa menerapkan konsep nilai waktu atas
uang (time value of money) dan konsep anuitas ini secara bersamaan.

Anda bisa menghitung berapa nilai uang pada akhir beberapa periode yang akan
datang jika mulai sekarang Anda menabung uang dalam jumlah yang sama setiap
periode. Perhitungan inilah yang disebut dengan perhitungan nilai mendatang atas
serangkaian anuitas (future value of annuities). Tentu saja, dalam hal ini, Anda juga
harus melibatkan faktor bunga yang berlaku di pasar.

Ambil contoh, Anda secara rutin menabung Rp 1.000 setiap tahun dalam jangka
waktu 10 tahun. Sementara, bunga tabungan yang berlaku adalah 9% per tahun.
Pertanyaannya, berapa nilai tabungan Anda setelah tahun ke sepuluh?

Untuk menghitung ini Anda bisa menggunakan rumus: ?{A x [(1+i)n - 1]}/i. Huruf A
mewakili anuitas, i bunga yang berlaku, dan n adalah jumlah periode. Nah, jika Anda
memasukkan angka-angka tadi ke dalam rumus itu, Anda akan memperoleh hasil Rp
26.292,93.

Jika Anda perhatikan, hasilnya ternyata sangat besar. Jadi, tidak sekadar Rp 1.000
dikalikan 10 atau Rp 10.000. Pasalnya, ketika kita menabung secara rutin kita
memperoleh bunga. Lalu, bunga itu juga bersama-sama dengan uang yang kita
tabung akan memperoleh bunga dalam periode berikutnya, begitu seterusnya.

Sebaliknya, kita juga bisa menghitung nilai tunai saat ini dari arus kas tetap yang
kita terima di masa mendatang. Rumusnya adalah: ?{A x (1 - [1/(1+i)n])} / i.

Dengan menggunakan angka yang sama, perhitungan ini akan menghasilkan angka
yang lebih rendah dari 10.000 x 10. Soalnya, nilai arus kas yang kita terima di masa
mendatang didiskon dengan bunga yang berlaku.

 
12
Apa itu Investasi?
 

Anda pasti sering mendengar kata investasi. Tapi, apakah Anda benar-benar paham
arti kata investasi itu? Mungkin ada yang sudah paham, tapi banyak pula yang baru
mengerti setengah-setengah. Nah, mulai hari ini, kita akan membahas seluk-beluk
investasi; mulai dari pengertian investasi itu sendiri, tujuan investasi, sampai profil
risiko investor, sampai macam-macam instrumen investasi.

Lantas, bagaimana cara untuk memperoleh uang lebih? Ya, mau tidak mau, kita
harus bekerja lebih lama. Masalahnya, waktu yang tersedia untuk bekerja itu ada
batasnya. Lagi pula, apa enaknya memiliki duit banyak kalau kita tidak memiliki
waktu untuk menikmatinya?

Seandainya kita bisa membelah diri, barangkali masalah itu bisa teratasi. Tapi, tak
perlu pusing berpikir membelah diri,  sebab sebenarnya Anda bisa mempekerjakan
uang Anda agar memperoleh uang lebih banyak. Dengan cara ini, sembari Anda
bekerja, tidur, atau pelesiran; uang yang Anda investasikan akan berbiak. Anda
tetap akan memperoleh penghasilan lebih meskipun tidak naik gaji, atau lembur.

Ada banyak ladang investasi untuk membiakkan duit Anda. Misalnya, Anda bisa
menginvestasikan duit Anda di saham, obligasi, reksadana, emas, properti, atau
bahkan memulai bisnis sendiri. Setiap ladang investasi ini tentu saja memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tapi, di mana pun investasinya, idenya
tetap sama. Yakni: menempatkan sebagian uang agar bisa memperoleh penghasilan
lebih.

Tapi, jangan salah; investasi bukanlah berjudi. Berjudi adalah menempatkan uang
dengan tujuan untuk memperoleh uang atau keuntungan yang belum pasti.
Memang, ada yang bilang bahwa ketika kita berinvestasi di saham, kita sebenarnya
seperti berjudi. Mungkin ini benar, jika Anda berinvestasi di saham hanya berdasar
tebakan semata.

Tapi, investor yang asli tidak asal melemparkan duitnya sambil merem. Ia selalu
melakukan analisis, dan hanya akan menempatkan duitnya jika memang ada potensi
keuntungan yang masuk akal. Memang, akan tetap ada risiko ketika kita
berinvestasi. Tapi, berinvestasi bukanlah sekadar berharap agar Dewi Fortuna
mendekati kita.

 
Dollar Cost Averaging (DCA)
 

Banyak investor yang menginvestasikan dananya sekaligus dalam suatu instrumen


investasi, pada waktu yang bersamaan. Jika harga instrumen ini kemudian naik,
investor memang akan untung besar. Tapi, risikonya juga besar. Jika harga
instrumen itu ternyata jatuh di bawah harga beli investor, ia pasti akan langsung
merugi. Untuk mengurangi risiko ini, investor bisa menerapkan dollar cost averaging
(DCA).

Salah satu pekerjaan yang paling sulit ketika berinvestasi di saham adalah menebak
titik terendah (bottom) dan titik tertinggi (top) indeks atau harga suatu saham. Ya,
berusaha menebak arah pasar dengan persis adalah sangat sulit. Idealnya, investor
13
memang mesti membeli saham di harga paling murah dan menjualnya di harga
paling tinggi. Tapi, dalam kenyataannya, hal ini hampir mustahil dilakukan.

Karena itulah, kemudian muncul strategi yang disebut dollar cost averaging (DCA).
Sekilas, menilik namanya, strategi ini memang terdengar rumit. Padahal, sebenarnya
DCA adalah strategi yang sangat sederhana. Tapi, strategi ini sangat berguna untuk
investor, baik investor saham, obligasi, maupun reksadana.

DCA merupakan proses membeli produk investasi dengan modal yang tetap secara
berkala dan terus-menerus, tanpa memperhatikan harga produk investasi itu. Untuk
kasus di pasar saham, karena menggunakan dana yang jumlahnya tetap, artinya
investor akan memperoleh saham yang lebih banyak saat harganya turun dan lebih
sedikit saat harganya naik. Ujungnya, jika dihitung, rata-rata harga pembelian
saham itu akan relatif murah.

Ambil contoh, Anda memperoleh warisan deposito Rp 100 juta. Anda bisa saja
menginvestasikan dana ini sekaligus di waktu yang bersamaan dalam satu produk
reksadana atau saham. Tapi, risikonya tinggi. Sebab, jika harga produk investasi itu
turun, Anda sudah pasti rugi.

Lain halnya jika Anda secara bertahap menginvestasikan Rp 10 juta setiap bulan
dalam jangka waktu 10 bulan. Jika harga produk investasi turun, Anda belum tentu
akan langsung merugi. Sebab, bisa jadi rata-rata harga pembelian Anda masih lebih
rendah dibandingkan harga saat itu.

  
Jenis-Jenis Investasi
 

Ada banyak jenis-jenis instrumen investasi yang ada di pasar. Untuk memilih
investasi yang paling cocok bagi Anda, Anda harus mengenal karakter masing-
masing instrumen itu. Secara umum, obligasi adalah surat utang yang diterbitkan
oleh perusahaan atau pemerintah. Ketika membeli obligasi, Anda meminjamkan
uang kepada penerbit obligasi.

Imbalannya, penerbit akan memberikan bunga atas uang Anda tadi, dan pada
akhirnya mengembalikan semua uang yang Anda pinjamkan. Faktor bunga yang
dibayarkan secara tetap (tiap 3 bulan-6 bulan) itulah yang membuat obligasi masuk
grup investasi berpendapatan tetap.

Daya tarik obligasi adalah ia relatif aman. Bahkan, jika membeli obligasi terbitan
pemerintah - di Indonesia disebut Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara
Ritel (ORI) - investasi Anda dijamin oleh pemerintah. Dus, investasi Anda nyaris
bebas risiko (risk-free).

Tapi, keamanan itu ada biayanya. Karena risikonya rendah, potensi keuntungan
obligasi juga tidak terlalu tinggi. Umumnya, tingkat keuntungan obligasi lebih rendah
dibandingkan instrumen lainnya. Ketika Anda membeli saham suatu perusahaan,
Anda ikut menjadi pemilik perusahaan itu. Karenanya, Anda juga memilik hak suara
dalam rapat pemegang saham. Selain itu, Anda juga berhak menerima keuntungan
yang dialokasikan perusahaan untuk pemegang saham. Inilah yang disebut sebagai
dividen.

14
Jika obligasi memberikan arus pendapatan yang rutin, keuntungan saham sangat
fluktuatif. Perlu dicatat, jika membeli saham, Anda tidak memperoleh jaminan apa
pun. Bahkan, kadang kala saham pun tidak membagikan dividen. Dalam kasus ini,
Anda hanya bisa berharap memperoleh keuntungan (capital gain) dari kenaikan
harga saham yang Anda beli. Tapi, kenaikan harga saham ini juga tidak selalu
terjadi. Yang menarik, saham memberikan keuntungan yang relatif lebih tinggi
dibanding dengan obligasi. Tapi, tentu saja ada risikonya: seluruh investasi Anda
bisa hilang.

Pastinya, Anda harus mengetahui lebih dulu tentang instrumen investasi obligasi dan
saham. Intinya, obligasi memberikan arus pendapatan yang rutin dan tetap berupa
bunga. Selain itu, instrumen obligasi juga relatif aman, apalagi jika penerbit obligasi
itu adalah pemerintah. Cuma, keuntungan obligasi relatif rendah dibandingkan
instrumen investasi lainnya.

Selain obligasi dan saham, investor juga bisa membiakkan duitnya di reksadana.
Instrumen investasi ini menawarkan banyak kelebihan. Selain modal awal yang
dibutuhkan tak terlalu besar, investor juga tak perlu meluangkan banyak waktu
untuk memelototi investasi. Sudah begitu, Anda juga tak harus berpengalaman. Jika
reksadana mengecewakan, Anda juga bisa menjajal instrumen-instrumen investasi
alternatif.

Sementara, ketika membeli saham, Anda menjadi salah pemilik perusahaan yang
menerbitkan saham tersebut. Keuntungan saham bisa berupa pembagian
keuntungan atau dividen dan kenaikan harga saham tersebut. Jika dibandingkan
dengan obligasi, keuntungan saham ini relatif lebih tinggi. Tapi, risikonya,
keuntungan saham ini bisa berfluktuasi tiap hari. Selain itu, modal investasi awal
Anda juga bisa tergerus habis.

Reksadana adalah kumpulan saham, obligasi, atau instrumen-instrumen lainnya.


Ketika Anda membeli reksadana, Anda mengumpulkan uang Anda bersama-sama
dengan investor-investor lainnya. Lantas, sebagai sebuah kelompok Anda dan
investor lainnya membayar manajer investasi untuk mengelola kumpulan dana itu.
Berdasarkan fokus investasinya, reksadana itu ada banyak jenisnya. Ada reksadana
saham, obligasi, campuran, pasar uang, terproteksi, dan reksadana indeks.

Kelebihan reksadana adalah bahwa Anda bisa menginvestasikan uang Anda tanpa
harus meluangkan waktu atau berpengalaman terlebih dahulu. Secara teoritis,
keuntungan investasi Anda pasti akan lebih tinggi jika Anda menyerahkannya kepada
profesional ketimbang jika Anda menginvestasikannya sendiri.

Instrumen alternatif

Selain tiga instrument utama itu, ada juga instrumen-instrumen alternatif, seperti
opsi, kontrak berjangka, valuta asing (valas), emas, properti, dan masih banyak lagi.
Tapi, jika Anda sedang mulai untuk berinvestasi, tak perlu terlalu pusing memikirkan
investasi-investasi alternatif itu. Sebab, meskipun memberikan keuntungan tinggi,
investasi-investasi itu biasanya memiliki risiko yang sangat tinggi. Hanya properti
dan emas yang risikonya relatif rendah. Selain itu, sebelum nyemplung ke
instrumen-instrumen itu, Anda juga harus memiliki ilmu yang memadai terlebih
dahulu. Jadi, jangan coba-coba cari masalah kalau belum siap.

15
Mengapa Perlu Investasi?

Setiap orang perlu berinvestasi karena nilai uang yang ia miliki akan selalu menyusut
tergerus inflasi. Nah, agar uang kita selalu berbiak, kita harus mencari instrumen-
instrumen investasi yang bisa mengalahkan inflasi itu. Karenanya, jangan berpuas diri
jika Anda hanya menempatkan duit Anda di deposito. Sebab, deposito sering tak bisa
mengalahkan inflasi.

Yang pertama, kita perlu melakukan investasi karena kita pasti memiliki kebutuhan-
kebutuhan (needs) maupun keinginan-keinginan (wants) yang jumlahnya sangat
banyak. Nah, sebagian kebutuhan atau keinginan itu tak akan bisa terpenuhi jika
kita hanya mengandalkan arus dana dari gaji saja. Kebutuhan atau keinginan inilah
yang sering disebut sebagai tujuan investasi.

Tujuan investasi ini bisa berupa hal yang sangat sederhana, tapi bisa juga hal yang
sangat muluk. Sebagai contoh, kita ambil tujuan yang tengah-tengah saja. Misalnya,
Anda ingin membeli sebuah mobil baru seharga Rp 100 juta. Jika gaji Anda sebulan
sekitar Rp 6 juta dan Anda hanya bisa menyisihkan dana Rp 1 juta per bulan, artinya
Anda membutuhkan waktu 100 bulan untuk bisa mengumpulkan Rp 100 juta.
Dengan menginvestasikan uang itu, misalnya di instrumen reksadana, mobil itu
kemungkinan besar akan terbeli lebih cepat. Soalnya, duit yang kita investasikan itu
tidak mandek, tapi terus berbiak.

Nah, agar investasi Anda lebih fokus, para perencana keuangan sering
menganjurkan agar Anda menetapkan tujuan investasi terlebih dahulu sebelum
benar-benar melakukan investasi. Tujuan investasi itu harus dirumuskan secara
jelas; termasuk juga jangka waktunya. Misalnya: "Saya ingin membeli rumah
seharga Rp 150 juta lima tahun lagi". Jika tujuan investasi sudah jelas, Anda tinggal
mencari instrumen investasi yang paling pas untuk mencapai tujuan investasi itu.

Selain karena ada tujuan investasi, yang kedua, kita juga perlu berinvestasi karena
duit kita selalu terpapar kepada inflasi. Selama ada inflasi atau kenaikan harga-
harga, nilai uang akan selalu merosot. Nah, agar nilai uang kita tidak tergerus inflasi,
kita harus melakukan investasi.

Idealnya tentu saja kita harus mencari instrumen investasi yang bisa memberikan
keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi. Dengan begitu, nilai uang
kita akan selalu tumbuh.

Karenanya, para pakar menilai deposito di bank tak masuk kategori investasi. Sebab,
setelah dipotong pajak, bunga deposito itu biasanya belum mampu menutup inflasi.
Ini berbeda dengan saham, obligasi, reksadana, atau properti yang sering bisa
mengalahkan inflasi.

16
Nilai Waktu Uang

Waktu adalah uang, time is money. Anda tentu sudah sering mendengar pepatah ini. Ya,
waktu memang berharga. Bahkan, faktor waktu juga bisa mempengaruhi nilai uang yang
kita miliki. Karena itulah muncul konsep nilai waktu uang atau time value of money.
Setiap investor mesti memahami konsep ini karena ia menjadi salah satu dasar dalam
investasi dan manajemen keuangan.

NILAI waktu uang atau time value of money adalah konsep yang menjabarkan
bahwa uang yang tersedia pada saat ini lebih berharga dibandingkan uang dalam
jumlah sama yang tersedia di masa yang akan datang. Soalnya, ada faktor bunga
yang bisa membuat uang yang telah kita terima menjadi berbiak. Dus, semakin
cepat uang itu kita terima, ia akan semakin berharga.

Karenanya, Anda harus hati-hati saat membandingkan nilai uang yang Anda terima
dalam waktu yang berbeda. Dalam hal ini, Anda harus memperhatikan faktor waktu
dan bunga.

Biar lebih jelas, mari kita ambil contoh. Mana yang lebih berharga uang Rp 1.000
yang Anda terima sekarang dan uang Rp 1.000 yang Anda terima tahun depan?
Berdasarkan konsep nilai waktu uang, tentu saja uang Rp 1.000 yang Anda terima
sekarang lebih berharga. Sebab, uang itu dapat menghasilkan bunga selama satu
tahun ke depan. Misalnya, Anda membiakkan uang itu di deposito yang memberikan
bunga 5% per tahun. Berarti tahun depan, uang Rp 1.000 itu sudah berkembang
menjadi Rp 1.050.

Tapi, bagaimana jika yang dibandingkan adalah uang Rp 1.000 yang diterima saat ini
dan uang Rp 1.050 yang diterima satu tahun lagi? Untuk membandingkan kedua
angka yang berbeda itu, kita harus mencari kesetaraan nilai uang itu pada waktu
yang sama. Kita bisa menggunakan waktu sekarang atau waktu satu tahun lagi. Jika
kita menggunakan waktu yang akan datang, berarti kita harus membungakan uang
yang diterima sekarang. Sebaliknya, jika kita menggunakan masa sekarang, kita
harus mendiskon atau memotong uang yang akan diterima setahun lagi
menggunakan faktor bunga. Tentu saja semuanya bergantung pada bunga yang
berlaku. Makin tinggi bunga, makin tinggi nilai uang Rp 1.000 di masa depan. Tapi,
makin tinggi bunga, makin rendah nilai Rp Rp 1.050 yang akan diterima satu tahun
mendatang.?

Untuk membandingkan nilai sejumlah uang yang kita terima saat ini dengan nilainya
jika kita terima di masa yang akan datang, kita harus mencermati tingkat bunga
yang berlaku di pasar. Semakin tinggi bunga, seperti bunga deposito perbankan,
nilai uang yang kita terima saat ini akan semakin berharga. Sebab, dengan bunga
yang tinggi, uang itu bisa berbiak lebih dengan cepat.

UNTUK menghitung nilai waktu uang (time value of money), ada dua konsep yang
sering dipergunakan. Yakni, konsep nilai tunai atau present value (PV) dan nilai di
masa mendatang atau future value (FV).Nah, berdasarkan dua konsep itu, kita bisa
menghitung nilai di masa mendatang dari sejumlah uang tunai saat ini. Tentu saja,
asumsinya, uang itu diinvestasikan atau didepositokan di bank dengan tingkat bunga
tertentu.

Misalnya, uang tunai senilai Rp 1.000 saat ini Anda simpan di bank dengan bunga
10% per tahun. Pada akhir tahun, uang itu akan berbiak menjadi Rp 1.100 [1.000 x
17
(1+10%)]. Nah, jika Rp 1.100 itu terus disimpan di dalam bank dalam beberapa
periode, ia akan terus bunga. Inilah yang disebut bunga majemuk (compound
interest). Nah, dalam menghitung nilai masa mendatang yang melibatkan investasi
dalam beberapa tahun itu, kita bisa menggunakan rumus: PV (1+i)n, Huruf n adalah
jumlah periode sedangkan huruf i adalah tingkat bunga tiap periode (dalam persen).

Selain itu, kita juga bisa menghitung nilai tunai sekarang dari sejumlah uang yang
akan diterima dalam suatu periode di masa yang akan datang. Misalkan, Anda akan
menerima Rp 1.100 satu tahun mendatang. Dengan bunga yang berlaku 10% per
tahun, artinya nilai Rp 1.100 itu, saat ini, akan bernilai Rp 1.000 [1.100/(1+10%].
Nah, jika perhitungan itu melibatkan periode yang lebih dari satu periode, rumusnya
menjadi: FV/(1+i)n. Dengan kata lain, present value adalah kebalikan dari future
value.

Dus, bilang tingkat bunga adalah 5% per tahun, Rp 1.000 saat ini akan setara nilainya
dengan Rp 1.050 yang kita terima setahun mendatang. Sebaliknya, nilai tunai Rp 1.050
yang kita terima satu tahun lagi, akan setara dengan uang Rp 1.000 yang kita terima di
saat ini. Artinya, jika bunga yang berlaku lebih dari 5%, Rp 1.000 yang kita terima saat
ini lebih tinggi Rp 1.050 yang kita terima satu tahun lagi.? 

Portofolio

Apa itu portofolio? Portofolio adalah gabungan atau kombinasi dari berbagai
instrumen atau aset investasi yang disusun untuk mencapai tujuan investasi
investor. Selain itu, kombinasi berbagai instrumen investasi itu juga menentukan
tinggi risiko dan potensi keuntungan yang diperoleh portofolio tersebut. Isi portofolio
itu bisa macam-macam; mulai dari properti, saham, instrumen pendapatan tetap
seperti obligasi, sampai duit tunai atau setara kas. Tapi, untuk saat ini, kita akan
fokus pada portofolio untuk aset investasi yang paling likuid yaitu: saham, instrumen
pendapatan tetap, dan kas atau setara kas.

Nah, secara garis besar, ada tiga jenis portofolio. Yang pertama portofolio
berdasarkan strategi investasi yang agresif. Ini adalah portofolio yang membidik
keuntungan tertinggi yang mungkin tercapai. Tentu saja, portofolio ini hanya cocok
untuk investor yang rela memikul risiko yang tinggi demi memperoleh keuntungan
yang setinggi-tingginya. Selain itu, kadang kala, jangka waktu investasinya juga
harus lama. Portofolio yang agresif ini biasanya memiliki porsi investasi yang besar
di instrumen saham.

Yang berikutnya adalah portofolio berdasarkan strategi investasi yang konservatif.


Portofolio ini mengutamakan keamanan. Karena itu, portofolio konservatif lebih
cocok untuk investor yang cenderung menghindari risiko dan memiliki horizon
investasi tak terlalu lama. Portofolio ini biasanya terutama berisi aset kas dan setara
kas atau instrumen pendapatan tetap yang berkualitas bagus. Tujuan utama
portofolio konservatif adalah mempertahankan nilai uang agar tak tergerus inflasi.
Terakhir adalah portofolio moderat. Portofolio ini paling pas untuk investor yang
memiliki horizon investasi cukup panjang plus profil risiko yang sedang. Dalam kasus
ini, investor biasanya mencari keseimbangan antara risiko dan keuntungan yang
dihasilkan portofolio tersebut. Umumnya, portofolio itu berisi 50%-55% saham,
35%-40% obligasi, serta 5%-10% kas dan setara kas. Nah, utuk mencari portofolio
yang paling cocok untuk Anda, terlebih dahulu Anda harus mengenali profil risiko dan
menentukan tujuan investasi Anda secara saksama.

18
EKONOMI

Inflasi dan Investasi

Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia, kita hanya perlu merogoh kocek sekitar Rp 2
juta untuk membeli sebuah sepeda motor baru. Tapi, kini harga sepeda motor baru
minimal sudah mencapai sekitar Rp 10 juta. Selain motor, harga rumah, mobil, minyak,
bensin, bahkan sampai harga nasi bungkus juga makin mahal. Ini fakta bahwa kita telah
mengalami inflasi yang sangat tinggi dalam 10 tahun terakhir.

Namun, apakah inflasi, apa yang memicu inflasi, dan apa dampaknya bagi investasi
kita? Definisi inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara terus-menerus.
Tingkat inflasi dinyatakan dalam persen setiap tahun. Jika inflasi meningkat, nilai
uang kita juga akan menyusut. Sebab, dengan jumlah uang yang sama kita hanya
mampu membeli produk atau jasa dalam jumlah yang semakin sedikit.

Jenis atau variasi inflasi sendiri ada beberapa. Yang pertama adalah deflasi. Ini
adalah lawan dari inflasi. Jadi, dalam deflasi, harga barang dan jasa justru turun.
Kedua, adalah hiperinflasi. Ini terjadi jika inflasi menyentuh angka yang sangat
tinggi. Hiperinflasi pernah terjadi di Jerman pada tahun 1923 ketika harga-harga
melonjak sampai 2.500% dalam sebulan.

Ketiga adalah stagflasi. Ini adalah kombinasi antara inflasi, pertumbuhan ekonomi
yang mandek, dan pengangguran yang tinggi. Banyak negara industri mengalami
stagflasi pada tahun 1970-an ketika kondisi ekonomi diperparah oleh kebijakan
OPEC menaikkan harga minyak. Saat ini, negara-negara maju berusaha menjaga
inflasi mereka di angka 2%-3%. Sementara, di negara-negara berkembang biasanya
tingkat inflasinya lebih tinggi.

Ada dua hal yang memicu inflasi itu. Yang pertama adalah peningkatan permintaan.
Inflasi semacam ini disebut juga demand-pull inflation. Dalam kondisi ini, harga
barang dan jasa meningkat karena permintaannya melonjak tinggi. Yang kedua,
biaya produksi (cost-push inflation). Pada saat biaya produksi perusahaan naik,
biasanya ia juga akan meningkatkan harga produknya. Biaya produksi itu bisa
mencakup gaji, pajak, harga bahan baku, dan lain-lain.?

Banyak orang yang mengatakan bahwa inflasi itu seperti hantu. Ia tak kelihatan tapi
mengancam semua orang. Tak hanya orang miskin, orang kaya pun akan terkena
dampak inflasi. Nilai uang yang mereka miliki akan sama-sama tergerus. Tapi, tentu
saja, daya tahan masing-masing orang untuk bisa memikul dampak inflasi berbeda-
beda. Orang miskin merasakan dampak paling pahit.

NAMUN, sebenarnya dampak inflasi juga bergantung pada jenis inflasinya, apakah
masyarakat sudah mengantisipasi inflasi itu atau belum.

Jika suatu inflasi sudah diantisipasi (anticipated inflation), kita bisa bisa siap-siap
untuk mengkompensasi inflasi itu. Misalnya, perbankan bisa mengubah bunganya
atau karyawan bisa melakukan negosiasi dengan perusahaan untuk memberikan
kenaikan gaji otomatis yang menyesuaikan dengan tingkat inflasi. Masalah menjadi
rumit jika inflasi itu datang tiba-tiba atau tak bisa diantisipasi (unanticipated
inflation).

19
Ambil contoh, pihak kreditur pasti akan rugi, sementara debitur atau pengutang
untung jika kreditur itu tak bisa mengantisipasi inflasi dengan tepat. Ketidakpastian
juga akan membuat perusahaan dan konsumen menunda konsumsinya. Ujung-
ujungnya, ekonomi dalam jangka panjang akan terganggu. Selain itu, daya beli
orang yang memiliki gaji tetap seperti pensiunan juga pasti akan merosot.

Namun demikian, jangan hanya melihat inflasi dari sudut pandang negatif. Sebab,
sebenarnya inflasi juga memberikan sinyal-sinyal positif tentang perekonomian suatu
negara. Sejatinya, adanya inflasi merupakan tanda bahwa ekonomi suatu negara
sedang tumbuh. Bahkan, dalam kondisi tertentu, inflasi yang terlalu rendah (atau
bahkan deflasi) sama buruknya dengan inflasi yang tinggi.

Inflasi yang rendah itu mungkin merupakan pertanda bahwa ekonomi sedang
melemah. Misalnya, inflasi yang rendah itu muncul karena tingkat produksi
perusahaan rendah atau konsumsi masyarakat melambat. Kesimpulannya, kita tak
bisa selalu mengatakan bahwa inflasi merupakan hal yang buruk.?

Memahami seluk-beluk investasi sangat penting bagi para investor. Sebab, inflasi
juga mempengaruhi nilai uang yang diinvestasikan oleh investor. Inflasi itu akan
menggerus keuntungan investasi para investor. Jadi, investor harus hati-hati
memilih produk investasi. Jika asal tubruk, alih-alih berbiak, dana yang ditanamkan
oleh investor justru terancam menyusut.

DAMPAK inflasi terhadap portofolio investasi Anda sangat bergantung pada jenis
instrumen investasi yang Anda miliki. Jika hanya berinvestasi di saham, Anda
mestinya tak perlu terlalu khawatir.

Pasalnya, dalam jangka panjang, pendapatan dan laba emiten saham akan tumbuh
mengikuti inflasi. Karenanya, dalam jangka panjang, inflasi juga akan membuat
harga saham selalu naik. Jadi, Anda tak perlu khawatir inflasi itu akan menggerus
investasi saham Anda. Namun, ada pengecualian, saat terjadi stagflasi. Kombinasi
ekonomi yang buruk dan peningkatan biaya produksi membuat kinerja perusahaan
itu juga memburuk.

Lain lagi ceritanya investor yang berinvestasi di instrumen pendapatan tetap. Mereka
ini justru akan mengalami dampak paling buruk dari inflasi. Ambil contoh, setahun
yang lalu, seorang investor menginvestasikan Rp 1 miliar dalam sebuah obligasi
yang memberikan imbal hasil 10% per tahun. Artinya, saat ini, nilai investasi
investor itu telah berkembang menjadi Rp 1,1 miliar.

Tapi, apakah keuntungan yang Rp 100 juta itu benar-benar riil?


Jawabannya tidak. Jika dalam setahun terakhir inflasi positif, nilai uang juga akan
menyusut, termasuk keuntungan investor itu. Karenanya, kita juga harus
memperhitungkan dampak inflasi. Jika inflasi satu tahun terakhir 6%, artinya
keuntungan riil investor itu
sebenarnya hanya 4%.

Contoh ini menunjukkan perbedaan antara bunga nominal dan bunga riil. Bunga nominal
adalah tingkat pertumbuhan jumlah uang Anda. Adapun bunga riil adalah pertumbuhan
riil dari daya beli Anda. Dengan kata lain, rumus bunga riil adalah: bunga nominal
dikurangi dengan inflasi. ?

20
KONSEP KEUANGAN

Apa Sih, Insider Trading itu?


 
Anda mungkin sering kali mendengar istilah insider trading di pasar saham. Apalagi,
beberapa waktu lalu muncul satu kasus yang membuat harga saham PT Perusahaan Gas
Negara Tbk (PGAS) tiba-tiba anjlok. Sebelumnya, harga saham berkode PGAS ini duduk
manis di harga Rp 9.650 per saham. Namun, dalam sehari, harga saham PGAS bisa
melorot tajam sebesar 23,32% sehingga menjadi Rp 7.400 per saham. Banyak para
pelaku pasar modal mengatakan bahwa anjloknya saham PGAS disebabkan oleh adanya
praktik insider trading. Nah, apa, sih, yang dimaksud dengan insider trading itu?

Jika kita membuka Undang-Undang Pasar Modal (UU No. 8 Tahun 1995), kita akan
menemukan aturan tentang perdagangan orang dalam atau insider trading ini dalam
pasal 95 sampai 99 dan pasal 104. Aturan ini melarang orang dalam perusahaan
publik yang memilik informasi orang dalam untuk membeli atau menjual saham
perusahaan itu atau perusahaan lain yang bertransaksi dengan perusahaan tersebut.
Orang dalam itu juga dilarang mempengaruhi pihak lain untuk menjual atau membeli
saham tersebut. Ia dilarang pula membocorkan informasi orang dalam itu kepada
pihak lain yang bisa menggunakannya untuk jual-beli saham tersebut.

Masih bingung? Ada dua istilah penting dalam rumusan ini, yakni "orang dalam" dan
"informasi orang dalam". Nah, yang termasuk kategori orang dalam misalnya
adalah: komisaris, direktur, pegawai perusahaan, dan pemegang saham utama
perusahaan. Selain itu, orang di luar perusahaan -- bisa profesional atau pegawai
perusahan lain yang jadi konsultan, kontraktor, pemasok -- juga merupakan orang
dalam.

Adapun informasi orang dalam adalah informasi material tentang perusahaan yang
belum diumumkan kepada publik. Sampai di sini, kita bisa menyimpulkan bahwa
transaksi orang dalam atau insider trading adalah transaksi saham yang didasari
informasi penting tentang perusahaan yang masih rahasia. Transaksi itu bisa
dilakukan oleh orang dalam perusahaan maupun pihak luar.

Kembali kasus PGAS, banyak pengamat menduga ada pihak-pihak yang menjual
saham PGAS karena memperoleh informasi negatif yang material dari orang dalam
PGAS. Informasi ini tak lain adalah penundaan penyelesaian proyek pipanisasi jalur
Sumatra Selatan-Jawa Barat (SSWJ). Manajemen PGAS baru mengumumkan
penundaan itu setelah sahamnya anjlok.

Nah, transaksi seperti ini jelas bisa merugikan investor publik lainnya. Karenanya, UU
Pasar Modal memasang sanksi yang berat bagi pihak-pihak yang melakukan insider
trading. Hukumannya bisa berupa penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak
sebesar Rp 15 miliar.
Sayang, hingga kini, kasus insider trading yang muncul di bursa saham kita lebih sering
menguap daripada bisa tuntas. Dan, sampai sekarang, rasanya belum ada pihak-pihak
yang dipenjara karena telah melakukan transaksi haram insider trading ini.

21
Efek Kalender
 
Selain kinerja emiten, rumor, sentimen, dan kondisi ekonomi, kepercayaan investor atas
siklus peristiwa di pasar saham juga bisa mempengaruhi pergerakan harga saham. Ada
teori yang mengatakan bahwa pada hari atau bulan tertentu dalam setiap tahun, harga
saham akan cenderung bergerak lebih fluktuatif. Teori ini disebut efek kalender
(calendar effect).

EFEK kalender (calendar effect) ini bisa menjadi peluang atau ancaman buat
investor. Sebagian teori-teori itu tidak memiliki bukti yang cukup. Tapi, ada pula
data-data statistik yang mampu membuat para investor saham mempercayainya.
Ada beberapa teori yang masuk kategori efek kalender ini. Di antaranya efek Senin
(Monday effect), efek akhir pekan (weekend effect), efek Oktober (October effect),
efek liburan (holiday effect), dan efek Januari (January effect).

Teori efek Senin mengatakan bahwa pergerakan bursa saham pada hari Senin akan
mengikuti tren pada hari Jumat pekan sebelumnya. Karenanya, jika indeks saham
menguat pada hari Jumat, ia akan melanjutkan penguatannya di hari Senin pekan
berikutnya. Beberapa studi telah membuktikan teori ini. Tapi, hingga kini, tidak ada
yang bisa menerangkan mengapa efek Senin bisa terjadi.

Tapi, ada efek akhir pekan atau weekend effect yang agak berlawanan dengan teori
pertama tadi. Teori ini bilang bahwa keuntungan saham di hari Senin akan lebih
rendah dibandingkan keuntungan pada hari Jumat pekan sebelumnya.

Efek akhir pekan ini sering terjadi. Beberapa pengamat lantas berusaha memberikan
penjelasan tentang perilaku bursa saham ini. Salah satunya, perusahaan-perusahaan
cenderung mengumumkan kabar buruk setelah pasar tutup pada hari Jumat.
Tujuannya adalah untuk meredam dampak kabar buruk itu pada harga sahamnya di
bursa. Akibatnya, ketika pasar dibuka pada hari senin, penguatan indeks akan
tertahan, atau bahkan turun.

Ada beberapa teori yang masuk kategori efek kalender atau calendar effect. Di
antaranya adalah efek Senin (Monday effect), efek akhir pekan (weekend effect),
efek Oktober (Oktober effect), efek liburan ( holiday effect), dan efek Januari
(January effect). Tapi, tak semua teori-teori tersebut benar-benar terjadi atau
terbukti. Berikut merupakan penjelasan mengenai efek Oktober atau October effect.

Efek Oktober adalah teori yang mengatakan bahwa indeks bursa saham akan
cenderung turun pada bulan Oktober. Dasarnya, sebagian investor akan merasa
cemas pada bulan Oktober karena di masa lalu peristiwa kehancuran pasar saham
selalu terjadi pada bulan ini. Sebut saja peristiwa Black Monday, Black Tuesday, dan
Black Thursday yang semuanya terjadi pada bulan Oktober 1929. Peristiwa itu
kemudian diikuti oleh depresi ekonomi hebat di seluruh dunia (Great Depression).

Selain itu, pada tanggal 19 Oktober 1987, bursa saham juga mengalami kehancuran
(great crash). Waktu itu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di Amerika
Serikat (AS) longsor 22,6% dalam satu hari.
Namun, saat ini, momok efek Oktober itu sudah mulai memudar. Teori itu hanya
memberikan efek psikologis kepada sebagian kecil investor saja. Sementara,
peristiwa riilnya sendiri sudah sangat jarang terjadi.

22
Contoh yang paling jelas adalah yang terjadi pada bulan Oktober 2007 ini. Alih-alih
melemah, bursa saham di dunia justru sedang bergairah. Indeks DJIA menguat,
sementara indeks S&P 500 telah menembus rekor baru. Di Indonesia, indeks harga
saham gabungan (IHSG) juga sudah menembus angka keramat 2.500.

Hal yang serupa juga terjadi pada teori efek Januari atau January effect. Sejatinya, teori
ini bilang bahwa harga saham-saham akan cenderung meningkat pada bulan Januari. Ini
terjadi karena investor akan cenderung memburu saham-saham yang harganya telah jatuh
pada akhir Desember tahun sebelumnya. Kejatuhan harga-harga saham di akhir tahun itu
sendiri terjadi karena para investor menjual saham-sahamnya demi membukukan
kerugian dan mengurangi kewajiban pajak. Namun, saat ini, peristiwa itu sudah jarang
terjadi karena para investor telah melakukan penyesuaian.

 
Green Fund

Di zaman sekarang, makin banyak orang yang peduli terhadap lingkungan. Karena
itu, para manajer investasi (MI) di seluruh dunia mulai merilis produk reksadana
baru bertajuk green fund atau reksadana sosial. Produk ini tak hanya menawarkan
keuntungan semata.

Seuai dengan namanya, green fund adalah produk reksadana atau produk investasi
lainnya yang hanya akan berinvestasi pada surat-surat berharga terbitan
perusahaan-perusahaan yang ramah lingkungan. Secara umum, ada dua strategi
utama yang bisa ditempuh oleh reksadana sosial ini.

Yang pertama adalah adalah strategi yang menghindari surat berharga terbitan
perusahaan-perusahaan yang masuk dalam kategori negatif. Misalnya, perusahaan
pembuat senjata, alkohol, perusahaan judi, perusahaan pornografi, dan seterusnya.
Yang kedua, ada pula reksadana yang menerapkan strategi memilih surat-surat
berharga perusahaan yang ramah lingkungan. Contohnya, perusahaan yang
memakai energi alternatif, menerapkan pengelolaan limbah, dan lain-lain.

Di Indonesia, salah satu manajer investasi yang gencar menjajakan produk green
fund ini adalah PT Bahana TCW Investment Management. Bahana TCW mengelola
empat produk reksadana sosial. Salah satunya adalah reksadana Kehati Lestari.
Untuk memenuhi kriteria green fund, Kehati Lestari menginvestasikan 70% dananya
di surat berharga perusahaan-perusahaan yang ramah lingkungan. Yayasan Kehati
Lestari akan menjadi lembaga yang menentukan kriteria-kriteria perusahaan yang
ramah lingkungan tersebut.

Selain itu, reksadana ini juga akan menyumbangkan sebagian keuntungan (return)
investasi untuk program pelestarian lingkungan. Dalam hal ini, Bahana TCW akan
bekerjasama dengan Yayasan Kehati Lestari.
Sayang, hingga saat ini, belum ada cukup bukti bahwa reksadana sosial atau green
fund ini bisa menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dibanding jenis reksadana
lain.

23
Mengenal Beta  

Siapa pun pasti sepakat bahwa berinvestasi di saham bukan merupakan hal yang
mudah. Selain butuh dana besar, instrumen investasi yang satu ini bisa bikin jantung
deg-degan. Pasalnya, harga saham memiliki tingkat fluktuasi yang sangat tinggi.
Tapi, jangan takut dulu. Investor sebenarnya memiliki satu instrumen yang bisa
membantu mengukur tingkat risiko investasinya. Namanya adalah beta.
Khalayak awam mungkin asing dengan istilah yang satu ini. Maklum, beta memang
merupakan hasil dari hitungan analisis regresi yang cukup rumit. Dus, hitungan yang
satu ini lazimnya hanya dikuasai oleh para analis-analis saham.

Meski demikian, seorang investor perlu memahami beta. Sebab, beta bisa
membantu investor untuk memilih saham yang sesuai dengan profil risikonya.Secara
sederhana, angka beta menunjukkan korelasi antara pergerakan harga satu saham
dengan pergerakan pasar secara keseluruhan. Ukuran pergerakan pasar di sini
adalah indeks. Jadi, di Indonesia, kita menggunakan acuan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG). Bila beta suatu saham adalah 1, artinya harga saham itu
bergerak sama persis dengan pergerakan IHSG. Jika IHSG naik 10%, harga saham
itu juga akan naik 10%. Sebaliknya, jika indeks turun 10%, harganya juga turun
10%.

Sementara, bila beta suatu saham di bawah 1, berarti fluktuasi harga saham itu
lebih rendah dibanding dengan fluktuasi IHSG. Kondisi sebaliknya berlaku bila beta
suatu saham di atas 1. Contoh konkretnya, kalau suatu saham memiliki beta 1,2,
berarti tingkat fluktuasinya 20% di atas indeks. Bila IHSG naik 10%, harganya bisa
naik 12%. Tapi, risiko saham seperti ini juga tinggi. Sebab harganya juga bisa turun
lebih dalam dibandingkan penurunan IHSG.

Berdasarkan data Bloomberg, saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk memiliki Beta


1,1 dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) 1,29. Sementara, yang beta-nya di bawah 1
misalnya saham PT Bumi Resources Tbk (0,89) dan PT Unilever Indonesia Tbk (0,83).
Untuk mengetahui beta saham-saham yang ada di BEJ, Anda bisa menghubungi broker
Anda. 

Panic Selling

Sebagian investor ritel pasar modal di seluruh dunia masih cenderung menjadi
pengekor atau follower. Mereka akan mengikuti langkah investasi para bandar-
bandar besar. Akibatnya, ketika para bandar melepas aset-asetnya, investor menjadi
panik. Gulungan kepanikan ini bisa memicu penjualan massal atau panic selling.

Panic selling adalah penjualan surat berharga -misalnya saham- secara besar-
besaran yang terjadi di pasar modal. Akibatnya, harga surat berharga akan longsor
sangat dalam.

Dalam peristiwa panik jual yang terjadi tiba-tiba, para investor biasanya berlomba-
lomba keluar dari pasar paling cepat. Akibatnya, mereka tidak memperhatikan harga
jual surat-surat berharga yang mereka miliki. Masalah utamanya, dalam panic
selling, investor lebih banyak membuat keputusan investasi berdasarkan emosi dan
rasa takut. Jadi, mereka tidak menghitung lagi faktor-faktor fundamental yang lebih
mendasar.

24
Pemicu panic selling bisa bermacam-macam. Yang paling sering, panic selling terjadi
karena sebuah berita buruk muncul secara tiba-tiba di pasar. Misalnya, berita
tentang perlambatan ekonomi, kredit macet yang sangat besar, kinerja perusahaan
besar yang buruk, dan seterusnya. Contoh yang paling gres adalah berita tentang
maraknya kredit macet perumahan berisiko tinggi (subprime mortgage) di Amerika
Serikat (AS) baru-baru ini. Berita ini membuat pelaku pasar sangat sensitif. Ketika
investor besar menjual surat berharganya, investor kecil yang lebih cenderung ikut-
ikutan (follower) langsung panik dan ikut melepas investasinya.

Dalam kasus yang paling parah, panic selling itu bisa membuat pasar modal hancur
(crash). Salah satu contoh paling tragis adalah peristiwa Black Monday yang terjadi
pada 19 Oktober 1987. Pada waktu itu, akibat panic selling, indeks Dow Jones
Industrial Average (DJIA) di bursa New York atau New York Stock Exchange (NYSE)
rontok 22% dalam sehari. Peristiwa ini memicu indeks-indeks bursa saham di
seluruh dunia ikut terseret longsor. Pada akhir bulan, indeks-indeks bursa besar
dunia telah turun 20%. Untuk mengantisipasi peristiwa ini, bursa-bursa dunia telah
menerapkan aturan-aturan untuk membatasi dampak panic selling. Misalnya, mereka
menetapkan batasan maksimal perubahan harga saham. Ini mirip sekering yang bisa
mencegah kebakaran saat ada korsleting listrik

 
Teori Kecoak (Cokcroach Theory)
 
Dalam kondisi pasar modal yang tidak stabil seperti saat ini, para investor harus ekstra
hati-hati. Anda harus mencermati setiap berita-berita baru yang bisa mempengaruhi
pergerakan pasar modal. Jika tiba-tiba muncul berita buruk tentang satu perusahaan atau
satu sektor, investor mesti waspada. Sebab, seringkali, berita buruk itu akan dikuti oleh
berita-berita buruk dari perusahaan atau sektor-sektor lain.

DALAM ranah pasar modal, ada teori terkenal yang disebut teori kecoak (cokcroach
theory). Menurut teori ini, ketika satu perusahaan mengumumkan kabar buruk ke
publik, biasanya akan ada kabar-kabar buruk lainnya mengikutinya. Kabar-kabar
negatif itu bisa berasal dari perusahaan-perusahaan publik di sektor yang sama atau
sektor yang berlainan.

Mengapa kecoak? Pertama, kecoak adalah serangga yang menyebalkan, sama


dengan berita-berita buruk itu. Kedua, umumnya, kecoak tidak pernah sendirian. Ia
pergi secara berkelompok. Jika kita melihat ada satu kecoak, biasanya tak lama
kemudian kita juga akan melihat kecoak-kecoak lain yang sebelumnya masih
bersembunyi. Ada banyak contoh kejadian di pasar modal yang membuktikan teori
kecoak ini. Yang terbaru adalah krisis kredit perumahan berisiko tinggi (KPR
subprime) yang melanda Amerika Serikat baru-baru ini.

Pada bulan Februari 2007 lalu, untuk pertama kalinya, muncul kabar bahwa penyalur
KPR subprime New Century Financial Corporation kesulitan likuiditas. Sebab, kian
banyak peminjam KPR subprime yang gagal bayar (default), dan kerugian New
Century pun langsung meningkat.

Tak lama kemudian, penyalur-penyalur KPR subprime lain seperti Bear Stearns dan
Countrywide juga mengumumkan masalah serupa. Ujungnya, pasar KPR subprime AS
benar-benar meleleh dan mengguncang pasar keuangan dunia

25
Teori Random Walk di Pasar Saham

Investor memiliki banyak pilihan strategi di pasar saham. Salah satunya, investor bisa
membeli saham dan mengempitnya dalam jangka panjang. Adalah teori random walk
yang mengajarkan strategi ini. Menurut teori ini, investor akan lebih untung jika ia
berinvestasi di saham tertentu untuk jangka panjang. Dengan begitu, investor terhindar
dari risiko fluktuasi harga jangka pendek yang tak terduga.

TEORI random walk atau disebut juga random walk hypothesis muncul tahun 1973.
Saat itu, Burton G.Malkiel, dosen ekonomi Universitas Princeton, menulis buku
bertajuk A Random Walk Down Wall Street. Random walk adalah teori pasar saham
yang mengatakan bahwa harga saham di masa lampau serta arah harga saham atau
pasar secara keseluruhan tidak bisa dipakai sebagai alat untuk meramal pergerakan
harga saham di masa mendatang. Sebab, harga saham bergerak secara acak
(random) dan tak bisa diprediksi. Peluangnya untuk naik sama dengan peluangnya
untuk turun. Tapi, jangka panjang, harga saham akan cenderung meningkat.

Pengikut teori ini percaya bahwa investor tak mungkin menebak arah harga dengan
tepat. Karenanya, analisis fundamental maupun teknikal sebenarnya tak ada
gunanya. Karenanya, Malkiel bilang bahwa membeli saham dan menyimpannya
dalam jangka panjang adalah strategi paling tepat untuk investor individu. Jangan
mencoba mengalahkan pasar. Ia kemudian menunjukkan bahwa sebagian besar
reksadana di Amerika gagal mengalahkan acuan indeks S&P.

Kini, masih banyak investor yang mengikuti strategi Malkiel. Tapi, investor lain bilang
bahwa kondisi pasar saham saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan saat Malkiel
menulis buku sekitar 30 tahun lalu. Saat ini, investor memiliki banyak akses terhadap
berita pasar dan harga saham. Karenanya, investor memiliki semakin banyak alat untuk
melakukan prediksi. Terserah, Anda percaya dengan pendapat yang mana. Tapi, jika
Anda pengikut Malkiel, barangkali, saat ini adalah saat tepat untuk beli saham. Mumpung
harganya murah. 

Window Dressing
 
Memasuki akhir tahun dan menjelang tahun baru, mal-mal biasanya sibuk menghias
kaca-kaca jendela mereka (window dressing) dengan aneka ragam hiasan. Tujuannya,
tentu saja, adalah untuk memikat pembeli sebanyak-banyaknya. Fenomena window
dressing seperti ini juga sering terjadi di dunia keuangan. Manajer investasi melakukan
window dressing menjelang pelaporan kinerja mereka.

SEPERTI kita tahu, umumnya, para manajer investasi (fund manager) yang memiliki
produk reksadana secara rutin akan menyampaikan laporan hasil pengelolaan
reksadananya kepada para investor. Dalam laporan yang dirilis tiap akhir triwulan
atau akhir tahun ini, manajer investasi akan merinci surat-surat berharga yang ada
di dalam portofolio investasi reksadana tersebut.

Nah, saat pelaporan ini, sebagian manajer investasi tak jarang melakukan praktik
window dressing. Mirip dengan fenomena mal-mal yang berhias menjelang tahu baru
tadi, para manajer investasi juga "mendandani" laporannya agar terlihat memikat.
Caranya, mereka akan menjual surat-surat berharga yang harganya hancur dan

26
kemudian membeli surat berharga yang harganya sedang melejit dan menjadi
pembicaraan di pasar.

Dengan strategi seperti ini, manajer investasi bisa menyembunyikan kegagalan-


kegagalan investasinya. Maklum, di dalam laporan kepada investor, yang tampil
adalah portofolio yang berisi surat-surat berharga ngetop tadi. Dus, laporan manajer
investasi kepada para investor akan terlihat cantik. Ujungnya, selain memuaskan
investor lama, laporan seperti itu juga bisa memikat investor baru.

Karena aksi window dressing itu dilakukan oleh banyak manajer investasi, biasanya
harga surat-surat berharga tertentu -seperti saham- akan cenderung meningkat
menjelang akhir periode triwulan atau akhir tahun. Jika jeli, ini bisa menjadi peluang
bagi investor untuk memetik keuntungan.

Aksi window dressing yang dilakukan oleh para manajer investasi bisa
menguntungkan dan sekaligus merugikan investor pasar modal. Investor yang
berinvestasi langsung bisa memanfaatkan momen menjelang akhir periode
pelaporan itu untuk menjaring keuntungan jangka pendek. Tapi, investor reksadana
justru bisa tertipu.

INVESTOR yang berinvestasi langsung di surat berharga seperti saham atau obligasi
memang bisa memanfaatkan dampak window dressing untuk memetik keuntungan.
Pasalnya, aksi perburuan yang dilakukan oleh para manajer investasi menjelang
pelaporan portofolio akan membuat harga beberapa saham atau obligasi melejit.
Nah, investor yang jeli bisa mendompleng membeli saham-saham atau obligasi-
obligasi itu dan menjualnya kembali sebelum harganya turun.

Namun, dampak bagi investor reksadana sendiri justru tak terlalu baik. Window
dressing atau aksi permak laporan portofolio reksadana yang dilakukan para manajer
investasi membuat para investor memperoleh informasi yang keliru tentang
reksadana yang dimilikinya. Laporan portofolio reksadana yang mereka terima
memang terlihat cantik. Reksadana itu berinvestasi di instrumen-instrumen investasi
yang ngetop. Kalau saham, ya, pasti saham-saham unggulan; bukan saham
gorengan.

Padahal, barang-barang premium itu mungkin hanya akan mejeng sementara saja di
laporan itu. Sebab, sangat mungkin, manajer investasi akan menjual kembali aset-
aset itu setelah masa pelaporan portofolio selesai. Karenanya, ketika menerima
laporan reksadana, investor mesti lebih "cerewet". Misalnya, ia bisa menanyakan
jangka waktu kepemilikan aset-aset yang ada di laporan itu.

Oh, ya, para emiten saham juga bisa melakukan window dressing. Misalnya, ia
menggenjot penjualan sebelum laporan. Tapi, sebagian besar penjualan itu ternyata
masih berupa piutang.

27
II. JENIS-JENIS INVESTASI

EMAS

Tak salah jika orang menyebut emas sebagai logam mulia. Selain rupanya nan elok,
lonjakan harga logam yang satu ini juga bisa mendatangkan keuntungan berlipat-lipat
bagi pemiliknya. Karena itulah, sejak zaman dahulu kala, banyak orang menggunakan
emas sebagai salah satu alat untuk membiakkan duit mereka. Cuma, agar keuntungannya
menjadi lebih maksimal, investor juga perlu mempelajari seluk-beluk investasi emas.
Sebab, selain pilihan bentuk investasinya banyak, investasi emas juga butuh strategi
khusus.

Di Indonesia, emas telah menjadi salah satu instrumen investasi favorit sepanjang
masa. Maklum, secara umum, strategi berinvestasi emas juga sangat gampang.
Investor tinggal membeli emas saat harganya murah dan menjualnya kembali saat
harganya tinggi.

Nah, ada beberapa pilihan bentuk investasi emas yang bisa dimanfaatkan investor di
Indonesia. Cara yang paling lazim adalah dengan membeli dan menyimpan
perhiasan emas. Perhiasan ini bisa berupa kalung, cincin, giwang, anting-anting, dan
seterusnya.

Kebetulan, perhiasan emas dengan mudah bisa dibeli di toko-toko perhiasan, mulai
yang ada di pasar tradisional hingga ke toko perhiasan kelas modern. Bahkan, setiap
kota besar di Indonesia biasanya memiliki pusat jual-beli emas sendiri-sendiri.

Investasi di dalam perhiasan emas juga memiliki kelebihan tersendiri. Sebab selain
bisa menjadi alat investasi, perhiasan itu juga sekaligus bisa dipakai sebagai aksesori
sehari-hari. Jadi, wajah makin cantik, dompet juga makin ciamik.

Tapi, menurut para pakar investasi, perhiasan emas sebenarnya tak terlalu cocok
untuk investasi. Soalnya, ketika membeli perhiasan tersebut investor akan dikenai
ongkos pembuatan. Maklum, untuk membuat perhiasan emas menjadi sedemikian
elok perlu keahlian khusus.

Sementara, ketika menjualnya kembali ongkos itu tidak dihitung. Padahal, ongkos
pembuatan itu bisa mencapai sekitar 20% dari harga suatu perhiasan. Jadi, misalnya
Anda membeli gelang emas dan menjualnya lagi di hari yang sama, harga perhiasan
itu paling tinggal sekitar 80%-nya. Ini membuat harga jual kembali perhiasan emas
menjadi yang paling rendah dibandingkan dengan bentuk-bentuk investasi emas
lainnya.

Dus, kalau mau untung, kenaikan harga perhiasan emas tersebut harus lebih tinggi
dari ongkos pembuatannya. Kalau harga perhiasan emas belum bagus, tapi sedang
butuh duit bagaimana? Jangan memaksakan untuk menjualnya. Anda bisa
menempuh jalan darurat untuk memperoleh dana sambil menunggu harga emas
kembali membaik. Misalnya, dengan menggadaikan perhiasan itu.

Nah, agar tak melewatkan momen saat harga perhiasan emas melonjak tinggi, Anda
harus rajin-rajin menanyakan perkembangan harga emas ke toko emas langganan
Anda. Ada satu risiko tambahan untuk investor yang memilih berinvestasi di
perhiasan emas, yaitu risiko hilang. Ya, investor harus benar-benar cermat dalam
28
menyimpan perhiasan emasnya. Selain bisa terselip, perhiasan emas juga rawan
pencurian. Jika perhiasan itu sampai hilang, hilanglah seluruh investasi Anda. ?

Selain perhiasan, investor juga bisa berinvestasi emas melalui produk koin-koin
emas. Ada koin emas bikinan luar negeri, ada pula koin emas lokal. Di Indonesia,
salah satu institusi yang memproduksi koin-koin emas itu adalah divisi peleburan
logam mulia Aneka Tambang (Antam). Namun, investor juga mesti hati-hati. Sebab,
di beberapa kasus koin emas ini sering menjadi media money game.

Selain perhiasan, pilihan investasi emas lainnya adalah dalam bentuk koin emas. Ini
adalah koin-koin emas yang dibuat untuk mengenang peristiwa atau tokoh penting
tertentu. Untuk membelinya, Anda bisa mengunjungi toko-toko emas yang agak
besar. Ada koin bikinan Amerika, Inggris, dan Indonesia. Berat koinnya bermacam-
macam, mulai dari 1 gram sampai sekitar 33,4 gram atau lebih.

Khusus di Indonesia, koin emas itu biasanya dibuat oleh divisi peleburan logam
mulia PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Asal tahu saja, Antam yang merupakan
perusahaan pemerintah ini merupakan salah satu produsen emas terbesar di
Indonesia.

Antam memiliki produk koin standar atau koin polos. Ukurannya sekitar 1 gram
sampai 10 gram. Selain itu, divisi logam mulia Antam juga telah mengeluarkan
berbagai seri koin eksklusif. Salah satu yang paling populer adalah koin simbol tahun
berdasarkan kalender China, seperti tahun kuda, tahun naga, dan lain-lain. Selain itu
Antam juga mengeluarkan seri badak, rumah Toraja, orang utan, dan seri kaligrafi.
Cuma, ketika kita membeli koin-koin ini biasanya Antam akan memungut biaya
pembuatan tambahan yang terpisah dari harganya.

Beberapa waktu lalu, Pegadaian juga pernah mengeluarkan koin ONH dengan ukuran
5 gram dan 10 gram. Tapi, koin ini tak terlalu diminati karena ketika membelinya,
investor, harus membayar PPN sebesar 10%. Pegadaian pun menghentikan
pembuatannya.

Nah, jika berminat, Anda tinggal membeli koin-koin emas itu. Patokan harga emas
yang dipakai biasanya adalah harga di London Metal Exchange (LME). Tapi, di
Indonesia, Anda juga bisa mengecek harga emas keluaran Antam melalui situs
internet www.logammulia.com.?

Investasi dalam emas batangan mungkin memang membutuhkan modal awal yang
lebih besar jika dibandingkan investasi di perhiasan atau koin. Namun, emas
batangan merupakan bentuk investasi emas yang paling ideal. Selain investor tak
terkena biaya pembuatan, emas batangan juga tak mengenal penyusutan. Hanya,
hati-hati dengan risiko perubahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Investasi emas yang paling tepat adalah dalam bentuk emas batangan atau emas
lantakan. Sebab, kandungan nilainya tertinggi dan tak mengenal penyusutan nilai.

Selain itu, jika membeli emas batangan, investor juga tidak terkena biaya
pembuatan. Karena itu, investor juga tak perlu khawatir keuntungannya bakal
terpangkas oleh biaya pembuatan tersebut.

Di Indonesia, lagi-lagi, yang memproduksi emas batangan adalah PT Aneka


Tambang Tbk (Antam) melalui divisi peleburan logam mulianya. Emas lantakan
bikinan Antam ini terjamin keasliannya karena ia memiliki sertifikat dari London

29
Bullion Market Association (LBMA) yang berbasis di London. Karena itu, saat
membeli emas ini, jangan lupa untuk meminta sertifikat keasliannya.

Di mana membelinya? Anda bisa datang langsung ke kantor divisi logam mulai
Aneka Tambang atau toko-toko emas yang besar. Cuma, untuk berinvestasi di emas
batangan ini, investor mesti menyediakan dana yang lebih besar jika dibandingkan
investasi di koin maupun perhiasan. Sebab, ukuran berat emas batangan jauh lebih
besar jika dibandingkan alat investasi emas lainnya.

Saat ini, emas lantakan yang tersedia memiliki berat 25 gram (gr), 50 gr, 100 gr,
dan 1 kg. Dengan harga emas batangan Antam kemarin ( 19/7) yang Rp 194.250
per gram, artinya investor minimal harus menyediakan dana sebesar Rp 4,9 juta.
Semakin berat ukuran emas batangannya, semakin besar pula modal yang harus
disediakan. Strategi investasinya sama saja: beli saat murah, jual ketika mahal.
Patokan harga emas yang umum dipakai adalah harga emas di London Metal
Exchange (LME).

Tapi, hati-hati; harga yang ada di LME dinyatakan dalam dolar. Sementara, Anda
berinvestasi di Indonesia dengan harga dalam rupiah. Karena itu, dalam rupiah, harga
emas juga sangat bergantung pada pergerakan kurs rupiah dolar. Dalam dolar boleh saja
harga emas meningkat; tapi jika di saat yang sama kurs rupiah juga menguat tinggi
terhadap dolar, peningkatan itu mungkin tak akan terlalu besar dalam mata uang rupiah. ?

Seluk-Beluk Option
 
Saat ini, sebagian investor pasar modal cenderung berinvestasi di reksadana, saham, dan
obligasi. Namun, selain instrumen ini sebenarnya ada instrumen investasi lain yang
disebut option atau opsi. Produk ini membuat investor bisa menyesuaikan investasi
dengan perubahan pasar. Tapi, karena produk ini rumit dan memiliki risiko tinggi,
investor cenderung melupakannya.

Secara sederhana, option atau opsi adalah suatu kontrak yang memberikan hak, tapi
bukan kewajiban, kepada pembeli untuk membeli atau menjual suatu aset. Harga
beli atau penjualan aset ini sudah ditentukan. Harganya juga sudah disepakati di
awal. Produk opsi, seperti halnya saham atau obligasi, merupakan surat berharga.
Tapi, ia biasanya juga berwujud kontrak yang mengikat.

Masih bingung? Bentuk kontrak opsi ini sebenarnya bisa terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Ambil contoh, Anda menemukan rumah dan ingin membelinya.
Sayangnya, Anda belum akan memiliki dana untuk membelinya sampai tiga bulan
lagi. Karena itu, Anda berbicara dengan pemiliknya dan bernegosiasi.

Anda meminta agar Anda diberi pilihan atau opsi membeli rumah itu dalam tiga
bulan mendatang dengan harga Rp 200 juta. Si pemilik setuju dengan opsi ini, tapi
Anda harus membayar harga opsi itu sebesar Rp 3 juta.

Selanjutnya, ada dua skenario yang terjadi. Ternyata, rumah tersebut adalah tempat
lahirnya seorang artis legendaris. Sebagai akibatnya, nilai pasar rumah itu melejit
hingga Rp 1 miliar. Karena pemiliknya telah menjual opsi kepada Anda, ia wajib
menjual rumah itu kepada Anda dengan harga Rp 200 juta. Pada akhirnya, Anda
bisa untung Rp 797 juta.
30
Skenario yang kedua, Anda ternyata kemudian menemukan bahwa kualitas
bangunan rumah itu sangat buruk. Selain itu, kamar utama rumah itu juga menjadi
tempat bersemayam hantu "Suster Ngesot". Rumah itu juga jadi sarang tikus.
Alhasil, kini, Anda menilai bahwa rumah ini tak layak dibeli. Tapi, karena Anda
membeli opsi, Anda tidak wajib membeli rumah itu. Dengan kata lain, Anda tak perlu
melanjutkan transaksinya. Tapi, sebagai konsekuensinya, Anda tetap akan merugi
Rp 3 juta yang merupakan harga opsi itu.

Contoh ini kembali menegaskan bahwa ketika membeli opsi, Anda memilik hak tapi
tak wajib melakukan sesuatu. Setiap saat, Anda juga bisa membiarkan waktu
tenggatnya lewat agar opsi itu tak berlaku lagi. Tapi, Anda akan merugi sebesar
harga opsi itu.?

Ada dua pihak utama dalam transaksi option atau opsi, yakni pihak penerbit dan
pihak pembeli opsi. Ketika Anda membeli opsi, Anda memiliki hak -- tapi bukan
kewajiban -- untuk melakukan sesuatu. Adapun pihak penerbit atau penjual opsi
harus melakukan kewajiban yang tercantum dalam kontrak opsi tersebut.

Dalam ranah investasi, produk option atau opsi masuk dalam kategori produk
turunan atau produk derivatif. Sebab, opsi sebenarnya hanya sebuah kontrak yang
berisi perjanjian transaksi sebuah aset. Opsi ini memiliki harga karena ada aset lain
(underliying asset) yang lebih utama. Umumnya, aset dasar opsi ini berupa saham
dan indeks.

Jenis opsi sendiri ada dua, yaitu call option dan put option. Call option memberikan
hak kepada pemegangnya untuk membeli suatu aset di harga tertentu, pada periode
yang telah ditetapkan. Pembeli call option ini umumnya berharap agar harga aset
tersebut meningkat sebelum tanggal kedaluwarsa opsi itu.

Adapun put option memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjual suatu aset
pada harga tertentu dan dalam periode tertentu. Pembeli put option biasanya
mengharapkan harga aset itu akan turun sebelum tanggal berlakunya opsi itu habis.

Karena itulah, pihak yang berpartisipasi dalam pasar option itu juga ada empat,
bergantung pada posisi mereka masing-masing. Mereka adalah pembeli call, penjual
call, pembeli put, dan penjual put.

Orang yang membeli opsi disebut holder; dan mereka yang menjual opsi lazim
disebut writer. Sementara, pembeli sering disebut memiliki posisi long dan penjual
opsi disebut memiliki posisi short.

Ada perbedaan utama antara pihak penjual dan pembeli opsi. Pembeli opsi call dan
put tidak memiliki kewajiban untuk membeli atau menjual suatu aset. Mereka
memiliki pilihan untuk mengambil (exercise) haknya atau tidak mengambilnya.
Adapun penjual opsi call dan put wajib membeli atau menjual suatu aset jika pembeli
masing-masing opsi itu mengambil haknya.

Tapi, untuk sementara, sebaiknya kita melihat investasi opsi ini dari sudut pandang
pembelinya. Sebab, cara dan strategi untuk menjual opsi lebih rumit dibanding
dengan membelinya. Selain itu, risikonya juga lebih tinggi. Untuk saat ini, cukup jika
Anda telah memahami pihak ada dua pihak yang terlibat dalam transaksi option,
yaitu pihak penjual (writer) dan pihak pembeli (holder).?

31
Buat investor awam, pasar option atau opsi memang agak asing. Maklum, pasar
transaksi opsi yang merupakan pasar produk investasi derivatif memang memiliki
segudang istilah-istilah khusus. Dengan kata lain, para pemain di pasar opsi ini
memiliki "bahasa" sendiri. Karenanya, sebelum menjajal produk investasi opsi,
investor harus benar-benar memahami istilah-istilah tersebut.

KITA sudah mempelajari bahwa ada dua jenis option atau opsi, yakni opsi untuk
membeli atau call option dan opsi untuk menjual atau put option. Selain itu ada juga
istilah writer untuk menyebut pihak yang menjual opsi dan holder untuk investor
yang membeli opsi.

Tapi, itu belum semua. Masih ada setumpuk istilah lainnya. Salah satunya adalah
strike price atau kita sebut saja harga pelaksanaan. Ini adalah harga pembelian atau
penjual aset dasar (underlying asset) opsi tersebut yang telah disepakati oleh
pembeli dan penjual opsi.

Mari kita kembali ke contoh opsi pembelian rumah. Taruh kata A telah membeli call
option dari B seharga Rp 3 juta. Kontrak opsi itu mengatakan A berhak membeli
rumah B dengan harga Rp 200 juta dalam jangka waktu dua bulan. Nah, yang
disebut strike price adalah harga Rp 200 juta itu.

Agar pembeli call option untung, harga aset dasar itu -- dalam contoh: rumah --
harus bisa meningkat di atas strike price sebelum masa jatuh periode temponya
(expiration date). Dalam kasus put option, harga aset dasar itu harus bisa turun di
bawah harga strike price-nya sebelum masa jatuh tempo.

Berkaitan dengan ini, ada istilah in-the-money atau artinya kurang lebih: "telah
menguntungkan". Opsi beli (call option) disebut in-the-money jika harga aset
dasarnya telah melampaui strike price-nya. Ada pun in-the-money di opsi jual (put
option) terjadi ketika harga aset dasarnya turun di bahwa strike price.

Terakhir, harga opsi sendiri sering disebut sebagai premium. Penentunya banyak
mulai dari harga aset dasar saat ini, strike price, sisa masa jatuh tempo, fluktuasi
harga, dan lain-lain.?

Transaksi option atau opsi bisa memberikan banyak keuntungan untuk investor.
Pertama, investor bisa menggunakannya sebagi ajang spekulasi. Apalagi, dengan
bermain opsi, investor bisa memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan harga opsi yang ia bayarkan. Selain itu, investor juga bisa memakai opsi itu
sebagai alat untuk lindung nilai atau hedging investasi lainnya.

TUJUAN yang pertama berinvestasi di dalam option atau opsi adalah untuk spekulasi.
Spekulasi di sini berarti, Anda bertaruh atas pergerakan suatu surat berharga atau
aset yang menjadi aset dasar opsi.

Keuntungannya, dengan bermain option, Anda bisa memperoleh laba tidak hanya
saat harga aset itu meningkat, tapi juga saat harganya turun. Jadi, peluang
memperoleh keuntungannya lebih besar.

Namun, spekulasi selalu mengandung dua konsekuensi: keuntungan yang tinggi atau
kerugian besar. Karena itulah, option disebut memiliki risiko yang tinggi. Ketika Anda
membeli suatu opsi, tebakan atau ramalan Anda atas pergerakan harga underlying
asset-nya harus tepat. Tak hanya itu, jangka waktu yang Anda pilih juga harus tepat

32
dengan ramalan Anda itu. Dalam kasus kontrak opsi saham, Anda harus tepat
meramalkan apakah harga saham itu akan naik atau turun. Anda juga harus
menghitung potensi kenaikan atau penurunan harganya dan memperkirakan kapan
perubahan harga itu akan terjadi.

Tapi, orang masih menyukai option karena ia memberi peluang keuntungan yang
jauh lebih besar (leverage) di bandingkan harga kontraknya.

Selain itu, investor juga bertransaksi option untuk melakukan lindung nilai alias
hedging. Ini seperti sebuah asuransi untuk posisi investasi Anda yang lain. Misalnya,
Anda mungkin ingin memetik keuntungan dengan membeli saham-saham tambang.
Tapi, di saat yang sama, Anda ingin mengurangi potensi kerugian jika tiba-tiba harga
komoditi tambang merosot. Untuk itu, Anda bisa membeli saham-saham tambang,
tapi di saat yang sama membeli kontrak opsi jual (put) untuk saham-saham yang
sama. ?

Investor di indonesia juga sudah bisa menjajal instrumen option atau opsi. Sebab,
Bursa Efek Jakarta (BEJ) telah meluncurkan produk Kontrak Opsi Saham (KOS). Opsi
dalam KOS menggunakan saham-saham di BEj sebagai aset dasarnya. Tapi, hanya
saham-saham yang memenuhi syarat yang boleh jadi aset dasar.

KONTRAK opsi saham (KOS) merupakan produk yang relatif baru di BEJ. Hingga kini,
jumlah investor yang bermain KOS juga belum banyak.

Sambil menunggu transaksi KOS di BEJ ramai, kita bisa mempelajari terlebih dulu
seluk-beluknya. Sesuai dengan namanya, option dalam KOS menggunakan saham-
saham yang tercatat di BEJ sebagai aset dasar (underliying asset).

Namun, tak sembarangan saham bisa menjadi underlying asset KOS. BEJ mematok
persyaratan cukup ketat. Pertama, saham itu minimal sudah tercatat di BEJ selama
12 bulan. Selain itu, selama transaksi dalam 12 bulan terakhir, saham itu juga harus
memenuhi beberapa persyaratan. Di antaranya, frekuensi transaksinya per bulan
minimal harus 2.000 kali, pergerakan harganya dalam sehari minimal 0,5%, harga
sahamnya minimal Rp 500 per saham, dan nilai kapitalisasi pasarnya minimal Rp
500 miliar.

Berdasarkan aturan itu, beberapa saham yang bisa menjadi aset dasar KOS antara
lain saham PT Telkom Tbk (TLKM), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Astra
International Tbk (ASII), dan saham PT Bank BCA (BBCA).

Transaksi KOS ini melibatkan dua pihak, yakni penerbit opsi (writer) dan pembeli
opsi (taker/holder). Ada dua jenis opsi di KOS, yakni opsi beli (call option) dan opsi
jual (put option). Dalam call option, taker mempunyai hak, tapi bukan kewajiban,
untuk membeli saham tertentu pada harga yang sudah ditentukan di awal. Adapun
writer wajib menjual saham itu. Dalam put option, taker berhak, tapi tidak wajib,
menjual saham tertentu pada harga yang sudah disepakati dan writer memiliki
kewajiban membelinya.?

Kontrak Opsi Saham (KOS) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) memberikan peluang bagi
investor untuk bermain saham dengan modal yang lebih kecil dari nilai saham yang
sebenarnya. Pasalnya, sebagai modal awal, investor hanya perlu membayar harga
KOS yang jauh lebih kecil dari harga sahamnya di pasar. Sementara, jika strateginya
tepat, investor bisa memperoleh keuntungan yang jauh lebih besar.

33
SELAIN ketentuan soal saham-saham yang bisa menjadi aset dasar (underlying
asset), Kontrak Opsi Saham (KOS) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) juga menetapkan
beberapa aturan lain. Salah satunya soal jangka waktu KOS.

BEJ memberikan tiga pilihan jangka waktu KOS. Yaitu, satu bulan, dua bulan, dan
tiga bulan. Oh, ya, berdasarkan jangka waktunya, sejatinya ada dua jenis opsi, yaitu
opsi tipe Amerika (American option) dan opsi tipe Eropa (European option). Dalam
opsi tipe Amerika, pembeli opsi (taker) bisa mengeksekusi haknya setiap saat, di
antara tanggal pembelian dan tanggal jatuh tempo. Adapun European option hanya
mengizinkan pembeli opsi (taker) untuk mengeksekusi haknya pada tanggal jatuh
tempo.

Di Indonesia, KOS keluaran BEJ mengikuti opsi tipe Amerika, tipe yang memang
paling banyak dipakai di dunia. Artinya, para pembeli (taker) KOS bisa
melaksanakan haknya (membeli atau menjual saham) setiap sampai masa jatuh
temponya.

Kalau dalam transaksi jual beli saham investor bisa berpatokan pada harga pasar,
bagaimana dengan harga KOS? Harga KOS atau yang disebut juga sebagai premium
dihitung dengan rumus black scholes yang terdiri dari enam variabel. Salah satu
variabelnya adalah harga rata-rata tertimbang saham acuan (saham induk) untuk
setiap perdagangan selama 30 menit. Harga ini akan diumumkan BEJ setiap 15
menit.

Dengan metode penghitungan black scholes ini, harga KOS akan jauh lebih kecil dari
harga saham yang menjadi aset dasarnya di pasar. Jadi, mestinya investor bisa
bermain saham dengan modal yang lebih kecil dibanding dengan bermain saham
biasa.?

Kontrak opsi saham (KOS) memberikan peluang bagi investor untuk memperoleh
keuntungan berlipat-lipat di bursa saham. Apalagi modal untuk investasi di KOS ini
jauh lebih kecil dibandingkan dengan jika investor berinvestasi langsung di saham
yang menjadi aset dasarnya.

HARGA opsi saham yang disebut premium memang lebih rendah dibandingkan
dengan harga saham yang menjadi aset dasarnya (underlying asset).Tapi, BEJ
menetapkan satuan kontrak untuk kontrak opsi saham (KOS) yang lumayan besar,
yaitu 10.000 saham per satuan kontrak. Jadi, bila premi per saham Rp 100, modal
yang harus dikeluarkan untuk membeli satu kontrak KOS itu adalah Rp 1 juta.

Investor bisa memanfaatkan KOS untuk lindung nilai (hedging). Misalnya, investor
bisa membeli kontrak put option ketika dia khawatir harga saham akan anjlok. Nah,
bila harga saham yang dimilikinya benar-benar anjlok, dia akan terlindung dari
kerugian yang sangat besar. Sebab, dia bisa menjual saham itu pada harga yang
sudah disepakati di KOS, yang lebih tinggi dari harga pasar.

Investor juga bisa memakai KOS untuk spekulasi. Saat yakin harga saham terte ntu
akan naik, ia bisa membeli call option-nya. Bila harga saham itu benar-benar naik,
sebelum jatuh tempo, investor bisa menjual menjual KOS call option-nya kepada
pihak lain, dan mengantungi keuntungan dari kenaikan harga KOS itu. Maklum, bila
harga saham acuan naik, permintaan KOS call option saham itu juga akan banyak
dan harganya naik.

34
Pilihan lain, investor bisa melaksanakan atau meng-exercise haknya untuk membeli
harga saham tersebut dengan harga yang sudah disepakati dan menjualnya di pasar
dengan harga yang lebih tinggi.?

Kunci untuk dalam sukses bermain KOS adalah kemampuan investor menebak
pergerakan harga suatu saham. Sebab, jika salah meramalkan pergerakan harga
saham, alih-alih untung, investor malah bisa buntung. Karena itu, sebelum benar-
benar terjun bermain KOS ada baiknya investor berlatih dahulu atau melakukan
simulasi transaksi KOS kecil-kecilan. SEBAGAI contoh, mari kita buat simulasi
sederhana.

A. Call Option

Yakin harga saham Telkom (TLKM) akan naik, tanggal 6 Agutus 2007, Paul membeli
call option yang dijual oleh writer Aman dengan premium Rp 100 dan harga
pelaksanaan Rp 10.800 per saham. Harga saham TLKM pada hari itu Rp 10.600 per
saham. Tanggal 10 Agustus 2007, harga saham TLKM naik menjadi Rp 12.000, dan
harga kontrak call option TLKM naik menjadi Rp 200.
Tanggal 10 Agustus, Paul punya tiga pilihan. Pertama, menahan posisinya dengan
harapan saham TLKM terus naik. Kedua, menjual kontraknya dengan harga Rp 200.
Keuntungan = (Rp 200 - 100) x 10.000 = Rp 1 juta. Ketiga, mengeksekusi
kontraknya dengan keuntungan = {Rp 12.000 - (Rp 10.800 + Rp 100)} x 10.000 =
Rp 11 juta.

B. Put Option

Karena khawatir harga saham Telkom akan turun, tanggal 6 Agutus 2007, Jono
membeli put option yang dijual oleh writer Amin dengan premium Rp 100 dan harga
pelaksanaan Rp 10.400 per saham. Harga TLKM pada hari itu Rp 10.600 per saham.
Tanggal 10 Agustus, harga TLKM turun jadi Rp 9.000 per saham, dan harga kontrak
naik menjadi Rp 200. Pada hari ini, Jono memiliki tiga pilihan.
Pertama, menahan posisinya dengan harapan saham TLKM terus turun. Kedua,
menjual kontraknya dengan harga Rp 200. Keuntungan = (Rp 200-100) x 10.000 =
Rp 1 juta. Ketiga mengeksekusi kontraknya dengan keuntungan = {(Rp 10.400 - Rp
100) - Rp 9.000} x 10.000 = Rp 13 juta.
Contoh ini memakai asumsi bahwa tebakan investor benar. Jika tebakannya salah,
investor akan merugi minimal sebesar harga premiumnya.

35
OBLIGASI

Berinvestasi di Obligasi
 
Berinvestasi di surat utang atau obligasi mungkin bukan menjadi hal yang biasa bagi
banyak orang. Ketika berbicara tentang investasi di pasar modal, instrumen pertama yang
terbersit biasanya adalah saham. Selama ini, saham memang lebih seksi dibandingkan
dengan obligasi.

Walau begitu, bukan berarti obligasi itu instrumen investasi yang tidak bisa memberi
keuntungan tinggi.

Bila pintar memilih, obligasi berpotensi memberikan keuntungan yang cukup baik,
terutama dalam jangka panjang. Secara sederhana, obligasi adalah surat utang yang
diterbitkan oleh perusahaan atau pemerintah.

Berarti, perusahaan atau pemerintah itu berperan sebagai peminjam atau


pengutang. Ada pula obligasi terbitan pemerintah yang di di Indonesia disebut Surat
Utang Negara (SUN).

Biasanya, perusahaan menerbitkan obligasi untuk membiayai ekspansi atau modal


kerjanya. Sementara, SUN untuk membiayai infrastruktur dan proyek-proyek lain.
Seperti lazimnya utang, dalam jangka waktu, pengutang akan membayar kembali
pokok utang itu berikut bunga pinjamannya.

Bunga obligasi itu disebut juga kupon. Penentuan seberapa besarnya kupon sangat
tergantung dari kualitas obligasi itu, yang tecermin dari rating atau peringkat yang
dimilikinya. Biasanya, semakin tinggi peringkat, kuponnya semakin rendah.

Misalnya, ada investor membeli obligasi berjangka 5 tahun sebesar Rp 10 miliar


dengan kupon 10%. Artinya, dalam lima tahun itu, setiap tahunnya investor itu akan
menerima kupon Rp 1 miliar. Pada saat jatuh tempo, ia akan menerima kembali
uang inves-tasinya sebesar Rp 10 miliar.

Cukup menarik, bukan?

 
Jenis-Jenis Obligasi
 
Ada banyak jenis obligasi yang beredar di pasar saat ini. Sebut saja obligasi pemerintah,
obligasi swasta, obligasi konversi, obligasi tanpa bunga, dan masih banyak lagi.

Masing-masing obligasi memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Ambil contoh, obligasi


pemerintah memiliki risiko yang lebih rendah dibanding obligasi perusahaan. Tapi,
obligasi perusahaan menawarkan keuntungan yang lebih tinggi.

Investor bisa membedakan obligasi ke dalam beberapa kategori. Yang pertama,


berdasarkan penerbitnya, obligasi ada dua jenis. Yakni, obligasi terbitan perusahaan
swasta dan obligasi terbitan pemerintah.

36
Perusahaan dapat menerbitkan obligasi seperti menerbitkan saham, jadi hampir tak
ada batasnya. Obligasi swasta ini biasanya memberikan bunga maupun tingkat imbal
hasil (yield) yang lebih tinggi dari obligasi pemerintah.

Pasalnya, risiko gagal bayar (default) sebuah perusahaan lebih besar dibanding
dengan pemerintah.

Nah, investor harus mencermati peringkat atau rating obligasi swasta ini. Sebab,
semakin tinggi rating-nya, biasanya bunganya semakin rendah. Sebaliknya, semakin
rendah peringkatnya, bunganya semakin tinggi.

Ada beberapa variasi obligasi swasta ini. Salah satunya adalah obligasi konversi atau
convertible bond (CB). Ini adalah obligasi yang bisa ditukarkan dengan saham
perusahaan penerbitnya. Ada pula callable bonds, atau obligasi yang bisa dibeli
kembali oleh penerbitnya sebelum jatuh tempo.

Adapun obligasi terbitan pemerintah, di Indonesia, ada dua jenis, yaitu Surat Utang
Negara (SUN) dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN). SUN ada jenis obligasi
pemerintah yang memiliki masa jatuh tempo dalam jangka panjang, bisa sampai
belasan tahun. Adapun SPN adalah obligasi pemerintah jangka pendek. Jangka
waktu jatuh tempo SPN maksimal hanya 12 bulan.

Selain kedua jenis obligasi pemerintah ini, sebenarnya ada pula obligasi daerah atau
obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah tertentu di Indonesia. Aturan untuk
penerbitan obligasi ini sebenarnya sudah ada. Tapi, hingga kini, belum ada daerah
yang berani menerbitkan obligasi ini. Maklum, untuk bisa menerbitkannya, daerah
itu harus memenuhi banyak persyaratan.

Selain berdasarkan penerbitnya, obligasi juga dibedakan berdasarkan ada-tidaknya


bunga. Ada obligasi yang memberikan bunga, ada pula obligasi tanpa bunga (zero
coupon bond).

Karakteristik Obligasi
 

Wajar jika obligasi memiliki tingkat keuntungan dan juga risiko yang berbeda jika
dibandingkan dengan saham.

Sebab, obligasi memang memiliki beberapa karakteristik khusus yang tidak dimiliki
oleh saham. Misalnya, obligasi membagikan bunga yang rutin untuk investornya.
Selain itu, obligasi juga memiliki nilai pokok yang akan selalu tetap; dengan catatan
penerbitnya tidak bangkrut.

Sebelum berinvestasi di obligasi, Anda perlu memahami beberapa karakteristik


obligasi itu. Yang pertama, setiap obligasi memiliki nilai pari atau nilai pokok (face
value).

Nilai pokok atau nilai pari adalah nilai yang akan diperoleh kembali oleh pemegang
obligasi pada waktu obligasi itu jatuh tempo. Obligasi baru biasanya ditawarkan
dengan harga yang sama persis dengan nilai parinya. Tapi, yang sering
membingungkan, ternyata nilai pokok obligasi itu tidak selalu sama dengan
harganya.

37
Harga obligasi bisa berfluktuasi mengikuti berbagai variabel (kita akan membahas
topik ini kemudian). Jika obligasi itu dijual dengan harga di atas nilai parinya, artinya
harga obligasi itu premium, sementara harga obligasi itu disebut terdiskon jika
berada di bahwa nilai pokoknya.

Karakter yang kedua, obligasi umumnya memberikan bunga atau kupon. Mengapa
disebut kupon? Sebab, dahulu ketika obligasi masih berwujud sertifikat atau warkat,
obligasi itu biasanya memiliki kupon-kupon yang bisa disobek untuk menebus bunga
obligasi tersebut. Tapi, sekali lagi, itu praktik lama, sebab sekarang pembelian
maupun pembayaran kupon sudah menggunakan sistem elektronik (scripless).

Umumnya, penerbit membayarkan bunga obligasinya setiap enam bulan. Tapi, ada
pula yang membayarkannya setiap bulan, tiga bulan, atau setiap tahun.

Kupon atau bunga itu biasanya merupakan persentase dari nilai pokok suatu
obligasi. Jika suatu obligasi yang memiliki nilai pari Rp 100 miliar menawarkan kupon
10% per tahun, artinya ia akan membagikan bunga Rp 10 miliar setiap tahun. Jika
tarif bunganya ini tetap, obligasinya sering disebut sebagai obligasi berbunga tetap.
Tapi, jika bunganya bisa berubah-ubah, obligasi itu disebut sebagai obligasi
berbunga variabel.?

Selain tingkat bunga, dan masa jatuh tempo, investor juga harus memperhatikan
kondisi pihak yang menjadi penerbit suatu obligasi. Sebab, kinerja penerbit obligasi
itulah yang akan menentukan apakah ia akan bisa membayar kewajiban bunga
maupun pokok obligasinya di masa mendatang. Selain itu, penerbit surat utang itu
juga menentukan tingkat risiko dan keuntungan obligasi tersebut.

Selain memiliki nilai pokok (face value) dan bunga, obligasi umumnya juga memiliki
jatuh tempo (maturity). Tanggal jatuh tempo merupakan tanggal di masa depan
saat penerbit akan membayar nilai pokok obligasinya. Masa jatuh tempo obligasi itu
bisa sangat bervariasi, mulai dari satu hari sampai 30 tahun. Bahkan, sudah pernah
ada obligasi yang jatuh tempo sampai 100 tahun.

Obligasi yang memiliki masa jatuh tempo dalam satu tahun jelas lebih mudah
diprediksi dan risikonya lebih rendah jika dibandingkan dengan obligasi yang jatuh
tempo dalam 20 tahun. Karenanya, umumnya, semakin panjang masa jatuh
temponya, suatu obligasi akan menawarkan bunga yang semakin tinggi pula. Selain
itu, harga obligasi yang memiliki jatuh tempo panjang lebih fluktuatif.

Karateristik obligasi yang lainnya adalah menyangkut pihak penerbitnya (issuer).


Penerbit obligasi merupakan faktor krusial yang harus diperhatikan oleh investor.

Sebab, stabilitas kinerja penerbit obligasi itulah yang akan menjamin kembalinya
nilai pokok obligasi yang dimiliki oleh investor.

Contoh yang paling ekstrem, Pemerintah Indonesia jelas lebih aman jika
dibandingkan dengan perusahaan apa pun di Indonesia ini. Sebab, kemungkinan
pemerintah mengalami default atau tidak mampu membayar pokok obligasi yang
diterbitkannya sangat kecil.

Karena itulah, instrumen investasi yang diterbitkan pemerintah ini sering disebut
sebagai instrumen bebas risiko (risk-free asset).

38
Salah satu alasannya adalah karena pemerintah akan selalu bisa menghasilkan
pendapatan di masa mendatang melalui pendapatan dari hasil penarikan pajak.

Sementara itu, di lain pihak, perusahaan yang menerbitkan obligasi harus terus-
menerus menghasilkan untung agar bisa membayar kewajiban bunga maupun pokok
obligasinya. Dan, perusahaan itu jelas tidak bisa menjamin 100% bahwa ia akan
selalu untung.

Kenyataan itu menambah risiko yang ada pada obligasi terbitan perusahaan.
Karenanya, biasanya obligasi perusahaan harus menawarkan tingkat imbal hasil
(yield) yang lebih tinggi dibanding dengan obligasi pemerintah untuk menarik
investor. Hukum investasi kembali berbicara: investasi berisiko tinggi memberikan
untung tinggi pula.?

Membeli Obligasi
 
Berinvestasi di obligasi ternyata tak semudah teorinya. Sebab, saat ini, para broker atau
pialang hanya bersedia melayani transaksi obligasi dengan nilai minimal Rp 1 miliar.
Jadi, untuk bisa berinvestasi di obligasi secara langsung, investor harus menyediakan
dana yang besar.

Buat sebagian orang, memahami seluk-beluk obligasi memang lebih rumit jika
dibandingkan memahami saham. Dan, asal tahu saja, untuk benar-benar bisa
berinvestasi di obligasi pun tak kalah rumitnya. Bukan, menakut-nakuti, lo. Tapi,
memang demikianlah adanya.

Mirip dengan transaksi saham, investor mesti membeli obligasi melalui pialang atau
broker. Tapi, tak sembarangan orang bisa membeli obligasi, baik obligasi swasta
maupun Surat Utang Negara (SUN). Betul, obligasi perusahaan biasanya diterbitkan
dalam pecahan Rp 1 juta. Namun, coba Anda datang ke perusahaan broker atau
pialang dan minta untuk dibelikan obligasi Rp 1 juta. Pasti, mereka tak akan
melayaninya.

Pasalnya, perusahaan pialang atau broker biasanya hanya mau melayani transaksi
obligasi dengan nilai minimal tertentu. Menurut seorang analis obligasi, saat ini,
mereka umumnya hanya mau melayani transaksi obligasi minimal Rp 1 miliar.

Alasannya sederhana saja. Broker atau pialang itu memperoleh pendapatan dari fee
transaksi obligasi tersebut. Artinya, semakin tinggi nilai transaksi obligasinya,
semakin tinggi pula pendapatan yang bisa diperoleh para broker. Sementara, jika
transaksinya terlalu kecil, fee transaksi itu tak akan cukup untuk menutup biaya-
biaya operasional para broker.

Jadi, harap maklum, jika ingin berinvestasi secara langsung di SUN atau obligasi
swasta, Anda harus menyediakan dana minimal Rp 1 miliar. Tentu saja, agar
keuntungannya lebih maksimal dan bisa aktif bertransaksi, seorang investor harus
memiliki dana lebih dari angka itu.

Modal awal segitu jelas jauh lebih besar jika dibandingkan dengan modal awal untuk
bermain saham yang paling-paling hanya Rp 25 juta atau Rp 50 juta. Dus, tak perlu
heran jika, saat ini, sebagian investor obligasi adalah institusi. ?

39
KONTAN kemarin sudah menuliskan satu syarat penting bagi pemodal untuk bisa
berinvestasi di pasar obligasi, khususnya Surat Utang Negara (SUN). Yaitu,
modalnya tidak boleh kurang dari Rp 1 miliar. Walau begitu, sejak 1 Mei 2007 lalu,
pemerintah punya solusi buat para pemodal ritel. Mereka boleh bertransaksi SUN
melalui Bursa Efek Surabaya (BES) dengan modal cukup Rp 5 juta saja.

Transaksi SUN melalui bursa memang suatu terobosan baru dari pemerintah
bekerjasama dengan BES. Karena biasanya ditransaksikan dalam volume besar, SUN
menjadi instrumen investasi yang diperdagangkan di luar bursa atau over the
counter (OTC).

Sayangnya, hingga kini transaksi SUN via bursa masih sepi peminat. Selain karena
prosesnya yang lebih panjang dibandingkan OTC, bank selaku pemain besar SUN
belum diperbolehkan bertransaksi langsung melalui bursa.

Padahal, dari 18 penyelenggara pasar (primary dealer) SUN yang bertugas


membentuk harga acuan SUN, 14 di antaranya adalah bank.

Hal itu yang menjadi pemicu pro-kontra di sana sini. Padahal, transaksi SUN via
bursa ini ingin mengekor kesuksesan perdagangan Obligasi Ritel Indonesia (ORI)
yang ditransaksikan lewat BES.

Syarat bagi investor untuk ikut berdagang SUN melalui BES sesungguhnya sangat
mudah. Seperti perdagangan saham, ia hanya perlu membuka rekening di broker
yang melayani perdagangan obligasi. Tapi, broker itu harus merupakan anggota
bursa (AB) di BES. Dalam catatan BES, dari 90 AB yang menjadi anggotanya, baru
sekitar 30 yang aktif melakukan transaksi obligasi.

Setelah itu, investor bersangkutan tinggal menyuruh broker itu untuk melakukan
jual-beli SUN yang diinginkannya. Nilai satuan perdagangan per lotnya adalah Rp 5
juta. Adapun waktu penyelesaian pembayarannya (settlement) t+2 atau dua hari
setelah transaksi terjadi.

Layaknya transaksi bursa, investor juga terkena biaya yang berbeda untuk tiap nilai
transaksi. Jika nilai nominal transaksinya maksimal Rp 500 juta, biaya yang
dikenakan adalah Rp 20.000 per transaksi. Sementara untuk nilai transaksi Rp 500
juta-Rp 10 miliar dan di atas Rp 10 miliar, biayanya masing-masing adalah 0,005%
dan 0,00375% dari nilai transaksi (per transaksi).

Selain itu, ada biaya dana jaminan dan jasa broker. Biaya jaminan sama untuk
semua nilai transaksi, yaitu 0,00125% dari nilai transaksi. Sementara, biaya jasa
broker adalah antara 0,25%-1% untuk nilai nominal sampai Rp 500 juta.

Untuk transaksi Rp 500 juta-Rp 10 miliar dan di atas Rp 10 miliar, biaya brokernya
masing-masing 0,15%-1% dan 0,10%-1%.?

Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI) bisa menjadi alternatif buat investor yang ingin
mencicipi hasil investasi di obligasi. Selama ini, ORI selalu menawarkan bunga di
atas bunga deposito perbankan. ORI 2, misalnya, memberikan bunga 9,28% per
tahun. Selain itu, laiknya obligasi lainnya, kenaikan harga ORI di pasar sekunder
juga bisa menguntungkan investor.

40
Karena itu, nilai nominal pecahan ORI juga relatif kecil, yakni Rp 5 juta. Selain itu,
pemerintah juga membatasi nilai maksimal pembeliannya yaitu Rp 5 miliar.

Nah, ORI bisa menjadi alternatif bagi investor bermodal cekak yang ingin
berinvestasi di obligasi, terutama obligasi terbitan pemerintah. Tapi, jika ingin
membeli ORI, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh investor.

Pertama, pemerintah memiliki jadwal sendiri dalam menerbitkan ORI. Ia sudah


menerbitkan ORI 1 dan ORI 2, dan di masa yang akan datang mungkin akan
menerbitkan ORI 3.

Nah, sebelum menerbitkan ORI itu, pemerintah biasanya akan membuka masa
penawaran untuk menampung permintaan investor. Pada saat itulah, investor harus
memasukkan pesanan ORI-nya.

Biasanya, sebelum menerbitkan ORI, pemerintah akan mengumumkan institusi-


institusi yang telah ditunjuk untuk menjadi agen penjual ORI. Institusi itu bisa
berupa bank atau perusahaan sekuritas.

Nah, investor harus memasukkan pesanan ORI-nya melalui agen-agen penjual itu.
Syaratnya, umumnya, investor hanya diminta menyerahkan Kartu Tanda Penduduk
(KTP).

Setelah masa penawaran selesai, pemerintah akan melakukan penjatahan ORI.


Selanjutnya, investor harus menyetorkan dana pembelian ORI tersebut kepada agen
penjual. Jika seluruh proses telah selesai, tentu, investor akan menerima bukti
kepemilikan ORI-nya.

Keuntungan utama investasi ORI adalah bunga. Dan, selama ini pemerintah selalu
menawarkan bunga ORI di atas bunga deposito perbankan. Sebagai contoh, ORI 2
yang diterbitkan pada bulan Maret 2007 lalu menawarkan bunga sebesar 9,28% per
tahun.

Selain itu, investor juga bisa memperoleh keuntungan dari kenaikan harga atau
capital gain ORI. Sebab, ORI juga bisa diperjualbelikan di Bursa Efek Surabaya
(BES). ?

Selain berinvestasi di obligasi pemerintah, ORI, atau obligasi swasta secara


langsung; investor juga bisa berinvestasi di obligasi melalui produk reksadana
pendapatan tetap. Enaknya, investor bisa mulai berinvestasi dengan modal awal
yang minim, paling hanya ?Rp 5 juta. Selain itu, investor juga tak harus pusing
memelototi pergerakan harga obligasi setiap hari. Sebab, sudah ada manajer
investasi (MI) yang akan mengelola dana reksadana tersebut.

Jika Anda ingin mencicipi hasil investasi di obligasi dengan cara yang paling mudah
dan modal paling minim, Anda bisa membeli reksadana pendapatan tetap.

Ini adalah salah satu jenis reksadana yang menginvestasikan sebagian besar dana
investor di dalam instrumen obligasi. Karena itu, ia juga biasa disebut sebagai
reksadana obligasi. Cara untuk membeli reksadana obligasi ini sangat gampang.
Anda tinggal menghubungi perusahaan-perusahaan manajer investasi (MI) yang
memiliki produk reksadana pendapatan tetap. Namun, saat ini sebagian manajer

41
investasi hanya menjual reksadananya melalui agen-agen penjual reksadana. Agen
ini umumnya berupa bank.

Enaknya, untuk membeli reksadana pendapatan tetap ini Anda tak perlu
menyetorkan investasi awal puluhan juta atau bahkan miliaran rupiah. Beberapa
agen penjual reksadana akan senang hati melayani Anda meskipun Anda hanya
menyetorkan investasi awal sebesar Rp 5 juta.

Anda juga bebas memilih, reksadana obligasi macam apa yang sesuai dengan profil
risiko Anda. Jika Anda termasuk berani menanggung risiko, mungkin Anda bisa
membeli reksadana obligasi yang berinvestasi di obligasi swasta. Sementara, jika
Anda cenderung menghindari risiko, Anda bisa membeli reksadana pendapatan tetap
yang berinvestasi di obligasi pemerintah.

Investor reksadana obligasi juga akan menikmati keuntungan dari bunga dan
kenaikan harga obligasi. Keuntungan itu tercermin dalam peningkatan nilai aktiva
bersih (NAB) unit penyertaan reksadananya. Cuma, sebagai pengelola, manajer
investasi biasanya akan memungut fee pengelolaan. Meski kecil, fee ini mengurangi
keuntungan investor. ?

Obligasi vs Saham
 
Baik instrumen obligasi maupun saham masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Saham memang menawarkan keuntungan jangka panjang yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan obligasi. Namun, saham juga memiliki risiko yang lebih tinggi
jika dibanding dengan obligasi. Sementara, meski keuntungannya tidak setinggi saham,
obligasi menawarkan arus pendapatan yang tetap bagi investornya.

Obligasi adalah surat utang, sementara saham adalah ekuiti. Inilah perbedaan utama
di antara dua surat berharga itu. Dengan membeli saham, seorang investor menjadi
salah satu pemilik perusahaan. Artinya ia memiliki hak suara dalam rapat umum
pemegang saham (RUPS) dan hak memperoleh pembagian keuntungan (dividen).

Sementara, jika membeli surat utang atau obligasi, seorang investor menjadi
kreditur bagi perusahaan atau pemerintah. Keuntungan utama sebagai kreditur
adalah bahwa investor akan memperoleh klaim aset terlebih dahulu dibandingkan
dengan pemegang saham. Artinya, jika perusahaan itu bangkrut, pemegang obligasi
akan memperoleh pembayaran terlebih dahulu daripada pemegang saham.

Namun demikian, para investor obligasi tidak akan memperoleh pembagian


keuntungan jika laba perusahaan itu ternyata melonjak tajam di kemudian hari.
Mereka hanya berhak memperoleh pengembalian pokok obligasi plus bunganya.

Akhirnya, kita dapat menyimpulkan bahwa berinvestasi di obligasi risikonya lebih


rendah jika dibandingkan dengan investasi di saham. Namun, sebanding dengan
risikonya yang rendah, tingkat keuntungan obligasi (return) juga tidak setinggi
saham. Kalau begitu, mengapa investor perlu berinvestasi di obligasi? Betul, dalam
jangka panjang, keuntungan investasi di saham memang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan obligasi. Tapi, ini tidak berarti bahwa investor tidak perlu

42
berinvestasi di obligasi. Sebab, obligasi bisa menjadi pilihan ketika investor tidak
bisa menerima fluktuasi jangka pendek pasar saham.

Jenis investor yang membutuhkan investasi di obligasi misalnya adalah investor yang
ingin berinvestasi untuk keperluan pensiun. Harap dicatat, keuntungan bunga atau
kupon yang diberikan obligasi cenderung tetap. Karenanya, obligasi disebut juga
instrumen pendapatan tetap. Dengan berinvestasi di instrumen pendapatan tetap,
dana pensiun seorang investor akan lebih aman. Sementara, jika berinvestasi di
saham, risiko dana investasinya bakal hilang lebih besar. Jika ini terjadi, bagaimana
investor itu akan mencukupi kebutuhannya sehari-hari?
Investor yang memiliki tujuan investasi khusus juga bisa memanfaatkan obligasi.
Misalnya, investor itu ingin berinvestasi untuk biaya sekolah S3 tiga tahun lagi.

Betul, dengan berinvestasi di saham mungkin ia akan memperoleh keuntungan


tinggi. Tapi, ada risiko bahwa dana pendidikannya bakal hilang jika investasinya
gagal. Dengan kata lain, impiannya untuk melanjutkan sekolah S3 bisa pupus. Nah,
karena dana itu untuk tujuan khusus dalam waktu relatif pendek, investasi di
instrumen pendapatan tetap lebih cocok.

 
Pajak Obligasi
 
Pemerintah memungut pajak final 20% atas penghasilan bunga dan diskonto obligasi.
Namun, pajak ini tidak berlaku jika yang berinvestasi di obligasi adalah bank, dana
pensiun, dan reksadana. Pengecualian ini membuat produk reksadana pendapatan tetap
menjadi punya daya tarik sendiri. Sebab, tanpa pajak bunga dan diskonto, tingkat imbal
hasil reksadana obligasi ini menjadi lebih menarik.

Pemerintah telah menerbitkan aturan khusus tentang pajak penghasilan atas


keuntungan obligasi, yaitu berupa Peraturan Pemerintah (PP) No 6 tahun 2002.

Berdasarkan aturan itu, pemerintah mengenakan pajak atas bunga dan diskonto
obligasi. Buat yang belum tahu, yang dimaksud diskonto obligasi adalah selisih
antara harga beli dan harga jual obligasi serta selisih antara harga beli obligasi
dengan nilai obligasi tersebut.

Intinya, selain memajaki pendapatan bunga obligasi tersebut, pemerintah juga


memungut pajak atas keuntungan dari peningkatan atau diskon harga yang
dinikmati oleh investor.

Tarif pajak untuk semua jenis keuntungan itu adalah sebesar 20% dan dikenakan
secara final. Maksudnya, pihak penerbit obligasi, bank kustodian, atau pedagang
perantara obligasi itu yang akan memungut pajak tersebut dan menyetorkannya ke
Direktorat Jenderal Pajak.

Sebagai catatan, tarif pajak 20% ini berlaku untuk semua investor, baik investor
individu maupun institusi; lokal maupun asing. Selain itu, tarif pajak ini juga berlaku
untuk semua jenis obligasi, baik yang diterbitkan oleh swasta maupun pemerintah
(pusat maupun daerah). Cuma, ada pengecualian yang menarik dalam aturan ini.
Pemerintah tidak akan memungut pajak penghasilan atas bunga dan diskonto
obligasi jika pihak yang membeli obligasi adalah bank, dana pensiun, dan reksadana.

43
Khusus untuk reksadana, ketentuan pembebasan pajak ini hanya berlaku untuk
periode lima tahun sejak penawaran reksadana tersebut. Karena itulah, ketika
reksadana pendapatan tetapnya akan "ulangtahun" kelima, para manajer investasi
biasanya mengeluarkan produk baru untuk menggantikannya agar tetap bebas
pajak. Pembebasan pajak obligasi ini yang membuat produk reksadana pendapatan
tetap memiliki kelebihan khusus. Tanpa pajak, keuntungan (return) reksadana
obligasi ini menjadi lebih tinggi.

Departemen Keuangan (Depkeu) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah


membahas RUU Pajak Penghasilan (PPh) baru yang akan berlaku awal 2008.
Menariknya, Depkeu mengusulkan perubahan yang cukup drastis, yaitu memajaki
bunga obligasi yang diterima reksadana sejak awal tahun pertama. Selama ini,
reksadana terbebas dari pajak ini selama 5 tahun.

ATURAN pajak penghasilan dari obligasi yang berlaku saat ini adalah Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 139 Tahun 2000. Aturan ini lahir pada zaman Pemerintah
Presiden Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal sebagai Gus Dur.
Menurut aturan yang lahir di era euforia demokrasi ini, ada dua jenis penghasilan
yang menjadi obyek pajak. Yang pertama adalah bunga dan diskonto obligasi yang
diperoleh oleh investor. Umumnya, penerbit obligasi membayarkan bunga atau
kupon ini secara rutin. Ada yang setiap tiga bulan, enam bulan, atau satu tahun.

Lantas, apakah diskonto itu? Di bursa, ada jenis obligasi yang bernama obligasi
tanpa bunga (zero coupon bond). Sesuai dengan namanya, obligasi jenis ini tidak
membayarkan bunga bagi investor. Tapi, pada saat penerbitan, obligasi ini dijual
dengan harga yang lebih rendah dari harga parinya. Misalnya, untuk membeli
obligasi senilai Rp 100 miliar, investor hanya perlu membayar Rp 80 miliar. Artinya,
obligasi tanpa bunga ini memberikan diskonto sebesar 20%. Diskonto inilah yang
menjadi keuntungan bagi investor.

Berikutnya, kita tinggal melihat berapa lama jangka waktu obligasi itu akan jatuh
tempo. Jika dua tahun, artinya investor menikmati diskonto 10% per tahun. Nah,
penghasilan inilah yang terkena pajak.

Selain bunga dan diskonto, pemerintah juga memajaki keuntungan modal (capital
gain) obligasi yang diperoleh investor. Ini adalah keuntungan yang diperoleh dari
selisih harga beli dan harga jual obligasi. Dengan kata lain, capital gain adalah
keuntungan yang diperoleh dari kenaikan harga obligasi.

Tarif pajak bunga dan diskonto obligasi yang berlaku untuk wajib pajak dalam negeri
adalah 15% (dari bunga atau diskonto). Adapun untuk wajib pajak luar negeri,
tarifnya 20%.

Adapun tarif pajak yang berlaku untuk capital gain obligasi adalah 0,03%. Tarif pajak
ini dihitung dari setiap nilai transaksi.?

Reksadana yang berinvestasi di obligasi, baik itu reksadana pendapatan tetap


maupun reksadana campuran, selama ini menikmati fasilitas istimewa dari
pemerintah. Reksadana-reksadana itu terbebas dari pajak bunga obligasi sebesar
15%. Fasilitas inilah yang membuat reksadana campuran dan pendapatan tetap bisa
memberikan keuntungan yang lumayan tinggi.

44
MENURUT Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 139 Tahun 2000, ada beberapa
lembaga yang dikecualikan dari pajak bunga dan diskonto obligasi sebesar 15%.
Lembaga-lembaga yang memperoleh keistimewaan itu adalah: bank wajib pajak
dalam negeri dan cabang bank wajib pajak luar negeri, dana pensiun, dan reksadana
yang terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-
LK).
Khusus untuk reksadana, fasilitas pembebasan pajak bunga dan diskonto obligasi itu
hanya bisa dinikmati selama lima tahun pertama. Artinya, setelah ulang tahun
kelima, suatu produk reksadana harus membayar pajak itu.

Fasilitas pembebas pajak inilah yang selama ini membuat reksadana pendapatan
tetap dan campuran -- yang berinvestasi di obligasi -- mampu memberikan
keuntungan atau return yang lumayan tinggi.

Yang menarik, para manajer investasi biasanya memiliki trik khusus untuk tetap
mempertahankan fasilitas pembebasan pajak itu.

Menjelang ulangtahun kelima produk reksadana mereka, para manajer investasi


akan menerbitkan reksadana baru yang skimnya sama persis dengan produk yang
lama itu. Nah, begitu reksadana lama itu berumur lima tahun dan tidak bisa
memperoleh fasilitas pajak lagi, para manajer investasi akan memindahkan duit
investor -- tentu saja dengan seizin investor -- ke produk reksadana hasil "kloning"
tadi.

Dengan cara seperti itu, seolah-olah para investor berinvestasi pada produk yang
baru sehingga mereka tetap bisa menikmati fasilitas pembebasan pajak penghasilan
bunga obligasi itu.

Nah, kini, pemerintah rupanya sudah tak ingin memberikan fasilitas pembebasan
pajak itu kepada reksadana. Jika ini terjadi, daya tarik reksadana pendapatan tetap
dan campuran jelas akan merosot. Sebab, keuntungan yang dihasilkan oleh kedua
reksadana itu akan merosot. Investor harus mencermati rencana pemerintah ini.?

 
Peringkat Obligasi
 

Peringkat atau rating obligasi bisa membantu investor dalam menentukan kualitas
dan risiko suatu obligasi.

Semakin tinggi rating-nya, semakin aman pula obligasi tersebut. Sebaliknya,


semakin rendah peringkatnya, semakin tinggi risikonya. Menurut konsensus para
pelaku pasar, obligasi yang masuk dalam kategori layak investasi harus memiliki
rating minimal BBB.

AGAR lebih mudah dalam menyeleksi obligasi, investor bisa memanfaatkan peringkat
atau rating obligasi yang dikeluarkan oleh perusahaan pemeringkat atau rating
agency.

Di kancah internasional, ada beberapa lembaga pemeringkat yang selalu menjadi


acuan pelaku pasar, yakni Moody's, Standard & Poors (S&P), dan Fitch Rating.

45
Sementara, di Indonesia, ada dua lembaga pemeringkat yang saat ini aktif. Yakni,
Perusahaan Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) dan Moody's Indonesia.

Dengan memperhatikan rating yang dikeluarkan lembaga-lembaga itu, investor bisa


menentukan kualitas suatu obligasi. Dengan kata lain, investor juga bisa mengukur
tingkat risiko suatu surat utang itu. Gampangnya, rating itu ibarat rapor yang
menggambarkan kinerja dan prospek penerbit obligasi.

Perusahaan besar yang sudah mapan (blue chips), umumnya memiliki peringkat
yang tinggi, sementara perusahaan kecil atau perusahaan yang kurang mapan
rating-nya rendah. Semakin rendah peringkatnya, artinya semakin tinggi pula risiko
suatu obligasi. Repotnya, masing-masing lembaga rating biasanya memiliki skala
rating sendiri-sendiri. Tapi, sebagai gambaran, kita bisa menengok skala rating
Moody's, S&P, dan Fitch internasional.

Menurut Moody's, obligasi yang yang kualitasnya paling bagus adalah obligasi yang
memiliki peringkat Aaa. Adapun S&P dan Fitch memasang rating AAA untuk obligasi
semacam ini.

Untuk obligasi dengan kualitas paling buruk, Moody's memasang peringkat C.


Sementara, obligasi yang sama, di S&P dan Fitch, peringkat obligasi seperti ini
adalah D. Untuk mempermudah investor, para analis biasanya menentukan batasan
obligasi seperti apa yang masuk kategori layak investasi. Nah, saat ini, konsensus
yang berlaku di pasar mengatakan bahwa obligasi baru layak investasi jika rating-
nya minimal BBB. atau Baa.

 
Yield Obligasi
 

Banyak hal yang bisa menjadi pertimbangan penting bagi seorang pemodal untuk
berinvestasi di obligasi. Salah satu faktor yang penting adalah yield. Secara umum,
yield berarti perolehan imbal hasil (return) dari investasi obligasi dalam jangka
waktu setahun. Karenanya, yield dalam obligasi kadang kala juga setara dengan
tingkat bunga obligasi itu dalam jangka 12 bulan.

Sejak kita belajar tentang obligasi, kita selalu membahas bahwa investor membeli
obligasi untuk disimpan hingga jatuh tempo. Namun, sebenarnya, obligasi tidak
harus dikempit dan ditunggui sampai jatuh tempo.

Asal tahu saja, setiap saat investor bisa menjual obligasinya di pasar. Sebab, harga
obligasi juga bisa berfluktuasi di pasar. Tapi, sebelum membahas soal harga, terlebih
dahulu kita harus memahami tentang konsep yield.
Yield adalah angka yang menunjukkan tingkat imbal hasil atau keuntungan yang
diperoleh investor dari obligasi.

Cara yang paling sederhana untuk menghitung yield adalah dengan rumus: nilai
bunga dibagi dengan harga obligasinya. Karenanya, jika Anda membeli suatu
obligasi di harga parinya, yield obligasi itu setara dengan tingkat bunganya. Nah,
begitu harga obligasi itu berubah, yield-nya juga akan berubah.

46
Sebagai contohnya, jika Anda membeli obligasi berbunga 10% pada nilai parinya di
Rp 100 miliar (bunga Rp 10 miliar), berarti yield obligasi itu 10% (Rp 10 miliar/Rp
100 miliar).

Tapi, jika harga obligasi itu turun menjadi Rp 80 miliar, yield-nya akan naik menjadi
12,5% (Rp 10 miliar/Rp 80 miliar). Sebaliknya, jika harga obligasi itu menjadi Rp
120 miliar, yield-nya menjadi 8,33% (Rp 10 miliar/Rp 120 miliar).

Kesimpulannya adalah: yield selalu berbanding terbalik dengan harga obligasi.


Maksudnya, bila harga turun, yield obligasi akan naik. Demikian pula sebaliknya.?

Yield obligasi juga sangat bergantung pada harga obligasi tersebut. Sementara,
harga obligasi sendiri sangat bergantung pada banyak faktor. Selain faktor
permintaan dan penawaran, kondisi makro ekonomi dan tren suku bunga juga
sangat mempengaruhi pergerakan harga obligasi di pasar.

Untuk memahami lebih mendalam tentang hubungan imbal hasil atau yield dengan
harga obligasi, investor juga mesti memahami konsep harga obligasi itu sendiri.

Di pasar, harga obligasi dinyatakan dalam persentase terhadap nilai parinya. Pada
saat awal penerbitan harga obligasi biasanya adalah sebesar 100. Artinya, untuk
membeli obligasi itu investor harus membayar sebesar 100% dari nilai parinya.

Seiring mekanisme pasar, harga obligasi itu bisa naik atau turun. Taruh kata harga
obligasi itu turun menjadi 95. Ini artinya, untuk membeli obligasi senilai Rp 100
miliar, investor cukup membayar Rp 95 miliar atau 95% dari nilai parinya.

Nah, pergerakan harga obligasi sendiri bergantung pada banyak faktor. Sesuai
rumus pasar, semakin banyak permintaannya dan semakin sedikit pasokannya,
harga suatu obligasi akan meningkat.

Selain itu, kondisi makro ekonomi dan tren suku bunga domestik dan luar negeri
juga sangat mempengaruhi pergerakan harga obligasi.

Khusus berhubungan dengan bunga; jika suku bunga cenderung turun, harga
obligasi akan cenderung naik. Ini terjadi karena investor cenderung memburu
obligasi lama yang masih menawarkan bunga tinggi. Nah, investor bersedia
memperoleh yield yang rendah untuk mengejar obligasi itu. Karenanya, di saat
harga naik, yield obligasi justru turun.

Jika suku bunga naik, harga obligasi yang beredar di pasar justru akan turun. Ini
terjadi karena investor menginginkan imbal hasil (yield) yang tinggi dari obligasi
yang ada di pasar untuk mengimbangi kenaikan bunga. Nah, yield yang tinggi ini
hanya bisa tercapai jika investor membeli obligasi itu di harga yang rendah. ?

Selain konsep imbal hasil atau yield yang sederhana ada pula konsep yield to
maturity (YTM) yang lebih rumit.

Tapi, konsep YTM lebih laku karena menggambarkan yield obligasi secara lengkap.
Selain dari bunga obligasi, YTM juga menghitung potensi keuntungan atau kerugian
dari pergerakan harga obligasi.

47
Kita telah membahas bahwa imbal hasil atau yield obligasi yang sederhana bisa
dihitung dengan membagi total bunga dalam setahun dengan harga obligasi
tersebut. Yield yang dihasilkan dengan rumus seperti ini sering disebut sebagai
current yield karena hanya berdasarkan pada harga pasar obligasi saat ini.

Namun, sekali lagi, ini adalah rumus imbal hasil yang sederhana. Masih ada lagi yield
yang rumus perhitungannya lebih rumit, yaitu yield to maturity (YTM). Nah, jika
berbicara tentang yield, para investor dan analis biasanya lebih mengacu pada YTM
ini.

YTM adalah imbal hasil yang bisa diberikan sebuah obligasi dengan asumsi bahwa
investor akan tetap mengempit obligasi itu hingga saat jatuh tempo. Selain itu ada
sederet asumsi yang lainnya. Yaitu bahwa penerbit obligasi membayarkan semua
kupon obligasi itu dan investor menginvestasikan kembali pendapatan bunga itu
dengan tingkat keuntungan yang sama dengan current yield.
Tak cuma itu, YTM ini juga mencakup potensi keuntungan dari kenaikan harga
obligasi atau capital gain ( jika Anda membeli obligasi itu di harga diskon) maupun
kerugian akibat penurunan harga obligasi (jika Anda membeli obligasi di harga tinggi
atau premium).

Singkat kata, YTM menghitung semua keuntungan obligasi jika ia dipegang hingga
jatuh tempo. Namun, YTM biasanya ditampilkan dalam tingkat keuntungan efektif
dalam satu tahun.

Terdengar rumit? Karena itulah, biasanya investor dan analis menghitung YTM
dengan menggunakan sistem penghitung yang sudah terpasang di komputer atau
kalkulator. ?

 
PASAR UANG

Mengenal Carry Trade


 
Sejak awal tahun ini, istilah carry trade begitu sering muncul di berbagai media ekonomi
dan investasi. Asal tahu saja, strategi ini sebenarnya sudah muncul sejak tahun 1980-an.
Tapi, baru belakangan ini saja, ia tiba-tiba menjadi terkenal. Maklum, sejak awal tahun
2007, praktik carry trade memang semakin marak terjadi di pasar keuangan internasional.
Dampaknya juga sangat besar di pasar keuangan.

Instilah carry trade, umumnya, mengacu pada strategi carry trade dalam
perdagangan mata uang. Tak perlu pusing, sejatinya, ini adalah strategi yang
sederhana saja. Dalam carry trade, investor meminjam uang dari negara berbunga
rendah dan membiakkannya di negara lain yang masih memasang bunga tinggi.
Jadi, ini mirip dengan strategi "beli di harga rendah dan jual di harga tinggi".
Praktik yang paling sering terjadi, investor meminjam dana dari perbankan Jepang
dan kemudian membiakkan dana itu di negara-negara lainnya seperti Australia,
Selandia Baru, Amerika, dan juga Indonesia. Maklum, saat ini bunga di Jepang
adalah yang paling rendah, hanya 0,5%.

Ambil contoh, misalnya, seorang investor, meminjam dana di Jepang sebesar 1.000
yen, mengonversinya menjadi rupiah, dan menginvestasikan di Indonesia. Dengan
kurs Rp 73,9 per yen, artinya dalam rupiah dana itu setara dengan Rp 73.900.

48
Nah, cukup dengan menginvestasikan dana itu di Sertitikat Bank Indonesia (SBI)
yang berbunga 8,25%, investor itu sudah akan langsung menikmati keuntungan
bunga 7,75%. Jika ia menginvestasikan dana ini di saham atau obligasi, tentu,
keuntungannya bisa berlipat-lipat.

Namun, praktik carry trade ini menghadapi risiko perubahan nilai tukar atau kurs.
Misalnya, ternyata mata uang yen kemudian menguat terhadap rupiah. Jika ini
terjadi, ketika berniat mengembalikan pinjaman dana yen-nya tadi, investor harus
membeli yen dengan harga yang lebih mahal. Untuk menghindari risiko ini, pelaku
carry trade biasanya telah melakukan lindung nilai (hedging).

Buat mata uang seperti yen, praktik ini cenderung membuat yen melemah, sebab
investor menjual yen. Sebaliknya, mata uang negara sasaran investasi seperti
Indonesia cenderung menguat karena investor itu membeli rupiah.

Pasar Uang
 
Anda ingin tetap membiakkan duit yang akan Anda gunakan dalam jangka pendek?
Untuk memenuhi hasrat ini, Anda bisa mencoba menginvestasikan dana Anda di dalam
instrumen pasar uang (money market). Instrumen ini mirip dengan instrumen surat uang
atau obligasi, tapi jangka waktu jatuh temponya sangat pendek. Karenanya, ia memiliki
sifat sangat konservatif dan risikonya rendah.

Betul, bursa saham dan obligasi memang bisa mendatangkan untung tinggi untuk
investor. Tapi, ibarat roller coaster, fluktuasinya sering membuat sebagian investor
sakit perut. Nah, sebagai alternatif, investor bisa menjajal investasi di pasar uang.

Sebenarnya, pasar uang ini lebih banyak dimanfaatkan oleh perusahaan besar atau
pemerintah untuk mengatur kebutuhan dana tunai jangka pendeknya. Namun,
investor individu bisa mencicipi investasi di pasar uang melalui berbagai instrumen.
Sejatinya, pasar uang merupakan salah satu bagian pasar pendapatan tetap alias
fixed income. Umumnya, kita menganggap bahwa instrumen pendapatan tetap sama
dengan obligasi. Padahal, obligasi hanyalah salah satu bentuk instrumen pendapatan
tetap.

Nah, instrumen pasar uang juga masuk kategori ini. Bedanya, pasar uang hanya
mencakup surat utang berjangka sangat pendek (di bawah satu tahun).
Investasi di pasar uang sering disebut juga investasi tunai (cash investment) karena
jangka waktu jatuh tempo investasi itu sangat pendek. Instrumen ini umumnya
berbentuk surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah, institusi keuangan, dan
perusahaan besar.

Instrumen ini juga sangat likuid dan sangat aman. Namun, karena sifatnya sangat
konservatif, tingkat keuntungannya (return) biasanya kalah jauh jika dibandingkan
berbagai surat berharga lainnya. Salah satu perbedaan instrumen pasar uang dan
saham adalah bahwa ia umumnya diperdagangkan dalam nilai nominal yang besar.
Hal inilah yang sering membuat investor individu agak sulit memilikinya.?

Pasar uang merupakan dealer market. Maksudnya, para investornya bertransaksi


langsung tanpa broker atau pialang. Selain itu, transaksinya lebih sering terjadi di
luar bursa (over the counter). Namun, ada reksadana pasar uang yang bisa menjadi
solusi bagi investor yang ingin mencicipi investasi di pasar uang. Melalui produk ini,

49
investor awam pun bisa berinvestasi di instrumen investasi pasar uang. Kemarin,
kita sudah membahas bahwa investor harus menyediakan dana yang besar jika ingin
berinvestasi di instrumen pasar uang. Selain itu, Anda juga mesti memahami bahwa
pasar uang merupakan dealer market. Maksudnya, pihak-pihak yang berinvestasi di
pasar itu melakukan jual-beli sendiri.

Ini berbeda dengan pasar saham. Di bursa saham, investor bertransaksi melalui para
pialang atau broker. Selain itu, dalam dealer market, transaksi lebih sering terjadi
melalui telepon atau di luar bursa (over the counter). Tapi, ada cara gampang bagi
investor ritel untuk berinvestasi di instrumen pasar uang, yaitu melalu reksadana.
Ya, saat ini telah banyak beredar reksadana pasar uang. Sesuai dengan namanya,
reksadana ini menginvestasikan sebagian besar dana investor di instrumen pasar
uang seperti deposito, obligasi jangka pendek, dan lain-lain.

Seperti halnya berinvestasi di reksadana lainnya, investor tak perlu menyediakan


modal terlalu besar jika ingin berinvestasi di reksadana pasar uang. Anda bisa mulai
dengan dana Rp 5 juta atau Rp 10 juta. Enaknya lagi, meski tidak berinvestasi
langsung di instrumen pasar uang, investor tetap dapat menikmati sifat likuid
instrumen pasar uang lewat reksadana ini.

Pasalnya, jika berinvestasi di reksadana pasar uang, investor bisa keluar-masuk


setiap saat tanpa dipungut biaya. Ini berbeda dengan reksadana lain yang biasanya
memungut biaya masuk (subscription fee) dan keluar (redemption fee). Karena
itulah, di antara reksadana-reksadana lainnya, reksadana pasar uang juga memiliki
risiko paling rendah. Sebagi gambaran, saat ini reksadana pasar uang bisa
memberikan keuntungan (return) riil sekitar 6%-10% dalam setahun.?

Saat ini, di Indonesia, ada banyak jenis instrumen pasar uang yang beredar di pasar.
Selain obligasi yang sudah akan jatuh tempo, ada pula sertifikat deposito dan
commercial paper. Sejak beberapa bulan lalu, Pemerintah Indonesia juga telah
menerbitkan Surat Perbendaharaan Negara (SPN).

Sesuai dengan namanya, instrumen investasi pasar uang adalah instrumen-


instrumen investasi berjangka pendek. Dengan kata lain, instrumen-instrumen itu
dengan mudah bisa diuangkan setiap saat. Salah satu bentuk instrumen pasar uang
adalah sertifikat deposito atau certificate of deposit (CD). Produk ini sebenarnya
mirip dengan deposito berjangka perbankan. Bedanya, investor bisa membeli CD
melalui broker. Jangka waktu CD ini biasanya pendek, yakni sekitar tiga bulan. Tapi,
ada juga CD yang berjangka waktu di atas satu tahun.

Selain CD, bentuk instrumen pasar uang lainnya adalah commercial paper atau CP.
Ini adalah surat utang jangka pendek yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan. CP
ini biasanya tidak berjaminan. Jangan waktu surat utang jangka pendek ini
umumnya tak lebih dari sembilan bulan. Bahkan rata-rata jatuh tempo CPO adalah
sekitar dua sampai tiga bulan.

Banyak investor menyukai CP ini karena relatif aman. Sebab, investor bisa
memprediksikan kondisi keuangan perusahaan penerbitnya dalam beberapa bulan ke
depan dengan mudah. Tapi, investor sebaiknya hanya beli CP dari perusahaan besar.
Sebab, banyak juga kasus CP yang gagal bayar atau default. Ada pula instrumen
pasar uang terbitan pemerintah, yakni Surat Perbendaharaan Negara atau SPN.
Jangka waktu SPN ini maksimal hanya 12 bulan.
Pemerintah Indonesia menerbitkan SPN ini setiap sebulan sekali. Cuma, investor tak
bisa membelinya langsung, melainkan harus melalui para dealer utama.?
50
REKSADANA

Bagaimana Membeli Reksadana


 
membeli reksadana itu gam-pang, kok. Pada dasarnya Anda tinggal mendatangi kantor
ma-najer investasi atau agen pen-jual untuk membeli unit penyer-taan reksadana, kecuali
ETF.

Setelah kita bahas satu per satu jenis reksadana yang saat ini ada di Indonesia,
apakah Anda sudah menemukan jenis reksadana yang paling pas untuk Anda? Kalau
sudah, mungkin Anda sudah tak sabar ingin menjajalnya. Baiklah, agar Anda tak
tambah penasaran, mari kita telusuri seluk-beluk membeli reksadana, mulai dari
menyiapkan modal, apa saja persyaratannya, hingga di mana saja kita bisa
membelinya.

Berdasar data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK),
saat ini ada 109 manajer inves-tasi yang terdaftar resmi. Se-mentara, agen penjual
yang te-lah memperbaharui izinnya ada 21 perusahaan. Selain itu masih ada 4
perusahaan lagi sedang dalam proses mendapatkan izin jadi agen penjual
reksadana.

Sekadar informasi, belakangan Bapepam mengetatkan ke-tentuan bagi pengelola


dan penjual reksadana. Di antaranya mewajibkan agen mendaftar ulang
perizinannya. Alhasil, jumlah manajer investasi dan agen penjual reksadana menciut
dari sebelumnya.

Tujuan pengetatan aturan tersebut tak lain agar industri reksadana menjadi lebih
sehat dan kuat. Dengan demikian, para investor diharapkan bisa merasa lebih
tenang menaruh duitnya di reksadana.

Nah, untuk mengetahui siapa saja manajer investasi dan agen penjual yang berhak
memasarkan produk reksadana, investor bisa melongoknya di situs Bapepam-LK
(www.bapepam.go.id ataupun www.bapepam.go.id).

Lantaran manajer investasi dan agen penjual sama-sama berhak menjual produk
reksadana, semestinya investor punya pilihan ke mana membeli suatu produk
reksadana.

Sayangnya, sekarang ini hanya segelintir perusahaan manajer investasi yang


bersedia menerima pembelian langsung dari investor. Kebanyakan mereka malah
memilih bekerja sama dengan bank yang menjadi agen penjual un-tuk memasarkan
reksadananya.

Akibatnya, bank-bank yang menjadi agen penjual itu biasa-nya menetapkan minimal
inves-tasi yang lumayan tinggi. Berdasarkan penelusuran KONTAN, ada sebuah bank
yang menetapkan investasi minimal Rp 1 juta per produk reksadana. Namun,
kebanyakan bank mematok minimal investasi di atas Rp 5 juta per produk. Bahkan
ada yang minimal Rp 100 juta.

Meski tidak banyak, saat ini masih ada perusahaan manajer investasi yang melayani
pembelian unit penyertaan secara langsung dengan mematok minimal investasi Rp
250.000 per produk.

51
Sejatinya, reksadana merupakan instrumen investasi untuk pemodal kecil atau ritel.
Karena itu, sebetulnya manajer investasi mematok setoran awal yang relatif
terjangkau. Namun, belakangan banyak manajer investasi menjual produk lewat
bank. Nah, bank yang jadi agen penjual itulah yang kemudian menetapkan minimal
investasi yang lumayan besar, seperti sudah kita bahas pada edisi sebelum ini.

Selain setoran awal minimal, investasi dalam satu produk reksadana juga ada
batasan maksimalnya. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) mem-batasi kepemilikan maksimal atas suatu produk reksadana
sebanyak 1% dari total unit pe-nyertaan satu produk reksadana. Misalnya, manajer
investasi menerbitkan maksimal satu miliar unit penyertaan reksadana, maka
seorang investor ha-nya bisa membeli paling ba-nyak 10 juta unit penyertaan.

Tujuan pembatasan ini agar portofolio reksadana bersangkutan tidak terlalu


terganggu ketika si investor besar menjual kembali unit penyertaannya.
Bayangkan saja bila seorang investor menguasai setengah dari total unit penyertaan
yang diterbitkan. Nilai aktiva bersih (NAB) yang tersisa pasti akan langsung rontok
jika ia menjual kembali unit penyertaannya.

Saat membeli unit penyertaan reksadana, investor diwajibkan mengisi formulir


penjualan, dilengkapi dengan identitas diri. Fotokopi KTP untuk inves-tor individu
atau anggaran da-sar untuk investor institusi. Formulir ini kemudian diserahkan
kepada manajer investasi, baik secara langsung atau lewat agen penjual.

Selanjutnya, investor akan mendapat surat konfirmasi yang berisi rincian pembelian
unit penyertaan. Surat konfirmasi ini merupakan bukti kepemilikan atas sejumlah
unit penyertaan reksadana.

Namun, jangan gusar bila An-da tidak menerima surat konfir-masi. Bukan berarti
manajer in-vestasi hendak menipu Anda. Sebab, memang tidak semua manajer
investasi mengirimkan surat konfirmasi seperti itu. Ta-pi, sebagai bukti kepemilikan
si investor, manajer investasi akan mengirimkan laporan bu-lanan tentang
perkembangan hasil investasinya, yang berupa rincian nilai aktiva bersih per unit
penyertaan reksadana yang dibeli si investor.

Dus, waspadalah bila ada manajer investasi atau agen penjual reksadana yang
meminta duit Anda itu. Pada saat membeli unit penyertaan reksadana, harap dicatat
baik-baik, investor tidak menyerahkan secuil pun dana untuk pembelian unit
penyertaan ini kepada agen penjual ataupun manajer investasi. Melainkan, investor
mesti menyetornya ke dalam rekening produk reksadana tersebut yang terdapat di
bank kustodian.

Adapun cara menyetor duit ke bank kustodian juga gampang. Anda bisa datang
langsung ke salah satu kantor cabangnya. Kadang, Anda juga bisa menyetor dana
itu lewat mesin ATM atau memindahbukukan (transfer) dari rekening Anda ke
rekening reksadana tadi. Di luar itu, hal penting lain yang mesti diperhatikan
investor kala membeli reksadana adalah penentuan harga beli per unit penyertaan
dan biaya pembeliannya.

Seperti sudah dijelaskan, harga atau nilai aktiva bersih (NAB) per unit penyertaan
bisa berubah setiap hari. Nah, harga beli ini bergantung pada waktu Anda
mengembalikan formulir pembelian plus menyetor dana ke bank kustodian. Saat
inilah Anda dianggap telah resmi membeli unit penyertaan reksadana.

52
Biasanya, jika formulir dan dana pembelian investasi diterima sebelum pukul 12.00
WIB, investor akan mendapatkan harga unit penyertaan pada hari bursa yang
bersangkutan. Namun, bila formulir dan dana pembelian disetor setelah jam itu,
investor akan mendapat patokan harga unit penyertaan pada hari bursa berikutnya.
Hari bursa di Indonesia berlaku mulai Senin hingga Jumat, kecuali ada hari libur
resmi nasional.

Adapun, biaya pembelian masing-masing produk reksadana bisa dilihat dalam


prospektusnya. Biasanya, tidak lebih dari 3%. Cara menghitungnya begini.
Katakanlah, Anda menyetor dana Rp 5 juta dan biaya pembelian dipatok 2%. Harga
saat Anda membeli Rp 2.000 per unit. Maka, harga per unit setelah biaya adalah Rp
2.000 ditambah 2% dari Rp 2.000. Hasilnya, Rp 2.040 per unit.

Jadi, unit penyertaan yang Anda miliki adalah Rp 5 juta dibagi Rp 2.040, yaitu
2.450,98 unit penyertaan. Nilai inilah yang nanti bertambah atau berkurang selama
masa investasi Anda.

Berarti, jika dihitung-hitung, nilai investasi bersih Anda pada masa awal investasi itu
sejatinya hanya Rp 4.901.960,78, bukan Rp 5 juta. Sementara, biaya pembeliannya
sebesar Rp 98.039,22.

Ada baiknya juga, sebelum membeli reksadana, Anda mencermati biaya-biaya lain
yang dibebankan pada investor. Biasanya, selain biaya penjualan, ada biaya
pengalihan dan biaya penjualan kembali. ?

Bagaimana Mencairkan Reksadana?


 
Sudah merasa cukup puas dengan hasil investasi reksadana Anda? Atau, tiba-tiba Anda
butuh dana ekstra? Atau, justru Anda merasa tidak puas dengan imbal hasil produk
reksadana pilihan Anda? Mungkin, kini, saatnya Anda menjual atau mencairkan kembali
unit penyertaan Anda untuk merealisasikan keuntungan investasi Anda atawa mencegah
kerugian lebih lanjut. Caranya juga segampang membelinya, kok.

Biasanya, saat Anda membeli unit penyertaan reksadana, si agen penjual atau
manajer investasi sudah langsung memberi Anda formulir penjualan. Tujuannya, bila
sewaktu-waktu ingin menjual kembali unit penyertaan reksadana, Anda tinggal
mengisi dan mengirimkannya via mesin faksimili. Dus, Anda tidak perlu repot lagi
datang ke gerai agen penjual atawa manajer investasi.

Bila belum mempunyai formulir itu, Anda bisa meminta si agen atau manajer
investasi untuk mengirimkannya. Tapi, bila sedang senggang, tak ada salahnya Anda
langsung mendatangi gerai mereka. Sekalian mengisi dan menyerahkannya kembali.
Dus, permohonan Anda akan langsung tercatat pada hari yang sama.

Waktu masuknya formulir itu penting, lo. Sebab, itu bisa menentukan total hasil
investasi Anda. Bila formulir permohonan itu tercatat masuk ke meja manajer
investasi sebelum pukul 12.00, Anda akan memperoleh harga per unit penyertaan
pada penutupan perdagangan hari yang sama. Tapi, bila data itu masuk setelah
pukul 12.00, Anda akan memperoleh harga per unit penyertaan pada penutupan
perdagangan pada hari bursa berikutnya.

53
Nah, untuk mengetahui berapa besar kira-kira hasil investasi Anda selama ini, Anda
bisa melihat harga per unit penyertaan (nilai aktiva bersih per unit penyertaan) di
surat kabar. Harap diingat, angka yang tercantum tersebut merupakan harga per
unit penyertaan pada sehari bursa sebelumnya. Jangan lupa juga untuk menghitung
biaya penjualan ketika Anda ingin menjual kembali unit penyertaan reksadana.

Tapi, kebanyakan reksadana membebaskan biaya penjualan setelah dana investasi


mengendap dalam periode tertentu; biasanya, setelah mencapai satu tahun. Biar
lebih gamblang, mari kita pakai ilustrasi yang sama seperti saat membahas
pembelian reksadana beberapa waktu lalu. Singkat cerita, ketika itu Anda
menginvestasikan dana sebesar Rp 5 juta. Dengan harga Rp 2.000 per unit
penyertaan dan biaya pembelian sebesar 2%, Anda memiliki 2.272,73 unit
penyertaan.

Setelah 12 bulan, harganya mencapai Rp 2.500 per unit penyertaan. Anda juga
terbebas dari biaya penjualan kembali. Artinya, dana Anda sudah berbiak menjadi Rp
5.681.825. Jadi, selama 12 bulan itu, Anda mendapatkan keuntungan investasi
sebesar Rp 681.825 atau sekitar 13,6%.

Ketentuan batas saldo minimal tersebut dibuat lantaran manajer investasi ingin
menghindari pengelolaan yang tidak efisien. Pembatasan ini juga membantu agar
perkembangan dana si investor bisa sebanding dengan hasilnya.

Seperti halnya pembelian unit penyertaan, dalam pencairan atawa penjualan kembali
unit penyertaan reksadana, manajer investasi terkadang menerapkan aturan batas
minimal pencairan dana. Biasanya, manajer investasi juga menentukan batas
minimal nilai saldo unit penyertaan suatu produk reksadana. Dus, jika batas ini
tercapai, manajer investasi berhak secara otomatis mencairkan dana milik Anda.

Bayangkan saja, bila dana si investor kelewat kecil, manajer investasi akan
kerepotan dalam mengelola dan membuat pelaporannya. Bisa-bisa biayanya lebih
besar ketimbang hasil investasinya. Dus, bukannya bertambah, nilai investasi itu
justru bisa tergerus. Di samping itu, manajer investasi juga berhak membatasi
jumlah penjualan maksimal setiap harinya. Biasanya, paling pol hingga 20% dari
total nilai aktiva bersih (NAB).

Hal seperti itu pernah terjadi ketika terjadi aksi redemption alias pencairan besar-
besaran pada medio September 2005 dan masih terasa hingga Januari 2006. Seperti
pernah kita bahas sebelumnya, kejadian yang dipicu kenaikan suku bunga ini sempat
membuat industri reksadana oleng.

Dengan membatasi maksimal pencairan hingga 20% dari total dana kelolaan per
hari, paling tidak, manajer investasi bisa mengambil nafas untuk menyediakan
dananya. Plus, mencegah aksi jual aset portofolio secara buru-buru yang bisa
membuat harganya jatuh terlalu murah. Berarti pula, ini mencegah atau mengerem
jatuhnya nilai aktiva bersih per unit penyertaan.

Lantas, bila skenario terburuk itu terjadi? Andaikata, satu produk reksadana memiliki
total dana kelolaan sebesar Rp 1 triliun. Nah, ternyata dalam satu hari terjadi
pengajuan permohonan pencairan unit penyertaan reksadana sebesar Rp 500 miliar
alias 50% dari total dana kelolaan.

54
Pada situasi seperti itu, manajer investasi hanya akan memproses pencairan dengan
kuota 20% dari total dana kelolaan alias Rp 200 miliar. Caranya, berlaku prinsip
first-come-first-served. Artinya, formulir yang masuk duluan akan lebih dulu
diproses. Sisanya, baru akan diproses esok harinya sesuai urutan. Begitu seterusnya
sampai semua permohonan pencairan diproses.

Harap diingat, Anda tidak bisa menjual kembali unit penyertaan reksadana seperti
mencairkan deposito yang dananya langsung bisa Anda terima hari itu juga. Dalam
aturan main reksadana yang ditetapkan Bapepam, Anda mesti menunggu paling
lambat 7 hari bursa sejak manajer investasi menerima permohonan pencairan.
Biasanya, dana tersebut langsung ditransfer ke rekening Anda.

Nah, bila ingin mengalihkan investasi ke produk reksadana lain yang diterbitkan oleh
manajer investasi yang sama, lagi-lagi Anda harus mengisi formulir. Plus, Anda akan
dikenakan biaya pengalihan. Jangan khawatir, biasanya biaya pengalihan ini lebih kecil
nilainya ketimbang biaya penjualan kembali atau biaya pembelian.

Memilih MI Reksadana
 
Kita sudah membahas berbagai jenis reksadana, mulai dari reksadana pendapatan tetap
sampai exchange trade fund (ETF). Tapi, hanya tahu tentang jenis-jenis produk itu tidak
lah cukup. Sebelum berinvestasi di reksadana, Anda juga kudu pintar-pintar memilih
perusahaan manajer investasi (MI) yang mengelola reksadana-reksadana tersebut.

Ada banyak faktor yang harus diperhatikan ketika seorang investor hendak memilih
manajer investasi (MI) reksadana. Misalnya, investor harus mempelajari integritas
dan track record para MI itu. Investor juga kudu mengetahui gaya investasi, jumlah
nasabah, dan jumlah dana yang dikelola manajer investasi. Terakhir, investor pun
mesti mempelajari kualitas pelayanan dan tarif biaya-biaya MI tersebut.

Sekedar mengingatkan, reksadana adalah produk investasi yang berciri tiga well:
well managed, well diversified, dan well regulated. Nah, dari ketiganya well managed
dan well diversified adalah tanggung jawab manajer investasi. Dari kemampuan
mengatur dan menanam investasi dalam jenis-jenis instrumen investasi yang tepat
itulah kita dapat mengukur kualitas manajer investasi. Di samping itu, kita juga
harus mengukur integritas manajer investasi itu.

Oleh sebab itu, sekecil apa pun uang yang Anda tanamkan dalam investasi
reksadana, janganlah malu untuk bertanya soal kredibilitas manajer investasi yang
hendak Anda percayai mengelola uang Anda.

Selain bertanya pada teman dan kolega yang mengerti dunia reksadana, Anda juga
bisa mencari di situs www.bapepamlk.depkeu.go.id untuk memastikan bahwa MI
yang Anda percaya telah mengantongi izin dari Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam-LK).

Selain itu, ada beberapa faktor yang patut Anda cermati saat memilih manajer
investasi.
Pertama adalah pengalamannya. Ini berkaitan dengan lamanya perusahaan MI
tersebut berdiri. Asal tahu saja, beberapa manajer investasi yang beroperasi di
Indonesia merupakan afiliasi dari grup keuangan internasional yang beroperasi di
berbagai negara dan telah beroperasi selama puluhan tahun.

55
Sekadar patokan, kalau MI itu sudah tujuh tahun berdiri dan produknya memberikan
keuntungan (return) yang bagus itu bisa dibilang bahwa track record-nya baik.
Informasi ini biasanya tercantum dalam prospektus produk reksadana yang mereka
kelola.

Kedua adalah kinerja historis manajer investasi. Walaupun bukan menjadi jaminan,
tapi keandalan manajer investasi mengelola reksadana akan tampak dari kinerja
reksadana yang pernah mereka kelola pada masa sebelumnya. Manajer investasi
yang baik akan menjaga konsistensi kinerjanya, sehingga bisa menjadi petunjuk
bagi investor tentang potensi keuntungan yang bisa diperoleh.

Dalam melihat kinerja historis, yang patut mendapat perhatian bukan cuma return
yang dihasilkan, tapi juga risikonya. Untuk mengukur risiko ini kita bisa
memperhatikan fluktuasi keuntungan reksadana yang dikelola si MI. Jika
fluktuasinya tinggi, artinya risikonya juga tinggi. Sebaliknya jika fluktuasinya kecil,
atau kinerjanya cenderung anteng, artinya risikonya rendah.

Artinya, investor juga harus mempelajari gaya investasi masing-masing MI.


Selanjutnya, investor harus menimbang apakah gaya investasi itu sesuai dengan
target dan profil risiko mereka masing-masing. Ketika memilih manajer investasi
(MI) reksadana, investor seringkali cenderung mencari MI yang bisa memberikan
keuntungan paling tinggi. Padahal, investor juga kudu mengenal gaya investasi MI
tersebut. Siapa tahu, hasil keuntungan itu diperoleh dengan gaya investasi yang
terlalu berani. Artinya, risikonya tinggi.

Gaya berinvestasi atau investment style manajer investasi dapat dipelajari dari isi
portofolio yang dilaporkan dalam laporan keuangannya. Yang patut diperhatikan
adalah jenis obligasi atau saham yang ada di dalam portofolionya. Apakah lebih
banyak obligasi atau saham perusahaan-perusahaan kecil namun tingkat
pertumbuhannya cukup besar, atau lebih banyak saham atau obligasi perusahaan
mapan dengan pertumbuhan lebih pelan. Kita juga bisa melihat, apakah
portofolionya terdiri dari saham atau obligasi perusahaan di sektor tertentu atau
merata di semua sektor.

Keempat, kita juga harus mencermati ada tidaknya dukungan grup perusahaan.
Umumnya, masyarakat sangat memperhatikan dukungan grup perusahaan untuk
meyakinkan diri bahwa MI yang akan dipilihnya akan berumur panjang. Artinya,
semakin besar grupnya semakin bagus.

Yang kelima, cermati juga besar aset kelolaan para MI. Ibarat mesin produksi yang
bisa menghasilkan barang lebih murah bila membuatnya dalam jumlah banyak,
makin besar aset yang dikelola manajer investasi juga banyak memberikan
keuntungan. Biaya investasi bisa lebih efisiensi. Mereka juga memiliki kekuatan
tawar yang baik karena mengelola uang dalam jumlah besar. Artinya, mereka bisa
mendapatkan harga lebih baik saat bertransaksi, khususnya untuk instrumen pasar
uang dan pendapatan tetap.

Keenam, investor pun kudu mempelajari jumlah nasabah yang sudah berinvestasi di
manajer investasi tersebut.Banyaknya nasabah menunjukkan tingkat kepercayaan
yang besar pada investor. Selain mengelola reksadana, banyak manajer investasi
juga mengelola portofolio nasabah secara terpisah (discretionary fund). Nasabah
discretionary fund umumnya nasabah besar seperti dana pensiun atau asuransi.
Nah, semakin banyak investor yang mempercayakan dananya kepada suatu manajer
investasi, berarti MI itu dipercaya oleh banyak orang.
56
Terakhir, investor harus mempelajari pula struktur biaya yang dipungut oleh MI. Biaya-
biaya itu mencakup biaya pembelian reksadana, pengelolaan, dan penarikan reksadana.
Semakin murah biayanya tentu semakin hemat. Satu lagi, investor juga harus melihat
kualitas pelayanan MI tersebut.

Menakar Risiko Reksadana


 
Ingat! Tidak ada investasi yang bebas dari risiko. Contohnya, Anda berinvestasi di
properti, ada risiko harganya tidak kunjung naik atau bahkan melorot lantaran lokasi
properti yang Anda beli ternyata rawan banjir. Eh, mau menjual ternyata juga susahnya
minta ampun. Nah, bagaimana dengan investasi di reksadana?

Seperti sudah pernah kita bahas, NAB reksadana itu bisa naik dan bisa turun. Nah,
jika kebetulan NAB per unit reksadana Anda ternyata turun lebih rendah ketimbang
NAB per unit pada waktu Anda membelinya, berarti ada indikasi Anda akan merugi.

Penurunan NAB per unit penyertaan reksadana disebabkan adanya penurunan dari
harga atau nilai efek alias surat berharga yang ada dalam portofolio reksadana Anda.
Misalnya, bunga deposito, bila sebagian dana reksadana itu ditaruh di deposito. Bisa
juga, turunnya harga saham serta obligasi, bila dana kelolaan reksadana itu
ditempatkan pada kedua instrumen ini.

Lantas, apa yang bisa membuat harga atau nilai efek turun? Pertama, harga atau
nilai efek bisa turun karena ada perubahan kondisi ekonomi, politik, atau keamanan
baik di dalam maupun luar negeri - yang bisa memengaruhi kinerja penerbit efek.

Misalnya, lantaran inflasi cukup rendah dan perekonomian secara makro membaik,
Bank Indonesia menurunkan suku bunganya. Contoh lain, ketika pekan lalu pasar
saham Shanghai dan Shenzhen di China anjlok, bursa saham kita ikut runtuh.
Alhasil, karena harga saham-saham turun, NAB per unit penyertaan reksadana yang
penempatan dananya di dalam instrumen saham otomatis juga turun.

Risiko kedua: terjadi wanprestasi dari salah satu atau beberapa pihak yang terlihat
dalam penerbitan dan pengelolaan surat berharga. Tidak tertutup kemungkinan, si
penerbit atau emiten surat berharga itu mengalami gagal bayar atau kebangkrutan
usaha. Akibatnya, emiten tidak bisa memenuhi kewajibannya, sehingga harga efek
yang dia terbitkan langsung jatuh.

Biar lebih jelas, mari kita pakai perumpamaan. Taruh kata, sebuah produk reksadana
menempatkan sebagian besar dananya ke efek obligasi korporasi yang memberi
tingkat kupon tinggi. Sudah prinsip dasar investasi, instrumen yang memberikan
keuntungan tinggi biasanya mempunyai risiko yang juga tinggi.

Terbukti kemudian, kinerja perusahaan dari beberapa efek obligasi itu jeblok.
Proyek-proyek usahanya gagal sehingga kesehatan keuangannya terganggu. Malah,
ia terancam bangkrut. Walhasil, kinerja obligasinya pun jelek. Diawali dengan
keterlambatan pembayaran kupon, penurunan harga obligasi, hingga akhirnya
pembayaran kupon dan pokok obligasi itu macet alias gagal bayar. MI akan
memasukkan kejadian tersebut dalam penghitungan NAB per unit penyertaan
reksadana. Akibatnya, investor akan melihat NAB per unit di reksadana itu
berkurang. Kalau porsi investasi di obligasi itu besar, reksadana Anda pun akan
merugi.

57
Jumat lalu (2/3), kita telah membahas tentang risiko fluktuasi nilai aktiva bersih
(NAB) dan risiko wanprestasi reksadana. Kini, kita akan mempelajari risiko yang
ketiga: yakni, risiko likuiditas. Ini adalah risiko menyangkut cepat-lambatnya
investor dapat mencairkan investasinya di reksadana.

Selain risiko fluktuasi NAB dan wanprestasi, reksadana punya risiko likuiditas.
Intinya, manajer investasi (MI) itu mirip dengan bank. Jika investor secara bersama-
sama menarik dananya (rush) dari satu produk, si MI juga bisa kolaps. Karena itu,
investor harus benar-benar selektif memilih MI. Selain kinerjanya, perhatikan juga
kekuatan modalnya. Semakin kuat cadangan modal yang dimilikinya, semakin baik
dia.

Saat ini, hampir semua jenis reksadana memang mengizinkan investornya untuk
keluar-masuk setiap saat. Satu-satunya jenis reksadana yang masih memasang
batasan waktu penarikan dana adalah reksadana terproteksi. Ini bisa dimaklumi,
karena skim investasi reksadana terproteksi memang mengharuskan adanya
pembatasan waktu penarikan dana. Ia bahkan memiliki waktu jatuh tempo.

Tapi, reksadana yang lain tak mengenal periode jatuh tempo. Ini artinya, jika
menginginkan, investor bisa menjual unit penyertaan reksadananya setiap saat.
Hanya, jangan salah. Ada kalanya proses penarikan dana itu ternyata tidak bisa
berjalan lancar. Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) bilang bahwa manajer investasi (MI) harus membayarkan dana yang
ditarik investor paling lambat dalam 7 hari kerja bursa. Tapi, kadang kala, MI tak
bisa memenuhi tenggat waktu ini.

Peristiwa ini bisa terjadi jika seluruh investor yang menempatkan dananya dalam
suatu produk reksadana menarik dananya secara bersama-sama. Taruh kata ada
1.000 investor yang membiakkan duitnya di reksadana A yang dikelola oleh Manajer
Investasi X. Nah, suatu ketika pasar reksadana tiba-tiba gonjang-ganjing. Akibatnya,
semua investor reksadana A itu menarik dananya secara bersama-sama.

Keadaan ini memaksa Manajer Investasi X untuk menjual instrumen-instrumen


portofolio yang ada di dalam reksadana A. Berikutnya, ada dua kemungkinan yang
bisa terjadi. Kemungkinan pertama: MI berhasil menjual seluruh instrumen portofolio
sehingga langsung mengantongi dana dan membagikannya kepada para investor
sesuai dengan jumlah investasi mereka.

Kemungkinan kedua: MI tidak bisa menjual instrumen investasinya sekaligus.


Alasannya, di pasar memang belum ada pembeli yang mau membeli instrumen
investasi tersebut. Atau, kalaupun ada, si calon pembeli menawarkan harga yang
sangat murah. Dalam kondisi seperti ini, mau tidak mau, MI harus menjual
instrumen investasinya secara bertahap. Ujung-ujungnya investor pun telat
menerima dananya. Syukur kalau cuma telat. Mungkin saja, dana investor juga
benar-benar macet lantaran MI gagal menjual instrumen investasinya di pasar.

Kalau diperhatikan, MI reksadana agak mirip dengan bank. Kalau secara bersama-
sama investor menarik (rush) dananya, MI juga bisa kolaps. Akibatnya, duit investor
juga bisa nyangkut atau tak bisa ditarik.

58
Reksadana sama dengan Deposito?
 

Parahnya lagi, mereka pun beranggapan, risiko berinvestasi di instrumen reksadana


sama saja dengan deposito; nyaris atau bahkan tidak ada. Sebab, nilai investasi
mereka dijamin oleh penerbit atau si agen penjual reksadana.

Persepsi tersebut tentu saja salah kaprah. Reksadana tidaklah sama dengan
deposito. Memang, ada juga persamaan mendasar antara deposito dengan produk
reksadana. Pertama, baik deposito maupun reksadana merupakan sarana atawa
instrumen investasi bagi para pemilik modal untuk membiakkan duit kekayaannya.

Kedua, deposito dan reksadana sama-sama merupakan jenis investasi yang


terbentuk lewat pengumpulan dana publik. Oleh pengelola, dana ini kemudian
disalurkan kembali ke dalam suatu portofolio investasi. Dalam kasus deposito,
kumpulan dana itu disalurkan dalam bentuk kredit. Tapi, jangan terkecoh. Ada
banyak perbedaan di antara reksadana dan deposito. Perbedaan pertama, terletak
pada pengelola dananya. Deposito dikelola oleh bank.

Sementara, pengelola reksadana ada dua pihak, yaitu manajer investasi dan bank
kustodian.
Manajer investasi bertanggung jawab atas seluruh kegiatan investasi; mulai dari
analisa dan evaluasi portofolio investasi, pemilihan jenis investasi, serta pengambilan
keputusan investasi. Ia juga memonitor perkembangan pasar dan mengambil
tindakan yang diperlukan untuk kepentingan investor.

Karena itu, secara berkala, manajer investasi wajib melaporkan kepada setiap
investor ke mana saja dana tersebut ditempatkan dan bagaimana perkembangan
investasinya.

Sementara itu, bank kustodian bertindak sebagai penyimpan dana sekaligus


administrator reksadana. Lantaran sifat dan tanggung jawabnya seperti itu, dana
kelolaan tadi bukanlah bagian dari kekayaan manajer investasi maupun bank
kustodian. Dana yang terkumpul dalam produk reksadana ini tetaplah kekayaan para
investor. Cuma, kekayaan ini disimpan atas nama produk reksadana tadi di bank
kustodian.

Agar tidak terjadi kongkalingkong, manajer investasi dilarang keras punya afiliasi
atau hubungan dengan bank kustodian. Cara pengelolaan seperti itu tentu berbeda
dengan deposito. Dalam pengelolaan deposito, bank sepenuhnya bertanggung jawab
atas segala kegiatan administrasi maupun kebijakan investasinya. Dana masyarakat
yang tersimpan di deposito ini akan terhitung sebagai kekayaan bank. Bank
mencatat dana deposito di posisi pasiva atau kewajiban. Setelah dana ini disalurkan
dalam bentuk kredit, bank akan mencatatnya di posisi aktiva atau kekayaan. Tidak
seperti dalam pengelolaan reksadana, pihak bank juga tidak perlu melaporkan
penempatan dana ini kepada setiap deposan alias investor depositonya .

Nah, berdasarkan bentuk hukumnya, ada dua macam reksadana, yaitu reksadana
berbentuk perseroan terbatas (PT) dan reksadana berbentuk kontrak investasi
kolektif (KIK). Namun, yang lazim kita kenal saat ini baru reksadana berbentuk KIK.
Kita akan membahas mengenai topik ini di lain kesempatan.

59
Perbedaan antara reksadana dengan deposito tak hanya terletak pada siapa
pengelola dananya. Hukumnya pun berbeda. Deposito semata merupakan produk
perbankan yang bisa langsung dijual oleh si bank. Tapi, reksadana mesti melewati
suatu proses sebelum dijual; mulai dari pendaftaran hingga mendapat pernyataan
efektif dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Penempatan investasi deposito dan reksadana juga berbeda. Ketika kita
menempatkan dana dalam deposito, kita mesti menyetorkan sejumlah dana kita ke
bank. Tapi, ketika kita hendak menempatkan dana kita ke reksadana, kita membeli
unit penyertaan atau saham.

Unit penyertaan menggambarkan satuan nilai investasi dalam reksadana. Harga per
unit penyertaan reksadana sewaktu pertama kali dijual biasanya dipatok sebesar Rp
1.000. Selanjutnya, harga per unit penyertaan ini bisa berubah sesuai dengan hasil
investasi portofolio yang dikelola manajer investasi.

Konsekuensinya, bila kita membeli produk reksadana bukan pada awal


penerbitannya, kita mesti membeli tiap unit penyertaan sesuai dengan harganya
saat itu. Contohnya begini; pada waktu awal sebuah produk reksadana dipasarkan,
Anda memutuskan membeli sebanyak 1.000 unit penyertaan. Harga perdananya Rp
1.000 per unit penyertaan. Jadi, fulus yang mesti Anda keluarkan sebesar Rp
1.000.000. Setelah berjalan setahun, Anda memutuskan untuk membeli sebanyak
1.000 unit penyertaan lagi. Tapi, waktu itu harga per unit penyertaannya sudah
mencapai Rp 1.500. Alhasil, Anda mesti mengeluarkan dana Rp 1.500.000.

Perbedaan lain antara deposito dengan reksadana adalah bukti kepemilikan atas
investasi kita. Ketika menempatkan dana dalam deposito, bank akan memberikan
kita sebuah sertifikat deposito. Sedangkan, dalam berinvestasi di reksadana, bank
kustodian akan mengirimkan sebuah surat konfirmasi kepemilikan unit penyertaan.

Memang, tak semua reksadana melakukan hal itu. Tapi, mereka wajib menerbitkan
dan mengirimkan laporan bulanan mengenai perkembangan investasi per unit
penyertaan itu kepada investor. Laporan ini juga dapat berfungsi sebagai bukti atas
kepemilikan unit penyertaan tersebut.

Namun, perbedaan yang paling mendasar antara deposito dengan reksadana adalah
imbal hasilnya. Seperti kita tahu, produk deposito menjanjikan imbal hasil pasti
berupa bunga dengan tingkat yang sudah ditentukan atas pokok investasi kita.

Sebaliknya, keuntungan reksadana tidak bisa ditentukan sebelumnya. Berapa imbal


hasilnya tergantung pada selisih harga pada saat membeli unit penyertaan dengan
saat menjualnya. Bisa untung, bisa pula tekor. Dus, reksadana dilarang keras
menjanjikan tingkat hasil investasinya. Ia hanya boleh mencantumkan kinerja masa
lalunya.

Pada produk deposito, investor menerima hasil investasinya berupa dana pokok plus
bunga yang sudah ditentukan pada awal investasi. Berbeda dengan deposito,
reksadana dilarang keras menjanjikan keuntungan di muka. Alhasil, hasil investasi
yang diterima investor pun berbeda.

Sementara, hasil investasi reksadana berupa hasil penjualan kembali unit


penyertaan milik investor kepada manajer investasinya. Selisih antara harga jual
dengan harga beli unit penyertaan tadi menentukan berapa besar keuntungan atau
kerugian yang diperoleh investor. Biar mudah dibayangkan, mari kita buat

60
simulasinya. Taruh kata, dua tahun lalu, Anda membeli 1.000 unit penyertaan
reksadana dengan harga Rp 1.200 per unit. Artinya, total investasi Anda Rp
1.200.000.

Sekarang, Anda menjual kembali alias melakukan redemption atas unit penyertaan
milik Anda itu. Tapi, kini harganya Rp 2.000 per unit penyertaan. Jadi, kini total
investasi Anda Rp 2.000.000. Inilah hasil investasi reksadana Anda. Jika dihitung,
selama dua tahun berinvestasi di reksadana, Anda mendapat untung sebesar Rp
800.000 atau 66,7%.

Kesimpulannya, indikasi keuntungan investasi di deposito berbeda dari reksadana. Di


deposito, indikasinya adalah bunga. Di reksadana, indikasinya adalah perhitungan
harga unit penyertaan yang disebut nilai aktiva bersih (NAB).
Tingkat bunga deposito bersifat tetap dan pasti untuk jangka waktu yang sudah
ditentukan. Sementara, NAB reksadana bisa berubah-ubah, tergantung dari harga
instrumen-instrumen investasi di dalam portofolionya. Saat ini, NAB berbagai
reksadana bisa dilihat di situs Bapepam (www.bapepam.go.id) dan di beberapa
harian nasional, termasuk KONTAN.

Umumnya, reksadana membolehkan investornya untuk menjual kembali unit


penyertaannya sewaktu-waktu. Tentu, dengan persyaratan-persyaratan tertentu
yang berbeda untuk setiap jenis reksadana.

Reksadana memberikan kesempatan berinvestasi untuk jangka yang lebih panjang,


tergantung dari jenisnya. Saat ini, setidaknya ada enam jenis reksadana di
Indonesia. Yaitu, reksadana pendapatan tetap, reksadana saham, reksadana
campuran, reksadana pasar uang, reksadana terproteksi, dan reksadana indeks.
Kebanyakan reksadana memiliki masa atau horizon investasi lebih dari setahun.

Berkaitan dengan jangka waktu ini, hanya ada satu jenis reksadana yang memiliki
waktu jatuh tempo, yakni reksadana terproteksi. Jika investor menarik dananya
sebelum jatuh tempo, ia akan terkena penalti. Tapi, selain reksadana terproteksi,
aturannya sama: boleh keluar-masuk setiap saat tanpa denda.

Sementara, jangka waktu investasi di deposito tergolong pendek dan sudah dikunci.
Yaitu, satu bulan, tiga bulan, enam bulan, dan satu tahun. Jangka waktu ini biasanya
menentukan tingkat bunganya. Umumnya, semakin lama jangka waktunya, semakin
tinggi juga bunganya. Meskipun, tidak selalu begitu. Jika investor deposito
mencairkan dana sebelum jatuh tempo yang sudah ditentukan, sanksinya pun jelas.
Yaitu, berupa denda atau penalti dengan besaran yang juga sudah ditentukan. Biaya
yang dikenakan pada deposito dan pada reksadana juga berbeda. Dalam deposito,
biaya yang dikenakan kepada investor paling-paling biaya meterai atau adminstrasi.
Besarnya, tergantung dari jumlah pokok investasi Anda.

Sementara, untuk biaya-biaya pada reksadana, kita pernah membahas sebelumnya


dalam tulisan Apa, sih, Reksadana?. Biaya itu antara lain biaya pembelian dan
penjualan kembali unit penyertaan reksadana yang dipatok dengan prosentase
tertentu atas nilai aktiva bersih (NAB) reksadana.
Di samping itu, sebenarnya ada biaya pengelolaan dana. Besarnya ditentukan dalam
persentase atas nilai aset reksadana yang dikelola. Tapi, investor sering kali tidak
menyadarinya lantaran si manajer investasi (MI) sudah langsung mengurangkannya
dari hasil investasi. Dus, investor hanya melihat NAB per unit penyertaan yang
dicantumkan di laporan MI.

61
Biaya pengelolaan dana itulah yang menjadi pendapatan bagi MI. Sementara, bank
yang mengelola deposito mendapat keuntungan dari selisih bunga yang diberikan
kepada nasabah kredit (debitur) dengan bunga yang diberikan untuk nasabah
deposito (deposan).

Satu hal lagi. Dalam deposito, investor atau nasabah akan dikenai pajak final atas
bunga yang diterima sebesar 20%. Sementara, reksadana masih menikmati
kemudahan pajak. Semua jenis reksadana jika berinvestasi pada instrumen obligasi
akan bebas pajak. Pajak yang dimaksud di sini adalah pajak 20% terhadap bunga
maupun keuntungan harga (capital gain) obligasi tersebut.

Nah, sampai di sini, sepatutnya investor benar-benar paham perbedaan reksadana


dan deposito. Perbedaan yang paling mendasar: keuntungan deposito tetap,
sementara keuntungan reksadana bisa naik-turun sesuai kondisi pasar.

Yuk, Pilih-pilih Reksadana


 
Jangan sembarang membeli reksadana. Anda sudah mengetahui jenis-jenisnya. Anda juga
sudah mengetahui jenis-jenis reksadana berikut risiko-risiko investasinya. Kini, Anda
juga mesti menentukan, produk reksadana mana yang paling pas dengan profil risiko,
horizon investasi, serta kebutuhan dan tujuan investasi Anda. Dengan begitu, reksadana
akan menjadi mesin pembiak uang yang efektif untuk Anda.

Dalam reksadana juga sering berlaku prinsip itu. Sebelum mengenal manajer
investasi, investor umumnya melihat dulu produk reksadana yang terpampang di
koran. Lantas, investor pun memilih yang memberikan tingkat keuntungan paling
tinggi.

Boleh saja bertindak seperti itu. Tapi, sebelum mengumpulkan produk reksadana
yang tingkat keuntungannya tertinggi, sebaiknya Anda menimbang dan mengukur
dulu, seberapa besar risiko yang bisa Anda tanggung. Plus, berapa lama horizon
investasi Anda.

Jika Anda tergolong orang yang jantungan dan suka khawatir atau sudah cukup
berumur, Anda sebaiknya berinvestasi di reksadana yang memberikan imbal hasil
relatif stabil. Jika horizon investasi Anda cukup panjang, Anda bisa memilih
reksadana pendapatan tetap. Namun, bila horizon investasi Anda relatif pendek alias
kurang dari setahun, reksadana pasar uang bisa jadi pilihan.

Sebaliknya, bila Anda masih muda dan berani ambil risiko, Anda bisa memilih
reksadana saham dan reksadana campuran sebagai alternatif. Tapi ingat, untuk
berinvestasi di dua jenis reksadana tadi, Anda mesti punya orientasi investasi jangka
menengah sampai jangka panjang. Sebab, bila horizon investasi Anda pendek, kedua
reksadana ini mungkin belum memberikan hasil yang memuaskan tujuan investasi
Anda.

Tujuan investasi juga akan sangat menentukan jenis produk reksadana yang Anda
pilih. Dalam berinvestasi, tentu Anda mempunyai bayangan berapa tingkat imbal
hasil yang Anda inginkan dalam kurun waktu tertentu. Semakin besar dan agresif,
jenis investasi yang cocok biasanya mengandung risiko yang tinggi pula. Dalam hal
ini, mungkin Anda akan memilih reksadana saham.

62
Sementara, jika tujuan investasi Anda mendapatkan imbal hasil investasi yang tidak
kelewat besar asalkan tidak terlalu fluktuatif, reksadana pendapatan tetap bisa jadi
pilihan. Anda sebaiknya juga tak sekedar melihat kinerjanya sebuah produk
reksadana pada saat ini.

Demi amannya, sebaiknya Anda menengok ke belakang. Artinya, melihat kinerja


historisnya. Produk reksadana yang baik umumnya memiliki kinerja yang relatif tidak
terlalu fluktuatif. Artinya bila dicermati lewat grafik, grafiknya akan bergerak naik
kendati tidak mencolok.

Perlu Anda sadari pula bahwa dalam berinvestasi lewat reksadana, Anda tidak
berinvestasi langsung ke suatu perusahaan. Tapi, Anda berinvestasi ke sejumlah
portofolio efek. Dus, hasil yang Anda peroleh merupakan gabungan atau agregat dari
seluruh portofolio itu. Karena itu, sangat penting untuk mengetahui apa saja
portofolio reksadana itu sebelum memutuskan membelinya.

Tentu, Anda tidak bisa mengetahui seluruh portofolio efek secara rinci. Tapi,
setidaknya Anda bisa minta diterangkan garis besarnya. Misalnya, untuk reksadana
saham, berapa banyak yang ditempatkan di saham unggulan atau lapis dua.

SAHAM
 
Biaya Main Saham
 

Dengan menjadi nasabah perusahaan sekuritas, investor bisa memperoleh banyak


manfaat. Fungsi utama perusahaan sekuritas atau broker itu adalah menjadi
perantara investor dalam bertransaksi saham di bursa. Tapi, untuk memperoleh
semua jasa ini, investor harus membayarkan sejumlah fee kepada broker. Broker
biasanya juga meminta setoran deposit sebagai modal awal investasi.

Untuk bisa melakukan transaksi jual beli saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ), investor
harus menjadi nasabah salah satu broker atau pialang. Jangan salah, broker itu
harus merupakan broker anggota bursa BEJ. Sebab, ada juga broker yang bukan
anggota bursa.

Namun, untuk bisa menjadi nasabah suatu broker, biasanya investor harus
menyetorkan sejumlah dana sebagai setoran awal atau deposit. Gampangnya, duit
ini akan menjadi modal investor untuk bermain saham.

Nilai deposit yang diminta oleh broker atau perusahaan sekuritas itu berbeda-beda.
Ada yang meminta deposit hanya sekitar Rp 25 juta, ada pula yang meminta deposit
awal lebih dari Rp 100 juta. Semakin besar sekuritasnya, biasanya ia menerapkan
minimal deposit yang semakin tinggi.

Selain modal awal atau deposit, investor juga harus siap-siap membayar biaya
perantara (brokerage fee) kepada brokernya. BEJ menentukan maksimal imbal jasa
biaya broker itu adalah 1% dari setiap nilai transaksi jual dan beli.

Pada praktiknya, para broker menerapkan biaya yang jauh di bawah patokan itu.
Menurut data BEJ, untuk transaksi beli, broker memungut fee sekitar 0,25% sampai
63
0,3% dari nilai setiap transaksi. Adapun untuk transaksi jual, broker memungut fee
sekitar 0,35% sampai 0,4% dari setiap nilai transaksi.

Mengapa fee jual lebih mahal? Sebab, ketika menjual saham, setiap investor saham
akan terkena pajak final sebesar 0,1% dari setiap nilai transaksi.

Nah, pajak inilah yang baru-baru ini sempat dikabarkan akan naik jadi 0,3%

Daftar Efek Syariah


 
Tak semua investor berinvestasi demi memburu keuntungan semata. Ada investor yang
hanya mau berinvestasi di produk-produk yang halal. Untuk memenuhi kebutuhan
investor seperti ini, 31 Agustus lalu, Bapepam-LK menerbitan aturan tentang Daftar Efek
Syariah (Syaria List). Daftar efek halal ini juga bisa menjadi acuan manajer investasi
yang menerbitkan reksadana syariah.

SECARA sederhana, Daftar Efek Syariah (DES) adalah daftar yang berisi efek-efek
atau surat berharga yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar
modal.

Menurut aturan terbaru Bapepam-LK, ada beberapa jenis surat berharga yang bisa
masuk ke dalam daftar ini. Misalnya: surat berharga syariah yang diterbitkan oleh
Negara Republik Indonesia, efek yang diterbitkan oleh perusahaan yang menyatakan
bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan
prinsip-prinsip syariah, obligasi syariah (sukuk) yang diterbitkan oleh perusahaan,
dan efek beragun aset (EBA) syariah. Jika kita perhatikan, semua surat berharga itu
memang sudah halal sejak diterbitkan karena penerbitnya telah menyatakan mereka
menerapkan prinsip syariah.

Tapi, saham, hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD), dan waran, yang
diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan yang tidak menyatakan telah mengelola
usaha sesuai prinsip syariah juga bisa masuk DES. Cuma, perusahaan itu harus
memenuhi beberapa kriteria.

Sebutlah, ia tak boleh memiliki produk atau melaksanakan bisnis yang haram,
seperti perjudian, memproduksi dan menjual minuman keras, dan seterusnya.

Yang tak kalah penting, ia juga harus memenuhi beberapa rasio keuangan. Pertama,
total utang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 82%.
Dengan kata lain, rasio utang berbunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak
lebih dari 45%:55%. Kedua, total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal
dibandingkan dengan total pendapatan tidak lebih dari 10%. Tapi harap sabar,
hingga kini, Bapepam-LK belum menerbitkan daftar efek halal ini.

Fraksi Harga Saham


64
 

Harga saham di bursa ternyata tak bisa bergerak liar tanpa aturan. Para investor pun
tak bisa asal memasang harga jual-beli. Ada rambu-rambu yang wajib dipatuhi.
Salah satunya adalah fraksi harga, atau perubahan harga yang diperbolehkan dalam
transaksi jual-beli saham.

Besaran fraksi harga itu berbeda-beda, bergantung pada harga masing-masing


saham yang ditransaksikan. SEJAK 2 Januari 2007, Bursa Efek Jakarta (BEJ)
memberlakukan lima fraksi harga. Pertama, untuk saham berharga kurang dari Rp
200, BEJ menetapkan fraksi perubahan harga Rp 1 dan maksimum perubahan harga
Rp 10. Kedua, saham berharga Rp 200-Rp 495, memakai fraksi perubahan harga Rp
5 dan maksimum perubahan harga Rp 50.

Ketiga, saham yang harganya Rp 500-Rp 1.990, menggunakan fraksi perubahan


harga Rp 10 dan maksimum perubahan Rp 100. Keempat, saham berbanderol Rp
1.990-Rp 4.975, fraksi perubahan harganya Rp 25, dengan maksimum perubahan
harga Rp 250. Terakhir, untuk saham berharga Rp 5.000 ke atas, BEJ menetapkan
fraksi perubahan harga Rp 50 dan maksimum perubahan Rp 500.

Apa artinya dari aturan itu? Fraksi perubahan harga menentukan besaran perubahan
harga yang diperbolehkan pada satu saham. Berdasar aturan itu, artinya saham
yang berharga di bawah Rp 200 boleh berubah dengan pecahan Rp 1. Jadi saham X
yang berharga Rp 150, misalnya, bisa berubah menjadi Rp 151, ?Rp 152, dan
seterusnya.

Namun, begitu harga saham itu mencapai Rp 200, pecahan perubahan harganya
menjadi Rp 5. Artinya, ketika memberikan penawaran jual atau beli, investor hanya
boleh memasang harga Rp 205, Rp 210, dan seterusnya. Ia tidak bisa memasang
harga Rp 201, ?Rp 203, dan seterusnya. Selanjutnya, begitu harga saham itu
menjadi Rp 500, pecahan perubahan harganya menjadi Rp 10.

Adapun ketentuan maksimum pergerakan harga membatasi pergerakan harga


saham dalam setiap kali transaksi. Ambil contoh saham berharga Rp 500-Rp 1.990
yang hanya bisa berubah maksimum ?Rp 100 setiap kali transaksi. Artinya, jika
sebelumnya harga saham itu Rp 500, harga saham itu hanya bisa berubah maksimal
jadi Rp 600 dalam transaksi berikutnya. Selanjutnya, jika ada transaksi lagi, ia
hanya boleh naik paling pol sampai Rp 700, dan seterusnya. Jadi, harga saham tidak
bisa asal melompat.

Oh, ya, aturan itu berlaku saat kenaikan harga maupun penurunan harga.

 
Indeks Harry Potter
 
Demam Harry Potter benar-benar telah menyihir dunia. Maklum, sejak buku pertama J.K.
Rowling yang berjudul Harry Potter and The Sorcerer's Stone meluncur ke pasar, bisnis
Harry Potter benar-benar telah merasuk ke berbagi industri; mulai buku, film, games, dan
pernak-pernik lainnya. Pada pertengahan Juli lalu, bahkan telah muncul juga indeks
saham bernama Indeks Harry Potter.

65
Indeks Harry Potter atau Harry Potter Stock ada indeks saham yang berisi saham-
saham perusahaan yang menggeluti bisnis di seputar tokoh Harry Potter. Indeks ini
dikeluarkan oleh situs investasi kondang stockpickr (www. stockpickr.com)
pertengahan Juli 2007 lalu.

Tujuan pembuatan indeks ini adalah untuk menangkap keuntungan yang bisa diraup
investor jika berinvestasi di saham-saham perusahaan yang memiliki bisnis di
seputar Harry Potter. Maklum, kini, jumlah perusahaan yang menggeluti bisnis Harry
Potter sangat banyak. Nilai bisnisnya juga mencapai miliaran dolar.

Stockpickr memasukkan 13 saham perusahaan dari berbagai negara ke dalam indeks


ini. Misalnya, ada saham Bloombury (penerbit Harry Potter di Inggris), Scholastic
(penerbit Harry Potter di Amerika), Time Warner (Film Harry Potter), Amazon,
Electronic Arts (games), dan saham Coca Cola yang berhak menggunakan merek
Harry Potter di produknya.

Apakah indeks ini indeks resmi seperti IHSG? Ternyata bukan. Ini hanyalah indeks
yang muncul sesaat ketika bisnis merek tertentu mengalami booming. Jadi, umurnya
akan bergantung pada umur ketenaran merek tersebut. Bukan tidak mungkin di
Indonesia, suatu saat mungkin juga akan muncul indeks saham dadakan seperti ini.

Kembali ke indeks Harry Potter, sayang sejak pertama kali muncul 16 Juli 2007 lalu,
keuntungan saham-saham yang ada di dalamnya ternyata belum terlihat. Malah
rata-rata keuntungan saham-saham anggotanya minus alias merugi 1,75%. Yang
memberikan keuntungan tinggi hanya saham Electronic Arts yang sudah melonjak
sekitar 7,86% sejak 16 Juli lalu.

Indeks Nikkei 225


 
Ekonomi negara Jepang sangat mempengaruhi perputaran ekonomi dunia. Maklum,
dengan nilai Produk Domestik Bruto US$ 2,6 triliun (2006), ekonomi Jepang merupakan
ekonomi terbesar kedua di dunia. Karenanya, indeks saham di Jepang juga sangat
mempengaruhi pergerakan bursa di kawasan Asia.

Indeks bursa Jepang yang sering menjadi patokan adalah indeks Nikkei 225. Indeks
ini sebenarnya muncul pertama kali pada tahun 1950. Tapi, koran ekonomi Nihon
Keizai Shimbun (Nikkei) baru menghitungnya secara harian sejak tahun 1971.

Sesuai namanya, indeks ini beranggotakan 225 saham-saham perusahaan besar


yang tercatat di Bursa Saham Tokyo ( Tokyo Stock Exchange). Anggota indeks ini
bisa berubah. Sebab, setahun sekali, Nikkei melakukan evaluasi atas anggota indeks
ini. Dalam daftar yang dirilis Oktober 2006, indeks Nikkei mencakup saham-saham
perusahaan top seperti Toyota Motor Corp, Honda Motor Co, Bridgestone Corp, The
Bank of Yokohama, dan masih banyak lagi.

Adapun angka indeks Nikkei sendiri merupakan angka rata-rata tertimbang harga
saham-saham anggotanya. Nah, kini, indeks Nikkei merupakan indeks yang paling
diperhatikan oleh investor-investor saham di Asia.

66
Sebabnya, ya itu tadi, ekonomi Jepang memang masih yang terbesar di Asia. Jadi,
pergerakan indeks Nikkei sangat mempengaruhi indeks bursa-bursa saham lain di
Asia.

Investor saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebaiknya mencermati pergerakan Nikkei
setiap hari. Enaknya, waktu yang berlaku di Jepang lebih cepat dua jam dari waktu
di Jakarta. Karenanya, setiap hari, waktu buka bursa Jepang juga lebih cepat sekitar
dua jam dari bursa Jakarta.

Nah, pagi-pagi, sebelum pasar saham di Jakarta buka pada pukul 09.30, investor
bisa mengintip dahulu pergerakan indeks Nikkei. Jika ia menguat, biasanya Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEJ juga menguat. Demikian pula sebaliknya.

Indeks Saham di AS
 
Investor bisa menggunakan banyak hal sebagai acuan ketika berinvestasi di saham. Tapi,
ada satu acuan utama yang wajib dilihat, yaitu indeks saham. Seperti kita tahu, indeks
saham mencerminkan pergerakan harga saham-saham yang ada di dalamnya. Nah, di luar
negeri, ada beberapa indeks saham yang bisa punya pengaruh besar terhadap pergerakan
indeks di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Mereka adalah indeks-indeks saham di
Amerika Serikat (AS).

Mengapa kita perlu memperhatikan indeks saham di AS? Jawabannya sederhana:


saat ini ekonomi Amerika masih menjadi ekonomi terbesar di dunia. Alhasil,
pergerakan indeks saham Negara Uwak Sam itu juga bisa mempengaruhi
pergerakan indeks saham di negara lain. Bila indeks di AS naik, hal itu akan menjadi
sentimen positif yang turut mendongkrak indeks di negara lain, termasuk di
Indonesia. Demikian juga terjadi sebaliknya.

Kendati demikian, tidak semua indeks saham AS itu memiliki pengaruh kuat di
pasar. Dari 57 indeks yang bisa dijadikan acuan, hanya tiga yang terhitung cukup
besar dan banyak diperhatikan. Mereka adalah indeks Dow Jones Industrial Average
(DJIA), indeks National Association of Securities Dealers Automated Quotations
(Nasdaq), dan indeks Standard&Poor's (S&P) 500. DJIA adalah indeks saham AS
yang tertua. Pada tahun 1896, Charles Dow membuat indeks ini untuk untuk
mengukur kinerja industri di AS.

Menurut pengamatan beberapa analis, indeks AS yang satu ini memiliki pengaruh
terbesar bagi pergerakan indeks di belahan dunia lain. Bahkan, seorang analis di
Jakarta pernah menghitung bahwa pengaruh DJIA terhadap pergerakan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta (BEJ) bisa mencapai 65%.
Artinya, hampir pasti IHSG akan naik bila indeks yang sering disebut sebagai "Dow"
itu naik. Demikian juga sebaliknya.

Hal itu wajar. Sebab, DJIA berisi saham 30 perusahaan yang paling top di Amerika.
Misalnya saja, American Express, Citigroup, General Electric, Disney, Microsoft, dan
Coca Cola. Pasar menilai perekonomian AS tecermin di dalam kinerja perusahaan-
perusahaan itu. Setelah DJIA, indeks saham kedua yang cukup diperhitungkan adalah
S&P 500. Indeks saham ini berisi 500 perusahaan bermodal besar yang mayoritas berasal
dari AS. Seluruh saham yang terdaftar dalam indeks ini adalah perusahaan publik besar
dan diperdagangkan di bursa saham utama AS, seperti New York Stock Exchange
67
(NYSE) dan Nasdaq. Sementara, indeks Nasdaq juga sering menjadi acuan. Nasdaq
adalah indeks saham terbesar di AS yang berisi sekitar 3.200 saham di Amerika. Cuma,
tak semua anggotanya adalah perusahaan besar. 

Jenis-jenis saham berdasarkan kinerjanya


 
Berdasarkan kinerjanya, saham-saham yang ada di Bursa Efek Jakarta (BEJ) bisa
digolongkan dalam sempat kelompok. Mereka adalah: saham blue chip atau saham
unggulan, saham pembagi dividen, saham pertumbuhan, dan saham spekulatif. Saham
blue chip cocok untuk investor yang cenderung menghindari risiko, sementara saham
spekulatif cocok untuk investor yang berani memikul risiko tinggi. Jumlah saham yang
tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) telah mencapai 340 saham. Karena itu, wajar
jika investor baru sering kebingungan ketika harus memilih saham-saham yang akan
dijadikan ladang investasinya. Tapi, tak perlu bingung. Sebab, sebenarnya,
berdasarkan kinerjanya, kita bisa memilah-milah saham ke dalam beberapa
kategori.

Kategori yang pertama adalah saham blue chip atau saham unggulan. Yang masuk
dalam kategori ini adalah saham-saham perusahaan besar yang kinerjanya kuat.
Perusahaan-perusahaan itu umumnya mampu mencetak untung besar dan rutin
membagikan dividen. Saham ini juga memiliki kapitalisasi pasar yang besar (di BEJ,
kapitalisasinya di atas Rp 500 miliar) dan likuid atau mudah diperjualbelikan. Contoh
saham yang masuk golongan ini misalnya: saham PT Telkom Tbk (TLKM), PT Indosat
Tbk (ISAT), PT. Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Indofood Sukses Makmur Tbk
(INDF), dan saham PT Astra International Tbk (ASII). Selain itu, ada pula saham PT
Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Rakyat
Indonesia (BBRI). Investor pemula atau investor yang nyali risikonya tipis sebaiknya
bermain di saham-saham blue chips. Sebab, fundamentalnya kuat dan bila turun
harganya biasanya segera naik lagi.

Cuma, modal yang dibutuhkan untuk bermain di saham-saham ini lumayan besar.
Sebab, harga saham-saham unggulan ini biasanya sudah tinggi. Ambil contoh saham
Telkom (TLKM) yang kini harganya sudah Rp 10.300 per saham. Jadi, untuk membeli
satu lot (500 saham) saja Anda harus menyediakan dana Rp 5,15 juta.

Yang kedua adalah income stock atau saham dividen. saham yang masuk dalam
kelompok ini adalah saham-saham perusahaan yang rajin membagikan dividen
dalam setiap tahunnya. Selain itu, nilai dividennya juga lebih tinggi dibanding
dengan rata-rata dividen saham-saham lainnya. Contoh saham-saham yang masuk
kategori income stocks adalah saham PT Unilever Tbk (UNVR) dan saham-saham
perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).

Yang ketiga adalah saham pertumbuhan atau growth stock. Emiten penerbit saham-
saham ini umumnya selalu membukukan pertumbuhan penjualan atau pendapatan
yang tinggi. Soalnya, perusahaan-perusahaan ini umumnya menjadi pemimpin pasar
di industrinya. Karena pendapatannya cenderung naik, harga saham-saham
perusahaan ini biasanya juga cenderung terus meningkat. Yang terakhir adalah
saham-saham spekulatif. Yaitu, saham-saham perusahaan yang tidak mampu
memperoleh pendapatan secara konsisten dari tahun ke tahun. Tapi, meskipun
belum pasti, ia memiliki potensi untuk bisa menghasilkan pendapatan tinggi di masa
depan. Saham ini cocok untuk investor yang bisa memikul risiko tinggi.

68
Mari Bermain Saham
 
Pasar saham sudah lama ada di Indonesia. Sayang, hingga kini, jumlah investornya masih
sangat terbatas. Padahal, potensi keuntungannya sangat tinggi. Selain itu, cara
investasinya sebenarnya juga tidak sulit-sulit amat.

Yang terpenting, investor harus tebal nyali karena risiko bermain saham sangat
tinggi. Saham merupakan salah satu jenis surat berharga yang bisa diperjualbelikan
di pasar modal. Saham juga menjadi bukti kepemilikan atau penyertaan modal
dalam sebuah perusahaan.

Sebagai pemegang saham, Anda memiliki hak untuk memberikan suara dalam rapat
umum pemegang saham (RUPS). Dus, Anda akan ikut menentukan keputusan
strategis menyangkut perusahaan itu. Semakin besar porsi saham Anda, tentu saja
semakin besar pula kekuatan suara Anda saat RUPS.

Salah satu kelebihan saham dibanding dengan instrumen lainnya adalah bahwa
saham sangat likuid. Artinya, Anda mudah memperjual-belikannya di pasar yang
disebut bursa saham. Di Indonesia, ada dua bursa saham yang beroperasi saat ini,
yakni: Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES).

Ada dua jenis keuntungan yang bisa Anda peroleh dengan memiliki saham.
Keuntungan pertama berupa pembagian laba perusahaan atau dividen. Contoh: PT
Bank Mandiri Tbk membagikan dividen Rp 500 per saham. Jika Anda punya 1 lot
(500 saham) saham Mandiri, Anda akan memperoleh total dividen senilai Rp 250.000
Keuntungan kedua berupa kenaikan harga saham yang Anda miliki. Ini sering
disebut sebagai capital gain. Contoh: Anda membeli saham PT Bank BCA Tbk di
harga Rp 5.300 per saham, lalu menjual kembali di harga Rp 6.000 per saham. Nah,
keuntungan atau capital gain yang Anda peroleh adalah Rp 700 per saham atau
13,2%.

Tapi, sebanding dengan potensi keuntungannya yang tinggi, risiko saham juga
tinggi. Risiko yang pertama adalah risiko tidak memperoleh dividen. Perusahaan
umumnya membagikan dividen pada saat kinerjanya meningkat. Sebaliknya, jika
kinerja perusahaan menurun atau bahkan merugi, kemungkinan besar ia tak akan
membagikan dividen.

Dengan membeli saham, Anda ikut menjadi juragan yang memiliki perusahaan
penerbit saham tersebut. Artinya, Anda berhak menerima pembagian keuntungan
atau dividen. Tapi, jika perusahaan bangkrut, Anda tidak bisa buru-buru mengklaim
hak Anda. Perusahaan akan melunasi kewajibannya kepada pemerintah, karyawan,
dan kreditur dahulu. Jika ada sisa, baru pemegang saham memperoleh jatah
terakhir.

sebanding dengan potensi keuntungannya yang tinggi, risiko berinvestasi di saham


juga tinggi. Risiko yang pertama adalah risiko tidak memperoleh dividen. Perusahaan
umumnya membagikan dividen pada saat kinerjanya meningkat atau labanya tinggi.
Sebaliknya, jika kinerja perusahaan menurun atau bahkan merugi, kemungkinan
besar ia tak akan membagikan dividen.

Risiko yang kedua adalah risiko penurunan harga saham. Contoh, Anda membeli
saham BCA di harga Rp 5.300 per saham. Jika ternyata harga saham BCA justru
turun menjadi Rp 5.000, artinya Anda menderita kerugian Rp 300 per saham atau
69
5,7%. Jika penurunan harga saham itu sangat parah, ada risiko nilai pokok investasi
yang Anda tanamkan bisa ludes atau habis tak tersisa (capital loss).

Ada kalanya, perusahaan penerbit saham juga melanggar aturan pasar modal. Jika
ini terjadi, biasanya otoritas bursa akan menghentikan perdagangan saham itu untuk
sementara (suspend). Akibatnya, selama masa penghentian perdagangan,
pemegang saham kehilangan kesempatan untuk memperdagangkan sahamnya di
pasar.

Jika pelanggarannya parah, bisa juga otoritas bursa seperti BEJ menendang saham
itu keluar dari bursa (delisting). Jika ini terjadi, praktis, Anda tidak bisa lagi
memperdagangkan saham itu di bursa saham. Untuk bisa menjual saham yang Anda
miliki, Anda harus mencari pembeli di luar bursa. Akibatnya, harga jualnya pun tidak
memiliki patokan yang pasti. Hasil tawar-menawar dengan pihak pembeli itulah yang
akan menentukan tinggi rendahnya harga jual saham Anda.

Selain itu, ada pula risiko likuidasi. Dalam kondisi tertentu, mungkin saja perusahaan
yang sahamnya Anda miliki ternyata bangkrut di belakang hari. Bisa juga
perusahaan itu dibangkrutkan atau dipailitkan pihak lain melalui pengadilan. Jika ini
terjadi, hak dan klaim pemegang saham menjadi prioritas terakhir.

Dalam proses likuidasi, biasanya perusahaan akan menjual aset-asetnya. Nah, dari
hasil penjualan asset-asetnya itu, pertama-tama perusahaan itu harus membayar
kewajibannya kepada negara. Selanjutnya, ia juga harus melunasi kewajibannya
kepada karyawan dan pihak-pihak yang memberikan pinjaman atau kreditur.
Terakhir, jika masih ada dana atau aset tersisa, baru sisa itu dibagikan secara
proporsional kepada para pemegang saham. Tapi, jika tak ada sisanya, Anda sebagai
pemegang saham tak akan memperoleh apa-apa.

Risiko-risiko itu tentu saja bisa dihindari. Caranya, sebagai investor Anda harus
selektif dalam memilih saham-saham yang akan Anda jadikan wahana investasi.
Misalnya, Anda bisa memilih perusahaan yang besar, keuntungannya tinggi,
namanya terkenal, dan seterusnya.

Ada tiga cara membeli saham. Yakni, di pasar perdana, pasar sekunder, dan melalui
reksadana. Khusus di pasar sekunder, Anda hanya bisa memperjualbelikan saham
melalui pedagang perantara atau broker. Untuk itu, Anda harus menjadi nasabah
salah satu broker anggota bursa di BEJ maupun BES. Broker itu akan meminta
setoran dana awal kepada Anda. Nilainya sekitar Rp 25 juta sampai Rp 50 juta.

Ada tiga cara untuk membeli saham. Yang pertama adalah di pasar perdana. Ini
adalah pasar ketika perusahaan penerbit saham atau emiten mulai menawarkan
sahamnya ke investor publik. Istilah kerennya adalah initial public offering atau IPO.
Untuk membeli saham saat IPO ini, Anda tinggal memesan saham tersebut melalui
perusahaan sekuritas yang menangani IPO tersebut.

Cara yang kedua adalah dengan membeli saham-saham yang sudah tercatat di
bursa saham. Untuk membedakan dengan pasar perdana, pasar ini sering disebut
sebagai pasar sekunder. Di Indonesia, saat ini, ada dua bursa saham yang
beroperasi, yakni Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Asal
tahu saja, saat ini jumlah saham yang sudah tercatat di kedua bursa itu sudah
sangat banyak, mencapai lebih dari 300 saham. Jadi, Anda tinggal memilihnya.

70
Yang terakhir, Anda bisa membeli saham melalui reksadana. Tapi, pembelian saham
ini tidak langsung. Anda menyerahkan duit Anda kepada manajer investasi
reksadana, dan selanjutnya si manajer investasi yang akan membeli sahamnya.

Kembali ke pembelian saham di pasar sekunder, ada serangkaian proses yang harus
Anda lakukan untuk bisa membeli -- dan menjual -- saham di pasar sekunder. Untuk
bisa membeli saham di bursa, terlebih dahulu Anda harus menjadi nasabah broker
atau pialang yang menjadi anggota BEJ atau BES. Khusus di BEJ, saat ini sudah ada
sekitar 120 broker saham yang akan melayani transaksi jual-beli saham Anda di BEJ.
Sebut saja nama Danareksa Sekuritas, Trimegah Sekuritas, Mandiri Sekuritas, Kim
Eng Securities, BNI Securities, dan masih banyak lagi. Untuk bisa menjadi nasabah
broker itu, biasanya Anda harus menyerahkan fotokopi KTP yang berlaku.

Selanjutnya, Anda juga harus mengisi formulir pendaftaran nasabah. Tapi, yang
terpenting, Anda juga harus menyetorkan deposit dana awal ke rekening broker
yang sudah ditentukan. Dana ini akan menjadi modal awal investasi Anda.

Berapa deposit awalnya? Masing-masing sekuritas biasanya mematok setoran dana


awal yang berbeda-beda. Tapi, umumnya, dana yang diminta lumayan besar, yaitu
sekitar Rp 25 juta sampai Rp 50 juta. Nah, setelah menyetorkan dana itu, Anda
sudah bisa mulai bertransaksi. Cuma, Anda tidak bisa bertransaksi langsung ke
bursa saham. Untuk membeli atau menjual saham Anda harus menyampaikan
pemesanan beli maupun jual kepada broker. Selanjutnya, baru broker yang
meneruskannya ke lantai bursa.

Meskipun demikian, keputusan untuk membeli adalah menjual saham tertentu


sepenuhnya ada di tangan Anda. Analis atau pengamat saham di broker itu mungkin
saja memberikan rekomendasi atau saran, tapi sarannya itu tak mutlak harus Anda
ikuti.

Investor hanya bisa menjual atau membeli saham di pasar sekunder melalui broker
saham. Jadi, tidak bisa masuk langsung ke bursa. Karena itu ada proses yang harus
diikuti oleh investor ketika ia melakukan transaksi jual-beli saham. Aturan ini di satu
sisi memberikan keuntungan karena investor tak perlu pusing mencari sendiri lawan
transaksinya di pasar. Tapi, konsekuensinya, ada fee broker yang kudu dibayar.

Setelah resmi menjadi nasabah salah satu broker anggota bursa, Anda sudah bisa
membeli saham di pasar sekunder. Tapi semua proses pembelian itu harus Anda
laksanakan melalui broker atau pialang Anda. Caranya, pertama-tama Anda harus
menentukan saham yang akan Anda beli. Idealnya, tentu saja, Anda harus memilih
saham yang memberikan keuntungan paling tinggi. Tapi proses penentuan pilihan
saham ini lumayan rumit.

Karenanya, kita akan membahasnya di tulisan yang lain. Untuk sekarang, sebagai
contoh, misalnya Anda memilih untuk membeli saham PT Telkom Tbk. Simbol atau
ticker saham ini di Bursa Efek Jakarta (BEJ) adalah TLKM.
Selanjutnya, tentu saja Anda harus menentukan jumlah saham TLKM yang ingin
Anda beli. Oh, ya, satuan pembelian saham adalah lot. Adapun satu lot terdiri dari
500 saham. Jadi, kalau ingin membeli 10.000 saham Telkom, Anda cukup bilang beli
20 lot.

71
Yang paling penting, Anda juga harus menyampaikan pada harga berapa Anda ingin
membeli saham TLKM itu. Taruh kata, karena yakin harga saham TLKM akan naik di
masa depan, Anda membeli saham TLKM ini di harga Rp 10.000.

Nah, semua informasi itu wajib Anda sampaikan kepada petugas dealer sekuritas
atau broker tersebut. Selajutnya dealer akan meneruskan pesanan anda kepada
petugas yang ada di lantai bursa, sering disebut floor trader. Berikutnya, trader akan
mencarikan penjual saham Telkom yang cocok dengan harga yang Anda tawarkan.
Jika ketemu atau oder Anda terpenuhi, broker akan menyampaikannnya kepada
Anda paling telat dalam jangka waktu 1 X 24 jam.

Tapi, Anda tidak bisa menerima bukti kepemilikan saham TLKM Anda saat itu juga.
Pasalnya masih perlu proses administrasi. Transaksi itu baru akan selesai dalam
jangka waktu 3 hari atau sering disebut T+3. Saat itulah, Anda akan resmi menjadi
salah satu pemegang saham Telkom. Tapi, di lain pihak, Anda juga kudu
menyerahkan duit pembelian sesuai dengan harga yang disepakati.

Nah, Saat Anda ingin menjual saham tersebut, Anda juga musti melalui proses yang
sama. Anda tinggal pasang order jual dengan menyampaikan informasi soal saham
yang ingin dijual, jumlah saham yang ingin dijual, dan harga jualnya. Begitu ketemu
pembeli yang cocok, dealer akan menyampaikannya kepada Anda. Selanjutnya,
dalam periode T+3 Anda sudah bisa menerima duit Anda.

Kadangkala, seorang pembeli saham tidak bisa menyerahkan uang pembelian saham
sampai batas waktu 3 hari itu. Jika ini terjadi, investor itu disebut telah melakukan
gagal bayar.
Karena Anda menggunakan jasa perantara broker, tentu saja Ada biaya jasa broker
yang harus Anda bayarkan. Biaya atau fee untuk transaksi beli umumnya sekitar
0,25% sampai 0,3% dari nilai transaksi. Sementara untuk transaksi jual, biaya
brokernya adalah sekitar 0,35% sampai 0,4%. Mungkin Anda bertanya kenapa fee
transaksi jual lebih mahal 0,1%. Jawabannya: soalnya penjualan saham memang
dikenai pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,1% dari nilai transaksi.

Agar keuntungannya lebih maksimal, idealnya Anda kudu mencari broker yang
memasang fee paling murah. Tapi, fee juga buka pertimbangan satu-satunya. Ada
hal-hal penting lainnya yang harus Anda perhatikan seperti fasilitas dan rekam jejak
mereka.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi naik-turunnya harga saham suatu


perusahaan. Tapi, Anda baru harus tahu bahwa investor saham biasanya bereaksi
lebih dahulu sebelum peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi harga saham itu
benar-benar terjadi. Istilahnya: buy on rumors sell on fact. Karena itulah, jika tak
ingin ketinggalan kereta, investor harus rajin-rajin mengikuti berita di pasar.

Harga saham perusahan bisa naik atau turun. Penyebab yang tertama adalah factor
permintaan (demand) dan penawaran (supply). Jika dalam satu hari lebih banyak
investor yang ingin membeli saham A dari pada yang ingin menjualnya, otomatis
harga saham A itu akan naik. Soalnya barang yang tersedia sedikit, tapi yang
menginginkannya banyak.

Adapun permintaan dan penawaran saham sendiri dipengaruhi oleh banyak hal. Yang
pertama adalah pergerakan suku bunga. Pada saat suku bunga cenderung naik,
harga saham-saham akan cenderung turun. Pasalnya, sebagian investor mungkin

72
akan menjual sahamnya dan kemudian memindahkan uangnya ke deposito
perbankan yang bunganya ikut naik. Harap diingat bahwa risiko membiakkan duit di
deposito jauh lebih rendah jika dibandingkan risiko investasi di saham. Nah, kalau
deposito yang risikonya rendah itu memberikan keuntungan yang semakin tinggi,
wajar jika investor memburunya.

Sebaliknya, jika suku bunga turun- seperti sekarang - harga saham-saham akan
cenderung meningkat. Soalnya investor menarik dananya dari deposito yang
bunganya layu dan mencari investasi lain yang lebih menguntungkan; termasuk
saham. Ujungnya, permintaan akan saham-saham naik dan harganya juga terkerek.
Masih berhubungan erat dengan suku bunga, inflasi - atau kenaikan harga barang
dan jasa- juga bisa membuat harga saham-saham turun. Contoh yang paling riil
adalah yang terjadi baru-baru ini. Karena inflasi di China naik tinggi, harga saham-
saham di bursa Shanghai merosot cukup dalam. Penyebabnya karena inflasi yang
tinggi itu membuat pelaku pasar meramalkan bunga di China akan naik.

Selain dua faktor makro ekonomi itu, ada faktor lain yang sangat mempengaruhi
harga saham, yakni kinerja perusahaan penerbit saham tersebut. Semakin tinggi
penjualan dan terutama laba bersih perusahaan itu, investor akan semakin
memburunya dan harga sahamnya akan cenderung naik.
Pasalnya, laba bersih adalah modal utama bagi sebuah perusahaan untuk bisa
berkembang. Tak mungkin sebuah

perusahaan bisa maju jika ia tidak pernah membukukan untung. Adapun harga
saham pada dasarnya ada cermin dari nilai perusahaan. Jadi, semakin tinggi nilai
perusahaan, akan semakin tinggi pula harga sahamnya. Jangan lupa pula bahwa,
semakin tinggi keuntungan suatu perusahaan, akan semakin tinggi pula dividen atau
pembagian keuntungan yang bisa dibagikan kepada investor.

Harga saham kadangkala juga dipengaruhi oleh faktor politik, sosial, dan keamanan.
Contohnya ketika terjadi ledakan bom di berbagai wilayah Indonesia beberapa waktu
lalu, harga saham-saham cenderung turun. Ketidakpastian soal kebijakan
pemerintah, kerusuhan, dan banjir juga bisa mempengaruhi harga saham-saham.
Anda pasti sudah mafhum bahwa harga saham bisa naik atau turun. Nah, perubahan
harga saham itu bisa terjadi setiap menit, atau bahkan setiap detik. Karenanya,
investor -- terutama investor yang ingin menangguk keuntungan dari naik-turunnya
harga saham jangka pendek -- harus memantau harga saham-saham yang
dimilikinya. Bahkan, kalau bisa, investor harus memantaunya setiap saat.

Tujuannya adalah tentu saja agar keuntungan atau cuan yang Anda peroleh bisa
lebih maksimal. Dengan memantau harga saham, Anda bisa tahu saham-saham
mana saja yang sedang murah harganya dan layak dibeli. Anda juga bisa segera
menjual saham-saham yang harganya sudah naik tinggi untuk memetik keuntungan.

Sebaliknya, dengan memantau harganya, Anda bisa mengantisipasi kalau-kalau


harga saham itu merosot. Jika Anda tidak mengamatinya, mungkin Anda akan
terkaget-kaget begitu melihat harga saham Anda ternyata sudah merosot sangat
dalam dibandingkan harga belinya. Artinya, kerugian Anda sudah sangat besar.
Kalau Anda sudah memantau penurunan harga saham itu, Anda bisa cepat-cepat
menjualnya untuk mengurangi kerugian (cut loss).
Ada banyak cara jika Anda ingin memantau sendiri harga saham di pasar. Cara yang
paling sederhana adalah dengan melihat data harga saham di koran-koran bisnis dan
investasi, termasuk Harian KONTAN. Setiap hari, koran-koran itu menampilkan harga
semua saham-saham yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) di hari sebelumnya.
73
Data itu juga menampilkan besar kenaikan atau penurunan masing-masing harga
saham. Cuma kelemahannya, informasi di koran hanya menampilkan harga
penutupan saham di hari sebelumnya. Artinya, Anda tidak bisa mencermati
pergerakan harga saham dalam satu hari melalui koran.

Nah, untuk mencermati pergerakan harga saham secara terus-menerus (real time),
mau tidak mau Anda harus berlangganan informasi harga saham. Kebetulan di
Indonesia ada beberapa perusahaan yang "menjual" data transaksi dan harga saham
real time di BEJ. Misalnya, ada RTI, IMQ, dan Limas. Harga langganannya bervariasi,
antara Rp 100.000 sampai Rp 2 juta per bulan; bergantung pada kelengkapan data
yang Anda minta. Enaknya, beberapa perusahaan itu juga sudah menyediakan jasa
pemantauan saham melalui telepon genggam. Jadi, sambil memancing atau
bertamasya pun Anda tetap bisa memantau harga saham.

Jika Anda tak mau mencermati harga saham secara mandiri, Artinya Anda harus
bergantung pada broker atau pialang Anda. Setiap hari, broker biasanya aktif
memberikan informasi kepada nasabahnya tentang kondisi pasar saham. Bahkan,
broker yang bagus biasanya setiap hari juga memberikan rekomendasi saham-
saham apa saja yang layak untuk dibeli atau harus segera dijual.

 
Mengenal Indeks-Indeks Saham
 
Jika ingin bermain saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ), terlebih dahulu investor harus
mengenal indeks-indeks saham yang ada di BEJ. Ada Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG), LQ45, Jakarta Islamic Index (JII), indeks sektoral, indeks individual. Indeks-
indeks ini merupakan cerminan arah pergerakan harga-harga saham. Investor juga bisa
menggunakan indeks saham sebagai alat pengukur tingkat keuntungan.

Indeks harga saham merupakan indikator atau alat ukur paling penting yang
menggambarkan pergerakan harga saham di bursa. Secara teori, untuk investor,
indeks harga saham itu bisa mempunyai tiga manfaat utama. Yaitu: sebagai
penanda arah pasar, tongkat pengukur tingkat keuntungan, dan tolok ukur kinerja
portofolio.

Nah, di Bursa Efek Jakarta (BEJ), saat ini, sebenarnya ada lima indeks. Yaitu: indeks
individual, indeks sektoral, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Indeks LQ 45,
dan Jakarta Islamic Index (JII).

Di antara indeks-indeks itu, indeks yang paling utama adalah IHSG. Sebab, indeks
ini dihitung berdasarkan harga hampir semua saham yang tercatat di BEJ.

Indeks ini pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983. Tapi, hari dasar
perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai 100, dan jumlah
saham yang tercatat pada waktu itu sebanyak 13 saham.

Karena menggunakan harga hampir semua saham di BEJ dalam perhitungannya,


IHSG menjadi indikator kinerja bursa saham paling utama. Gampangnya, jika ingin
melihat kondisi bursa saham saat ini, kita tinggal melihat pergerakan angka IHSG.

Jika IHSG cenderung meningkat seperti yang terjadi akhir-akhir ini, artinya harga-
harga saham di BEJ sedang meningkat. Jika kondisi peningkatan indeks ini terjadi

74
secara terus-menerus, orang sering bilang bahwa pasar sedang bergairah atau
bullish. Cuma, yang ideal, selain IHSG-nya yang naik, saat bullish, pertumbuhan
ekonomi, inflasi, dan ketenagakerjaan juga mestinya meningkat.

Pada saat bullish ini biasanya investor mempunyai banyak peluang untuk mencetak
untung. Sebab, harga sebagian besar saham memang tengah meningkat tinggi.

Sebagian analis menilai, kondisi bursa saham kita saat ini sedang memasuki fase
bullish. Sebab, beberapa tahun terakhir, IHSG terus naik tinggi sehingga sudah
melampaui angka psikologis 2.000. Nah, menurut para analis saham, saat IHSG naik
tinggi adalah saat yang baik untuk memetik keuntungan (profit taking).

Sebaliknya, jika IHSG cenderung turun, artinya harga-harga saham di BEJ sedang
merosot. Jika kondisi penurunan indeks harga saham ini terjadi secara terus-
menurus, pemain saham sering menyebut bahwa pasar sedang lesu atau bearish.

Cuma, jangan salah, kondisi ini sebenarnya juga memberikan banyak peluang untuk
investor. Sebab, mereka memiliki kesempatan untuk membeli saham-saham saat
harganya murah.

Oh, ya, sekadar catatan; persentase kenaikan atau penurunan IHSG akan berbeda
dibanding dengan kenaikan atau penurunan harga masing-masing saham. Kadang
kala ada harga saham yang peningkatan atau penurunannya jauh melampaui
pergerakan angka IHSG.

Selain Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Indeks LQ45 bisa digunakan sebagai
alat untuk memantau kinerja pasar saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Tapi, indeks
ini tidak mencerminkan pergerakan harga semua saham-saham di BEJ.

Saham-saham yang menjadi anggota Indeks LQ45 adalah saham-


saham pilihan. Selain memiliki kapitalisasi pasar besar, saham-saham itu juga
merupakan saham paling likuid di BEJ. Indeks LQ45 hanya beranggotakan 45 saham
pilihan. Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk memilih saham-saham anggota
Indeks LQ45 ini.

Yang pertama, saham-saham itu minimal sudah harus tercatat di Bursa Efek Jakarta
(BEJ) dalam jangka waktu tiga bulan. Saham-saham itu juga harus masuk dalam
ranking 60 besar saham-saham yang memiliki total transaksi terbesar di pasar
reguler Bursa Efek Jakarta (BEJ). Selain itu, dalam 12 bulan terakhir, rata-rata
kapitalisasi pasar (harga dikalikan jumlah saham) saham itu juga harus masuk
dalam ranking 45 saham tertinggi. Yang tak kalah pentingnya, kinerja keuangan dan
prospek pertumbuhan perusahaan penerbit saham itu juga harus bagus.

Saham yang menjadi anggota Indeks LQ45 itu tidak tetap. BEJ akan terus
memantau kinerja masing-masing saham. Tiap tiga bulan sekali, BEJ akan melihat
kembali ranking saham-saham anggota LQ45. Selain itu, setiap enam bulan, yaitu
bulan Februari dan Agustus, BEJ juga akan melakukan penggantian anggota Indeks
LQ45 jika memang diperlukan.

Jika ada saham yang tidak memenuhi kriteria lagi, saham itu akan didepak dari
anggota LQ45 dan diganti dengan saham-saham baru yang lebih memenuhi syarat.

75
Selama ini, pergerakan Indeks LQ45 cenderung selalu searah dengan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) di BEJ. Jika LQ45 naik, IHSG juga naik. Begitu pula
sebaliknya; jika ia merosot, IHSG juga cenderung merosot. Ini terjadi karena semua
saham-saham yang menjadi anggota Indeks LQ45 juga menjadi anggota IHSG.
Sudah begitu, saham-saham yang menjadi anggota LQ45 sebenarnya juga
merupakan lokomotif utama penggerak IHSG. Sebab, Indeks LQ45 menampung
saham-saham yang paling likuid, paling besar kapitalisasinya, dan paling baik
kinerjanya.

Karena itulah, LQ45 juta bisa digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja pasar
saham di BEJ. Secara khusus, investor yang fokus investasi di saham-saham top
juga lebih tepat jika menggunakan indeks ini sebagai acuan jika dibandingkan
dengan IHSG.

Anda termasuk investor yang hanya mau berinvestasi di instrumen-instrumen


investasi syariah? Tenang, Anda bisa memilih saham-saham yang menjadi anggota
Jakarta Islamic Index (JII) jika ingin berinvestasi di saham. BEJ dan Danareksa
Manajemen Investasi sengaja membentuk indeks ini untuk menyediakan tolok ukur
(benchmark) bagi investor yang berinvestasi di saham-saham halal.

Selain Indeks Harga Saham Gabungan dan Indeks LQ45, ada pula Indeks Islami
Jakarta atau Jakarta Islamic Index.

Ini merupakan indeks termuda di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang diluncurkan pada 3
Juli 2000. Penyusunnya adalah BEJ dan Danareksa Manajemen Investasi (DMI).

JII ini merupakan indeks yang spesial karena anggotanya adalah 30 saham-saham
halal, atau saham-saham yang sesuai dengan syariah islam. Karena itu, tentu saja
Dewan Pengawas Syariah DIM dan BEJ tidak sembarangan memilih dalam memilih
saham-saham yang bisa masuk dalam perhitungan JII.

Tentu saja perusahaan-perusahaan yang menjalankan kegiatan yang bertentangan


dengan syariah Islam tidak bisa masuk JII. Kegiatan-kegiatan yang masuk dalam
kategori haram ini adalah: perjudian, lembaga keuangan konvensional yang
menerapkan sistem bunga (ribawi), usaha yang memproduksi dan
memperdagangkan makanan dan minuman haram, serta usaha-usaha yang yang
menyediakan barang atau jasa yang merusak moral atau mudarat.

Untuk memilih saham-saham yang layak menjadi anggota JII, DIM dan BEJ
melaksanakan urutan seleksi khusus. Pertama, BEJ memilih kumpulan saham yang
memiliki usaha utama yang tidak bertentangan dengan syariah islam. Saham ini
harus sudah tercatat di BEJ lebih dari 3 bulan, kecuali jika saham itu masuk dalam
kelompok 10 saham dengan kapitalisasi pasar terbesar.

Kedua, BEJ dan DIM memilih saham yang memiliki rasio kewajiban terhadap aktiva
tidak melebihi 90%, berdasarkan laporan tahunan atau semesteran terakhir.

Ketiga, mereka memilih 60 saham dari saham-saham itu yang memiliki rata-rata
kapitalisasi pasar terbesar dalam setahun terakhir.

Keempat, BEJ dan DIM akan memilih 30 saham dari saham-saham tadi yang
memiliki nilai likuiditas perdagangan reguler rata-rata paling tinggi dalam setahun
terakhir.

76
Jadi, bisa disimpulkan bahwa selain halal, saham-saham yang masuk dalam JII juga
merupakan saham-saham yang paling besar kapitalisasi pasarnya, dan paling likuid.

Karena usaha perusahaan, kapitalisasi pasar, maupun likuiditas saham bisa berubah-
ubah; BEJ dan DIM akan terus mencermati saham-saham anggota JII. Jika ada yang
perlu diganti, setiap enam bulan - pada bulan Januari dan Juli - BEJ akan melakukan
penggantian dan mengumumkan daftar anggota JII yang baru.

Investor bisa menggunakan JII sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur
kinerja portofolio investasi yang berinvestasi di saham-saham syariah. Contohnya
adalah reksadana syariah. Selain itu, investor JII memudahkan investor yang
memang hanya mau berinvestasi di saham-saham halal. Investor ini tinggal memilih
saja satu atau beberapa saham yang jadi anggota JII itu.

Rasio Saham
 
Rasio saham merupakan salah satu rasio yang paling penting. Investor bisa menggunakan
price-earning ratio (PE), misalnya, untuk mengukur mahal-murahnya suatu saham.
Semakin rendah PE, semakin murah saham tersebut. Investor juga bisa mengukur tingkat
keuntungan dividen yang bisa diperolehnya dari suatu saham. Jadi, rasio ini tak boleh
dilewatkan.

Rasio saham menunjukkan bagian dari laba bersih perusahaan, dividen, dan modal yang
dibagikan kepada setiap saham. Ada beberapa rasio saham yang bisa Anda cermati. Yang
pertama adalah rasio harga terhadap laba per saham atau price earning ratio (PE). Rumusnya
adalah harga per saham dibagi dengan laba per saham, adapun hasilnya dinyatakan dalam
"kali".

Tapi, perhatikan, laba di sini bukanlah laba total tapi laba per saham. Ini adalah total laba bersih
perusahaan yang telah dibagi dengan total rata-rata jumlah saham perusahaan. Dengan rumus
seperti itu kita bisa mengukur mahal-murahnya suatu saham. Jika PE suatu saham sudah tinggi,
biasanya, para analis mengatakan bahwa harga saham itu itu sudah mahal. Tapi, agar lebih
akurat, investor harus membandingkan PE perusahaan tersebut dengan PE perusahaan-
perusahaan lain yang ada di dalam industri yang sama.

Ambil contoh PE saham Bank Untung adalah 2 kali. Dengan PE segitu, saham Bank Untung bisa
dikatakan mahal jika PE rata-rata saham perbankan lainnya ternyata hanya 1,5 kali.Selanjutnya
ada dividen per saham dan imbal hasil dividen atau dividend yield. Dividen per saham dihitung
dengan membagi total dividen yang dibayarkan perusahaan dengan total jumlah saham yang
beredar. Angka ini menggambarkan nilai dividen yang akan diterima oleh setiap pemilik satu
saham perusahaan.

Adapun dividend yield adalah hasil pembagian dividen per saham dengan harga per saham. Dari
rasio ini kita bisa mengukur berapa besar tingkat keuntungan dividen yang bisa kita peroleh dari
suatu saham. Semakin tinggi dividend yield, semakin bagus saham tersebut.

Rasio harga saham terhadap nilai buku per saham atau price to book value (PBV) sama
pentingnya dengan price-earning ratio (PE). Dengan menggunakan PBV, investor juga bisa
mengukur apakah harga suatu saham masih murah atau sudah kemahalan.

Karenanya, selain price earning ratio (PE), investor juga harus mencermati rasio nilai buku per
saham atau book value per share (BV). Untuk menghitungnya, kita harus membagi ekuitas
dengan rata-rata jumlah saham yang beredar. Hasilnya dinyatakan dalam rupiah. Misalnya total
77
ekuitas PT Maju Jaya Rp 100 miliar sedangkan jumlah rata-rata saham beredarnya 1 miliar.
Dengan kondisi seperti ini artinya nilai buku (BV) per saham Maju Jaya adalah Rp 100 per saham
(100/1).

Lantas apa bedanya BV yang Rp 100 per saham itu dengan harga saham Maju Jaya di bursa
saham yang, misalnya, Rp 300 per saham? Hati-hati, nilai buku (BV) memang bisa jadi sangat
berbeda dengan harga saham di pasar. Nilai buku per saham menggambarkan nilai setiap
saham tersebut dalam hitungan akuntansi. Adapun harga saham menggambarkan ekspektasi
investor atas nilai setiap saham.

Nah, dengan membandingkan harga saham suatu perusahaan di pasar dengan nilai buku per
sahamnya, kita juga bisa mengukur apakah suatu saham sudah kemahalan (overvalued) atau
justru terlalu murah (undervalued).Karena itulah ada rasio yang disebut rasio harga terhadap nilai
buku per saham atau price to book value (PBV). Rumusnya sederhana yaitu harga per saham
dibagi dengan nilai buku per saham (Price/Book Value).

Hasilnya dinyatakan dalam "kali" Semakin tinggi PBV suatu saham, analis biasanya menganggap
harganya semakin mahal. Sebaliknya, semakin rendah PBV semakin murah saham tersebut.
Namun, mirip dengan PE, agar lebih akurat kita juga harus membandingkan PBV suatu saham
dengan PBV rata-rata saham-saham lain yang ada di dalam industri yang sama. Jika PBV saham
itu di atas rata-rata PBV pasar, biasanya, analis akan mengatakan harga saham itu sudah mahal.

Seluk-beluk REIT
 
Dalam dua hari terakhir, KONTAN menulis berita tentang penawaran investasi REIT
oleh Lippo-Mapletree Retail Trust (LMIR). Perusahaan patungan grup Lippo dan
Mapletree Investment itu menawarkan 645,5 juta unit REIT dan akan mencatatkannya di
bursa Singapura. Lantas, apa sebenarnya REIT itu? Mengapa di bursa Singapura?
SELAMA ini, banyak orang salah kaprah menyebut real estate investment trust (REIT)
sebagai sebuah produk investasi. Pendapat ini sebenarnya tak sepenuhnya salah, hanya
saja kurang tepat.

Pasalnya, aslinya, REIT -atau REITs dalam bentuk jamak - merupakan sebuah
lembaga perusahaan properti atau real estat. Perusahaan ini lantas menjual
sahamnya -seperti layaknya perusahaan lain- kepada publik. Mirip saham pada
perusahaan lain, saham ini juga mewakili kepemilikan dalam operasi dan bisnis
perusahaan REIT itu.

Cuma, perusahaan ini memang memiliki beberapa keistimewaan. Pertama, bisnis


utama REIT adalah mengelola atau berinvestasi pada sekelompok properti,
umumnya properti sewa. Kedua, REIT membagikan hampir semua keuntungannya
dalam bentuk dividen. Nah, para investor pembeli saham REIT tadi akan menikmati
keuntungan dari dividen ini.

Menurut praktek internasional, untuk bisa masuk golongan REIT ini, perusahaan
realestat itu harus bersedia membagikan dividen minimal 90% dari laba kena
pajaknya. Namun, dengan mengantongi status sebagai REIT itu, perusahaan
tersebut tak perlu membayar pajak penghasilan.

78
Ini berbeda dengan perusahaan biasa yang membayar pajak dari seluruh total
labanya. Setelah itu, ia baru memutuskan alokasi sisa laba untuk dividen maupun
investasi. Adapun REIT langsung membagi hampir semua labanya dan bebas dari
pajak penghasilan. Ujungnya, investor yang menikmati dividen itu yang harus
membayar pajak penghasilan.

Jenis REIT ada tiga, yakni equity REIT, mortgage REIT, dan hybrid REIT.?

Secara umum, ada tiga jenis real estate investment trust (REIT) yang ada di pasar
saat ini. Mereka adalah: equity REIT, mortgage REIT, dan hybrid REIT. Jenis-jenis
REIT ini dikelompokkan berdasarkan strategi dan portofolio investasi mereka. Ada
yang berinvestasi langsung di properti, ada pula yang membeli aset-aset kredit
properti.
JIKA berbicara mengenai REIT, umumnya, sebagian besar orang mengacu kepada
bentuk equity REIT. Maklum, sejauh ini, REIT jenis ini memang paling banyak
jumlahnya di dunia.

Equity REIT merupakan jenis REIT yang berinvestasi langsung dengan membeli
properti. Jadi, ia menjadi pemilik properti tersebut dan bertanggung jawab atas nilai
atau equity realestat itu. Karena memiliki aset properti secara langsung, pendapatan
utama REIT jenis ini juga berasal dari pendapatan sewa properti tersebut.

Ambil contoh REIT Lippo-Mapletree Investment Trust (LMIR). REIT ini berinvestasi
langsung di aset-asset properti dan ruang ritel yang dimiliki oleh PT Lippo Karawaci
Tbk (LPKR) dan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA). Jadi, LMIR membeli aset-aset
properti itu.

Jumlahnya total ada 14 aset properti bernilai sekitar S$ 1 miliar. Selanjutnya, LMIR
akan membagikan keuntungan (dividen) kepada investor dari pendapatan sewa mal-
mal dan ruang ritel itu.

Jenis REIT yang kedua adalah mortgage REIT. Sesuai dengan namanya, REIT ini
meminjamkan dana kepada konsumen untuk membeli properti atau realestat.
Alternatif lain, REIT ini membeli piutang kredit properti (mortgage) dari pihak lain.
Karenanya, sebagian besar pendapatan mortgage REIT ini berasal dari bunga kredit
atau pinjaman yang disalurkannya.

Yang terakhir adalah hybrid REIT. Ini adalah REIT yang menggabungkan strategi
equity REIT dan mortgage REIT. Artinya, ia berinvestasi di dua jenis aset, yakni aset
properti dan aset kredit properti.

Investor bisa berinvestasi di real estate invesment trust (REIT) dengan membeli
unit-unit REIT itu, layaknya membeli saham. Hanya saja, saat ini, untuk bisa
berinvestasi di REIT, investor harus pergi ke bursa di luar negeri. Sebab, Indonesia
masih belum memiliki aturan soal tata-cara penerbitan REIT itu. Artinya, belum ada
REIT di Indonesia.

CARA untuk bisa berinvestasi di REIT sebenarnya tak jauh berbeda dibandingkan
berinvestasi di saham. Pertama, investor bisa membeli unit REIT itu ketika pengelola
menawarkan produk itu di pasar perdana atau initial public offering (IPO). Jangan
bingung, perusahaan REIT memang melakukan IPO layaknya sebuah perusahaan
yang menawarkan saham perdana. Selain itu, karena REIT tercatat di bursa, investor
juga bisa membeli REIT itu dari investor lain di bursa atau di pasar sekunder.

79
Keuntungan utama investasi REIT ini adalah dividen. Bedanya, perusahaan REIT
membagikan sebagian besar labanya menjadi dividen secara rutin. Dus, mestinya,
tingkat keuntungan dividennya (dividend yield) relatif tinggi.

Enaknya, sebagian REIT juga telah menyediakan program dividend reinvesment


plans atau DRIPs. Maksudnya, ia telah menyiapkan mekanisme agar dividen tunai
yang diterima investor bisa diubah menjadi tambahan investasi di REIT tersebut.

Sayangnya, saat ini, investor Indonesia baru bisa membeli unit-unit investasi REIT
itu di bursa luar negeri. Misalnya, untuk membeli REIT Lippo-Mapletree Indonesia
Retail Trust (LMIR), Anda harus pergi ke bursa Singapura. Sebab, REIT itu baru
tercatat di sana.

Di Indonesia, praktis perusahaan-perusahaan belum bisa menerbitkan REIT.


Pasalnya, aturannya memang belum ada. Cuma ada sedikit harapan. Pasalnya,
beberapa waktu lalu, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) telah mulai mensosialisasikan rancangan aturan REIT tersebut.?

Mirip dengan reksadana, di Indonesia, realestate investment trust (REIT) juga akan
berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK) seperti reksadana. Tapi, REIT hanya boleh
berinvestasi di aset-aset properti yang benar-benar telah menghasilkan. Jadi, ia
tidak boleh berinvestasi di tanah kosong atau proyek yang baru dibangun.

BADAN Pengawas Pasar Modal dan Lembang Keuangan (Bapapepam-LK) memilih


menggunakan nama dana investasi realestat atau realestate investment fund (REIF)
untuk menamai REIT.

Berdasarkan rancangan aturan Bapepam-LK, prosedur penerbitan, pengelolaan, dan


investasi REIF itu sebenarnya tak jauh berbeda dengan REIT di luar negeri. Misalnya,
REIF itu boleh berinvestasi di aset-aset properti secara langsung, surat berharga
perusahaan realestat, maupun aset kas atau setara kas.

Batasannya, minimal investasi di aset properti langsung adalah 50% dari dana
kelolaan REIF. Adapun minimal nilai investasi untuk aset properti langsung plus surat
berharga perusahaan realestat adalah 80%. REIF juga boleh berinvestasi di aset
yang tidak berkaitan dengan realestat. Tapi, porsi maksimal hanya boleh sebesar
20% dari dana kelolaan.

Yang menarik, rancangan aturan ini juga jelas-jelas melarang dana investasi
realestat untuk berinvestasi di proyek-proyek properti yang masih dalam proses
pembangunan dan tanah kosong. Dus, proyek atau aset properti yang ada di dalam
portofolionya harus proyek properti yang sudah menghasilkan. Tentu saja, tujuannya
adalah untuk melindungi para investor REIF tersebut.

Cuma, untuk bisa mencicipi REIT atau REIF di Indonesia, para investor masih harus
bersabar. Sebab, saat ini, masih ada aturan perpajakan dan pertanahan yang
menghalangi penerbitan REIT itu. Misalnya, di Indonesia, orang asing masih belum
bisa memiliki properti atau tanah. Selain itu, REIT terancam terkena pajak ganda.?

80
III. MACAM-MACAM REKSADANA
 
Pendatang Baru Bernama ETF
 
Sejatinya, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) sudah
menyiapkan aturan soal ETF sejak 4 Desember 2006. Tapi, hingga kini belum satu pun
produk ETF meluncur di pasar.

Di luar reksadana yang sudah kita kenal, belakangan ini meluncur reksadana varian
baru. Si pendatang baru ini bernama exchange trade fund (ETF). Uniknya, reksadana
jenis baru ini bakal diperdagangkan di bursa. Dus, penentuan harganya bakal lebih
transparan. Biaya transaksinya pun lebih murah ketimbang reksadana biasa. Tapi,
investor sebaiknya tetap mencermati risikonya.

Hanya, beberapa manajemen investasi sudah bersiap-siap meluncurkan reksadana


ini. Di antaranya, Bahana TCW Investment Management dan Kresna Securities.
Seperti pernah ditulis KONTAN, Bahana akan mendaftarkan sebuah reksadana indeks
obligasinya ke bursa pada April nanti. Lalu, Kresna akan menyusul pada paruh kedua
tahun ini, tapi masih merahasiakan format ETF-nya.

Secara sederhana, ETF adalah reksadana yang unit penyertaannya diperjualbelikan


di bursa efek; misalnya Bursa Efek Jakarta (BEJ). Jadi, jenis reksadana yang
diperdagangkan di bursa itu bisa jadi reksadana yang sudah lama kita kenal. Bisa
reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana saham, reksadana
campuran atau reksadana indeks. Bedanya, unit penyertaannya diperdagangkan di
bursa.

Untuk bisa diperdagangkan di bursa, produk ETF harus melewati proses layaknya
pencatatan perdana saham perusahaan. Manajer investasi pun harus menawarkan
prospektusnya. Maka, rincian portofolio yang selama ini menjadi rahasia dapur
manajer investasi mestinya menjadi lebih transparan dalam penawaran ETF.

Setelah dana investor terkumpul, manajer investasi menginvestasikannya ke


portofolio yang sesuai dengan ketentuan di prospektusnya. Selain itu, perbedaan ETF
dengan reksadana biasa adalah cara membeli dan menjualnya. Kita membeli dan
menjual unit penyertaan reksadana biasa lewat bank yang menjadi agen penjual
atau langsung ke manajer investasi. Tapi, kita membeli dan menjual unit penyertaan
ETF lewat pialang yang jadi anggota bursa.

Agar sama-sama untung, pialang dan manajer investasi kemungkinan akan


mematok minimal investasi dan transaksi unit penyertaan ETF. Praktek ini lazim
dilakukan pada jual-beli saham.

Dalam reksadana biasa, setiap kali investor mencairkan unit penyertaannya, manajer
investasi mesti menjual sebagian portofolio investasi reksadana tersebut. Dana hasil
penjualan ini dipergunakan untuk membayar investor. Mekanisme ETF bukan saja
menguntungkan bagi investor dari segi transparansi dan biaya yang mungkin lebih
murah.

Bagi manajer investasi, mekanisme ETF yang diperdagangkan melalui bursa efek
juga menguntungkan. Pasalnya, mereka tidak perlu lagi pusing dengan urusan
penjualan portofolio setiap kali ada investor yang mencairkan unit penyertaannya.

81
Akibat dari tindakan itu, manajer investasi harus menghitung ulang nilai aktiva
bersih per unit penyertaan reksadana. Jadi, nilai aktiva bersih per unit
penyertaannya bisa bertambah atau berkurang -- yang tergantung dari aktivitas
investasi, kondisi pasar, dan kemampuan manajer investasi dalam mengelola dana.

Dalam ETF, manajer investasi tak perlu terlalu pusing memikirkan jual-beli portofolio
seperti itu. Mereka bisa lebih fokus pada pengelolaan portofolio. Sebab, investor
tidak menjual unit penyertaannya pada manajer investasi, melainkan kepada
investor lain yang bersedia membelinya lewat pialang di bursa. Proses ini tidak akan
mempengaruhi komposisi portofolio efek ETF.

Jadi, yang bisa naik atau turun adalah harga per unit penyertaan ETF yang
diperdagangkan tadi. Naik-turunnya harga unit penyertaan inilah yang menentukan
tingkat untung atau ruginya investor.

Namun, jangan salah sangka. Nilai aktiva bersih ETF tetap berpotensi untuk
bertambah atau berkurang. Dus, manajer investasi tetap wajib melaporkan
perubahan nilai aktiva bersih per unit penyertaan ETF pada Bapepam-LK.
Lantaran unit penyertaan tadi diperjualbelikan di bursa, bagaimana bila saat akan
dijual itu tidak ada investor lain yang berminat membeli? Mau tak mau, investor
mesti menunggu hingga ada pembeli. Inilah risiko likuiditas yang mesti Anda sadari
betul.

Pada tahap awal, para pakar memperkirakan risiko likuiditas itu akan sangat besar.
Untuk mengurangi risiko ini, manajer investasi sebaiknya bekerjasama dengan
pialang yang berperan sebagai market maker. Yaitu, semacam bandar yang
memastikan selalu penjual dan pembeli, plus selalu siap menampung penjualan.
Selain itu, mesti ada sponsor yang membeli sejumlah tertentu unit penyertaan ETF
pada penawaran perdana.

Dengan demikian, likuiditas diharapkan bisa tetap terjaga. Dus, investor tidak
keburu kapok dan kabur gara-gara produk ETF tidak likuid. ?

Mari Mengenal Reksadana Campuran


 
Secara definisi, reksadana campuran merupakan reksadana yang menginvestasikan
dananya pada efek ekuitas (saham) dan efek utang (obligasi dan deposito) dengan
komposisi yang tidak termasuk kategori reksadana pendapatan tetap, reksadana saham,
maupun reksadana pasar uang.

Yang paling membedakan reksadana campuran dengan reksadana jenis lain adalah
tingkat fleksibilitasnya dalam mengatur alokasi penempatan dana serta pemilihan
portofolio. Seperti kita tahu, jenis reksadana lain memiliki batasan spesifik yang tak
boleh dilanggar soal pengalokasian dana kelolaannya. Pada reksadana pendapatan
tetap, misalnya, alokasi dananya pada obligasi tidak boleh kurang kurang dari 80%.

Gampangnya, ini reksadana gado-gado. Penempatan dananya bisa di saham, surat


utang atawa obligasi, deposito, dan instrumen investasi lainnya. Komposisinya pun
bisa sangat fleksibel.

82
Alokasi penempatan dana alias komposisinya pun bisa sangat bervariasi. Pun begitu,
manajer investasi (MI) wajib memberikan gambaran mengenai kebijakan investasi
reksadana campuran yang diterbitkannya. Misalnya, berapa porsi minimal dan
maksimal untuk penempatan di efek ekuitas, surat utang, dan pasar uang.

Tapi, MI lebih leluasa untuk mengelolanya; kapan menjual, membeli, atau menata
ulang komposisi portofolionya. Syaratnya, semua masih sesuai dengan kebijakan
investasi yang sudah digariskan di prospektus reksadana.

Dengan membeli reksadana campuran, investor berkesempatan memperoleh imbal


hasil dari berbagai macam instrumen investasi. Dus, biasanya tingkat keuntungan
yang diberikan reksadana campuran bisa lebih tinggi ketimbang reksadana pasar
uang dan pendapatan tetap.

Bahkan, ia seringkali hampir menyamai imbal hasil di reksadana saham. Tapi


risikonya, boleh dibilang tidak sebesar reksadana saham. Karena itu, investor bisa
memilih reksadana campuran ini sebagai alternatif reksadana saham.

Pun begitu, investor mesti jeli memilih mana produk reksadana campuran yang
memiliki komposisi portofolio yang paling sesuai dengan kebutuhan investasinya
serta profil risikonya. Soalnya, produk reksadana campuran yang sekarang ini
beredar di pasaran memiliki komposisi portofolio yang sangat bervariasi. Satu
dengan yang lain mungkin sangat berbeda.

Bisa jadi, sebuah reksadana campuran menempatkan 50% dananya pada instrumen
saham, sementara yang lain hanya 25%. Sudah pasti, kedua reksadana campuran ini akan
memberikan keuntungan yang berbeda. Setelah memahami karakteristiknya, investor
sebaiknya tidak menilai reksadana campuran semata dengan melihat keuntungannya.

Mengenal Seluk-Beluk Reksadana Indeks


 
Sebelum membentuk reksadana indeks, MI menentukan satu indeks tertentu yang akan
dipakai sebagai acuan. Indeks acuan ini sebenarnya bisa indeks apa saja; tapi umumnya
indeks yang dipakai sebagai patokan adalah indeks saham. Selanjutnya, MI akan
menginvestasikan duit investor ke dalam saham-saham yang menjadi anggota indeks
tersebut.

Porsi investasi di dalam masing-masing saham tidak asal, melainkan harus sama
dengan bobot masing-masing saham di salam indeks acuannya. Selain reksadana
saham dan campuran, ada satu jenis reksadana lagi yang memiliki porsi investasi
yang besar di dalam instrumen saham. Namanya reksadana indeks.

Sekilas, reksadana ini memang mirip dengan reksadana saham karena manajer
investasi (MI) menginvestasikan dana investor ke dalam instrumen saham. Tapi
reksadana ini memiliki beberapa keunikan yang tidak dimiliki reksadana saham.

Bingung? Biar lebih jelas, mari kita bedah contoh produk reksadana indeks yang ada
di pasar yakni: Danareksa Indeks Syariah (DINAR). Produk keluaran PT. Danareksa
Investment Management ini memilih Jakarta Islamic Index (JII) sebagai acuan

83
DINAR. Sekedar mengingatkan, JII adalah indeks yang beranggotakan 30 saham
halal paling likuid di Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Karena memilih JII sebagai acuan, DINAR menginvestasikan mayoritas dana investor
di saham-saham yang menjadi anggota JII. Ketentuan Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam) bilang bahwa reksadana indeks harus berinvestasi minimal di dalam 80%
saham yang menjadi anggota indeks. Dus, karena anggota JII ada 30 saham, DINAR
harus membeli minimal 24 saham anggota JII.

Komposisi portofolio investasi DINAR juga disesuaikan dengan bobot masing-masing


saham di salam JII. Taruh kata, bobot saham Telkom di dalam JII adalah 30%,
DINAR juga berinvestasi di saham Telkom dengan porsi sekitar 30% dari total nilai
asetnya.

Dengan skim seperti itu, MI tak perlu bekerja keras. Yang penting, ia paham bobot
masing-masing saham anggota indeks yang menjadi acuan dan menyusun portofolio
yang komposisinya mirip dengan bobot masing-masing saham tersebut. MI juga tak
perlu melakukan jual-beli saham harian. MI hanya perlu membeli atau menjual
saham jika ada investor baru masuk, investor keluar, atau jika bobot suatu saham di
dalam indeks berubah. Strategi seperti ini disebut passive investment strategy atau
strategi investasi pasif. Karena strateginya pasif, umumnya, biaya pengelolaan
reksadana indeks sangat rendah. Inilah kunci kelebihan reksadana indeks; biayanya
murah.

Berbeda dengan reksadana lainnya, manajer investasi (MI) reksadana indeks


mengelola portofolio reksadana indeks secara pasif (passive investment strategy).
Risiko reksadana indeks masih lebih tinggi ketimbang risiko reksadana pendapatan
tetap, campuran, maupun reksadana pasar uang. Karena itu, reksadana ini tak cocok
untuk semua tipe investor. Investor yang berinvestasi di reksadana ini harus siap
menghadapi fluktuasi imbal hasil (return) yang tinggi setiap harinya. Tapi, risiko ini
sebanding dengan potensi keuntungannya yang juga tinggi dalam jangka panjang.

Karena strateginya pasif, umumnya, biaya pengelolaan (management fee) reksadana


indeks sangat rendah. Inilah kunci kelebihan reksadana indeks: biayanya murah.
Jika biaya pengelolaan reksadana umum sekitar 1%-1,5%, biaya reksadana indeks
biasanya di bawah 1%.

Gambaran keuntungannya? Tentu saja, hasil investasi reksadana indeks ini akan
berfluktuasi mengikuti pergerakan indeks acuannya. Tapi, pada prakteknya, kita
akan sulit menemukan kinerja reksadana indeks yang sama persis dengan kinerja
indeks acuannya. Karena ada biaya-biaya, kinerja reksadana indeks biasanya sedikit
lebih rendah ketimbang kinerja indeks acuannya. Selisih inilah yang sering disebut
dengan tracking error. Semakin kecil tracking error suatu reksadana indeks dengan
indeks acuannya, semakin bagus.

Karena tingkat keuntungannya fluktuatif, reksadana indeks ini termasuk jenis


reksadana yang mengandung risiko tinggi. Risikonya di atas risiko reksadana
campuran, pendapatan tetap, pasar uang, maupun reksadana terproteksi. Tapi,
risiko reksadana indeks masih sedikit lebih rendah ketimbang reksadana saham.
Sebab, umumnya, komposisi portofolio reksadana indeks lebih tersebar
dibandingkan dengan reksadana saham.

84
Tapi, karena risikonya masih masuk kategori tinggi, produk reksadana indeks ini tak
cocok untuk semua orang. Hanya tipe investor yang agresif dan bandel yang boleh
berinvestasi di sini. Artinya, demi memperoleh keuntungan yang tinggi, investor itu
harus siap menghadapi risiko fluktuasi dalam jangka pendek.

Cuma, asalkan investor kuat memikul risiko fluktuasi seperti itu, dalam jangka
panjang ia bisa memperoleh untung yang tinggi dari reksadana indeks. Sebab,
dalam jangka panjang, suatu indeks saham kemungkinan besar akan naik.

Sayangnya, jumlah reksadana indeks yang beredar di pasar saat ini masih sangat
terbatas. Yang pertama Danareksa Indeks Syariah (DINAR) yang mengacu pada
indeks saham halal Jakarta atau Jakarta Islamic Index (JII). Selain itu, ada pula
produk Asian Bond Fund-Indonesia Bond Index Fund (ABF-IBF) keluaran Bahana
TCW Investment yang mengacu pada indeks obligasi.

Mengenal Reksadana Pasar Uang


 
Apa itu instrumen pasar uang? Instrumen pasar uang adalah efek utang jangka pendek
yang usianya tak lebih dari setahun. Misalnya, sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
atau obligasi yang akan jatuh tempo kurang dari satu tahun.

Jangan terkecoh dengan namanya. Reksadana pasar uang bukan berarti reksadana
yang menempatkan dana investornya pada berbagai mata uang. Yang benar,
reksadana pasar uang adalah reksadana yang menempatkan seluruh atawa 100%
dana kelolaannya pada instrumen pasar uang.

Dengan karakteristik seperti itu, reksadana pasar uang sangat cocok bagi mereka
yang terbiasa berinvestasi di deposito, tapi ingin mulai menjajal berinvestasi di
reksadana. Produk ini pas juga buat investor yang mementingkan likuiditas dan
orientasi investasinya jangka pendek.

Lantaran sifatnya yang seperti itu, tentu saja para investor mesti maklum bila hasil
investasinya tak berbeda jauh dari bunga deposito. Soalnya, ya itu tadi, reksadana
pasar uang menempatkan menempatkan sebagian dana investor ke deposito.

Lo, lalu apa nilai lebihnya ketimbang menaruh dana langsung di deposito?
Keunggulan pertama adalah soal kebebasan waktu penarikan.
Sudah aturan main yang jamak, jika investor mencairkan deposito sebelum jatuh
tempo yang disepakati, ia akan kena penalti alias denda. Besarnya bisa mencapai
10% atas bunga. Artinya, untuk menghindari denda ini, si pemilik dana mesti
merelakan dananya ngendon di bank minimal satu bulan.

Enaknya, jika berinvestasi di reksadana pasar uang, investor bisa mencairkan


dananya kapan pun ia inginkan tanpa kena denda. Menurut aturan Badan Pengawas
Pasar Modal, paling lambat 7 hari setelah pengajuan permohonan pencairan, si
investor sudah bisa menerima dananya.

Investor juga bisa menentukan sendiri jumlah dana yang ingin ia cairkan.
Sementara, di deposito, investor mesti menarik seluruh dana plus imbal hasilnya.
Nilai lebih yang lain: investor berpeluang mendapat hasil investasi yang lebih tinggi
ketimbang bunga deposito. Soalnya, selain di deposito, reksadana pasar uang juga

85
berinvestasi di SBI atau obligasi jangka pendek. Nah, investasi di obligasi jangka
pendek ini masih bebas pajak.

Dus, wajar kalau gabungan investasi di deposito plus instrumen lainnya itu mampu
memberikan keuntungan yang lebih tinggi di atas bunga deposito. Berkat cukup
besarnya dana yang terkumpul lewat reksadana pasar uang, investor pun
berpeluang melakukan diversifikasi aset secara tidak langsung. Sebagai gambaran,
dengan dana terbatas, katakanlah Rp 20 juta, Anda hanya bisa menyebarnya paling
banter ke empat deposito. Itu pun, Anda tidak bisa menawar bunganya agar sedikit
lebih tinggi.

Ketika menempatkan dana di deposito, reksadana pasar uang memiliki posisi tawar
lebih kuat ketimbang deposan individual. Sebab, melalui reksadana pasar uang bisa
terkumpul dana yang cukup besar untuk mendapatkan bunga yang lebih baik.
Kebetulan, bank biasanya mau memberikan bunga di atas bunga konter untuk
setoran di atas Rp 1 miliar.

Tapi, lewat reksadana pasar uang, dana investor yang terkumpul mungkin akan
mencapai miliaran rupiah. Ini membuat manajer investasi (MI) bisa menempatkan
dana di lebih banyak deposito dan instrumen pasar uang lain. Walhasil, keuntungan
investor pun lebih optimal.

Tapi, mungkin Anda akan bertanya: jika menaruh sendiri dana kita di deposito,
potensi untuk rugi boleh dibilang tidak ada. Bagaimana bila dana itu ditempatkan di
reksadana pasar uang?

Harus diakui, memang ada kemungkinan imbal hasil reksadana pasar uang minus.
Namun, potensinya sangat kecil. Soalnya, nilai instrumen pasar uang yang berjangka
pendek itu relatif tetap atau tidak banyak bergerak lagi. Ini berbeda dengan
instrumen saham atau obligasi yang masih panjang jatuh temponya.

Satu hal lagi; ketika berinvestasi di reksadana pasar uang, Anda tidak akan melihat
penambahan nilai aktiva bersih (NAB) per unit penyertaan seperti pada reksadana
lain. Angkanya tetap Rp 1.000 per unit penyertaan.

Cara menghitung keuntungan pada reksadana pasar uang memang berbeda dengan
reksadana jenis lain. Hasil investasi reksadana pasar uang tecermin pada
penambahan unit penyertaan, bukan peningkatan harga per unit penyertaan.

Biar lebih gampang dipahami, mari kita pakai perumpamaan. Misalnya, Anda
membeli 1.000 unit penyertaan reksadana pasar uang dengan harga Rp 1.000 per
unit. Ini artinya investasi awal milik Anda sebesar Rp 1.000.000.

Nah, dalam perkembangannya, penempatan dana reksadana pasar uang itu


memberikan imbal hasil hingga 10%. Jadi, investasi Anda berbiak menjadi Rp
1.100.000. Logikanya, harga NAB per unitnya kini menjadi Rp 1.100. Tapi, bila Anda
lihat laporan hasil investasi yang dikirimkan manajer investasi, harga NAB per unit
tetap Rp 1.000. Tapi, tidak berarti investasi Anda tidak bertambah. Sebab, kalau
Anda cermati, jumlah unit penyertaan Anda akan bertambah; dari 1.000 unit
menjadi 1.100 unit

86
Mengenal Reksadana Pendapatan Tetap
 
Jenis reksadana yang pertama adalah reksadana pendapatan tetap atau reksadana obligasi.
Sesuai dengan namanya, reksadana ini membiakkan sebagian besar dana investor di
dalam instrumen surat utang atau obligasi.

Reksadana merupakan alternatif investasi yang tepat bagi investor yang punya dana
terbatas. Masalahnya, berdasarkan instrumen investasinya, ada banyak jenis
reksadana di pasar yang memiliki profil imbal hasil maupun risiko berbeda-beda. Biar
tidak salah pilih, investor harus mempelajari seluk-beluk berbagai jenis reksadana
tersebut.

Sebagian besar itu berapa, sih? Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) telah memberikan rambu-rambunya. Peraturan Bapepam-LK bilang
bahwa yang masuk kategori reksadana pendapatan tetap adalah reksadana yang
menempatkan minimal 80% dana investor di instrumen obligasi.

Jadi, kalau ada reksadana yang porsi investasinya di obligasi di bawah 80%, ia tidak
termasuk reksadana obligasi. Sebaliknya, ada reksadana obligasi yang porsi
investasinya di obligasi sampai 100%.

Ada dua jenis pendapatan yang menjadi sumber keuntungan (return) reksadana
obligasi. Pendapatan yang pertama berasal dari bunga atau kupon yang diberikan
oleh obligasi-obligasi yang ada di dalam reksadana tersebut.

Sifat pendapatan ini tetap. Soalnya, para penerbit obligasi membayarkan kupon
obligasi mereka secara rutin dalam jangka waktu tertentu -- biasanya tiga bulan --
dan nilainya juga tetap. Karena ada aliran pendapatan yang tetap inilah, reksadana
ini kemudian dinamai reksadana pendapatan tetap.

Tapi, jangan sampai terjebak. Karena namanya reksadana pendapatan tetap, banyak
orang berpikir bahwa tingkat keuntungan reksadana jenis ini akan selalu tetap mirip
deposito. Parahnya, malah ada investor yang beranggapan bahwa investasi awal di
reksadana pendapatan tetap juga tak bisa berkurang, alias selalu tetap.

Presepsi yang telanjur latah ini salah besar! Sebab, aslinya tingkat keuntungan
reksadana pendapatan tetap juga bisa naik-turun. Dalam satu bulan tertentu,
misalnya, ia bisa memberikan keuntungan 2% per bulan.

Tapi, di saat lain, keuntungan reksadana yang sama bisa cuma 1% per 30 terakhir.
Bahkan, bukan tidak mungkin keuntungan reksadana pendapatan tetap ini justru
minus atau merugi. Kalau kerugian ini terjadi secara terus-menerus, pada akhirnya
investasi awal investor juga akan termakan.

Asal tahu saja, akhir 2005, industri reksadana kita pernah geger akibat fluktuasi
return reksadana pendapatan tetap yang berlebihan. Bayangkan, waktu itu, suatu
reksadana pendapatan tetap bisa merugi 20% atau lebih dalam sehari doang.

Kok, bisa? Bisa, karena selain ditentukan oleh bunga, keuntungan reksadana
pendapatan tetap juga ditentukan oleh perubahan harga obligasi yang menjadi
ladang investasinya.Ya, di pasar, harga obligasi -- yang dinyatakan dalam
persentase dari nilai pokoknya -- memang bisa naik-turun. ?

87
KONTAN edisi Rabu kemarin (7/3) sudah membahas seluk-beluk reksadana
pendapatan tetap. Intinya, keuntungan reksadana pendapatan tetap yang berbasis
obligasi bisa naik turun mengikuti harga obligasi di pasar. Ada banyak hal yang
mempengaruhi harga obligasi.

Reksadana pendapatan tetap sebaiknya digunakan sebagai ladang investasi jangka


panjang. Dengan cara ini, investor akan terhindar dari kerugian akibat gejolak harga
obligasi dalam jangka pendek.

Faktor penentu yang paling utama adalah suku bunga pasar (BI rate). Pada saat
bunga naik, harga obligasi yang menjadi tempat investasi reksadana obligasi akan
turun. Akibatnya, keuntungan reksa-dana obligasi juga akan ikut turun. Sebaliknya,
pada saat bunga turun, harga obligasi di pasar justru akan naik. Akibatnya, return
reksadana obligasi juga ikut terkerek. Karena itulah, reksadana obligasi tergolong
memiliki risiko menengah; bukan rendah.

Nah, investor yang berniat berinvestasi di obligasi pendapatan tetap harus memiliki
nyali yang cukup agar siap menghadapi fluktuasi keuntungan yang mungkin terjadi
sewaktu-waktu. Kalau suatu saat keuntungan reksadana pendapatan tetap tiba-tiba
bergejolak, apa yang harus dilakukan oleh investor?

Para pakar investasi menganjurkan agar investor tak panik dan buru-buru menjual
unit reksadananya. Pasalnya, tindakan menjual reksadana secara panik hanya akan
memperburuk keadaan. Jika aksi jual itu dilakukan oleh banyak investor, MI pun
terpaksa harus menjual sebagian besar obligasi yang ada di dalam portofolio
investasinya.

Akibatnya, mungkin, ia harus menjual obligasi itu dengan harga yang murah. Ujung-
ujungnya, penjualan secara obral ini bikin keuntungan reksadana pendapatan tetap
itu semakin anjlok.

Selain itu, para pakar investasi juga menganjurkan agar investor menggunakan
reksadana pendapatan tetap ini sebagai wahana investasi jangka panjang (di atas 3
tahun). Dengan strategi seperti ini, investor reksadana pendapatan tetap akan
terhindar dari kerugian akibat fluktuasi harga obligasi dalam jangka pendek.

Mari Mengenal Reksadana Saham


 
Dari semua jenis reksadana yang telah diperkenalkan pada investor di Indonesia,
reksadana saham sanggup memberikan imbal hasil paling tinggi. Tapi, jangan lantas asal
tubruk. Dalam investasi selalu berlaku prinsip: hasil investasi yang tinggi sepadan dengan
risiko yang tinggi pula. Karena itu, sebelum memutuskan membeli reksadana saham,
kenali dan pahami dulu seluk beluknya.

Nah, menurut ketentuan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), penempatan


dana pada ekuitas tadi paling tidak mesti mencapai 80% dari total dana kelolaan.
Dus, manajer investasi (MI) boleh menempatkan sampai 100% dana kelolaannya
pada saham. Tapi, bila penempatannya pada saham kurang dari 80%, namanya
bukan lagi reksadana saham.

88
Intinya, reksadana saham membuka jalan bagi orang yang ingin membeli saham tapi
duitnya terbatas. Maklum, untuk berinvestasi langsung ke saham perlu dana yang
gede.

Coba kita hitung. Untuk berinvestasi di saham, Anda mesti membeli minimal 1 lot
atau setara 500 saham. Taruh kata, Anda ambil saham yang murah, harganya Rp
500 per saham. Berarti, Anda mesti menyediakan dana Rp 250.000 untuk membeli
satu jenis saham saja. Pasti Anda pikir, masih enteng kan?

Namun, jangan salah. Dengan hanya memiliki satu jenis saham, nilai investasi Anda
akan sangat terpapar oleh naik-turunnya harga saham tersebut. Maksudnya, saat
harganya naik, nilai investasi Anda sontak naik. Sebaliknya, saat harganya sangat
jatuh, nilai investasi Anda juga langsung terjun. Jadi, tidak ada penyebaran risiko.

Karena itu, orang yang ingin berinvestasi di saham sebaiknya melakukan


diversifikasi dengan membeli beberapa jenis saham. Selain itu, ia mesti memiliki
kemampuan menganalisa dan memilih saham. Ia juga mesti punya waktu untuk
memantau perkembangan pasar yang fluktuatif.

Ada lagi masalah lain. Bila ingin berinvestasi di saham, Anda mesti membelinya
melalui broker alias pialang. Nah, perusahaan broker biasanya menetapkan setoran
dana awal minimal Rp 50 juta. Sekalipun, Anda hanya ingin membeli 1 lot!
Syukurlah, ada reksadana saham yang bisa mengatasi masalah-masalah tadi.
Bagaimana bisa? Kita akan bahas di edisi besok.

Banyak faktor yang membuat orang berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk
berinvestasi langsung di saham. Besarnya modal yang mesti disiapkan mungkin tak
begitu soal bagi sebagian orang. Tapi, investor juga mesti mampu menganalisis dan
memilih saham. Belum lagi, ia tak boleh lengah untuk senantiasa memonitor
perkembangan pasar yang sering kali fluktuatif.

Nah, reksadana saham bisa menjadi solusi persoalan itu. Dengan reksadana, orang
tidak perlu khawatir soal modal berinvestasi saham yang cukup besar. Reksadana
memang dirancang sebagai sarana investasi bagi orang yang tidak punya kantong
tebal. Setidaknya, gagasan idealnya seperti itu. Jadi, sekumpulan investor yang
duitnya terbatas itu bisa berinvestasi beramai-ramai lewat reksadana.

Dengan demikian, fulus yang terkumpul cukup untuk diinvestasikan di sejumlah


saham. Lantaran penempatan investasinya tersebar di banyak saham, risiko yang
mesti dihadapi investor otomatis juga tersebar. Boleh saja harga satu-dua saham
anjlok, tapi harga saham-saham yang lain dalam keranjang investasi reksadana itu
naik atau stabil. Alhasil, nilai aktiva bersih (NAB) per unit reksadana boleh jadi hanya
sedikit tergerus atau malah masih meningkat. Tapi, tentu kinerja NAB per unit
penyertaan itu sangat tergantung dari saham-saham yang dipilih oleh si MI.

Nah, satu lagi kelebihan reksadana saham, investor tidak perlu puyeng memikirkan
saham mana yang mesti dipilih. Tidak perlu pula melakukan analisis-analisis saham
yang njelimet. Sebab, semua itu menjadi tugas dan tanggung jawab MI. MI juga
yang akan menyelesaikan segala urusan dalam bertransaksi saham dengan pialang.
Dus, tugas investor tinggallah memilih MI alias pengelola reksadana yang baik dan
bisa dipercaya. Ini penting. Soalnya, pemilihan MI ini bisa menentukan kinerja
reksadana kita.

89
Keuntungan reksadana saham lebih tinggi ketimbang reksadana pendapatan tetap
yang berorientasi pada bunga. Keuntungan reksadana saham berasal dari kenaikan
harga portofolio sahamnya yang disebut capital gain atau selisih antara harga jual
dengan harga beli saham. Keuntungan lain diperoleh bila perusahaan penerbit
saham membagi dividen atau bagian dari laba perusahaan kepada pemegang saham.

Namun, karena harga saham fluktuatif, investor reksadana saham sebaiknya punya
horizon investasi jangka panjang. Sebab, umumnya, harga saham akan terus
meningkat sesuai kinerja perusahaan.

Meneliti Reksadana Terproteksi


 
Sejak awal tahun 2006 lalu, muncul jenis reksadana baru yang memberikan iming-iming
setinggi langit kepada investor. Namanya reksadana terproteksi atau capital protected
fund (CPF).

Belakangan ini, penawaran produk-produk reksadana terproteksi semakin marak.


Total nilai dana yang telah diinvestasikan di reksadana jenis ini sudah mencapai Rp
11,9 triliun. Jangan heran. Reksadana terproteksi memang mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan reksadana-reksadana lainnya, yakni ia bisa melindungi
investasi awal investor. Tapi, ia juga mengandung banyak risiko.

Sesuai dengan namanya, reksadana terproteksi memang memberikan proteksi atawa


perlindungan kepada investor. Apa yang diproteksi? Yang diproteksi adalah nilai
investasi awal yang disetorkan oleh investor. Jadi, pokok investasi awal investor
akan tetap 100%. Taruh kata Anda menginvestasikan uang Rp 20 juta; duit itu tidak
akan berkurang sampai reksadana itu bisa dicairkan. Inilah yang membuat CPF agak
mirip deposito.

Yang menarik, ada pula beberapa produk CPF yang memberikan proteksi tambahan
berupa tingkat keuntungan tertentu. Jadi, yang dilindungi bukan cuma investasi
awalnya, tapi juga keuntungannya. Sebagai contoh ada reksadana terproteksi yang
memberikan proteksi sebesar 108%. Ini artinya selain memperoleh proteksi investasi
awal sebesar 100%, investor juga bakal memperoleh keuntungan minimal sebesar
8%.

Perlindungan yang diberikan oleh reksadana terproteksi itu tentu saja bukan datang
dari langit. Tapi, jaminan atas keutuhan investasi awal investor itu juga bukan
datang dari sebuah institusi penjamin; baik asuransi, bank sentral, atau yang
lainnya. Yang memberikan proteksi, tak lain, adalah skim investasi reksadana
terproteksi itu sendiri. Maksudnya, manajer investasi akan menyusun portofolio
tertentu yang bisa melindungi investasi awal investor.

Yang paling ideal, MI reksadana terproteksi umumnya menerapkan strategi static


portfolio hedging. Dalam strategi ini, MI menyusun sebuah portofolio investasi yang
memberikan lindung nilai (hedging) atas investasi awal investor. Caranya adalah
dengan menginvestasikan sebagian besar dana investor di instrumen obligasi tanpa
bunga (zero coupon bond).

Ambil contoh, sebuah MI mengelola dana sebesar Rp 100 miliar di CPF-nya. Ia lantas
menggunakan Rp 80 miliar (80%) dana itu untuk membeli zero coupon bond
perusahaan X yang kebetulan harganya juga 80% (untuk menggantikan bunga,
90
biasanya zero coupon bond dijual dengan harga diskon). Sisa dana yang Rp 20 miliar
diinvestasikan di instrumen investasi lain; bisa deposito, saham, valuta asing (valas),
dan lain-lainnya. ?

Sabtu lalu kita sudah membahas contoh pengelolaan portofolio reksadana terproteksi
secara statis (static portfolio hedging); yaitu dengan menginvestasikan 80% duit
investor di obligasi bebas bunga (zero coupon bond).

Umumnya manajer investasi menginvestasikan sebagian besar dana investor


reksadana terproteksi atau capital protected fund (CPF) di dalam obligasi atau surat
utang. Tapi, tidak seperti di reksadana pendapatan tetap, MI tidak
memperdagangkan obligasi ini; melainkan menyimpannya sampai jatuh tempo.

Nah, selain alokasinya khusus, cara pengelolaan portofolionya juga spesial. Obligasi
bebas bunga yang sudah dibeli itu tidak boleh diperdagangkan; tapi harus disimpan
saja hingga jatuh tempo.

Dengan portofolio dan strategi seperti itu, pada saat zero coupon bond jatuh tempo,
duit yang 80% itu akan berbiak menjadi 100%. Pasalnya, ketika jatuh tempo
obligasi itu akan dibayar penuh 100%. Praktis, nilai investasi awal CPF yang Rp 100
miliar pun tetap utuh.

Jika 20% duit yang diinvestasikan di instrumen lain juga berbiak, investor juga bisa
mengantongi keuntungan lebih. Sayangnya, suplai zero coupon bond di pasar
obligasi Indonesia sangat minim. Jadi, jangan heran kalau nyaris tak ada MI di
Indonesia yang menerapkan strategi static portfolio hedging tersebut.

Sebagai alternatif, para MI kemudian mengganti obligasi bebas bunga itu dengan
obligasi biasa. Tapi, tentu saja, mereka tidak asal comot obligasi. Obligasi yang
mereka pilih umumnya adalah obligasi pemerintah atau obligasi swasta yang
memiliki rating BBB atau lebih tinggi. Karena digunakan untuk melindungi investasi
awal para investor, porsi investasi obligasi ini biasanya sangat besar; sekitar 80%-
100% dari total dana.

Tapi, jangan asal tubruk. Meskipun namanya terproteksi; reksadana ini tetap
memiliki banyak risiko. Risiko yang pertama adalah risiko likuiditas. Pihak MI
biasanya melarang investor menarik duitnya sewaktu-waktu. Kalaupun bisa menarik,
pihak MI biasanya akan memungut biaya penarikan (redemption fee) yang tinggi.

Agar terbebas dari biaya penarikan tersebut, investor harus bersabar menunggu
sampai saat jatuh tempo. Jangan bingung, sebab reksadana terproteksi ini memang
memiliki jatuh tempo; bisa 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, atau sampai 5 tahun. Karena
MI berinvestasi di obligasi, reksadana terproteksi juga mengandung risiko kredit
(credit risk). Ketika jatuh tempo, mungkin saja emiten obligasi itu ternyata gagal
bayar (default).

Dalam edisi Selasa (20/3), kita sudah membahas bahwa, mirip dengan reksadana
pendapatan tetap, reksadana terproteksi juga memiliki risiko likuiditas dan risiko
kredit. Selain kedua risiko itu, ada lagi yang disebut risiko akselerasi. Maksudnya,
dalam kondisi tertentu, misalnya terjadi krisis ekonomi lagi atau tiba-tiba pemerintah
mengenakan pajak atas bunga obligasi yang dibeli reksadana, mungkin saja manajer
investasi (MI) melikuidasi reksadana terproteksinya di tengah jalan.

91
Jika ini terjadi, investasi awal investor pun belum tentu akan kembali utuh.
Variasi produk reksadana terproteksi semakin lama semakin banyak saja. Akibatnya,
tingkat risiko masing-masing produk pun menjadi sangat beragam. Agar tak salah
pilih, investor harus memperhatikan beberapa aspek penting ketika memilih produk
reksadana terproteksi. Aspek-aspek itu adalah: profil risiko investor, tingkat proteksi
produk, dan masa jatuh temponya.

Nah, jika siap memikul risiko-risiko itu, Anda boleh mencoba untuk membeli produk
reksadana terproteksi. Kebetulan, reksadana jenis ini saat ini memang sedang marak
ditawarkan.

Tapi, Anda tidak bisa membeli reksadana terproteksi tersebut setiap saat. Soalnya,
berbeda dengan reksadana pada umumnya, reksadana terproteksi hanya ditawarkan
dalam jangka waktu yang terbatas. Umumnya, lama masa penawaran itu adalah
sekitar satu bulan. Setelah masa penawaran selesai, investor tidak bisa masuk lagi.

Nah, agar tak salah pilih, secara umum, ada beberapa tip yang harus Anda
perhatikan pada saat akan memilih produk reksadana terproteksi.

Pertama, kenali dahulu profil risiko Anda. Jika Anda termasuk orang yang cenderung
menghindari risiko tinggi (risk averter), belilah reksadana terproteksi yang alokasi
investasi terbesarnya di obligasi pemerintah. Biar lebih aman, akan lebih baik lagi
jika Anda bisa menemukan produk yang telah bekerjasama dengan pihak ketiga
sebagai pembeli siaga. Tugas pihak ketiga ini adalah menjadi penampung jika ada
nasabah yang menjual unit-unit reksadananya sebelum jatuh tempo.

Kedua, perhatikan tingkat proteksi yang diberikan. Proteksi ini dinyatakan dalam
persentase. Semakin tinggi persentase proteksinya, semakin menguntungkan.

Ketiga, pilih reksadana terproteksi yang masa jatuh temponya sesuai dengan
kebutuhan dana Anda. Jangan menginvestasikan dana yang akan dibutuhkan dalam
jangka pendek ke dalam reksadana terproteksi jangka panjang. Ingat dana Anda
akan dikunci, dan tak bisa ditarik setiap saat.

Keempat, baca prospektus reksadana terproteksi sebelum membelinya. Perhatikan


klausul-klausul yang bisa membuat proteksi reksadana tersebut gugur.

IV. SELUK BELUK SAHAM


92
Analisis Laporan Keuangan
 
Laporan keuangan sebuah perusahaan, baik neraca, rugi-laba, maupun laporan arus kas,
menyajikan banyak data untuk investor. Ibarat bahan baku masakan, jika investor pintar
mengolahnya, ia akan bisa meneropong prospek masing-masing perusahaan dengan lebih
jelas. Cara yang termudah, investor bisa menghitung rasio-rasio keuangan perusahaan-
perusahaan tersebut.

Belum cukup jika investor hanya sekedar melihat angka-angka yang tercantum di
dalam laporan keuangan sebuah perusahaan. Selanjutnya, kita harus melakukan
analisis atas laporan-laporan keuangan tersebut. Salah satu teknik dalam melakukan
analisis laporan keuangan adalah dengan melakukan analisis atas rasio-rasio
keuangan perusahaan. Secara garis besar, rasio-rasio keuangan itu bisa
dikelompokkan ke dalam lima macam rasio. Yang pertama adalah rasio likuiditas.
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial
jangka pendeknya.

Selanjutnya, ada pula rasio utang atau rasio leverage. Dengan rasio ini, investor bisa
mengukur seberapa banyak sebuah perusahaan membiayai perusahaan dengan
utang atau dana dari pihak luar. Lalu, ada rasio aktivitas, yaitu rasio yang mengukur
seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber daya yang dimilikinya. Dengan
rasio ini kita bisa mengukur tingkat efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan aset
untuk menghasilkan pendapatan.

Rasio yang tak kalah pentingnya adalah rasio profitabilitas. Rasio ini mengukur
kemampuan sebuah perusahaan dalam menghasilkan laba baik dari penjualan, aset,
maupun laba dari modalnya.

Yang terakhir adalah rasio saham. Rasio ini banyak manfaatnya. Selain bisa
mengukur mahal-murahnya atau valuasi suatu saham, investor juga bisa mengukur
potensi keuntungan dividen yang bisa dipetiknya. Jadi, rasio ini sangat berguna saat
investor mencari saham yang memiliki potensi keuntungan terbesar

PE Ratio
 
Ibarat pisau bedah, rasio harga terhadap laba bersih per saham atau price/earning ratio
(PE) sangat sering dipakai oleh analis saham dalam menganalisa mahal-murahnya suatu
saham. Tapi, hati-hati, PE sendiri ada berbagai jenis. Ada yang berdasarkan data historis,
ada yang menggunakan data proyeksi.

Beberapa waktu lalu, kita telah menyinggung soal rasio harga terhadap laba bersih
per saham atau price/earning ratio(PE). Tapi, alangkah baiknya jika kita
membahasnya secara lebih mendalam. Sebab, rasio PE merupakan rasio yang paling
tua dan paling sering dipakai oleh investor untuk menimbang suatu saham. Meskipun
merupakan indikator yang nampaknya sederhana, PE terkadang tak gampang
dipahami. Rasio ini bisa sangat informatif dan berguna, tapi di lain waktu, bisa pula
ia hampir tak ada gunanya. Akibatnya, investor sering salah menggunakan PE.

Sesuai namanya, PE adalah rasio harga saham suatu perusahaan terhadap laba
bersih per sahamnya. Untuk menghitungnya, kita tinggal membagi harga per saham
93
dengan laba bersih per saham. Adapun laba bersih per saham atau earning per share
(EPS) sendiri diperoleh dari membagi laba bersih dengan rata-rata jumlah saham
beredarnya.

Harga saham yang dipakai untuk menghitung PE adalah harga saham pada saat ini.
Sementara, laba bersih per saham atau EPS-nya, umumnya, menggunakan EPS
perusahaan dalam periode sebelumnya, misalnya satu tahun terakhir. Hasil
perhitungan seperti ini sering disebut sebagai trailing PE atau gampangnya kita
sebut saja PE historis. Nah, sebagian besar PE yang dipublikasikan adalah PE jenis
ini. Namun, kadang kala EPS yang digunakan adalah EPS estimasi untuk periode
satu tahun yang akan datang. PE yang menggunakan hitungan seperti ini sering
disebut dengan PE proyeksi atau projected PE.

Tidak ada perbedaan sangat besar dari variasi PE itu. Tapi, harus Anda paham
bahwa PE yang pertama menggunakan data historis. Sementara, PE proyeksi
menggunakan ramalan analis - yang belum tentu tepat -- sebagai dasar.?

Jangan terkecoh dengan pecahan harga saham yang tinggi. Saham dengan harga Rp
2.000 per saham belum tentu lebih mahal jika dibandingkan saham berbanderol Rp
1.000 per saham. Untuk bisa menentukan saham mana yang lebih mahal atau lebih
murah, investor bisa menggunakan rasio harga terhadap laba per saham atau PE
saham tersebut sebagai salah satu alat ukurnya.

Secara teori, PE memberikan gambaran kepada kita seberapa besar investor


bersedia untuk membayar setiap rupiah laba bersih yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan. Jadi, jika rasio PE PT Murah sebesar 20 kali, artinya investor bersedia
membayar dengan harga Rp 20 untuk setiap Rp 1 laba bersih yang dihasilkan oleh
PT Murah. Cuma penjelasan seperti ini sebenarnya sangat sederhana karena tidak
bisa menangkap prospek pertumbuhan PT Murah tersebut.

Meskipun laba per saham atau earning per share (EPS) yang digunakan untuk
menghitung PE umumnya berasal dari EPS dalam 12 bulan terakhir, PE sebenarnya
lebih dari sekadar alat untuk mengukur kinerja perusahaan di masa lalu. PE
sebenarnya juga menggambarkan ekspektasi pasar terhadap pertumbuhan kinerja
perusahaan di masa mendatang.

Ingat, harga saham mencerminkan ekspektasi investor atas nilai suatu perusahaan
di masa mendatang. Jadi, sebenarnya PE juga bisa mencerminkan seberapa besar
optimisme pasar atas prospek pertumbuhan suatu perusahaan.
Jika PE suatu perusahaan lebih tinggi dibandingkan PE perusahaan-perusahaan lain
yang ada di industrinya, artinya investor mengharapkan sesuatu yang besar - yang
positif tentunya- akan terjadi dalam perusahaan itu dalam beberapa bulan atau
beberapa tahun lagi.

Rasio PE juga bisa menjadi indikator mahal-murahnya suatu saham. Secara


sederhana, saham seharga Rp 100 dengan PE 20 kali lebih mahal dibandingkan
saham berharga Rp 200 yang memiliki PE 10 kali. Tapi, analisis seperti ini memiliki
kelemahan karena kita tidak bisa membandingkan saham perusahaan hanya
berdasarkan PE-nya.?

Investor tidak bisa sembarangan membandingkan PE saham perusahaan yang satu


dengan yang lainnya. Ia harus melihat dahulu, apakah perusahaan itu memang

94
berada dalam industri yang sama atau sejenis. Sebab, jika industrinya berbeda,
membandingkan PE saham tak akan banyak berguna.

Memang, secara sederhana, investor bisa menilai mahal-murahnya suatu saham


dengan membandingkan rasio harga terhadap laba bersih per saham atau PE-nya.
Namun, analisis seperti ini memiliki kelemahan. Sebab, sebenarnya kita tidak bisa
membandingkan harga saham perusahaan semata-mata berdasarkan besar-kecil PE-
nya.
Agar analisisnya lebih komprehensif, ada beberapa faktor tambahan yang harus
diperhatikan oleh investor. Yang pertama, adalah tingkat pertumbuhan perusahaan
yang umumnya diukur dengan tingkat pertumbuhan penjualan atau pendapatannya.
Investor harus mencermati seberapa cepat suatu perusahaan mampu tumbuh di
masa lalu dan mengukur apakah tingkat pertumbuhan itu masih akan berlanjut atau
meningkat di masa mendatang.

Kita patut hati-hati jika suatu perusahaan memiliki pertumbuhan yang rendah di
masa lalu, misalnya hanya 5%, tapi PE-nya sangat tinggi. Jika kita sudah
memperhitungkan ekspektasi pertumbuhan perusahaan di masa mendatang dan
tetap menilai bahwa PE perusahaan itu terlalu tinggi, kemungkinan besar saham
perusahaan itu memang sudah kemahalan.

Yang kedua, kita juga harus melihat industrinya. Membandingkan PE saham


beberapa perusahaan hanya akan bermanfaat jika perusahaan-perusahaan itu itu
memang berada dalam industri yang sama. Misalnya, kita harus membandingkan PE
saham perusahaan telekomunikasi dengan PE saham perusahaan telekomunikasi
lainnya. Sebab, masing-masing industri memiliki tingkat pertumbuhan dan ciri-ciri
yang berbeda-beda, sehingga PE-nya juga berbeda.?

Rasio Aktivitas
 
Rasio aktivitas adalah rasio yang mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan
atau memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Misalnya, kita mengukur efektivitas
sebuah perusahaan dalam memanfaatkan asetnya. Singkatnya, dengan rasio ini kita bisa
mengukur tingkat efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan aset untuk menghasilkan
pendapatan.

Rasio aktivitas yang pertama adalah rasio perputaran aset atau aktiva (asset
turnover). Cara menghitungnya adalah dengan membagi total pendapatan atau
penjualan dengan total aset atau aktiva perusahaan. Rasio ini sangat berguna untuk
menghitung nilai penjualan yang dihasilkan perusahaan dari setiap rupiah asetnya.
Sebagai contoh jika sebuah perusahan memiliki total penjualan Rp 50 miliar dan
total aset Rp 100 miliar, artinya rasio perputaran asetnya sebesar 0,5 kali.

Perusahaan yang memiliki margin keuntungan rendah biasanya memiliki rasio asset
turnover tinggi, sementara yang margin keuntungannya tinggi memiliki asset
turnover rendah. Dalam beberapa industri, misalnya industri ritel, rasio perputaran
aset biasanya tinggi karena dalam industri ini ada persaingan harga yang sengit.
Dengan kata lain, untuk bisa memperoleh penjualan yang tinggi sebuah perusahaan
harus bekerja keras memutar asetnya.

Rasio yang kedua adalah rasio perputaran persediaan atau inventory turnover. Cara
menghitungnya adalah dengan membagi harga pokok penjualan dengan rata-rata
95
persediaan dalam satu tahun. Adapun cara menghitung rata-rata persediaan adalah
dengan menambahkan persediaan di awal tahun dengan persediaan di akhir tahun
dan kemudian dibagi dua [( persediaan awal+persediaan akhir)/2].

Makin tinggi inventory turnover, semakin efisien perusahaan itu. Tapi, jika inventory
turnover-nya rendah, ini pertanda buruk. Sebab, sebagian persediaannya hanya
ngendon di gudang.

Rasio Leverage
 
Ibarat alat pendongkrak, di satu sisi, utang bisa membuat pertumbuhan sebuah
perusahaan menjadi lebih cepat jika dibandingkan dengan hanya mengandalkan
modalnya sendiri. Namun, jika terlalu besar nilainya, utang yang sama juga bisa
membuat kondisi keuangan perusahaan kepayahan atau menjadi tidak sehat. Karenanya,
investor perlu mempelajari rasio leverage yang dimiliki oleh setiap perusahaan.

Rasio leverage menunjukkan berapa besar sebuah perusahaan menggunakan utang


dari luar untuk membiayai operasi maupun ekspansi dirinya. Oh, ya, buat yang
belum tahu, leverage sering diartikan sebagai pendongkrak kinerja perusahaan dan
identik dengan utang. Pasalnya, utang maupun pinjaman memang bisa
mendongkrak kinerja perusahaan, ketimbang jika perusahaan itu hanya
mengandalkan kekuatan modalnya sendiri.

Rasio leverage yang pertama adalah rasio utang (debt ratio). Rumusnya: total utang
dibagi dengan total aktiva dan hasilnya dinyatakan dengan persent. Kembali ke
contoh PT Ratrinata, jika total utang Ratrinata Rp 25 miliar sementara total asetnya
Rp 100 miliar, artinya rasio utangnya adalah 25%. Jika rasio utang rata-rata industri
barang konsumsi yang digeluti Ratrinata sudah 40%, artinya rasio utang perusahaan
ini termasuk rendah.

Semakin rendah rasio utang, semakin bagus kondisi perusahaan itu. Sebab, artinya
hanya sebagian kecil aset perusahaan yang dibiayai dengan utang.
Buat calon kreditur atau pemberi pinjaman, informasi rasio utang ini juga penting.
Sebab, melalui rasio utang, mereka bisa mengukur seberapa tinggi risiko utang yang
diberikan kepada suatu perusahaan.

Rasio leverage berikutnya adalah rasio utang terhadap modal atau debt to equity
ratio (DER). Rasio ini sebenarnya mirip dengan rasio utang, tapi kita ingin
membandingkan total utang dengan modal sendiri perusahaan itu. Cara
menghitungya adalah membagi total utang dengan total modal dan hasilnya juga
dalam persen. Ambil contoh Ratrinata memiliki utang Rp 25 miliar, sementara
modalnya Rp 75 miliar. Dengan komposisi seperti ini, debt to equity ratio Ratrinata
adalah 33%.

Semakin rendah DER perusahaan, semakin bagus kondisi perusahaan tersebut. Para
analis menilai, tingkat DER yang aman adalah kurang dari 50%.

Rasio Likuiditas
 
96
Seperti tecermin dari namanya, rasio ini berguna untuk mengukur likuiditas suatu
perusahaan. Yang dimaksud dengan likuiditas di sini adalah kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban-kewajiban atau utang-utang jangka pendeknya. Ada
beberapa rasio yang masuk dalam kelompok rasio likuiditas ini.

Yang pertama adalah current ratio. Rumus untuk menghitung rasio ini adalah aset
lancar dibagi dengan utang lancar (aset lancar/utang lancar). Hasilnya dinyatakan
dalam "kali". Misalnya, PT Ratrinata yang memproduksi barang konsumsi memiliki
aset lancar Rp 100 miliar dan utang lancar Rp 50 miliar. Artinya, current ratio PT
Ratrinata adalah 2 kali (100 dibagi 50).

Jika pada saat yang sama, current ratio perusahaan-perusahaan lain di bidang
barang konsumsi hanya 1,5 kali, berarti Ratrinata tergolong memiliki kemampuan
yang tinggi untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Semakin
tinggi current ratio, artinya semakin tinggi pula kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya.

Tapi, jangan salah, current ratio ini tidak memberikan gambaran yang lengkap
tentang likuiditas suatu perusahaan. Ada hal-hal lain yang harus diperhatikan,
misalnya seberapa likuid piutang-piutang (account receivables) perusahaan dan
persediaannya (inventory).

Masih berkatian dengan current ratio ini ada pula yang disebut rasio modal kerja
bersih atau net working capital. Rumusnya adalah aktiva lancar dikurangi dengan
utang lancar (aktiva lancar-utang lancar).

Dengan rasio ini kita bisa mengukur seberapa besar aktiva lancar bersih yang
tersedia untuk modal kerja perusahaan. Current ratio memiliki kelemahan, karena
aktiva lancar yang digunakan untuk menghitung rasio tersebut masih mencakup
persediaan. Padahal, tak semua persediaan, misalnya bahan baku dan bahan baku
yang masih dalam proses produksi, bisa seketika diuangkan.

Karena itu, banyak analis yang lebih suka mengurangkan persediaan itu dari aktiva
lancar sebelum membaginya dengan kewajiban atau utang lancar (aktiva lancar-
persediaan/utang lancar).

Hasil rumus ini disebut dengan quick ratio atau acid-test ratio. Rasio ini memberikan
gambaran lebih pasti tentang kemampuan perusahaan membayar utang-utang
jangka pendeknya.

Rasio-Rasio Laba
 
Investor memang perlu mencermati angka-angka penjualan, laba kotor, laba operasi, dan
laba bersih suatu perusahaan yang disajikan dalam laporan rugi-labanya. Tapi, yang lebih
penting lagi, investor juga harus mengolah angka-angka itu sehingga bisa mengukur
kemampuan perusahaan dalam mencetak laba. Alat untuk mengukur profitabilitas
perusahaan adalah rasio-rasio laba.

Rasio laba menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari


kegiatan penjualannya, menggunakan asetnya, maupun memutar modalnya. Para

97
investor dan analis sangat memperhatikan rasio laba ini karena ia berkaitan dengan
harga saham dan dividen perusahaan.

Rasio laba yang pertama ialah margin laba kotor atau gross profit margin. Rumus
margin yang mengukur tingkat keuntungan kotor perusahaan ini laba kotor dibagi
dengan penjualan (laba kotor/penjualan). Adapun laba kotor sendiri diperoleh dari
penjualan dikurangi biaya produksi.

Semakin tinggi margin laba kotor perusahaan, semakin bagus, karena itu artinya
biaya produksi perusahaan itu rendah. Sebaliknya, semakin rendah margin laba
kotor semakin tinggi biaya produksi yang ditanggung perusahaan. Rasio yang
berikutnya adalah margin laba operasi atau operating profit margin. Margin ini
mengukur tingkat keuntungan perusahaan dari kegiatan operasi utamanya.
Rumusnya adalah laba operasi (penjualan dikurangi biaya operasi) dibagi dengan
penjualan (laba operasi/penjualan). Semakin tinggi margin laba operasi perusahaan,
semakin bagus perusahaan itu.

Selanjutnya ada margin laba bersih atau net profit margin. Seperti namanya, margin
ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mencetak laba bersih (penjualan
dikurangi semua biaya dan pajak). Rumusnya adalah laba bersih dibagi dengan
penjualan (laba bersih/penjualan). Semakin tinggi margin laba bersih semakin bagus
karena itu berarti perusahaan mampu mencetak tingkat keuntungan yang tinggi.
Ujung-ujungnya, ia juga bisa membagikan dividen yang tinggi pula untuk pemegang
saham.

Selain margin-margin itu ada pula rasio pengembalian investasi atau return on
investment (ROI) dan rasio pengembalian modal atau return on equity (ROE). ROI
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari total
investasinya. Rumusnya adalah laba bersih dibagi dengan total investasi atau total
aset perusahaan (laba bersih/total aset).

Adapun ROE mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tersedia


untuk pemegang saham. Rumusnya adalah laba bersih dibagi dengan total modal
sendiri (laba bersih/modal sendiri). Semakin tinggi ROI dan ROE semakin bagus
perusahaan tersebut.

BROKER DAN SISTEM PERDAGANGAN


 
Batas-Batas Transaksi Material
 
Sebuah perusahaan yang sahamnya sudah dimiliki oleh publik dan terdaftar di bursa
saham tidak bisa seenaknya melakukan transaksi. Apalagi jika transaksi itu bersifat
material atau akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara signifikan. Sebelum
melakukan transaksi material seperti ini, sebuah perusahaan wajib harus mengikuti
serangkaian proses tertentu.

Anda pasti sering mendengar berita tentang perusahaan ini dan itu melakukan
transaksi material. Tapi, tahukah Anda apa yang dimaksud dengan transaksi
material itu? Kata "material" sejatinya merupakan istilah akuntansi yang berarti
"penting" atau "mempengaruhi kinerja perusahaan". Karena itu, secara sederhana,
kita bisa menyimpulkan bahwa transaksi material dan informasi material adalah

98
semua transaksi dan informasi yang sangat penting dan bisa berpengaruh besar
kinerja suatu perusahaan. Transaksi di sini bisa mencakup transaksi pembelian,
penjualan, pengalihan, maupun penyertaan saham.

Tapi, bagaimanakah menentukan suatu transaksi atau informasi itu material atau
tidak? Nah, untuk mengatur hal ini, masing-masing negara mempunyai rambu-
rambu sendiri. Di Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) mengatur rambu-rambu transaksi material itu dalam Peraturan No
IX.E.2.

Dalam aturan itu, Bapepam-LK menetapkan bahwa yang termasuk dalam transaksi
material adalah transaksi yang nilainya sama atau lebih besar dari: 10% dari
pendapatan perusahaan atau 20% dari modal perusahaan.

Perhatikan penggunaan kata "atau" di sini. Artinya, sebuah transaksi sudah bisa
tergolong dalam transaksi material jika sudah memenuhi salah satu kriteria tersebut.
Jadi, tidak harus memenuhi kedua-duanya.

Nah, jika sebuah perusahaan berniat melaksanakan sebuah transaksi material


seperti itu, ada serangkain proses yang harus ia lakukan. Misalnya, ia harus meminta
pendapat dari penilai independen, mengumumkan secara rinci rencananya itu di
media cetak nasional, dan memperoleh persetujuan dari pemegang saham dalam
rapat umum pemegang saham atau RUPS.

Kapitalisasi Pasar
 
Selain berdasarkan sektor dan sifatnya, investor saham juga sering membedakan saham-
saham yang ada di Bursa Efek Jakarta (BEJ) berdasarkan kapitalisasi pasarnya (market
capitalization). Ada saham berkapitalisasi pasar besar, menengah, dan saham
berkapitalisasi kecil. Masing-masing tentu punya karakter serta kelebihan dan
kekurangan sendiri-sendiri.

KAPITALISASI pasar atau market capitalization atau market cap adalah nilai sebuah
perusahaan berdasarkan perhitungan harga pasar saham dikalikan dengan jumlah
sahamnya yang beredar. Ambil contoh, kemarin, saham PT Telekomunikasi
Indonesia Tbk (TLKM) memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp 217,73 triliun. Soalnya,
jumlah saham TLKM yang beredar mencapai 20,16 miliar, adapun harganya di pasar
adalah Rp 10.800 per saham.

Melihat data itu, kita bisa mengatakan, investor menilai bahwa perusahaan Telkom
bernilai Rp xxx triliun. Inilah konsensus investor tentang nilai perusahaan Telkom.
Tapi, kita harus hati-hati menggunakan data market cap ini. Pasalnya, seperti sudah
disinggung, kapitalisasi pasar dihitung menggunakan komponen harga pasar saham.
Sementara, harga pasar saham itu ditentukan oleh banyak hal.

Lazimnya, harga saham jauh di atas nilai buku per saham perusahaan karena harga
pasar itu mencerminkan ekspektasi investor atas prospek suatu perusahaan di masa
yang akan datang. Dalam hal ini, investor juga memasukkan prospek ekonomi di
masa mendatang.

99
Masalahnya, terkadang, harga saham juga sangat ditentukan oleh faktor spekulasi
dan esti-masi prospek perusahaan yang berlebihan. Jika ini terjadi, harga suatu
saham biasanya akan naik amat tinggi, jauh meninggalkan nilai bukunya. Akibatnya,
market cap saham perusahaan itu akan menggelembung secara berlebihan jauh
melewati prospek perusahaan yang sebenarnya.

Inilah yang disebut bubble atau gelembung. Karenanya, ketika melihat market cap,
investor juga harus melihat kewajaran harga saham itu.? Jika Anda adalah tipe
investor yang cenderung menghindari risiko, sebaiknya Anda berinvestasi di saham-
saham berkapitalisasi pasar besar (big cap). Sebab, risiko kebangkrutan maupun
fluktuasi harga di saham-saham perusahaan big cap relatif rendah. Cuma, investor
harus menyediakan modal yang lebih besar untuk bisa bermain di saham-saham ini.
Soalnya, umumnya, pecahan harga saham big cap lumayan besar.

SAHAM-SAHAM berkapitalisasi pasar besar (big cap) umumnya didominasi oleh


saham-saham perusahaan besar yang telah mapan.

Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), misalnya, saham yang memiliki nilai kapitalisasi pasar
paling besar adalah saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk atau Telkom. Kamis lalu
(13/9), saham perusahaan berkode TLKM ini memiliki nilai kapitalisasi pasar Rp
217,7 triliun. Kapitalisasi pasar saham Telkom ini mencapai 13,82% dari total nilai
kapitalisasi seluruh saham-saham di BEJ yang mencapai Rp 1.575,8 triliun per Kamis
lalu (13/9).

Beberapa saham lain yang masuk kategori 10 besar big cap di BEJ misalnya: saham
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 76,2 triliun, saham PT Astra
International Tbk (ASII) Rp 72,9 triliun, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp
72,6 triliun, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp 64,5 triliun, saham PT Bumi
Resources Tbk Rp 57,2 triliun, dan saham PT Perusahaan Gas negara Tbk ((PGAS)
sebesar Rp 47,4 triliun.

Nah, risiko berinvestasi di saham-saham berkapitalisasi pasar besar seperti itu


biasanya relatif lebih rendah dibanding dengan saham-saham small cap. Maklum,
pertama, seperti sudah disinggung tadi, sebagian besar big cap itu merupakan
perusahaan-perusahaan besar yang sudah mapan. Jadi, sangat kecil kemungkinan
bahwa perusahaan-perusahaan itu akan bangkrut.

Kedua, karena nilai kapitalisasi pasarnya sangat besar, harga saham-saham itu juga
tak mudah dipermainkan. Sebab, para bandar akan memerlukan dana yang sangat
besar untuk bisa mempengaruhi harga saham big cap. Jadi, risiko fluktuasi harganya
juga lebih kecil.? Di bursa saham Indonesia memang belum ada batasan yang resmi
tentang kategori saham-saham berdasarkan nilai kapitalisasi pasarnya. Tapi, yang
pasti, investor yang tak mampu memikul risiko tinggi sebaiknya tak mendekati
saham-saham berkapitalisasi pasar kecil.

SAHAM-SAHAM yang masuk kelompok kapitalisasi pasar menengah adalah saham-


saham perusahaan kelas menengah. Sementara yang berkapitalisasi pasar kecil
(small cap) adalah saham-saham perusahaan kecil.

Di Amerika Serikat (AS), ada batasan yang jelas tentang kategori saham-saham
berdasarkan nilai kapitalisasi pasarnya. Misalnya, saham yang masuk kelompok big
cap adalah saham berkapitalisasi pasar sekitar US$ 10 miliar atau lebih. Adapun

100
yang masuk kelompok kapitalisasi pasar menengah (mid-cap) nilai kapitalisasi
pasarnya sekitar US$ 1 miliar sampai US$ 10 miliar.

Kategori small cap mencakup saham-saham berkapitalisasi pasar antara US$ 250
juta sampai US$ 1 miliar. Jika nilai kapitalisasi pasar saham itu di bawah US$ 250
juta, ia biasanya masuk kategori micro-cap. Sayangnya, di Indonesia belum ada
pengelompokan yang jelas seperti itu. Tapi, yang pasti, makin kecil nilai kapitalisasi
pasar suatu saham, semakin tinggi risikonya. Sebab, harga saham-saham
berkapitalisasi pasar kecil itu biasanya gampang dipermainkan oleh bandar-bandar.
Maklum, mereka tidak membutuhkan banyak dana untuk menggerakkan harga
saham tersebut.

Sebagai contoh, mari kita tengok beberapa saham yang memiliki nilai kapitalisasi
pasar kecil di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Sebut saja saham PT Cipendawa Agroindustri
Tbk (CPDW) yang hanya memiliki nilai kapitalisasi pasar Rp 8,7 miliar. Selain itu, ada
pula saham PT Toko Gunung Agung Tbk (TKGA) yang nilai kapitalisasi pasarnya
cuma Rp 13 miliar. Nah, para bandar hanya membutuhkan dana beberapa miliar
saja untuk bisa menggerakkan harga saham-saham seperti itu.

Ironisnya, jika tidak ada bandar yang mendekati, harga saham-saham small cap
tersebut biasanya juga akan cenderung tak bergerak atau hanya menjadi saham
tidur.
Karena itulah, investor cenderung menghindari saham-saham berkapitalisasi pasar
kecil tersebut. Atau, mereka baru masuk jika harga saham-saham itu tiba-tiba
bergerak. Itu pun, para investor harus segera merealisasikan keuntungan jika telah
memperoleh keuntungan. Sebab, bisa saja harga saham seperti itu tiba-tiba berhenti
lagi.?

Gejolak pasar finansial yang terjadi sejak akhir Juli lalu telah membuat bursa-bursa
saham di berbagai negara merosot cukup dalam. Di antara bursa-bursa itu, indeks
saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) menjadi salah satu indeks yang turun paling
dalam. Salah satu penyebabnya adalah nilai kapitalisasi pasar di BEJ masih kecil.
Selain itu, investor asing juga masih dominan di BEJ. Jika kita menjumlahkan
kapitalisasi pasar seluruh saham-saham yang ada di Bursa Efek Jakarta (BEJ), kita
akan memperoleh angka yang menggambarkan ukuran bursa saham di Indonesia.

Menurut data Bloomberg, hingga kemarin, total nilai kapitalisasi pasar saham-saham
di BEJ mencapai US$ 167,4 miliar dolar atau sekitar Rp 1.565,2 triliun. Sekilas, nilai
kapitalisasi ini memang terlihat sangat besar. Namun, jika dibandingkan dengan nilai
kapitalisasi pasar bursa saham seluruh dunia, kapitalisasi pasar BEJ masih amat
kecil. Hingga kemarin, nilai kapitalisasi pasar bursa saham dunia mencapai US$ 56,7
triliun. Jika dibandingkan dengan angka ini, nilai kapitalisasi pasar saham-saham di
BEJ tadi hanya sekitar 0,3%.

Bandingkan dengan nilai kapitalisasi pasar bursa saham Amerika yang mencapai US$
18,1 triliun atau 32% dari nilai kapitalisasi pasar bursa saham dunia. Di Asia, kita
juga bisa melihat nilai kapitalisasi pasar bursa saham Jepang yang mencapai US$ 4,6
triliun atau 8% dari nilai kapitalisasi pasar dunia. Contoh lain adalah nilai kapitalisasi
pasar bursa saham Malaysia yang telah mencapai US$ 276, 7 miliar atau 0,49% dari
kapitalisasi pasar bursa dunia. Karena nilai kapitalisasi pasar BEJ masih kecil dan
pemain asing masih mendominasi, bursa saham di Indonesia lebih rentan
terpengaruh pergeseran dana-dana di pasar saham dunia. Jika dana-dana investor
asing keluar dari BEJ, IHSG di BEJ akan cenderung merosot lebih dalam dibanding
indeks bursa negara lain.
101
Mengenal Auto Rejection
 
Bursa saham memang merupakan wahana investasi yang bisa memberikan keuntungan
tinggi. Tapi, karena terlalu semangat mencari keuntungan tinggi, para pelaku pasar sering
kali lupa akan etika bertransaksi. Akibatnya, harga satu saham bisa tiba-tiba naik atau
turun tinggi. Itu sebabnya, Bursa Efek Jakarta (BEJ) memberi pagar yang disebut auto
rejection.

Bursa Efek Jakarta telah mengeluarkan surat edaran yang mengatur penolakan
otomatis (auto rejection) terhadap harga penawaran jual dan beli saham yang telah
melewati batas. BEJ telah memasang sistem di dalam sistem transaksi saham
elektronik yang dipakai BEJ yaitu Jakarta Automated Trading System (JATS).

BEJ menetapkan kisaran auto rejection antara 20% hingga 50%, bergantung pada
harga sahamnya. Intinya, semakin murah harga saham tersebut, semakin tinggi
batasan auto rejection-nya.

Misalnya, untuk saham berharga maksimum Rp 100 per saham, JATS akan langsung
menolak tawaran harga yang melebihi 50% di atas atau di bawah harga penutupan
hari sebelumnya. Sementara, untuk saham yang berharga di atas Rp 5.000, batas
auto rejection-nya adalah 20%.

Ketentuan yang berbeda berlaku pada saat penawaran umum perdana (IPO). Karena
reaksi pasar terhadap saham IPO biasanya lebih istimewa, BEJ menetapkan
penerapan auto rejection sebesar dua kali dari batasan auto rejection yang berlaku
dalam kondisi yang normal

Online Trading Saham


 
Kini, investor saham memiliki cara bertransaksi saham yang semakin banyak. Selain
dengan cara konvensional, investor juga bisa bertransaksi saham secara langsung dengan
memanfaatkan sistem transaksi online yang dimiliki beberapa broker BEJ. Masing-
masing metode, baik yang konvensional maupun online, memiliki plus-minus.

SAAt ini, sebagian besar investor memang masih bertransaksi saham secara
konvensional. Maksudnya, untuk menyampaikan order jual atau beli suatu saham
melalu broker, investor tersebut masih menggunakan telepon.

Cara ini, tentu saja, memiliki banyak kelemahan. Pertama, jumlah saluran telepon
perusahaan sekuritas biasanya terbatas. Artinya, di dalam waktu yang bersamaan, ia
hanya bisa melayani order jual atau beli dari beberapa investor saja. Investor lain
harus rela mengantre. Tentu saja, kondisi ini bisa membuat investor kehilangan
kesempatan untuk menangguk keuntungan.

Maklum saja, harga saham terus bergerak setiap detik. Dus, ketika si investor
menunggu antrean telepon, bisa-bisa harga saham yang dibelinya sudah terbang
tinggi. Belum lagi, jika sudah tersambung dengan broker pun, broker masih
membutuhkan waktu untuk memasukkan order tersebut ke dalam sistem transaksi
Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang disebut Jakarta Automated Trading System (JATS).

102
Selain itu, investor konvensional juga masih menggunakan cara-cara lama untuk
mengikuti harga saham di bursa. Misalnya, ia masih melihat harga saham di koran.
Artinya, informasi harga saham itu bisa menjadi telat bin basi.

Tapi, tak perlu khawatir. Jika merasa tak nyaman dengan cara transaksi lama ini,
kini, investor bisa memanfaatkan sistem transaksi online yang dimiliki oleh beberapa
broker BEJ. Sesuai dengan namanya, melalui sistem transaksi canggih ini, investor
bisa langsung melakukan order beli atau jual saham sendiri. Jadi, proses order jadi
lebih cepat.?

Pasar Bullish dan Bearish


 
Istilah bullish dan bearish digunakan untuk menggambarkan kondisi pasar yang tengah
bergairah atau sebaliknya sedang lesu. Ketika pasar sedang bullish, ada banyak
kesempatan untuk investor. Tapi, ketika pasar bearish, investor harus hati-hati.

Anda mungkin sering mendengar analis bilang bahwa pasar saham sedang bullish
atau sedang bearish. Apa, sih, maksudnya? Kondisi pasar disebut tengah berada
dalam kondisi bullish jika harga-harga surat berharga atau efek meningkat, dan
investor berharap harga-harganya akan meningkat lebih tinggi lagi. Istilah ini bisa
diterapkan untuk semua instrumen yang diperdagangkan, seperti obligasi, mata
uang, maupun komoditi. Tapi, yang paling umum, ia diterapkan di pasar saham.

Saat bullish, pasar umumnya dipenuhi optimisme dan investor juga sangat yakin.
Tapi, tentu saja, pasar tidak akan selamanya bullish. Cepat atau lambat pasar akan
akan mulai turun dan memasuki kondisi bearish. Ini adalah kondisi pasar pada saat
harga-harga surat berharga merosot atau akan merosot. Meskipun angka
penurunannya bisa bervariasi, jika indeks sudah turun sekitar 15%-20%, biasa
analis mengatakan pasar sudah mulai memasuki masa bearish.

Namun, hampir tidak mungkin, kita bisa menebak dengan tepat kapan tren
pergerakan pasar itu akan berubah dari bullish ke bearish atau sebaliknya. Salah
satu sebabnya adalah faktor psikologi investor dan spekulasi kadang kala sangat
mempengaruhi pergerakan pasar keuangan. Pada titik ekstrem, pasar yang bullish
akan mengarah ke harga-harga yang terlalu mahal atau bubble. Sementara, kondisi
bearish akan mengarah ke kehancuran pasar atau crash.

Istilah "bull" dan "bear" diambil dari perilaku banteng dan beruang ketika menyerang
lawannya. Seekor banteng akan mendongakkan tanduknya. Sementara, begitu
menyerang, beruang akan mengayunkan cakarnya ke arah bawah.

Rekomendasi Analis
 
Investor baru biasanya gamang ketika harus menentukan kapan waktu yang paling tepat
untuk membeli, menyimpan, atau menjual suatu saham. Padahal, keputusan-keputusan itu
sangat menentukan tingkat keuntungan mereka. Agar tidak bingung, investor bisa
berpatokan pada rekomendasi-rekomendasi para analis.

103
KARENA memperoleh pendidikan yang khusus, para analis saham biasanya
menguasai teknik-teknik perhitungan dan peramalan untuk menentukan kapan harus
membeli, menyimpan, atau menjual suatu saham tertentu.

Hebatnya, rekomendasi para analis itu terkadang juga bisa mempengaruhi


pergerakan harga saham-saham di bursa. Di Indonesia, misalnya, rekomendasi
analis dari sekuritas asing besar seperti Merrill Lynch bisa sangat mempengaruhi
pergerakan harga saham yang direkomendasikannya.

Bagaimana cara memperoleh rekomendasi itu? Jika telah menjadi nasabah di


perusahaan sekuritas, secara rutin Anda akan memperoleh rekomendasi rutin dari
para analis di perusahaan sekuritas itu. Anda juga bisa memperoleh rekomendasi
analis dari koran.

Masalahnya, rekomendasi-rekomendasi para analis itu kadangkala juga tidak mudah


untuk dicerna. Apalagi, jenis rekomendasi yang mereka berikan juga sangat banyak
dan berbeda-beda. Mungkin Anda pernah mendengar analis yang memberikan
rekomendasi beli atau buy. Tapi, analis lain ada pula yang memberikan rekomendasi
overweight, outperform, buy on weakness, dan seterusnya.

Secara garis besar, kita bisa membedakan rekomendasi-rekomendasi para analis itu
menjadi dua kategori besar, yakni rekomendasi berdasarkan alasan-alasan kinerja
fundamental dan rekomendasi berdasarkan alasan-alasan teknikal.

Dalam rekomendasi fundamental, analis menggunakan kinerja perusahaan di masa


lampau dan prospek kinerja di masa yang akan datang sebagai dasar. Dalam
rumpun rekomendasi fundamental ini ada tiga kelompok rekomendasi, yakni
rekomendasi berdasarkan target harga saham, rekomendasi yang dikaitkan dengan
kenaikan indeks, dan rekomendasi atas bobot sektoral atau negara.

Untuk membuat rekomendasi berdasarkan target harga saham, para analis akan
meramalkan kinerja emiten saham di masa mendatang. Berdasarkan prospek kinerja
itu, mereka lantas menentukan target harga wajar untuk saham tersebut. Dalam
kelompok rekomendasi ini ada rekomendasi beli (buy), tahan (hold), dan jual (sell).?

Dalam menyusun rekomendasi fundamental yang menggunakan dasar target harga,


analis terlebih dahulu akan meramalkan kinerja suatu emiten saham. Analis itu
lantas akan menentukan target harga wajar untuk saham tersebut. Dengan
membandingkan target harga itu dengan harga saham di pasar saat ini, selanjutnya
analis itu akan menentukan untuk memberikan rekomendasi beli, tahan, atau jual.

REKOMENDASI buy, add, atau pun beli merupakan rekomendasi untuk membeli
saham suatu perusahaan. Biasanya, para analis memberikan rekomendasi beli ini
untuk satu saham yang masih memiliki potensi kenaikan harga minimal 10%. Tapi,
ada juga para analis yang memasang patokan potensi kenaikan harga lebih besar.

Terkadang, ada pula analis yang memberikan rekomendasi strong buy. Ini
rekomendasi tertinggi yang diberikan analis untuk saham-saham yang masih
memiliki potensi kenaikan harga sangat tinggi. Salah satu pemicunya, misalnya,
karena analis itu optimistis bahwa perusahaan itu akan membukukan lonjakan laba
bersih yang tinggi. Adapun rekomendasi hold atau tahan merupakan rekomendasi
untuk tidak membeli maupun menjual suatu saham.

104
Maksudnya, jika Anda telah memiliki saham itu sebaiknya Anda tidak menjualnya,
tapi Anda juga tidak perlu menambah porsi saham itu. Sementara, jika Anda belum
memilikinya, sebaiknya Anda tidak membelinya.

Rekomendasi ini umumnya diberikan untuk saham-saham yang memiliki potensi


kenaikan harga di bawah 10%. Atau, harga saham itu sudah mendekati target
harga. Terakhir adalah rekomendasi sell atau jual. Ini adalah rekomendasi untuk
menjual suatu saham. Umumnya, analis memberikan rekomendasi ini untuk saham
yang harganya cenderung turun. Ada juga mungkin analis yang memberikan
rekomendasi strong sell karena ia meramalkan potensi penurunan harga yang
parah.?

Indeks harga saham merupakan ukuran kinerja suatu bursa saham. Karena itu,
investor juga bisa menggunakan prospek kinerja indeks saham itu sebagai patokan
untuk menentukan saham-saham yang layak beli. Investor bisa memburu saham-
saham yang memiliki prospek kinerja melampaui kinerja indeks.

PARA analis juga sering membuat rekomendasi yang dikaitkan dengan kinerja
indeks. Maklum, seperti sudah disinggung, indeks saham merupakan ukuran kinerja
bursa saham.

Ada dua rekomendasi utama yang berkaitan dengan kinerja indeks ini. Yang pertama
adalah outperform atau rekomendasi untuk saham yang potensi kenaikan harganya
lebih besar dari potensi kenaikan indeks. Misalnya, analis meramal harga saham A
tahun ini bisa naik 50%, sementara potensi kenaikan IHSG hanya 30%. Kedua,
underperform atau rekomendasi untuk saham yang potensi kenaikan harganya di
bawah potensi kenaikan IHSG.

Para analis juga mengeluarkan rekomendasi berdasarkan bobot sektoral atau


negara. Ada pula rekomendasi atas sebuah sektor bisnis atau investasi di sebuah
negara. Yang masuk kategori ini adalah overweight, underweight, dan marketweight.

Overweight diberikan kepada sektor yang prospeknya sangat bagus dan para emiten
yang di sektor itu berpeluang mencetak kenaikan kinerja. Di sini para analis
menyarankan investor mengalokasikan dana yang lebih besar dibandingkan dengan
bobot sektor tersebut terhadap indeks. Jika overweight diberikan pada suatu negara,
investor disarankan memberi bobot yang lebih besar dibandingkan dengan
patokannya, misalnya indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI).

Adapun underweight adalah kebalikan dari overweight. Sementara, marketweight


atau neutral adalah saran pengalokasian investasi di saham atau di sebuah negara
sesuai bobotnya terhadap indeks atau bobot dalam MSCI.?

Selain rekomendasi berdasarkan faktor-faktor fundamental perusahaan, ada pula


rekomendasi yang menggunakan pergerakan harga saham sebagai dasarnya.
Rekomendasi saham ini dikenal sebagai rekomendasi teknikal. Cuma, berbeda
dengan rekomendasi fundamental yang berorientasi jangka panjang, rekomendasi
teknikal umumnya lebih bersifat jangka pendek.

ADA beberapa rekomendasi yang masuk kelompok rekomendasi teknikal ini. Yang
pertama, ada rekomendasi buy on weakness. Ini adalah saran membeli saham yang
harganya sedang turun atau melemah. Namun, analis yakin harga saham itu bakal
kembali menguat.

105
Ada pula rekomendasi buy on support. Ini mirip buy on weakness. Tapi, dalam buy
on support, analis menyarankan untuk membeli sebuah saham pada saat harganya
sudah berada di level support atau ketika penurunan harga sebuah saham secara
teknikal sudah mencapai harga terendah dan cenderung kembali naik. Dalam buy on
weakness, investor mesti membeli saham saat harganya masih berada di atas level
support-nya.

Buy on speculative adalah rekomendasi lain yang menyarankan untuk membeli


saham yang kinerjanya diragukan, namun ada kabar spekulatif yang bisa mengerek
harganya.

Selain itu ada trading buy, yakni rekomendasi untuk membeli sebuah saham dengan
harapan harganya naik dalam jangka pendek. Setelah target harga tercapai, investor
mesti langsung menjualnya. Berkebalikan dengan rekomendasi ini ada pula
rekomendasi trading sell.

Yang terakhir adalah sell on strength. Ini merupakan rekomendasi untuk menjual
sebuah saham yang secara teknikal harganya sudah mendekati level resisten.
Resisten adalah kebalikan support, yakni posisi ketika harga saham sudah naik tinggi
dan mendekati titik tertingginya. Selanjutnya, harga saham itu cenderung turun.?

Seluk-Beluk Transaksi Margin


 
Perusahaan sekuritas punya solusi untuk para investor bermodal cekak. Mereka
menyediakan fasilitas margin atau pinjaman duit ke nasabahnya untuk bertransaksi
saham.

Dengan fasilitas ini, investor bisa bertransaksi dengan nilai yang lebih besar dari
depositnya. Tapi, itu bukan pinjaman cuma-cuma. Sebab, fasilitas margin ini
memungut bunga yang cukup tinggi, lebih tinggi dari bunga bank.

Penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang
terus- menerus terjadi belakangan ini memang sangat menggoda. Sayangnya, tidak
semua orang bisa bertransaksi langsung di saham mengingat dana yang dibutuhkan
tidak sedikit.

Saat pertama mendaftar sebagai nasabah perusahaan sekuritas saja, deposit yang
mesti ditaruh investor bisa sekitar Rp 10 juta-Rp 50 juta. Tapi, dana segitu
sebenarnya termasuk pas-pasan. Jika keuntungannya ingin lebih maksimal, investor
harus menyediakan lebih besar.

Tapi, jangan khawatir. Bila ingin memiliki dana transaksi lebih besar dari deposit,
investor bisa meminjam uang kepada perusahaan sekuritas. Fasilitas itu disebut
margin.

Hanya, tidak semua perusahaan sekuritas bisa memberikan fasilitas itu. Sesuai
peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK),
sekuritas yang bisa memberikan fasilitas margin adalah mereka yang memiliki saldo
modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) Rp 5 miliar. Saat ini, ada 53 sekuritas yang
memenuhi syarat ini.

106
Kemampuan modal sekuritas memang merupakan faktor penting. Pasalnya, mereka
memberikan pinjaman yang tidak sedikit. Bapepam-LK mengatur rasio pinjaman
sebesar 1:1. Ini artinya, investor yang memiliki deposit Rp 50 juta bisa mendapat
pinjaman sampai Rp 50 juta juga. Dus, investor itu bisa bertransaksi saham hingga
Rp 100 juta.

Tapi, itu bukan pinjaman cuma-cuma. Sekuritas bisa memasang bunga di atas bunga
bank. Berdasarkan penelusuran KONTAN, saat ini, sekuritas memasang bunga
margin itu sekitar 17%-18% per tahun. Malah, ada yang bunganya mencapai 25%
per tahun. ?

Bunga yang selangit terbukti tidak menyurutkan minat investor untuk melakukan
transaksi dengan fasilitas margin. Bahkan, seiring tokcernya bursa saham saat ini,
banyak perusahaan sekuritas yang mengaku kebanjiran permintaan margin dari
nasabahnya. Tapi, menurut aturan Bapepam-LK, hanya nasabah dengan kekayaan
bersih Rp 1 miliar dan pendapatan tahunan Rp 200 juta yang bisa menikmati fasilitas
ini.

Fasilitas margin memang terlihat menggiurkan. Sebab, dengan pinjaman dari


sekuritasnya, nasabah bisa bertransaksi saham dalam nilai yang lebih besar berlipat-
lipat dari deposit miliknya. Keuntungannya, bila bisa memilih saham yang tepat,
keuntungannya pun menjadi lebih besar.

Tapi, bila harga saham bidikan hancur, alih-alih untung, investor malah buntung.
Taruh kata, investor A memiliki deposit Rp 10 juta. Dengan rasio margin 1:1, ia bisa
mendapat utang sebesar Rp 10 juta. Jadi, ia bisa bertransaksi saham hingga Rp 20
juta. Ini membuat ia bisa beli 200 saham yang harganya Rp 100.000 per saham. Jika
dengan modal Rp 10 juta, ia hanya bisa membeli 100 saham.
Setahun berselang, harga saham itu ternyata naik 25%. Berarti nilai investasi itu
sekarang sudah menjadi Rp 25 juta. Setelah menjual sahamnya, A tinggal
mengembalikan uang broker Rp 10 juta ditambah bunga plus biaya transaksi. Bila
bunga margin itu 20%, A masih mengantungi Rp 13 juta.

Hasilnya, deposit A Rp 10 juta utuh, plus dapat untung lebih kurang Rp 3 juta.
Sementara, jika ia hanya membeli saham itu senilai Rp 10 juta, keuntungan A hanya
Rp 2,5 juta. Tapi, ingat, jika harga sahamnya turun, kerugian investor juga lebih
besar.

Tiap bulan, Bursa Efek Jakarta (BEJ) menentukan saham-saham yang boleh
ditransaksikan dengan fasilitas margin. Per bulan Juni 2007 ini, ada 72 saham yang
masuk kriteria BEJ.

Selain menguntungkan buat investor, transaksi margin ini juga menguntungkan buat
perusahaan sekuritas. Selain mendapat keuntungan bunga, ia juga bisa menikmati
biaya transaksi (fee) yang lebih besar seiring bertambahnya transaksi sang nasabah.
Tapi, ia juga memikul risiko, terutama jika kurang berhati-hati dalam menyalurkan
maupun mengelola rasio marginnya.?

107
Short Selling
 
Bursa saham memberikan banyak peluang bagi investor untuk bisa memetik keuntungan.
Tak hanya saat harga saham-saham sedang naik; di saat harga saham di bursa sedang
rontok seperti saat ini pun, investor juga bisa memetik keuntungan. Salah satu caranya
adalah dengan menjalankan strategi short selling. Cuma, jika melakoni strategi ini
investor kudu hati-hati. Maklum, risikonya tinggi.

UMUMNYA, orang memahami investasi di saham sebagai kegiatan membeli saham,


menyimpan, dan menjualnya saat harganya naik. Dengan cara itu, investor akan
memperoleh keuntungan (profit). Tapi, jangan salah, ketika harga saham turun pun,
investor sebenarnya juga bisa mencetak profit. Caranya adalah dengan menerapkan
strategi short selling. Kebalikan dengan strategi investasi yang umum, dengan
strategi ini, investor baru akan untung justru jika harga saham turun.

Sebelumnya, kita perlu mengenal istilah long dan short di ranah investasi saham.
Ketika seorang investor membeli saham karena yakin harga saham itu akan naik, ia
memiliki posisi long. Sebaliknya, jika investor justru mengantisipasi bahwa harga
suatu saham akan turun, ia disebut memiliki posisi short.

Nah, dalam short selling, investor menjual saham yang sebenarnya tidak ia miliki.
Meski sekilas membingungkan, konsep ini sebenarnya cukup simpel.

Bingung? Ini kuncinya: dalam short selling, Anda bisa menjual suatu saham karena
perusahaan sekuritas atau broker akan meminjamkan saham itu kepada Anda.
Saham itu bisa berasal dari cadangan sekuritas itu sendiri atau saham milik nasabah
lain di sekuritas itu. Saham pinjaman itu akan dijual, dan hasilnya akan dimasukkan
ke dalam rekening Anda. Belakangan, tentu saja, Anda harus menutup (close) posisi
short itu dengan membeli saham yang sama di pasar -- disebut covering -- dan
mengembalikannya kepada broker Anda.

Nah, jika harga saham itu turun, Anda akan membeli kembali saham itu di harga
yang lebih rendah dibanding harga jualnya. Selisihnya merupakan keuntungan
Anda.?

Dalam short selling, investor menjual saham pinjaman. Karena itu, tentu saja,
investor short selling tidak memiliki hak yang melekat di saham-saham itu. Jika ada
pembagian dividen, misalnya, investor harus menyerahkan dividen itu kepada
pemilik sahamnya. Karena itu, investor kudu memperhatikan peristiwa-peristiwa
yang akan muncul selama periode peminjaman atau short selling.

KETIIKA bermain short selling, investor bisa mempertahankan posisi short-nya


selama yang ia inginkan. Namun, kadang kala, investor terpaksa harus
mengembalikan saham yang dipinjamnya (cover). Untuk mengatasi hal ini, investor
bisa mencari pinjaman saham lain yang sama atau terpaksa harus membeli di pasar.

Selain itu, ada catatan penting untuk investor yang bermain saham dengan strategi
short selling. Karena investor hanya meminjam saham yang ia jual, ia harus
membayarkan dividen yang dibagikan saham itu dalam periode pinjaman kepada
pemilik saham yang sebenarnya.

108
Contoh lainnya, jika saham itu menerbitkan rights, misalnya hak untuk membeli
saham baru, investor juga harus menyerahkan hak itu kepada pemilik saham.
Jika selama periode peminjaman terjadi pemecahan nilai nominal saham atau stock
split, otomatis jumlah saham yang dipinjam investor juga bertambah.

Lantas, untuk apa short selling? Pertama, investor bisa memakai short selling untuk
sarana spekulasi. Caranya, ia harus memasang posisi short di saham-saham atau
aset-aset lain yang sudah kemahalan. Contoh yang paling terkenal adalah ketika
George Soros bertaruh di mata uang pounsterling pada tahun 1992. Waktu itu, ia
memasang posisi short untuk pounsterling senilai US$ 10 miliar. Ia yakin bahwa
poun akan jatuh, dan ternyata ia benar. Malam berikutnya, ia untung US$ 1 miliar
dari transaksi itu. Bahkan, akhirnya keuntungannya mencapai US$ 2 miliar.
Kedua, investor bisa memakai short selling sebagai sarana lindung nilai (hedging).
Singkatnya, investor bisa menggunakan posisi short-nya untuk melindungi investasi
sahamnya.?

Transaksi short selling memang bisa mendatangkan keuntungan tinggi. Tapi,


sejatinya transaksi jenis ini sebenarnya berisiko, bahkan sangat berisiko. Sebab,
potensi kerugian investor ternyata bisa tak terbatas karena potensi kenaikan harga
saham juga tak terbatas. Sementara, potensi labanya justru terbatas. Maklum,
harga suatu saham tak mungkin berada di bahwa Rp 0 per saham.
MEKANISME transaksi short selling membuat transaksi ini memiliki risiko-risiko yang
unik. Pertama, dalam jangka panjang, harga-harga saham akan selalu meningkat.
Artinya, sejelek apa pun perusahaan itu, adanya inflasi akan tetap membuat harga
sahamnya meningkat. Jadi, jika Anda melakukan short selling, Anda bertaruh
melawan arah pasar.

Yang kedua, potensi kerugian dari short selling tak terbatas, sementara
keuntungannya terbatas. Sekadar mengingatkan, short selling merugi jika harga
saham ternyata justru naik. Masalahnya, potensi kenaikan harga saham itu tak
terbatas. Di sisi lain, harga suatu saham tak mungkin berada di bawah Rp 0. Inilah
yang membuat potensi keuntungan investor yang melakukan short selling terbatas.
Jadi, kesimpulannya, Anda hanya akan untung 100% dari short selling jika emiten
saham itu benar-benar bangkrut. Sementara, kerugian Anda bisa jauh melampaui
nilai investasi yang Anda tanamkan.

Ketiga, dalam transaksi short selling, biasanya investor juga meminjam dana dari
pialang atau sekuritas. Ini lazim disebut margin trading atau transaksi margin. Di
transaksi margin ini, biasanya investor harus menjaga minimal nilai depositnya
sebagai jaminan pinjaman. Nah, jika nilai deposit Anda -- yang juga mencakup
saham yang Anda miliki -- berada di bawah ketentuan, Anda biasanya akan terkena
margin call. Maksudnya, Anda harus menyetorkan dana tambahan atau melikuidasi
posisi Anda. Keempat, jika harga suatu saham meningkat dan para pemain short
selling berlomba-lomba meng-cover posisinya pada saat yang sama, harga saham
itu akan melonjak makin tinggi lagi. Fenomena ini sering disebut sebagai "short
squeeze".

Umumnya, berbagai berita yang beredar di pasar bisa memicu terjadinya short
squeeze ini. Karena itulah, sebaiknya, investor tidak melakukan short selling di
saham-saham yang telah banyak menjadi sasaran short selling investor lain. Jika
investor nekat, risikonya ia bisa kehilangan duitnya dalam waktu yang sangat cepat.
Kelima, prediksi investor tak akan selalu tepat. Maklum, meski sudah kemahalan,
terkadang, harga suatu saham tidak akan langsung turun. Nah, jika saat itu investor
sudah pasang posisi short, ia bisa terkena margin call. Sementara, ia juga tetap
109
harus membayar bunga pinjaman dari sekuritas. Contohnya adalah yang terjadi
dalam fenomena dot-com bubble. Sejak tahun 1.999, analis sudah bilang bahwa
indeks Nasdaq sudah kemahal-an. Tapi, ternyata indeks ini perlu waktu tiga tahun
untuk turun ke level sebelum bubble.?

Trading Saham Online


 
Sistem transaksi saham secara online memberikan banyak manfaat bagi investor. Yang
pasti, transaksi saham bisa dilakukan oleh investor sendiri secara lebih cepat. Artinya,
investor bisa cepat bereaksi jika ada informasi atau peristiwa yang bisa mendatangkan
peluang baru atau mengancam portofolio sahamnya.

SETELAH peranti transaksi online saham seperti HOT dan IPOT terpasang di
komputer atau laptop, investor sudah bisa bertransaksi saham secara langsung.
Ibaratnya, investor seperti sudah benar-benar berada di lantai Bursa Efek Jakarta
(BEJ). Maklum, sistem itu sudah tersambung langsung dengan sistem transaksi
Jakarta Automated Trading System (JATS) di BEJ.

Jika ingin menjual atau mem-beli saham, investor tinggal masuk ke menu transaksi
(market trading) yang ada di program transaksi online itu.Lalu, dia bisa
memasukkan sendiri kode saham yang ingin dibeli atau dijual, jumlah lotnya (1 lot =
500 saham), dan harga pembelian atau harga jualnya.

Selanjutnya, jika order beli atau jual itu sudah menemukan pasangan order yang
cocok dari investor lain, transaksi itu akan selesai atau ditutup. Si investor tinggal
menyelesaikan transaksi itu tiga hari kemudian (T+3). Namun jika order itu belum
bertemu "jodoh", posisi itu akan tetap terbuka (open).Betul, setiap order transaksi
itu tetap akan melewati sistem yang dimiliki oleh broker. Tapi, broker tidak akan
mengubah apa-apa. Ia hanya memeriksa persyaratan administrasi investor dan
mencatat transaksi itu.

Misalnya, ketika seorang nasabah melakukan transaksi pembelian saham, broker


akan memeriksa apakah saldo dana yang dimiliki nasabah itu di rekeningnya masih
cukup untuk melakukan transaksi itu.Yang pasti, proses ini tak akan memakan
waktu terlalu lama. Sebab, semuanya sudah dilakukan oleh sistem komputer broker.
Jadi, dengan memakai sistem trading secara online ini, investor bisa melakukan
transaksi dengan lebih cepat, paling-paling dalam hitungan detik saja.

Dengan memanfaatkan sistem transaksi online saham milik perusahaan sekuritas,


investor juga bisa mengawasi semua transaksi dan informasi yang ada bursa saham
saham secara terus-menerus. Namun, investor harus menyediakan biaya ekstra
untuk bisa menikmati berbagai kemudahan transaksi saham secara online tadi.

DENGAN memanfaatkan sistem transaksi online saham, investor bisa cepat bereaksi
bila ada informasi atau peristiwa yang bisa memberikan peluang baru. Jika ada
peristiwa yang mengancam portofolio sahamnya, investor juga bisa cepat bereaksi.

Apalagi, sistem online trading itu biasanya juga menyediakan menu pemantauan
pasar atau market monitoring. Artinya, secara langsung (real time), investor bisa
mencermati pergerakan semua saham-saham, indeks-indeks, maupun informasi-
informasi lain yang ada di BEJ. Dengan kata lain, investor bisa lebih cepat
mengakses semua informasi dan peristiwa yang ada di pasar modal.
110
Namun, tentu saja, semua layanan ekstra ini tidak gratis. Setiap perusahaan
sekuritas yang mempunyai sistem online trading biasanya akan memungut biaya
dari para nasabahnya. Ambil contoh PT Indo Premier Securities yang memiliki sistem
transaksi online IPOT (Indopremier Online Trading).

Untuk setiap transaksi beli saham melalui IPOT, Indo Premier memungut biaya
0,19% dari nilai transaksi beli tersebut. Sementara untuk transaksi jual saham,
biayanya 0,29% dari nilai transaksi jual. Biaya transaksi PT eTrading Securities yang
memiliki sistem Home & Office Trading System (HOTS) sedikit lebih tinggi. Ia
memungut 0,25% untuk transaksi beli dan 0,35% untuk transaksi jual melalui
HOTS.

Selain itu, investor juga harus membayar biaya Rp 33.000 per bulan kepada
sekuritas untuk penggunaan aplikasi transaksi online itu. Namun, jika pengguna
sistem itu terus bertambah banyak dan semakin aktif, biaya bulanan ini bisa saja
suatu saat dihapuskan.?

Transaksi saham via telepon maupun melalui sistem transaksi online memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Yang pasti, transaksi saham secara
online lebih cepat. Namun, sebelum bertransaksi melalui sistem ini, sebaiknya
investor memahami seluk-beluk bursa saham. Maklum, ia benar-benar akan
mengontrol transaksinya sendiri.

METODE transaksi saham dengan cara lama, yakni dengan mengandalkan telepon,
memang tetap nyaman buat sebagian investor. Para investor baru, misalnya, belum
terlalu percaya diri untuk membuat keputusan jual-beli saham sendiri.

Nah, dengan menggunakan telepon, ia masih bisa berkonsultasi langsung dengan


perusahaan broker. Namun, sekali lagi, cara ini memiliki cukup banyak risiko. Yang
pasti, proses transaksi saham bisa menjadi lebih lambat. Apalagi kalau investor
harus antre untuk bisa tersambung dengan telepon broker.Selain itu, kadang-kadang
broker juga salah menangkap kode saham, jumlah saham, maupun harga jual atau
beli yang diinginkan investor. Kesalahan seperti ini tentu bisa berakibat fatal.

Nah, dengan menggunakan sistem transaksi saham online, investor bisa langsung
memasukkan sendiri kode saham, harga saham, dan jumlah saham itu. Jadi, ia bisa
mengontrol transaksinya secara langsung. Walaupun, kasus salah ketik angka nol
atau kode saham masih saja bisa terjadi.

Kelebihan yang paling menonjol, proses transaksi saham secara online ini bisa jauh
lebih cepat dibandingkan dengan melalu telepon.Namun, untuk bisa bertran-saksi
dengan sistem online ini si investor sebaiknya telah benar-benar menguasai seluk
beluk bursa saham. Karenanya, menurut sebagian pengamat, sistem cocok untuk
investor saham yang sudah lumayan canggih pengetahuannya.Adapun investor yang
masih gres bisa mencoba transaksi via telepon dahulu sambil belajar. Kalau sudah
jago, baru lewat sistem online.

Seluk-Beluk Dividen
 

111
Selain memetik keuntungan dari kenaikan harga saham atau capital gain, investor saham
juga bisa memetik keuntungan dari pembagian laba atau dividen yang dibagikan
perusahaan. Namun, tidak semua perusahaan rajin membagikan dividen.

Di Indonesia, ada beberapa jenis perusahaan yang cukup royal membagikan dividen.
Jenis perusahaan yang pertama adalah perusahaan plat merah atau badan usaha
milik negara (BUMN).

Setiap tahun, hampir semua perusahaan BUMN yang telah tercatat di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) selalu membagikan dividen. Selain karena sebagian BUMN kinerja
keuangannya bagus, mereka rajin membagikan dividen karena memang "ditodong"
oleh pemerintah yang menjadi pemegang saham mayoritasnya.

Selain BUMN, perusahaan-perusahaan besar yang sudah mapan biasanya juga rajin
membagikan dividen. Maklum, selain laba bersih perusahaan ini tinggi, perusahaan
yang sudah mapan seperti ini biasanya juga tidak membutuhkan dana yang besar
besar untuk ekspansi.

Di Indonesia, salah satu perusahaan yang terkenal rajin membagikan dividen adalah
PT Unilever Tbk (UNVR). Sebelum jauh, bentuk dividen sendiri sebenarnya ada
beberapa jenis. Yang pertama adalah dividen tunai. Sesuai dengan namanya, dividen
ini berupa uang tunai yang dibagikan kepada setiap pemegang saham. Dividen tunai
ini biasanya dinyatakan dalam rupiah per saham. Misalnya, perusahaan A
membagikan dividen Rp 25 per saham. Selain dividen tunai, ada pula dividen saham.
Artinya, bukannya uang tunai, perusahaan akan menerbitkan saham baru dan
membagikannya kepada para investor yang menjadi pemegang sahamnya. Dividen
ini sering disebut juga sebagai scrip dividend.

Dividen saham ini biasanya dibagikan oleh perusahaan karena ia tidak memiliki kas
yang cukup untuk membagi dividen tunai. Besar dividen saham sendiri biasanya
dinyatakan dalam fraksi atau pecahan dari sahamnya. Misalnya, perusahaan
membagikan dividen 0,05 saham untuk setiap saham perusahaan tersebut. Artinya,
jika Anda memiliki 1.000 saham, Anda akan memperoleh 50 saham?

Tidak semua investor yang memiliki saham suatu perusahaan berhak untuk
memperoleh dividen yang dibagikan oleh perusahaan itu. Sebab, demi kerapian
administrasi, perusahaan biasanya menentukan tanggal-tanggal tertentu untuk
menentukan investor-investor yang berhak menikmati dividennya. Nah, agar tidak
gigit jari, investor harus memperhatikan tanggal-tanggal penting itu.

JIka investor berniat memburu dividen suatu perusahaan, investor harus mencermati
cum date dividen perusahaan itu. "Cum" berasal dalam bahasa Lain yang berarti
"dengan" (dividen). Jadi, cum date adalah batas tanggal yang menentukan investor-
investor yang berhak untuk memperoleh dividen. Artinya, hanya investor yang
tercatat memiliki saham tersebut sampai dengan tanggal cum date yang berhak
memperoleh dividen. Ambil contoh PT ABC mengumumkan bahwa tahun ini ia akan
membagikan dividen sebesar Rp 100 per saham. Cum date-nya adalah tanggal 20
Juni 2007. Dalam kasus ini, artinya semua investor yang tercatat memiliki saham PT
ABC sampai dengan tanggal 20 Juni 2007 itu berhak untuk memperoleh dividen yang
dibagikan oleh PT ABC.

Karena aturan inilah, ada fenomena yang menarik menjelang cum date dividen suatu
perusahaan. Sampai dengan cum date dividennya itu biasanya saham suatu
112
perusahaan akan melonjak cukup tinggi. Ini terjadi karena para investor memburu
saham perusahaan tersebut demi untuk memperoleh pembagian dividen. Jadi,
menjelang pembagian dividen, investor bisa memperoleh keuntungan dobel, yakni
dari kenaikan harga sahamnya dan pembagian dividennya.

Selain cum date, ada tanggal yang disebut sebagai ex-date. Investor yang membeli
atau memiliki saham perusahaan mulai pada tanggal yang ditentukan sebagai ex-
date ini tidak berhak untuk memperoleh dividen yang dibagikan oleh perusahaan.
Karena itulah, jika ingin memburu dividen, investor harus mencermati tanggal cum
date dan ex-date dividen tersebut.?

Tentu saja investor lebih menyukai perusahaan yang royal dalam membagikan
dividen. Untuk memilihnya, investor harus melihat rasio pembagian dividen
perusahaan itu terhadap laba bersihnya. Namun, itu saja belum cukup. Investor juga
harus melihat tingkat imbal hasil dividen atau dividend yield yang akan dibagikan
oleh perusahaan tersebut. Semakin tinggi dividend yield, tentu semakin
menguntungkan.

Untuk menentukan royal-tidaknya perusahaan dalam membagikan dividen, investor


bisa menyimak rasio pembagian dividen atau dividend payout ratio. Rasio ini
menunjukkan persentase dividen yang dibagikan terhadap laba bersih perusahaan.
Jadi, rumusnya adalah: total dividen dibagi laba bersih atau dividen per saham
dibagi dengan laba per saham.

Ambil contoh, tahun ini, perusahaan XYZ membagikan dividen Rp 50 per saham.
Sementara, laba per saham atau earning per share-nya (EPS) Rp 100. Artinya, rasio
pembagian dividen XYZ adalah 50% (= Rp 50 : Rp 100).
Semakin besar suatu perusahaan, biasanya ia akan semakin royal dalam
membagikan dividennya. Atau, khusus untuk kasus di Indonesia, emiten-emiten
saham badan usaha milik negara (BUMN) umumnya juga memiliki dividend payout
ratio yang tinggi. Tahun ini, misalnya, sebagian besar BUMN membagikan dividen
hingga 50% dari laba bersihnya.

Tapi, rasio pembayaran dividen saja tidak cukup. Agar keuntungan investor lebih
maksimal, ia juga harus memperhatikan tingkat imbal hasil dividen atau dividend
yield-nya. Rumusnya adalah nilai dividen per saham dibagi dengan harga per
sahamnya di pasar (dividen per saham : harga per saham).

Ambil contoh perusahaan ABC membagikan dividen sebesar Rp 100 per saham. Jika
harga saham ABC saat ini baru Rp 500, artinya dividend yield ABC adalah 20% (= Rp
100 : Rp 500 x 100%). Tapi, jika harga saham ABC sudah Rp 1.500 per saham,
dividend yield-nya cuma 6,7%.

Dalam contoh ini, tentu saja kondisi pertama, saat harga saham ABC Rp 500 per
saham, lebih menguntungkan buat investor daripada kondisi kedua. Jadi, sebelum
mengejar dividen suatu perusahaan, lihat dulu berapa modal yang harus Anda
keluarkan untuk membeli saham perusahaan itu.?

 
FUNDAMENTAL

113
Analisis Fundamental
 
Untuk mencari saham-saham yang layak masuk keranjang investasi, investor bisa
menggunakan analisis fundamental. Ini adalah analisis yang mempelajari faktor-faktor di
dalam maupun di luar perusahaan yang bisa mempengaruhi laba perusahaan; dan ujung-
ujungnya mempengaruhi juga harga saham perusahaan.

Ada dua jenis analisis yang lazim digunakan oleh para analis maupun investor ketika
mereka mencari saham-saham untuk dimasukkan ke dalam keranjang investasinya.
Dua analisis itu adalah analisis fundamental dan analisis teknikal.

Analisis fundamental adalah analisis berdasarkan faktor-faktor fundamental yang


mempengaruhi harga saham suatu perusahaan di bursa saham. Beberapa faktor
utama atau fundamental yang mempengaruhi harga saham itu misalnya: penjualan,
pertumbuhan penjualan, operasional perusahaan, laba, dividen, rapat umum
pemegang saham (RUPS), perubahan manajemen, dan pernyataan-pernyataan yang
dibuat oleh manajemen perusahaan.

Secara umum, faktor-faktor itu bisa dikelompokkan ke dalam dua golongan, yaitu
faktor-faktor yang bisa dikendalikan perusahaan dan faktor-faktor yang di luar
kendali perusahaan. Faktor-faktor yang bisa dikendalikan perusahaan mencakup
faktor-faktor yang berhubungan dengan operasional perusahaan, seperti penjualan,
laba, teknologi, karyawan, dan lain-lain.

Sedangkan faktor-faktor yang di luar kendali perusahaan misalnya: tingkat suku


bunga, inflasi dan pertumbuhan ekonomi, serta inflasi. Selain itu, ada pula
kebijakan-kebijakan pemerintah -- seperti peningkatan harga bahan bakar minyak
(BBM) -- yang bisa mempengaruhi kinerja perusahaan. Nah, dalam melakukan
analisis fundamental, para analis biasanya mempelajari semua semua faktor-faktor
itu, dan kemudian membuat taksiran harga saham suatu perusahaan di masa
mendatang.

Agar tidak ada yang terlewat, biasanya para analis melakukan beberapa tahap
analisis. Yang pertama, mereka mempelajari kondisi makro ekonomi atau kondisi
pasar. Selanjutnya, para analis melakukan analisis atas industri yang digeluti oleh
perusahaan penerbit saham. Terakhir, analis kemudian menilai kondisi spesifik
perusahaan tersebut.

Di tahap terakhir ini ada beberapa hal utama yang tak boleh terlewatkan, yaitu:
mempelajari tren perkembangan laporan keuangan perusahaan, mempelajari faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan, dan mengukur rasio harga per
saham dengan laba per saham perusahaan. Nah, untuk mempelajari laporan
keuangan, analis biasanya mencermati neraca, laporan rugi laba, dan arus kas
perusahaan.

Perlu mencermati semua laporan keuangan. Ibarat cermin, laporan keuangan


memberikan gambaran yang utuh tentang kinerja operasional dan keuangan sebuah
perusahaan.

Karenanya, laporan keuangan juga bisa digunakan untuk mengukur prospek saham
perusahaan tertentu. Semakin bagus laporan keuangannya, tentu saja, semakin
bagus prospek saham perusahaan itu di masa mendatang. Artinya, semakin besar

114
pula keuntungan yang bisa diperoleh investor. Membeli saham adalah membeli
prospek perusahaan.

Pasalnya, semakin bagus prospek perusahaan penerbit saham atau emiten saham
tersebut, semakin besar pula kemungkinan pembeli saham atau investor bisa
menangguk untung.

Keuntungan yang bisa dinikmati investor saham sendiri ada dua. Yaitu, keuntungan
berupa kenaikan harga saham atawa capital gain dan keuntungan yang berupa
pembagian keuntungan atawa dividen. Nah, semakin bagus prospek suatu emiten
saham, tentu semakin besar pula kemungkinan bagi harga sahamnya untuk
meningkat. Dengan demikian, semakin bagus prospek emiten saham itu, semakin
besar pula potensi pembagian dividennya.

Lantas, bagaimana cara mengukur prospek emiten saham tersebut? Salah satu cara
mengukur prospek si emiten adalah dengan melihat laporan keuangannya. Setiap
tiga bulan sekali (triwulan) dalam periode satu tahun, Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) mewajibkan semua emiten saham yang
mencatatkan dan memperdagangkan sahamnya di bursa untuk menyampaikan
laporan keuangan.

Nah, ibarat cermin, laporan keuangan ini memberikan gambaran secara utuh
tentang kinerja operasional dan keuangan perusahaan.

Karena itulah, kinerja keuangan perusahaan ini sering disebut sebagai "faktor
fundamental" yang menentukan harga saham. Adapun analisis saham berdasarkan
laporan keuangan disebut "analisis fundamental". Laporan keuangan suatu
perusahaan terdiri dari empat komponen yang tak bisa dipisahkan. Yaitu: necara
(balance sheet), laporan rugi-laba (income statement), laporan arus kas (statement
of cash flow), dan catatan atas laporan keuangan.

Agar analisis fundamental itu lengkap, kita harus mencermati semua jenis laporan
keuangan itu. Jadi, tidak cukup kita hanya melihat neraca saja, laporan rugi-laba
saja, atau arus kas saja. Soalnya, masing-masing jenis laporan keuangan itu
memberikan informasi yang berbeda-beda tentang kondisi perusahaan.

Neraca, misalnya, memberikan gambaran tentang posisi aset, modal, dan kewajiban
perusahaan. Sementara itu, laporan rugi-laba memberikan gambaran tentang kinerja
operasional perusahaan, mulai dari pertumbuhan penjualan, biaya produksi, sampai
kemampuan perusahaan dalam mencetak untung. Jadi, perlu membaca secara
lengkap.

Laporan Arus Kas


 
Suatu perusahaan bisa saja membukukan laba bersih yang tinggi di dalam laporan rugi-
labanya. Tetapi, perusahaan itu tetap akan menghadapi masalah jika sebagian besar
pendapatan atau penjualannya ternyata berupa piutang. Artinya, jumlah arus uang tunai
atau kas yang masuk ke kantong perusahaan sangat terbatas. Karenanya, investor juga
harus meneliti laporan arus-kas suatu perusahaan.

115
Laporan arus kas (cash flow) menunjukkan jumlah uang tunai yang masuk dan
keluar dari perusahaan dalam periode tertentu. Sekilas, laporan arus kas ini mirip
dengan laporan rugi-laba. Tetapi, sebenarnya terdapat perbedaan yang besar di
antara keduanya.

Perbedaan yang paling besar terjadi karena adanya sistem akuntansi akrual (accrual)
di dalam laporan rugi-laba. Dengan sistem itu, laporan rugi-laba mencatat
pendapatan dan biaya-biaya pada saat sebuah transaksi terjadi, bukan pada saat
ada perpindahan duit tunai. Selain itu, laporan rugi-laba biasanya juga mencatat
pendapatan yang tidak menimbulkan penerimaan uang tunai (non-cash revenues).
Sementara, laporan arus kas tidak mencatat pendapatan semacam ini.

Laporan rugi-laba bisa saja melaporkan bahwa sebuah perusahaan membukukan


laba bersih Rp 1 juta. Tetapi, ini tidak otomatis berarti bahwa pos kas (duit tunai)
dalam neraca perusahaan itu akan meningkat sebesar Rp 1 juta. Sementara, jika
laporan arus kas melaporkan arus kas masuk bersih senilai Rp 1 juta, memang
demikianlah yang terjadi sebenarnya. Duit Rp 1 juta tunai benar-benar masuk ke
perusahaan.

Karena arus kas menunjukkan nilai uang tunai sebenarnya yang dihasilkan
perusahaan, laporan arus kas ini menjadi sangat penting ketika investor ingin
mempelajari kondisi fundamental suatu perusahaan. Laporan arus kas menunjukkan
kemampuan sebuah perusahaan untuk membayar biaya operasinya dan
pertumbuhannya di masa mendatang.

Nah, jika Anda ingin mencari saham yang berprospek bagus, Anda harus melihat
kemampuan perusahaan itu dalam menghasilkan kas. Sebab, walaupun perusahaan
membukukan laba bersih di dalam laporan rugi-labanya, bukan berarti ia tidak akan
menghadapi masalah jika tidak memiliki arus kas yang cukup. ?

Jika Anda ingin mencari saham perusahaan yang memiliki prospek bagus, Anda
harus melihat kemampuan perusahaan itu dalam menghasilkan uang tunai atau kas.
Sebab, ibarat darah, kas itulah yang akan menjaga perusahaan tetap hidup.
Mempelajari arus kas secara saksama akan membuat investor bisa meramalkan
dengan lebih jernih bagaimana sebuah perusahaan akan tumbuh di masa
mendatang.

Setiap perusahaan menghasilkan dan membelanjakan uang tunai atau kas dengan
cara yang berbeda-beda. Karenanya, laporan arus kas umumnya dibagi ke dalam
tiga bagian; yakni: arus kas dari operasi, arus kas dari pembiayaan, dan arus kas
dari investasi. Secara sederhana, bagian arus kas dari operasi dan pembiayaan
menunjukkan bagaimana sebuah perusahaan memperoleh kasnya. Sedangkan
bagian arus kas investasi menunjukkan bagaimana perusahaan itu membelanjakan
kasnya.

Arus kas dari operasi menunjukkan nilai kas bersih yang diperoleh dari hasil
penjualan barang maupun jasa perusahaan setelah dikurangi kas yang harus
dikeluarkan untuk memproduksi dan menjual produk ataupun jasa itu. Investor
umumnya lebih menyukai perusahaan yang membukukan arus kas operasi bersih.
Perubahan di dalam arus kas operasi biasanya memberikan sinyal bahwa akan ada
perubahan dalam laba bersih perusahaan di masa mendatang. Semakin tinggi
peningkatan arus kas bersihnya, semakin bagus.

116
Namun, investor harus berhati-hati jika melihat selisih yang makin besar antara nilai
pendapatan dengan arus kas dari operasinya. Sebab, ini bisa berarti perusahaan itu
terlalu cepat mencatatkan pendapatannya atau telat membukukan biayanya.

Adapun arus kas dari kegiatan investasi menunjukkan jumlah kas atau uang tunai
yang dikeluarkan perusahaan untuk membeli barang-barang modal sepert alat baru
dan mesin baru. Bagian ini juga mencakup akuisisi bisnis lainnya atau investasi
dalam berbagai instrumen investasi; misalnya, ke dalam reksadana.

Sementara, arus kas dari kegiatan pembiayaan menggambarkan pergerakan kas


akibat adanya pembiayaan dari luar. Pos kas masuk biasanya berisi: hasil penjualan
saham, obligasi, atau pinjaman bank. Adapun angsuran utang, pembayaran dividen,
dan pembelian kembali saham masuk ke pos kas keluar.?

Laporan Rugi-Laba
 
Selain neraca atau balance sheet, investor juga harus mencermati laporan rugi-laba
perusahaan. Laporan rugi-laba ini menunjukkan seberapa besar uang yang bisa dihasilkan
perusahaan, seberapa besar biaya yang dikeluarkan, dan seberapa besar laba yang
dihasilkan. Sebuah perusahaan harus bisa menghasilkan laba agar dia tetap hidup dalam
jangka waktu yang lama.

Laporan rugi-laba atau income statement merupakan laporan keuangan yang paling
banyak dicermati oleh investor dan analis. Pasalnya, laporan ini memuat informasi-
informasi penting tentang hasil operasional perusahaan dalam jangka waktu
tertentu, seperti: pendapatan, laba operasional, laba bersih, dan laba bersih per
saham.

Pada dasarnya, laporan rugi-laba menunjukkan seberapa banyak uang yang bisa
dihasilkan perusahaan, seberapa besar biaya yang dikeluarkan, dan selisih dari
pendapatan dan biaya tersebut (laba).

Dalam konteks analisis fundamental, dengan mencermati laporan rugi-laba investor


akan mengetahui seberapa baik kinerja operasional perusahaan dan seberapa
banyak uang yang dihasilkannya. Ini penting, karena sebuah perusahaan harus bisa
menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari biayanya agar tetap bisa hidup.
Perusahaan yang biayanya jauh lebih rendah dari pendapatannya - atau memiliki
laba tinggi - memiliki fundamental yang kuat untuk tumbuh.

Pos pendapatan atau sering disebut penjualan merupakan hal pertama yang harus
diperhatikan dalam laporan rugi-laba. Pos ini, umumnya, hanya berisi satu angka
saja; tapi mencerminkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan uang dalam
periode tertentu. Cara terbaik bagi perusahaan untuk meningkatkan kemampuannya
dalam mencetak laba adalah dengan meningkatkan pendapatannya. Penjualan yang
baik adalah penjualan yang terus-menerus meningkat setiap periode. Peningkatan
penjualan yang temporer -- misalnya dari promosi - kurang bernilai jika
dibandingkan dengan peningkatan pendapatan yang terjadi secara terus-menerus
tadi.

Karena itulah, dalam mencermati laporan rugi-laba, kita tak boleh hanya melihat
angka penjualan di satu periode saja. Untuk memperoleh gambaran tentang tren

117
pertumbuhan penjualan, kita juga harus membandingkan angka itu dengan
penjualan di periode sebelumnya. Dengan begitu, kita bisa melihat pertumbuhan
atau justru penurunan.

Angka-angka di dalam laporan rugi-laba akan lebih "berbicara" jika Anda


membandingkannya dengan angka-angka pada periode sebelumnya. Karenanya,
ketika melihat angka di laporan keuangan triwulan I tahun 2007, misalnya, Anda
harus membandingkannya dengan angka yang sama di triwulan I 2006. Dengan cara
itu, kita bisa melihat tren pertumbuhannya.

Ada beberapa pos utama yang harus Anda perhatikan dalam laporan rugi-laba. Yang
pertama adalah pertumbuhan penjualan atau pendapatan. Angka pertumbuhan
penjualan ini sangat penting, karena penjualan merupakan ujung tombak
pertumbuhan. Semakin tinggi angka pertumbuhan perusahaan dari periode ke
periode, semakin bagus prospek perusahaan itu.

Yang kedua adalah pertumbuhan laba operasional atau laba usaha. Angka ini
memberikan gambaran besarnya pertumbuhan keuntungan dari bisnis inti
(operasional) perusahaan. Kita juga harus melihat margin keuntungan operasional.

Caranya adalah dengan membagi keuntungan operasional dengan penjualan


(hasilnya dalam persen). Margin operasional ini bisa diterjemahkan: persentase
penjualan perusahaan yang menjadi keuntungan.

Pertumbuhan margin keuntungan atau laba operasional juga penting dilihat.


Penjualan bisa saja tumbuh tinggi, tapi kalau biaya operasionalnya tinggi, laba
operasionalnya akan jadi kecil.

Ketiga adalah pendapatan dan biaya lain-lain. Angka ini menggambarkan aktivitas
perusahaan di luar bisnis intinya. Pos ini bisa menguntungkan atau merugikan. Yang
menguntungkan, misalnya, jika perusahaan memperoleh pendapatan bunga karena
meminjamkan uang. Yang merugikan, misalnya, jika perusahaan harus membayar
biaya bunga yang besar dari utang-utangnya atau jika membukukan rugi kurs
karena mempunyai utang dolar. Laba operasional bisa tinggi, tapi kalau biaya lain-
lainnya besar, laba itu akan tergerus.

Yang terakhir adalah pos laba bersih atau sering disebut juga bottom line. Laba
bersih ini (termasuk juga tingkat pertumbuhannya) sangat penting diperhatikan
investor karena menggambarkan kemampuan perusahaan secara menyeluruh untuk
mencetak laba. Semakin tinggi pertumbuhan laba bersih, semakin bagus tentunya
suatu perusahaan.

Akan lebih bagus pula jika margin laba bersihnya (laba bersih dibagi penjualan) juga
semakin tinggi. Pasalnya, laba bersih inilah yang nantinya dibagikan perusahaan
dalam bentuk pembagian keuntungan dalam wujud dividen kepada investor.

 
Memahami Merger dan Akuisisi
 
118
Sejak awal tahun ini, berita tentang merger dan akuisisi perusahaan semakin sering
muncul di berbagai media massa. Transaksi yang populer dengan singkatan M&A itu
tidak hanya terjadi di kancah bisnis internasional, tapi juga banyak terjadi di Indonesia.
Contoh yang sedang hangat adalah langkah agresif PT Indofood Sukses Makmur Tbk
(INDF) mengakuisisi PT PP London Sumatera Tbk (LSIP).

Nah, apa sebenarnya definisi merger dan akuisisi itu? Apa pula dampak M&A bagi
pemegang saham atau investor? Satu ditambah satu sama dengan tiga. Itulah
rumus dasar yang mendasari aksi merger dan akuisisi atau M&A.

Perusahaan melakukan kedua transaksi itu untuk meningkatkan nilai tambah bagi
pemegang saham. Targetnya, nilai tambah perusahaan hasil M&A itu harus lebih
tinggi dibandingkan total nilai tambah dari dua perusahaan yang terpisah.

Alasan itu makin kuat ketika kondisi perekonomian sedang sulit. Perusahaan yang
kuat cenderung membeli perusahaan lain untuk meningkatkan daya saing dan
menghemat biaya. Kedua perusahaan itu berharap bisa memperoleh pangsa pasar
yang lebih besar dan efisiensi biaya. Demi alasan ini, perusahaan yang merasa tidak
bisa bertahan sendirian biasanya merelakan diri untuk menjadi target akuisisi.

Lantas, apa perbedaan merger dan akuisisi? Walau sering dipakai bersamaan, arti
keduanya sedikit berbeda. Ketika sebuah perusahaan membeli perusahaan lain dan
secara terang-terangan menyatakan dirinya menjadi pemilik baru, pembelian itu
disebut akuisisi. Dari sudut pandang legal, perusahaan sasaran akuisisi bisanya
melebur ke pihak yang mengakuisisi. Dengan kata lain, perusahaan pembeli
"menelan" perusahaan sasarannya.

Adapun merger terjadi ketika dua perusahaan sepakat untuk bergabung dan
membentuk perusahaan baru. Konsekuensinya, kedua perusahaan menyerahkan
saham mereka dan perusahaan baru itu akan menerbitkan saham sebagai gantinya.

Contohnya, Daimler-Benz dan Chrysler sepakat untuk melebur ke dalam perusahaan


baru ketika melaksanakan merger. Dengan kata lain, entitas kedua perusahaan itu
ditutup, dan DaimlerChrysler, perusahaan yang mereka bentuk, tampil sebagai
pengganti.?

Sinergi adalah kata sakti yang menjadi asalan perusahaan-perusahaan untuk


melakukan merger. Dengan melakukan sinergi, mereka berharap bisa memperoleh
banyak manfaat. Ini bisa mencakup banyak hal, mulai dari penghematan biaya,
perluasan pasar, penguasaan teknologi, akses dana yang lebih besar, dan masih
banyak lagi. Namun, tak selamanya proses merger itu sukses menciptakan sinergi.

Akibatnya, bukannya tumbuh, perusahaan itu justru malah mandek.


DENGAN melakukan sinergi, perusahaan yang melakukan merger berharap bisa
meningkatkan pendapatannya dan menghemat berbagai biaya secara bersamaan.
Secara lebih rinci, keuntungan merger itu bisa berasal dari beberapa hal.

Yang pertama adalah pengurangan tenaga kerja. Bukan hal yang aneh jika merger
diikuti oleh pengurangan karyawan. Misalnya, jika perusahaan melakukan merger,
akan ada pengurangan karyawan di bagian keuangan, pemasaran, dan bagian-
bagian lainnya. Belum lagi, pengurangan tenaga kerja itu kadang-kadang merembet
sampai bos-bos yang bergaji besar.

119
Kedua, dari pencapaian tingkat skala ekonomi (economies of scale). Contohnya,
semakin besar suatu perusahaan, ia akan memiliki daya beli yang makin besar pula.
Akibatnya, ketika membeli bahan baku atau perlengkapan, misalnya, jumlah
pembeliannya jauh lebih besar. Ujungnya, ia memiliki peluang yang lebih besar
untuk memperoleh harga pembelian yang murah dari pemasok.

Ketiga, dari penguasaan teknologi baru. Merger juga mencakup sinergi penguasaan
teknologi dari perusahaan-perusahaan yang melakukan merger. Karenanya, proses
ini juga mempercepat penguasaan teknologi perusahaan. Terutama, jika teknologi
salah satu perusahaan yang melakukan merger jauh lebih canggih dibandingkan
dengan perusahaan yang lainnya.

Keempat, sinergi juga bisa meningkatkan jangkauan pasar perusahaan. Dengan


bergabung dengan perusahaan lain, suatu perusahaan bisa memperoleh pasar baru
secara lebih cepat dibandingkan jika mengembangkan sendiri. Ujungnya,
pendapatan dan laba perusahaan juga akan meningkat. Harap dicatat pula, merger
juga meningkatkan jangkauan pemasaran dan distribusi perusahaan.

Kelima, dari peluang memperoleh pembiayaan yang lebih besar. Perusahaan yang
besar biasanya lebih mudah memperoleh pinjaman jika dibandingkan perusahaan
yang lebih kecil. Selain itu, nilai pinjamannya juga menjadi jauh lebih besar. Dengan
dana yang lebih besar ini, ia juga memiliki "bahan bakar" yang lebih banyak untuk
ekspansi. Alhasil, perusahaan juga bisa tumbuh lebih cepat.

Tapi, sejatinya, sinergi tak mudah dilakukan. Sinergi ini juga tak langsung tercapai
ketiga dua perusahaan melakukan merger. Bahkan, kadang-kadang merger juga
justru membawa dampak buruk. Jadi, satu ditambah satu ternyata malah kurang
dari dua.?

Variasi merger yang terjadi di pasar keuangan dunia bisa sangat banyak. Maklum,
setiap perusahaan biasanya memilik posisi yang unik di dalam industri. Alhasil, ada
merger yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang dahulu bersaing, ada merger
pemasok dan konsumen, merger antara perusahaan-perusahaan yang memiliki
bisnis sangat berbeda, dan masih banyak lagi.

BERDASARKAN struktur bisnisnya, jenis merger bisa sangat banyak. Sebut saja,
merger horizontal, merger vertikal, konglomerasi, dan masih banyak lagi.
Merger horizontal adalah merger yang melibatkan dua perusahaan yang sebelumnya
saling berkompetisi langsung. Tak hanya menjual jenis produk yang sama, mereka
juga beroperasi di pasar yang sama.

Adapun merger vertikal dilakukan oleh dua perusahaan yang sebelumnya telah
memiliki hubungan produsen dan konsumen. Misalnya, sebelumnya yang satu
menjadi pemasok bagi perusahaan lainnya. Merger antara produsen ban dan
produsen motor adalah contohnya.

Ada pula merger perluasan pasar (market-extension merger). Ini terjadi ketika
merger itu melibatkan dua perusahaan yang selama ini memproduksi produk yang
sama tapi beroperasi di pasar yang berbeda. Selanjutnya, ada merger untuk
perluasan produk (produk-extension merger).

Ini melibatkan dua perusahaan dengan produk berbeda yang berhubungan. Tapi,
mereka menggarap pasar yang sama. Satu lagi yang tak boleh ketinggalan adalah

120
konglomerasi. Ini adalah merger yang melibatkan dua ada beberapa perusahaan
yang beroperasi di bidang yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya.

Sementara, berdasarkan pembiayaan merger itu, ada dua tipe merger. Keduanya
mendatangkan implikasi yang berbeda untuk perusahaan yang terlibat dalam merger
maupun investor.

Yang pertama adalah merger dengan pembelian (purchase merger). Sesuai


namanya, dalam merger ini, salah satu perusahaan membeli perusahaan lainnya.
Pembelian itu bisa dibiayai dengan tunai maupun penerbitan surat utang. ?
Perbedaan antara merger dan akuisisi sejatinya sangat tipis. Bahkan, di zaman
sekarang ini, bisa jadi keduanya hanya berbeda nama saja. Merger dan akuisisi ingin
mencapai tujuan yang sama, yakni sinergi. Melalui sinergi, perusahaan-perusahaan
berharap bisa meningkatkan nilai, mengembangkan pasar, menghemat biaya, dan
seterusnya. Ujung-ujungnya mereka berharap bisa meningkatkan laba.

SEPERTI sudah disinggung dalam tulisan sebelumnya, variasi pola merger bisa
sangat banyak. Misalnya, berdasarkan, pembiayaannya ada merger dengan
pembelian (purchase merger).

Sesuai dengan namanya, dalam merger ini, salah satu perusahaan membeli
perusahaan lainnya. Perusahaan sering memiliki pola merger ini karena mereka bisa
memperoleh manfaat pajak. Pihak yang menjadi pembeli dalam proses merger itu
bisa membukukan harga pembelian pada harga pasar. Nah, selisih antara harga
pasar ini dengan nilai bukunya bisa disusutkan (depresiasi) setiap tahun.

Ujungnya, akumulasi biaya penyusutan seperti ini tentu akan mengurangi beban
pajak.
Selain itu, ada pula yang disebut sebagai merger konsolidasi. Ini terjadi ketika dua
perusahaan dibeli dan digabungkan ke dalam satu perusahaan yang baru.

Setelah mencermati semua penjelasan itu, kita dapat melihat bahwa perbedaan
merger dan akuisisi sangat tipis. Bahkan, di zaman sekarang, merger dan akuisisi
hanya berbeda namanya saja. Seperti halnya merger, akuisisi perusahaan juga
bertujuan mencari tingkat skala ekonomi, efisiensi, dan memperluas pasar. Tapi,
tidak seperti merger, dalam akuisisi selalu ada satu perusahaan yang membeli
perusahaan lainnya. Proses akuisisi sendiri bisa berlangsung secara damai, tapi juga
terjadi secara paksa (hostile).

Di dalam akuisisi, perusahaan juga bisa membeli perusahaan lainnya dengan uang
tunai, saham, atau kombinasi keduanya. Kemungkinan lainnya, salah satu
perusahaan membeli seluruh aset perusahaan lain. Akibatnya, perusahaan sasaran
pembelian itu akan menjadi kosong tanpa aset dan kemudian tutup atau berganti
bisnis.

Pola lain akuisisi adalah reverse merger. Ini terjadi ketika satu perusahaan tertutup
ingin mencatatkan sahamnya di bursa saham secara cepat dengan membeli
perusahaan lain yang telah tercatat di bursa. Transaksi ini sering juga disebut
sebagai back door listing.

Setelah transaksi ini, perusahaan tertutup itu menjadi perusahaan publik, dan
sahamnya diperdagangkan di bursa. Kesimpulannya, pola merger atau akuisisi bisa
berbeda-beda. Tapi, umumnya mereka memiliki tujuan yang serupa.

121
Mereka ingin menciptakan sinergi. Mereka ingin mewujudkan keyakinan mereka
bahwa penggabungan dua perusahaan jauh lebih bernilai dibandingkan jika merek
beroperasi sendiri-sendiri. Satu ditambah satu sama dengan tiga.?

Sebagai pemegang saham perusahaan, investor saham harus lebih peduli terhadap
aksi merger atau akuisisi yang dilakukan emiten saham. Maklum, langkah merger
atau akuisisi bisa sangat mempengaruhi keuntungan investor di masa mendatang.
Misalnya, jika biaya akuisisi itu terlalu mahal, peluang keuntungan dividen investor
akan berkurang. Setali tiga uang, harga saham perusahaan itu juga bisa melemah.

BAIK merger maupun akuisisi sendiri sering melibatkan pembelian satu perusahaan
atas perusahaan lain. Dalam kasus ini, tentu saja investor yang menjadi pemegang
saham harus mengukur apakah pembelian itu akan menguntungkan bagi dirinya.
Untuk itu, investor juga harus mengukur apakah harga pembelian itu cukup wajar
jika dibandingkan dengan prospek perusahaan yang dibeli.

Masalahnya, pihak penjual dan pembeli dalam merger dan akuisisi bisanya memiliki
pendapat yang berbeda tentang nilai perusahaan. Penjual tentu akan cenderung
memasang harga yang setinggi mungkin, sementara pembeli berusaha memperoleh
harga semurah mungkin.

Ada banyak cara untuk mengukur apakah suatu pembelian perusahaan layak atau
tidak. Salah satunya adalah dengan membandingkan dengan harga perusahaan
sejenis di dalam industri. Untuk itu, perusahaan yang akan menjadi pembeli
biasanya menerapkan beberapa metode untuk mengukur nilai perusahaan yang
menjadi targetnya.

Salah satunya, mereka biasa menggunakan perbandingan rasio. Salah satu rasio
yang dipakai adalah rasio harga saham terhadap laba per saham atau price-earning
ratio (P/E). Dengan rasio ini, biasanya, perusahaan menawarkan harga pembelian
yang bisa mencapai beberapa kali lipat laba per sahamnya. Untuk memperoleh harga
yang wajar, calon pembeli itu bisa membandingkan dengan P/E perusahaan lain
yang sejenis. Investor juga bisa menggunakan rasio P/E itu untuk mengukur apakah
akuisisi yang dilakukan oleh suatu perusahaan terlalu mahal, wajar, atau terlalu
murah. Jika terlalu mahal, akuisisi itu kemungkinan besar merugikan investor.?

Seorang pemilik perusahaan tidak akan menjual perusahaannya jika ia tidak


memperoleh keuntungan lebih dibandingkan jika ia tidak menjual perusahaannya.
Karenanya, meski menggunakan berbagai rumus untuk menilai harga wajar
perusahaan, perusahaan yang akan melakukan akuisisi cenderung membeli
perusahaan lain dengan harga premium. Salah satu alasannya: pembelian itu akan
menciptakan sinergi.

SEPERTI sudah dibahas dalam tulisan sebelumnya, perusahaan yang akan membeli
perusahaan lain sering menggunakan rasio harga terhadap keuntungan per saham
atau price-earning ratio (P/E) sebagai patokan. Selain itu masih ada metode
penentuan harga lain.

Ambil contoh, ada perusahaan yang menggunakan patokan biaya penggantian atau
replacement cost. Dalam banyak kasus, perusahaan menghargai perusahaan sasaran
akuisisinya dengan menghitung biaya seandainya ia membentuk perusahaan sejenis
dengan ukuran yang sama dengan perusahaan itu.

122
Misalnya, secara sederhana, nilai perusahaan adalah total nilai aset dan biaya
karyawan. Nah, perusahaan yang akan melakukan akuisisi tinggal menawarkan
harga pembelian yang setara dengan total nilai aset-aset itu. Sebab, jika perusahaan
tidak mau menerima tawaran itu, ia dengan gampang bisa membuat perusahaan
sendiri dengan modal harga yang ditawarkannya.

Selain itu, yang lebih canggih, ada pula perusahaan yang menentukan harga
perusahaan target menggunakan rumus discounted cash flow (DCF). Rumus ini
terhitung rumit untuk orang awam. Tapi secara sederhana, DCF menentukan nilai
perusahaan pada saat ini berdasarkan perkiraan penerimaan arus kas perusahaan itu
di masa yang akan datang.

Nah, berdasarkan patokan-patokan itu, biasanya perusahaan akan menawarkan


harga yang lebih tinggi dari harga saham di pasar (premium). Alasannya adalah
pembelian tersebut akan memberikan sinergi bagi perusahaan. Merger kedua
perusahaan itu akan menguntungkan bagi pemegang saham karena harga saham
perusahaan setelah merger berpotensi meningkat.? Seperti sifat manusia,
perusahaan sering memiliki kebiasaan buruk menelan perusahaan lain yang
sebenarnya berada di luar kemampuannya. Akibatnya, belakangan hari, perusahaan
itu akan kesulitan menciptakan sinergi. Belum lagi, terkadang perusahaan juga
membayarkan harga yang terlalu mahal. Akibatnya, alih-alih memetik efisiensi,
akuisisi semacam itu hanya akan sia-sia. Investor harus mencermati hal ini.

SEBENARNYA, bukan hal yang aneh jika suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan
lain dengan harga di atas harga pasar (premium). Maklum, perusahaan itu biasanya
melihat potensi perusahaan targetnya di masa mendatang. Selain itu, ia juga
memasukkan faktor manfaat sinergi di antara dua perusahaan itu ke dalam harga
pembeliannya. Namun, tetap saja, investor tak boleh tutup mata dengan harga
akuisisi yang disepakati oleh kedua perusahaan. Memang tidak gampang bagi
investor untuk mengukur apakah suatu harga akuisisi cukup wajar. Pada akhirnya,
manajemen perusahaan-lah yang harus membuktikan bahwa harga yang mereka
bayarkan cukup layak. Tapi, investor bisa mempergunakan beberapa kriteria dan
hal-hal sederhana untuk mengukur apakah suatu akuisisi plus merger akan berhasil.

Pertama, harga akuisisi atau pembelian itu harus masuk akal. Umumnya, para analis
menilai harga premium hingga sekitar 10% masih wajar. Tapi, kalau ada harga
akuisisi yang mencapai 50% di atas harga pasar, jelas tidak wajar. Lebih baik,
investor mengindari saham perusahaan yang melakukan akuisisi terlalu berani
seperti itu.

Kedua, perusahaan yang membayar akuisisi menggunakan dana kas biasanya akan
lebih berhati-hati dalam menghitung harga akuisisi. Sebaliknya, perusahaan yang
membayar dengan saham cenderung kurang berhati-hati.

Ketiga, sebuah perusahaan semestinya membidik perusahaan yang lebih kecil.


Perusahaan itu sebaiknya juga mengenal bisnis perusahaan yang dibidiknya. Sebab,
perusahaan itu akan sulit melakukan sinergi jika tak mengenal bisnis perusahaan
yang dibelinya.?

Neraca
 
Dalam neraca berlaku rumus: aktiva=utang+modal. Ini menjelaskan bahwa setiap aset
yang dimiliki oleh perusahaan bisa dibiayai dengan uang yang bisa diperoleh dari dua
123
sumber, yakni: utang dan modal. Jika ada aset perusahaan tumbuh tinggi, lihat dahulu sisi
utangnya. Jika utangnya juga naik tinggi, perusahaan itu membiayai asetnya dengan
menumpuk utang.

Seperti namanya, neraca memberikan gambaran tentang "keseimbangan" antara


total aset (aktiva) perusahaan di satu sisi dibandingkan dengan pasiva - yang terdiri
dari utang dan modal -- perusahaan di sisi yang lain.

Mengapa modal dikelompokkan bersama dengan kewajiban? Penjelasannya


sederhana, yaitu bahwa modal sebenarnya juga merupakan kewajiban bagi
perusahaan. Soalnya, modal perusahaan itu berasal dari para pemegang sahamnya.
Jadi, gampangnya, modal merupakan kewajiban perusahaan terhadap pemegang
sahamnya.

Sebagaimana bentuk neraca yang selalu seimbang, jumlah nilai total aktiva dan total
pasiva itu juga pasti akan selalu sama atau seimbang. Dalam akuntansi berlaku
persamaan: aktiva = utang + modal.

Rumus ini menjelaskan bahwa setiap aset atau aktiva yang dimiliki perusahaan
dibiayai atau dibeli dengan uang yang diperoleh dari dua sumber: utang atau modal.

Secara sederhana bisa dikatakan bahwa semakin besar total aset perusahaan,
semakin besar pula ukuran bisnis perusahaan tersebut. Karena itu, penting untuk
selalu melihat pertumbuhan nilai total aset perusahaan setiap tiga bulan, enam
bulan, atau satu tahun. Untuk melihat pertumbuhannya, bandingkan dengan angka
di tahun sebelumnya. Misalnya, periode triwulan I 2007 dibandingkan triwulan III
2006.

Tetapi, ketika melihat aset perusahaan melonjak tinggi, jangan langsung


mengatakan perusahaan itu bagus. Lihat dulu sisi utang dan modalnya. Kalau
pertumbuhan aset yang tinggi itu diikuti pertumbuhan jumlah utang yang tinggi
pula, itu tidak bagus. Sebab, itu artinya si perusahaan membiayai pertumbuhan
asetnya dengan menumpuk utang.

Kalau yang meningkat adalah modalnya, itu baru bagus.


Ada satu catatan penting soal neraca. Data yang ada dalam neraca perusahaan
hanya menggambarkan posisi keuangan perusahaan dalam satu hari tertentu saja;
yaitu pada tanggal neraca tersebut. Ibarat sebuah film, ia hanya satu cuplikan
adegan saja. Ini berbeda dengan data laporan rugi-laba yang mencerminkan
operasional perusahaan dalam periode tertentu. Laporan rugi laba ibarat sebuah
film.

Ada beberapa jenis saham yang bisa diterbitkan oleh sebuah perusahaan. Yang
paling umum, perusahaan menerbitkan saham biasa (common stock). Tapi, tak
jarang pula ia menerbitkan saham spesial yang disebut preferred stock. Selain itu,
perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) biasanya juga menerbitkan saham
dwiwarna untuk pemerintah. Saham ini memberikan hak istimewa kepada
pemerintah.

Ada dua jenis saham yang utama, yaitu: saham biasa (common stock) dan preferred
stock. Yang pertama, mari kita pelajari dahulu tentang saham biasa. Jika bicara soal
saham, umumnya orang mengacu pada saham jenis ini. Sebagian besar perusahaan
juga menerbitkan saham biasa ini. Saham biasa ini mewakili kepemilikan dalam
124
sebuah perusahaan. Artinya, pemiliknya berhak memperoleh bagian dividen dari
keuntungan perusahaan.

Investor yang memiliki saham ini juga memiliki satu hak suara untuk setiap saham,
termasuk ketika memilih anggota direksi dan menentukan keputusan-keputusan
penting perusahaan.

Umumnya, dalam jangka panjang, saham biasa ini memberikan keuntungan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan instrumen lainnya. Tapi, keuntungan yang tinggi ini
juga diikuti risiko yang tinggi. Soalnya, jika perusahaan bangkrut, pemilik saham
biasa tidak akan memperoleh uang sampai kewajiban perusahaan kepada
pemerintah, kreditur, dan pemegang preferred stock terpenuhi.

Sesuai dengan namanya, preferred stock adalah saham spesial. Perusahaan


biasanya menetapkan hak-hak khusus untuk saham jenis ini. Umumnya, perusahaan
menjamin bahwa pemegang saham jenis ini akan menerima pembagian dividen yang
tetap. Ini berbeda dengan pemilik saham biasa yang dividennya berubah-ubah dan
tidak dijamin.

Keuntungan lainnya, jika perusahaan dilikuidasi, pemegang saham spesial ini


memperoleh duit (hasil penjualan aset) lebih dahulu daripada pemegang saham
biasa. Tapi, haknya tetap di bawah pemerintah dan kreditur. Kadang kala, saham
spesial ini juga bisa ditarik kembali oleh perusahaan. Artinya, perusahaan memiliki
opsi untuk membeli saham-saham itu dari pemegang sahamnya. Karena itulah,
banyak orang yang bilang bahwa preferred stock ini lebih mirip surat utang
ketimbang saham.

Selain saham biasa dan preferred stocks, kadang kala, perusahaan juga menerbitkan
saham-saham jenis lainnya. Hak-hak yang melekat pada saham itu bisa sangat
bervariasi, tergantung dari kemauan perusahaan. Untuk membedakan, biasanya
mereka menyebut saham itu sebagai saham seri A, seri B, dan seterusnya.

Di Indonesia, badan usaha milik negara (BUMN) - termasuk yang sudah menjadi
perusahaan publik -- biasanya menerbitkan saham dwiwarna khusus untuk
pemerintah. Sebagai pemilik saham ini, pemerintah memiliki hak istimewa. Misalnya,
setiap pemilihan direksi harus melalui persetujuan pemerintah.

 
IPO

Catatan Penting Saham IPO


 
Pada tahun ini, Bursa Efek Jakarta (BEJ) benar-benar kebanjiran emiten baru. Total,
bakal ada sekitar 25 perusahaan baru yang melantai di bursa saham itu. Dalam dua bulan
ke depan saja, ada sekitar 12 perusahaan yang akan menawarkan saham perdananya ke
publik. Penawaran saham perdana (IPO) ini merupakan peluang bagi investor. Namun,
investor juga tak boleh asal mencomot saham IPO.

SEBELUM Anda membeli saham IPO, ada beberapa catatan penting yang harus Anda
perhatikan. Pertama, pada dasarnya tidak mudah menganalisis kinerja dan prospek
calon emiten IPO. Sebab, ia tidak menyajikan banyak informasi historis. Sumber
informasi utama Anda adalah prospektus ringkas IPO. Jadi, benar-benar cermati

125
informasi yang ada di dalamnya. Perhatikan juga tim manajemen perusahaan
tersebut dan juga rencana penggunaan dana IPO.

IPO yang sukses biasanya juga didukung oleh underwriter yang besar. Jadi, Anda
mesti lebih hati-hati jika yang menjadi penjamin emisi adalah perusahaan sekuritas
tak terkenal. Sebab, perusahaan semacam ini biasanya kurang selektif dalam
memilih perusahaan yang akan IPO.

Beberapa bulan setelah IPO, harga saham IPO biasanya cenderung turun. Ini
terkadang terjadi karena ada lock-up period. Artinya, pihak di dalam perusahaan itu
tidak boleh menjual saham dalam periode tertentu. Masalahnya, ketika periode itu
telah lewat, semua pihak di dalam perusahaan boleh menjual sahamnya. Akibatnya,
jika karyawan maupun pejabat perusahaan ramai-ramai menjual sahamnya, akan
terjadi kelebihan pasokan sehingga harganya turun.

Ada juga fenomena yang disebut flipping. Maksudnya, investor cenderung menjual
sahamnya di hari pertama perdagangan saham IPO untuk memetik keuntungan
jangka pendek. Sebab, di hari pertama itu, biasanya harga saham IPO memang
melonjak tinggi. Tidak ada larangan untuk melakukan flipping, tapi biasanya broker
Anda tak terlalu menyukai tindakan seperti ini. Tapi, investor-investor institusi besar
banyak juga yang melakukan praktek ini.

Akibatnya, ketika investor institusi menjual sahamnya untuk memetik keuntungan,


harga saham IPO itu bisa terjun bebas. Karenanya, jika Anda tidak berniat
menyimpan saham itu, sebaiknya Anda memang segera melepasnya di hari pertama

Initial Public Offering (IPO)


 
Dalam waktu dekat, ada beberapa perusahaan yang bakal menawarkan saham perdananya
atau melaksanakan initial public offering (IPO) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ). Pasti Anda
sudah mendengar atau membaca rencana IPO dari PT Sampoerna Agro, PT Bisi
Internasional, dan PT Multimedia Nusantara Citra (MNC). Sebenarnya, apa, sih, IPO itu?
Istilah IPO mulai terkenal tahun 1990-an ketika pasar modal Amerika Serikat (AS)
melonjak akibat masuknya saham-saham perusahaan teknologi. Waktu itu, setiap hari ada
berita tentang miliarder-miliarder baru bisnis dotcom di Sillicon Valley yang
menghasilkan uang dari IPO-nya.

Jadi, apa sebenarnya IPO itu? Mengapa IPO bisa membuat orang jadi kaya raya
dalam sekejap? Tak perlu berpikir terlalu rumit. IPO itu sebenarnya penjualan
perdana saham perusahaan kepada masyarakat atau publik. Sebuah perusahaan
bisa mendapatkan dana dari masyarakat dengan menjual surat utang atau menjual
sahamnya. Nah, jika perusahaan menjual sahamnya kepada publik, proses itulah
yang disebut sebagai IPO.

Kita bisa mengelompokkan perusahaan ke dalam dua jenis perusahaan. Yang


pertama adalah perusahaan tertutup (private) yang jumlah pemegang sahamnya
lebih sedikit dan perusahaan itu tidak wajib melaporkan banyak informasi tentang
dirinya. Kebanyakan perusahaan kecil adalah perusahaan tertutup. Tetapi,
perusahaan-perusahaan besar juga bisa menjadi perusahaan tertutup. Contohnya,
IKEA, Domino Pizza, atau Hallmark Cards.

126
Sebenarnya, tidak mustahil bagi kita untuk membeli saham di perusahaan swasta.
Anda bisa mendekati pemilik perusahaan. Tetapi, pemilik perusahaan tidak wajib
menjual sahamnya. Adapun perusahaan publik memang harus menjual sebagian
sahamnya kepada publik dan memperdagangkannya di bursa efek. Ini sebabnya,
proses IPO juga disebut sebagai go public.

Perusahaan publik memiliki pemegang saham yang jumlahnya ribuan dan terikat
pada peraturan dan perundang-undangan yang ketat. Mereka harus memiliki jajaran
direksi dan melaporkan kinerja keuangannya per kuartal.

Saham perusahaan publik yang telah IPO diperdagangkan di bursa saham secara
terbuka. Artinya, asalkan memiliki uang yang cukup, semua orang bisa ikut
berinvestasi di saham perusahaan tersebut. Buat para perusahaan sendiri, dengan
menjual sahamnya ke publik melalui IPO, mereka bisa mengeruk dana segar dari
masyarakat investor untuk membiayai ekspansi bisnisnya.

Perusahaan publik harus memenuhi banyak peraturan. Ketika mau melaksanakan


rencana penting atau berdampak besar (material), misalnya, ia harus
melaporkannya kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK).

Bagi investor, yang paling menarik, saham perusahaan publik itu diperdagangkan di
bursa saham yang terbuka. Di Indonesia ada dua bursa saham yang menjadi "pasar"
saham-saham perusahaan publik itu yakni Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek
Jakarta. (Nantinya kedua bursa ini akan bergabung menjadi satu bursa).

Nah, karena saham-saham perusahaan yang telah IPO diperdagangkan di bursa efek
yang terbuka, setiap orang dengan mudah bisa ikut berinvestasi di saham-saham
itu. Asalkan memiliki duit yang cukup, Anda bisa ikut berinvestasi. Pengurus atau
direksi suatu perusahaan bisa saja tidak menyukai Anda, tapi tetap saja ia tidak bisa
menghalangi niat Anda untuk membeli saham perusahaan tersebut.

Tapi, mengapa perusahaan go public? Sederhana saja, perusahaan melakukan


penjualan saham ke publik karena ingin memperoleh dana. Dan, biasanya mereka
bisa mengeruk dana yang besar lewat IPO. Selain itu, menjadi perusahaan publik
juga membuka "pintu" finansial untuk beberapa peluang. Pertama, karena lebih
terbuka, perusahaan publik biasanya memperoleh peringkat atau rating yang lebih
baik ketika mereka menerbitkan surat utang atau obligasi.

Kedua, selama masih ada permintaan di pasar, perusahaan publik bisa selalu
menerbitkan saham baru. Karenanya biasanya merger dan akuisisi juga lebih mudah
dilakukan karena perusahaan bisa menggunakan saham baru sebagai salah satu alat
untuk memperlancar prosesnya.

Bagi sebuah perusahaan, menjadi perusahaan publik yang terdaftar di bursa efek
juga merupakan prestise. Apalagi, di masa lalu, hanya perusahaan-perusahaan yang
memiliki kinerja keuangan atau fundamental bagus yang bisa melakukan initial
public offering (IPO). Singkatnya, tidak gampang sebuah perusahaan bisa go public
dan mencatatkan sahamnya di bursa saham.

Tapi, booming dotcom telah mengubah semuanya. Kini, perusahaan tidak harus
memiliki catatan kinerja keuangan yang bagus untuk go public. Sekarang,

127
perusahaan yang baru memulai bisnisnya dan bahkan masih merugi pun bisa
melantai di bursa saham.

Di Indonesia, Bursa Efek Jakarta (BEJ) juga menyediakan papan khusus untuk
menampung saham-saham perusahaan kecil dan perusahaan yang kinerja
keuangannya belum bagus.

Namanya adalah papan pengembangan (development board). Syarat untuk tercatat


di papan pengembangan ini relatif longgar. Misalnya, perusahaan yang baru berusia
12 bulan sudah bisa masuk. Papan pengembangan juga hanya mensyaratkan
minimal aset bersih berwujud Rp 5 miliar.

Walaupun masih merugi, suatu perusahaan juga boleh IPO dan mejeng di papan
pengembangan. Cuma, BEJ menentukan dalam jangka waktu 2 tahun sampai 6
tahun (tergantung dari jenis usahanya) setelah IPO, perusahaan itu sudah harus bisa
membukukan laba usaha dan laba bersih.

Adapun untuk menampung perusahaan-perusahaan yang sudah besar dan mapan


secara keuangan, BEJ menyediakan pencatatan di papan utama (main board).
Syarat untuk bisa tercatat di papan utama ini lebih berat. Misalnya, perusahaan
sudah harus beroperasi minimal 36 bulan atau 3 tahun. Selain itu, nilai aset
berwujud bersih perusahaan itu juga harus sudah mencapai minimal Rp 100 miliar.

Karena bursa memang membuka peluang masuknya perusahaan-perusahaan baru,


investor harus hati-hati. Sebab, ada saja pemilik perusahaan yang menyalahgunakan
bursa saham hanya untuk mengeruk dana masyarakat semata.

Artinya, setelah IPO, mereka tidak melakukan usaha sama sekali untuk bisa
mencetak keuntungan. Jadi, mereka tidak berusaha untuk memberikan keuntungan
bagi investor yang telah membeli sahamnya saat IPO. Cara seperti inilah yagn sering
disebut sebagai exit strategi. Dan, jika ini terjadi, IPO justru akan menjadi sebuah
akhir bukan awal.?

Sebelum membahas tentang tata cara membeli saham saat penawaran perdana atau
IPO, ada baiknya calon investor mempelajari terlebih dahulu proses IPO itu sendiri.

Sebab, sejatinya, untuk bisa melaksanakan IPO, sebuah perusahaan harus melalui
proses yang lumayan panjang. Dan, proses ini sangat menentukan peluang investor
untuk membeli saham saat IPO.

Jika ingin go public atau menggelar IPO, pertama-tama sebuah perusahaan harus
menyewa sebuah atau beberapa sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi. Secara
teori, sebenarnya sebuah perusahaan bisa saja menjual sahamnya secara langsung.
Tapi, kenyataannya, penjamin emisi itu kini sangat diperlukan.

Nah, dalam IPO, ada suatu proses yang disebut underwriting yang melibatkan calon
perusahaan yang akan IPO dan penjamin emisinya. Karena itulah, penjamin emisi
sering disebut juga underwriter. Secara umum, underwriting adalah proses untuk
mengumpulkan dana, baik dengan menerbitkan surat utang atau menerbitkan
saham.

Anda bisa membayangkan underwriter sebagai orang yang berada di antara


perusahaan dan investor publik.
128
Sebelum IPO, perusahaan dan penjamin emisi bertemu untuk membicarakan
perjanjian di antara mereka. Beberapa topik penting yang dibahas adalah target
dana yang akan dikumpulkan perusahaan lewat IPO, jenis saham yang diterbitkan,
dan detail-detail lainnya yang termuat dalam perjanjian underwriting.

Struktur penjaminan emisinya bisa bermacam-macam. Misalnya, dalam perjanjian


full commitment, penjamin emisi menjamin bahwa dana dalam jumlah tertentu akan
diperoleh perusahaan. Untuk itu, penjamin emisi berjanji akan menjual semua
saham yang diterbitkan perusahaan.

Bahkan, terkadang penjamin emisi itu harus membeli dahulu sebagian saham
perusahaan dan kemudian baru menjual kembali ke publik.

Ada lagi perjanjian best effort. Dalam perjanjian ini, underwriter menjual saham
perusahaan tapi tidak menjamin jumlah dana tertentu. Dalam kasus ini, biasanya,
penjamin emisi juga tidak bersedia memikul risiko IPO sendirian.

Karenanya, ia biasanya menggandeng perusahaan sekuritas lain dan membentuk


sindikasi.?

Sebagai perusahaan terbuka, emiten bursa saham harus mengungkapkan semua


informasi penting perusahaannya. Prospektus menjadi wadah untuk menampung
semua informasi itu.

Setelah calon emiten saham yang mau IPO dan penjamin emisinya menyetujui
perjanjian underwriting, mereka bisa mengajukan permohonan pencatatan kepada
Bursa Efek Jakarta (BEJ). Tentu, mereka harus menyerahkan dokumen-dokumen
yang diperlukan.

Jika dokumen dan informasi yang disediakan calon emiten lengkap, BEJ memerlukan
waktu sekitar 10 hari bursa untuk memberikan persetujuan. Jika memenuhi syarat,
BEJ memberikan surat persetujuan prinsip pencatatan yang bernama: Perjanjian
Pendahuluan Pencatatan Efek.

Setelah mengantongi perjanjian itu, calon emiten bisa mulai mengajukan Pernyataan
Pendaftaran (PP) kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) untuk melakukan penawaran umum saham. Dalam tahap ini,
perusahaan itu harus menyerahkan berbagai dokumen, seperti jumlah saham yang
akan ditawarkan, profil perusahaan, laporan keuangan, latar belakang manajemen,
rencana penggunaan dana IPO, dan juga masalah-masalah hukum jika ada.

Bapepam-LK, kemudian, akan meminta adanya masa tenang atau cooling off period.
Selama periode ini, Bapepam-LK akan melakukan investigasi dan memastikan bahwa
semua informasi yang penting atau material telah disampaikan calon emiten. Jika
Bapepam-LK sudah menyetujui penawaran perdana itu, calon emiten akan
menetapkan tanggal penawaran saham itu ke publik.

Dalam masa tenang itu, penjamin emisi atau underwriter mulai mengumumkan apa
yang disebut red herring. Ini adalah sebuah prospektus IPO awal yang berisi semua
informasi tentang perusahaan. Yang belum tercantum hanya harga penawaran
sahamnya dan tanggal penawarannya. Dengan red herring itu, calon emiten saham
dan underwriter-nya mulai "berkampaye" untuk mempromosikan sahamnya. Mereka
akan berkeliling di dalam negeri maupun ke luar negeri (roadshow) untuk

129
menjajakan saham tersebut. Biasanya, dalam tahap ini, mereka lebih fokus
membidik investor-investor institusi yang besar.

Menjelang tanggal penawaran, calon emiten saham dan penjamin emisinya akan
duduk bersama untuk menentukan harga jual sahamnya. Penentuan harga ini tidak
mudah karena sangat bergantung pada kondisi perusahaan, hasil roadshow, dan
kondisi pasar.

Tentu, baik perusahaan maupun penjamin emisinya ingin memperoleh harga yang
maksimal. Nah, kalau semua sudah siap, calon emiten saham itu akan menjual
sahamnya kepada publik?

Kita telah melihat bahwa proses IPO suatu perusahaan ternyata lumayan panjang.
Dan, investor individual hampir tidak dilibatkan. Ini terjadi karena baik calon emiten
IPO maupun penjamin emisinya (underwriter) cenderung mendahulukan untuk
menggarap investor-investor institusi.
Selain agar lebih cepat memperoleh dana, investor institusi umumnya adalah
investor jangka panjang yang tidak terlalu sensitif terhadap fluktuasi harga saham.
Dengan demikian, perusahaan bisa mengurangi tekanan jual (profit taking) dalam
perdagangan awal.

Nah, karena permintaan saham IPO itu biasanya berlebih (oversubscribed),


kemungkinan investor individu untuk memperoleh saham yang diincarnya sangat
terbatas. Karena ini, sebaiknya, investor membuka rekening saham pada penjamin
emisi saham tersebut.

Investor juga harus mengikuti beberapa proses untuk bisa ikut membeli saham IPO
tersebut. Pertama-tama, di masa penawaran yang sudah ditetapkan underwriter,
dapatkan lembar formulir pemesanan pembelian saham penawaran umum, disebut
Formulir Pemesanan Pembelian Saham (FPPS).

Formulir ini biasanya dibendel jadi satu dengan prospektus ringkas. Cara mudah
mendapatkan formulir ini, datang saja ke agen penjualan yang ditunjuk oleh
penjamin pelaksana emisi IPO.

Berikutnya, isi formulir dan lengkapi dengan fotokopi KTP. Tentu, dalam pengisian
formulir ini, Anda harus menyebutkan jumlah saham yang ingin Anda pesan.

Selanjutnya, lakukan pembayaran atas pemesanan yang Anda. Pembayaran bisa


secara tunai, giro, atau transfer ke rekening agen penjualan. Simpan bukti
pembayaran itu.

Jika sudah lengkap, kembalikan formulir pemesanan ke agen penjualan tepat waktu.
Lengkapi dengan bukti pembayaran ke agen penjualan. Hari terakhir masa
penawaran umum merupakan batas akhirnya. Masa penawaran umum sendiri
berlangsung selama minimal tiga hari. ?

Pada dasarnya IPO adalah sebuah kegiatan "pemasaran". Penjamin emisi akan
berusaha menarik investor sebanyak-banyaknya. Nah, investor harus tetap selektif
dalam memilih saham-saham IPO.

Setelah memperoleh Surat Saham Kolektif (SSK) yang menjadi bukti investasi, Anda
resmi menjadi salah satu pemilik saham IPO.
130
Tapi, sebelum benar-benar membeli saham IPO, ada beberapa catatan penting yang
harus Anda perhatikan. Hal pertama, tidak mudah menganalisis kinerja dan prospek
calon emiten IPO. Sebab, ia tidak menyajikan banyak informasi historis. Sumber
informasi utama Anda hanya prospektus ringkas IPO (red herring). Jadi, cermatilah
informasi yang ada. Perhatikan juga tim manajemen perusahaan tersebut dan juga
rencana penggunaan dana hasil IPO.

IPO yang sukses biasanya juga didukung oleh underwriter yang besar. Anda mesti
lebih hati-hati jika yang menjadi underwriter adalah sekuritas tak terkenal. Sebab,
biasanya ia kurang selektif dalam memilih emiten IPO. Beberapa bulan setelah IPO,
harga saham IPO biasanya cenderung turun. Ini terjadi karena ada lock-up period.

Underwriter membuat perjanjian lock-up period dengan karyawan maupun pejabat


perusahaan tersebut. Isinya, pihak di dalam perusahaan tidak boleh menjual saham
dalam periode tertentu. Masalahnya, ketika periode itu telah lewat, semua pihak
boleh menjual sahamnya. Akibatnya, jika mereka ramai-ramai menjual sahamnya
akan terjadi kelebihan pasokan di pasar dan harganya cenderung turun.

Ada juga fenomena flipping. Maksudnya, investor cenderung menjual sahamnya di


hari pertama perdagangan saham IPO. Sebab, di hari pertama, biasanya harga
saham IPO melonjak tinggi. Investor-investor institusi besar banyak yang melakukan
praktik ini. Akibatnya, ketika mereka menjual sahamnya, harga saham IPO itu bisa
terjun bebas.

Terakhir, ingatlah bahwa underwriter adalah salesman. Ia akan berusaha


semaksimal mungkin untuk menarik investor. Karenanya, jangan terlalu
mempercayai underwriter. Jangan membeli saham hanya karena ia saham IPO,
belilah karena saham itu memang merupakan investasi yang bagus?

Opsi Greenshoe
 
Sebuah perusahaan memang tidak bisa sembarangan saja melepas sahamnya ke publik.
Agar bisa mendapat hasil maksimal, calon emiten bersama penjamin pelaksana emisi
(underwriter) perlu menggodok strategi yang tepat. Salah satu strategi yang bisa
diterapkan adalah penggunaan opsi penjatahan lebih atau yang lazim disebut greenshoe.
SECARA umum, greenshoe adalah suatu hak bagi underwriter untuk menambah lagi
jumlah saham yang akan dilepas ke publik. Umumnya, jumlah saham greenshoe tidak
boleh melebihi 15% dari jumlah saham utama yang akan dilepas.

Nama greenshoe dipilih karena perusahaan pertama yang menggunakan opsi ini
bernama Green Shoe Company. Bila akan diterapkan, opsi ini sudah harus tertulis
secara hitam putih dalam perjanjian underwriter antara perusahaan dan penjamin
emisi. Opsi ini juga harus tercantum dalam prospektus penawaran saham. Contoh
penawaran saham dengan opsi greenshoe adalah divestasi saham Bank Negara
Indonesia (BNI).

Penawaran saham kedua (secondary offering) bank pelat merah ini akan melepas
saham sebanyak 3,95 miliar. Termasuk di dalamnya adalah saham greenshoe
sebanyak 474 juta saham. Menurut prospektusnya, underwriter akan melakukan opsi

131
greenshoe ini untuk stabilisasi harga saham BNI selama 30 hari pascapelepasan
saham.

Salah satu kegunaan greenshoe memang untuk stabilisasi harga. Sebab, underwriter
bisa menambah pasokan saham untuk meredam fluktuasi harga apabila permintaan
terus melonjak. Lazimnya, opsi ini digunakan dalam penjualan saham yang
kemungkinan besar bakal mengalami kelebihan permintaan. Walau begitu, bila
permintaan ternyata minim, opsi ini bisa menjadi dalih underwriter untuk
menghabiskan pasokan saham miliknya.

Sejauh ini, memang tidak banyak perusahaan yang menggunakan opsi ini saat
melepas sahamnya. Apalagi, bila perusahaan itu ternyata tidak membutuhkan dana
yang terlalu besar dari hasil penawaran saham itu.

Secondary Offering
 
Penawaran saham kedua atau secondary offering memang tidak memberikan keuntungan
secara langsung buat investor. Tapi, setelah hajatan ini, jumlah saham yang dimiliki oleh
investor publik akan semakin banyak. Artinya, transaksi sahamnya pun akan semakin
likuid dan menarik.

Para emiten saham di bursa saham Indonesia, sangat jarang melangsungkan hajatan
penawaran saham kedua atau secondary offering. Karenanya, wajar jika banyak
orang tak terlalu memahami aksi korporasi yang satu ini.
Secondary offering adalah penawaran saham kedua yang dilakukan oleh perusahaan
yang sebelumnya telah menggelar penawaran saham perdana atau initial public
offering (IPO). Salah satu contohnya PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNII). BNI
telah melakukan IPO pada 1996 lalu. Nah, awal Agustus nanti, BNI akan
menawarkan sahamnya ke publik untuk kedua kalinya. Karena itulah, BNI
mengusung slogan "BNI Go Public Lagi" dalam hajatannya kali ini. Pemrakarsa
penawaran kedua ini biasanya adalah pemegang saham yang memiliki saham yang
besar. Dalam kasus BNI, Pemerintah Indonesia ingin melepas sebagian sahamnya di
BNI yang kini masih mencapai 99,11% hingga nantinya tinggal tersisa 73,26%.

Karena yang melepas saham adalah pemegang saham, duitnya tentu saja juga akan
masuk ke kantong pemegang saham. Ini berbeda dengan penerbitan saham baru
atau rights issue yang akan menghasilkan uang buat perusahaan. Tapi, enaknya,
berbeda dengan penerbitan saham baru, penawaran kedua ini tidak menimbulkan
efek dilusi. Artinya, porsi kepemilikan pemegang saham lainnya tidak akan
berkurang. Sebab, jumlah saham yang beredar tetap sama.

Keuntungan langsung buat investor memang tidak ada. Tapi, setelah secondary
offering, saham perusahaan itu mestinya menjadi lebih likuid. Ini artinya sahamnya
lebih mudah diperdagangkan dan akan lebih sering terjadi transaksi di pasar. Sebab,
jumlah saham yang dimiliki oleh publik menjadi lebih banyak.Oh, ya, mekanisme
penawaran saham kedua ini persis sama dengan IPO. Ada proses penawaran,
penjatahan, dan seterusnya. Karenanya, investor yang berminat tak boleh
melewatkan tanggal penawaran tersebut.

SPLIT & REVERSE SPLIT

132
Reverse Stock Split
 
Kebalikan dari stock split atau pemecahan nominal saham, kadang kala ada juga
perusahaan yang melakukan reverse stock split atau penggabungan nilai nominal saham.
Sejatinya, hajatan ini juga tidak akan berpengaruh banyak terhadap investor, sebab nilai
investasinya tidak akan berubah. Jika ada perusahaan melakukan reverse stock split,
investor justru harus waspada.

Sesuai dengan namanya, reverse stock split adalah kebalikan dari stock split. Jika
dalam stock split perusahaan memecah nilai nominal sahamnya, dalam reverse stock
split atau penggabungan saham, perusahaan menggabungkan nilai nominal
sahamnya dengan rasio tertentu.

Ambil contoh perusahaan A melakukan reverse stock split atas sahamnya yang
memiliki nilai nominal Rp 100 dan harga pasar Rp 500 per saham dengan rasio 1:2.
Ini artinya, setiap dua saham akan digabungkan menjadi satu. Jadi, setelah reverse
stock split, nilai nominal saham A akan menjadi Rp 200. Sementara, harga
sahamnya di pasar menjadi Rp 1.000 per saham.

Akibat lainnya, jumlah saham perusahaan itu juga akan menyusut. Taruh kata
saham perusahaan A itu awalnya berjumlah 2 miliar; setelah reverse stock split
dengan rasio 1:2, jumlah sahamnya akan tinggal 1 miliar saham.
Seperti halnya stock split, penggabungan saham juga tidak akan membawa dampak
yang signifikan untuk investor.

Sebab, nilai investasinya akan tetap saham. Kembali ke kasus perusahaan A;


misalnya investor C awalnya memiliki 1.000 saham, artinya sebelum reverse stock
split nilai investasinya adalah Rp 500.000 (Rp 500 x 1.000). Setelah reverse stock
split, jumlah saham yang dimiliki investor C memang tinggal 500 saham, tapi
harganya menjadi Rp 1.000. Dus, nilai investasinya tetap sama Rp 500.000.

Hajatan reverse stock split sering mengundang respons negatif. Pasalnya,


perusahaan biasanya menggunakannya sebagai taktik untuk mengangkat harga
sahamnya. Dengan penggabungan, seolah-olah sahamnya menjadi lebih bernilai.
Padahal, sebenarnya, tak ada faktor fundamental yang berubah. Kadang kala,
perusahaan juga menggunakan penggabungan saham agar tidak ditendang dari
bursa (delisting).

 
Stock Split
 
Kebijakan perusahaan untuk memecah nominal sahamnya atau stock split memang tidak
akan mempengaruhi nilai investasi para investor. Namun, langkah ini akan membuat
harga saham perusahaan itu menjadi lebih terjangkau dan lebih likuid.

Setelah mejeng di bursa saham, perusahaan publik sering melakukan berbagai aksi
korporasi (corporate action) yang berdampak terhadap sahamnya. Salah satunya
adalah stock split. Sesuai dengan namanya, dalam hajatan ini, perusahaan memecah
nilai nominal sahamnya dengan rasio tertentu sehingga menjadi lebih kecil. Dampak
stock split ini: jumlah saham perusahaan akan menjadi lebih banyak dan pecahan
harga sahamnya di pasar juga menjadi lebih kecil.

133
Sebagai contoh, perusahaan B memiliki 10 juta saham dengan harga nominal Rp
100. Harga saham B di pasar adalah Rp 200 per saham. Kemudian, B stock split
dengan rasio 1:2 atau satu saham dipecah menjadi dua. Setelah pemecahan, harga
nominal saham perusahaan B menjadi Rp 50 (Rp 100 : 2). Sementara, jumlah
sahamnya menjadi 20 juta (10 juta x 2). Adapun harga saham B di pasar menjadi Rp
100 per saham (Rp 200 : 2).

Apa dampaknya untuk investor? Jika Anda memiliki 1.000 saham perusahaan B,
sebelum stok split, nilai investasi Anda Rp 200.000 (1.000 x Rp 200). Setelah
pemecahan, jumlah saham yang Anda miliki menjadi Rp 2.000, tapi harganya
menjadi Rp 100 per saham. Dus, nilai investasi Anda tetap Rp 200.000. Dengan kata
lain, stock split sebenarnya tidak mempengaruhi nilai investasi.

Tapi, dengan pemecahan itu, saham perusahaan B lebih menarik buat investor.
Sebab, dengan pecahan harga yang lebih kecil, saham itu menjadi lebih terjangkau
untuk semua kalangan investor, termasuk investor kecil.

Nah, jika banyak investor tertarik dengan saham ini, potensi harganya untuk naik
lebih besar. Stock split juga akan membuat jumlah saham yang beredar menjadi
lebih banyak. Artinya, saham itu memiliki peluang lebih besar untuk lebih sering
diperdagangkan atau lebih likuid.

WARAN. RIGHTS & TENDER OFFER

Penawaran Tender (Tender Offer)


 
Transaksi akuisisi atas perusahaan terbuka semakin banyak terjadi. Akuisisi ini bisa
dilakukan oleh perusahaan lokal maupun perusahaan asing. Nah, aturan pasar modal
mewajibkan perusahaan yang melakukan akuisisi sehingga menjadi pemegang saham
pengendali baru itu untuk melakukan penawaran tender. Hajatan ini bisa memberikan
rezeki dadakan untuk para investor minoritas atau investor publik.

Menurut aturan yang berlaku di pasar modal Indonesia, yang disebut pemegang
saham pengendali adalah pemegang saham yang memiliki 25% saham atau lebih
dalam satu perusahaan.

Nah, investor besar yang membeli saham suatu perusahaan terbuka sehingga
memiliki 25% atau lebih saham perusahaan itu wajib melakukan penawaran tender
atau tender offer. Aturan soal kepemilikan ini tidak hanya berlaku untuk kepemilikan
langsung, tapi juga untuk kepemilikan tak langsung.

Seperti namanya, dalam penawaran tender itu, si pemegang saham pengendali baru
harus membuka tawaran secara terbuka untuk membeli seluruh sisa saham
perusahaan yang dimiliki para pemegang saham lainnya. Pemegang saham ini
mencakup pemegang saham institusi maupun pemegang saham individu atau
investor minoritas.

Ada serangkaian aturan yang harus diikuti oleh perusahaan yang berniat melakukan
tender offer. Yang pertama, karena penawaran ini bersifat tender, pemegang saham
pengendali itu harus mengumumkan rencana tender offer-nya dalam dua media
massa.

134
Namun, aturan yang paling penting adalah soal harga. Peraturan Bapepam-LK
mewajibkan agar harga pembelian saham dalam tender offer itu lebih tinggi dari
harga tertinggi saham tersebut dalam kurun 90 hari sebelum pengumuman tender
offer tersebut.

Ada investor yang menawarkan harga pas-pasan atau sedikit lebih tinggi dari
patokan itu. Ini indikasi bahwa ia tak berminat memborong seluruh saham yang
tersisa di pasar. Tapi, jika investor itu berniat membeli seluruh saham yang tersisa,
biasanya ia menawarkan harga yang jauh lebih tinggi dari patokan itu. Ini rezeki
nomplok untuk investor lain.

Rights Issue
 
Akhir-akhir ini sering kita mendengar ada emiten yang melakukan penerbitan saham baru
(rights issue) untuk menggalang dana. Ambil contoh, PT Summarecon Agung Tbk dan
PT Bhakti Investama Tbk. Sebenarnya apa, sih, rights issue itu? Mengapa sejumlah
emiten saham melakukan aksi korporasi ini?

Rights issue merupakan penerbitan hak untuk memesan saham baru yang akan
dikeluarkan oleh emiten. Rights atau hak ini diberikan secara cuma-cuma, dan
biasanya perusahaan memberikannya kepada pemegang saham yang telah memiliki
saham biasa perusahaan itu.

Sebenarnya, ada beberapa istilah yang harus diketahui seputar penerbitan saham
baru ini. Yang pertama, persetujuan pemegang saham. Rights issue hanya bisa
dilaksanakan jika ada persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS).

Setelah mendapatkan persetujuan, emiten harus menawarkan saham barunya


tersebut kepada para pemilik saham lama terlebih dahulu. Nah, penawaran ini juga
disesuaikan dengan proporsi kepemilikan sahamnya (preemptive rights). Artinya,
pemilik saham dalam jumlah besar mendapatkan hak untuk membeli saham baru
yang lebih banyak.

Kedua, tujuan dari rights issue. Pada umumnya, tujuan rights issue adalah untuk
menghimpun dana segar yang bakal digunakan untuk ekspansi usaha, membayar
pinjaman, atau untuk modal kerja. Ada juga tujuan yang lain, misalnya untuk
meningkatkan porsi kepemilikan pemegang saham. Bisa juga untuk meningkatkan
jumlah saham yang beredar agar perdagangan sahamnya di bursa menjadi lebih
likuid.

Ketiga, ada penjamin emisi yang menjamin dana hasil rights issue diterima emiten.
Ia biasanya adalah perusahaan sekuritas yang ditunjuk oleh emiten. Keempat,
standby buyer atau pembeli siaga, yaitu pemegang saham lama atau investor lain
yang berkomitmen membeli saham baru itu?

Penerbitan hak untuk membeli saham baru atau rights issue ibarat buah simalakama
buat investor. Jika mengambil hak itu dan membeli saham baru, artinya investor
harus menyetorkan modal tambahan kepada perusahaan. Tapi, jika tidak
membelinya, porsi kepemilikan saham investor akan menyusut atau terdilusi. Karena
itulah, rights issue biasanya akan membuat saham perusahaan turun.

135
Menjelang penerbitan hak untuk membeli saham baru (rights issue), investor harus
memperhatikan tanggal cum date dan ex date.

Cum date adalah tanggal yang menentukan pemegang saham yang memperoleh hak
(rights) untuk membeli saham baru yang akan diterbitkan oleh perusahaan. Investor
yang tercatat sebagai pemilik saham perusahaan sampai dengan tanggal cum date
berhak untuk memperoleh rights tersebut. Adapun investor yang memiliki saham
perusahaan dalam periode ex-date tidak memperoleh hak untuk membeli saham
baru perusahaan tersebut.

Hal yang lain yang harus diperhatikan adalah efek dilusi atau berkurangnya porsi
kepemilikan saham investor dari kegiatan rights issue itu.

Ya, investor memang bisa saja tidak mengambil haknya untuk membeli saham baru
yang akan diterbitkan oleh perusahaan. Namun, konsekuensinya, porsi kepemilikan
saham investor tersebut akan tergerus. Sebab, setelah rights issue total saham
perusahaan menjadi bertambah sementara jumlah saham yang dimiliki oleh investor
yang tidak membeli saham baru tetap.

Karena itulah, investor publik umumnya tidak terlalu suka jika sebuah perusahaan
melakukan rights issue. Sebab, itu artinya perusahaan itu menyodorkan buah
simalakama untuk investor. Jika investor membeli saham baru itu, artinya ia harus
menyetorkan modal tambahan. Tapi, jika ia tidak membeli saham baru itu, porsi
kepemilikannya akan tergerus atau terdilusi.

Karena itulah, aksi penerbitan saham baru atau rights issue biasanya akan membuat
harga saham suatu perusahaan turun. Apalagi jika dana rights issue itu hanya akan
dipakai untuk membayar utang, bukan untuk ekspansi.

Seluk-Beluk Waran
 
Bursa saham menyediakan banyak peluang bagi investor untuk membiakkan duitnya.
Instrumen investasi yang paling utama tentu saja adalah saham itu sendiri. Tapi, selain
melalui saham, investor juga bisa berinvestasi melalui instrumen-instrumen turunan
saham. Salah satunya adalah instrumen waran. Menariknya, karena harga waran lebih
rendah daripada saham, modal yang diperlukan juga lebih kecil.

Wajar jika semakin lama semakin banyak orang yang kepincut ingin berinvestasi di
pasar saham. Pasalnya, selain saham itu sendiri, di bursa saham, ada pula instrumen
investasi lainnya yang bisa menjadi wahana investasi. Salah satunya adalah waran
yang merupakan produk turunan dari saham. Secara sederhana, waran adalah surat
berharga yang memberi hak kepada pemiliknya untuk membeli suatu saham di masa
mendatang pada harga yang sudah ditetapkan di muka.

Umumnya, emiten saham menerbitkan waran sebagai pemanis untuk menyukseskan


hajatannya. Misalnya, ketika menawarkan saham perdana (IPO), sebuah perusahaan
biasanya juga memberikan bonus waran kepada investor yang mau membeli
sahamnya. Selain itu, perusahaan sering kali juga memberikan hadiah waran untuk
investor yang mau membeli saham baru yang diterbitkannya (right issue).
Karena sifatnya sebagai pemanis, waran biasanya menawarkan harga pembelian

136
saham - sering disebut harga pelaksanaan (strike price) - yang lebih rendah
dibandingkan dengan harga pasar.

Ambil contoh perusahaan ABC memberikan satu waran kepada setiap pembeli satu
sahamnya dalam right issue. Perusahaan ABC memasang harga pelaksanaan waran
sebesar Rp 1.500 per saham. Padahal, saat itu, harga saham ABC di pasar sudah
mencapai Rp 1.700 per saham. Dus, harga pelaksanaan waran itu Rp 200 lebih
murah dibanding dengan harga saham ABC di pasar.

Selain menentukan harga pelaksanaannya, perusahaan juga menentukan tanggal


jatuh tempo yang menjadi tanggal pelaksanaan hak membeli saham yang melekat
pada waran. Jadi, pada tanggal jatuh tempo itu, pemilik waran bisa membeli harga
saham ABC dengan harga Rp 1.500. Waran seperti ini disebut European warrant.
Ada pula model waran yang disebut sebagai American warrant. Pemilik American
warrant bisa mengeksekusi haknya untuk membeli saham perusahaan penerbit
waran setiap saat sebelum jatuh tempo. Tapi, produk ini belum ada di Indonesia.

Lantas, mengapa waran bisa menjadi alat investasi? Soalnya, layaknya saham yang
menjadi induknya, waran juga bisa diperdagangkan di bursa saham, termasuk di
Bursa Efek Jakarta (BEJ). Secara teori, harga waran itu adalah selisih antara harga
pasar dan harga pelaksanaannya. Jadi, dalam contoh perusahaan ABC itu, harga
warannya adalah Rp 200 per waran. Nah, harga waran ini bisa bergerak naik-turun
mengikuti induk sahamnya. Artinya, investor memiliki peluang untuk menangguk
untung dari pergerakan harga waran tersebut.

Karena harga awalnya murah dan pergerakan harga waran mengikuti harga induk
sahamnya, potensi keuntungan waran bisa sangat tinggi. Tapi, sebaliknya, risiko
waran ini juga selangit. Karenanya, waran lebih disukai oleh tipe investor yang
agresif dan gemar berspekulasi.

Mirip dengan saham, waran juga bisa diperjualbelikan. Transaksi dan pergerakan
harganya pun tercatat di papan Bursa Efek Jakarta (BEJ). Untuk membedakan
dengan saham induknya, biasanya waran menggunakan simbol induknya plus tanda
-W di belakangnya. Misalnya, kalau simbol saham PT Central Korporindo
Internasional Tbk adalah CNKO, simbol warannya adalah CNKO-W.
Tapi, berbeda dengan saham, waran lebih disukai oleh investor yang gemar
berspekulasi . Soalnya, waran ini bisa memberikan keuntungan yang lebih tinggi
ketimbang saham. Sudah begitu, modal yang diperlukan untuk bermain saham juga
tidak sebesar modal untuk bermain saham.

Biar lebih jelas, mari kita bikin sebuah ilustrasi. Ambil contoh saham perusahaan XYZ
harganya adalah Rp 1.500. Artinya, untuk membeli 1.000 saham itu, Anda
membutuhkan duit Rp 1,5 juta. Tapi, jika investor memilih untuk membeli waran
XYZ - yang misalnya harganya Rp 200 per waran - dengan duit Rp 1,5 juta, ia sudah
memperoleh 7.500 waran. Nah, uniknya, pergerakan harga waran biasanya persis
mengikuti pergerakan harga saham induknya. Jadi, pada saat harga saham XYZ naik
Rp 100 menjadi Rp 1.600, harga waran itu juga naik menjadi Rp 300. Dengan
skenario seperti ini, tentu saja potensi keuntungan waran menjadi jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan saham. Buat waran XYZ, kenaikan Rp 100 itu setara dengan
50%. Sementara, untuk sahamnya kenaikan segitu hanya setara dengan 6,6%.
Rasio harga saham dibagi harga warannya sering disebut sebagi faktor pendongkrak.
Dalam contoh tadi, besar faktor pendongkraknya adalah 7,5. Semakin tinggi faktor
ini semakin potensi keuntungannya. Keuntungan waran itu akan semakin tinggi jika
pasar saham sedang bergairah.
137
Tapi hati-hati, dalam kondisi sebaliknya, faktor pendongkrak keuntungan itu juga
bisa menjadi faktor penambah kerugian. Jadi, risiko waran ini selangit.

138

Anda mungkin juga menyukai