Anda di halaman 1dari 27

Refrat

Diagnosis dan Penatalaksanaan Batu Empedu

oleh:

Yolanda Astrida (54061001025)

Dosen Pembimbing:

Dr. Imam Supriyanto, SpPD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSMH PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS SRIWIJAYA

2010

HALAMAN PENGESAHAN

Refrat
1
Judul

Diagnosis dan Penatalaksanaan Batu Empedu

Oleh:

Yolanda Astrida, S. Ked

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti

Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang

periode 25 Oktober 2010 – 22 Desember 2010

Palembang, Desember 2010

Mengetahui Pembimbing,

Dr. Imam Supriyanto, SpPD

DAFTAR ISI

2
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………ii

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………iii

KATA PENGANTAR……………………………………………………iv

I. Pendahuluan .................................................................................. 1

II. Anatomi dan Fisiologi .................................................................. 3

III. Definisi.......................................................................................... 6

Etiologi ........................................................................................ 6

Faktor Risiko................................................................................ 6

Patofisiologi.................................................................................. 8

Klasifikasi..................................................................................... 9

Manifestasi Klinik........................................................................ 11

Komplikasi................................................................................... 12

Diagnosis...................................................................................... 13

Penatalaksanaan............................................................................ 17

IV. Kesimpulan.................................................................................... 22

Daftar Pustaka................................................................................ 23

DAFTAR GAMBAR

3
Gambar 1. Anatomi Kandung Empedu .…………………………………3

Gambar 2. batu dalam kandung empedu .……………………………11

Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis .……………………………15

Gambar 4. Foto USG pada kolelitiasis.………………………………16

Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi.………………………………18

Gambar 6. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) .……………………19

Gambar 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) .….. 20

KATA PENGANTAR

4
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmatnya

penulis bisa menyelesaikan refrat ini dengan sebaik-baiknya. Refrat ini dibuat dengan judul

“Diagnosis dan Penatalaksanaan Batu Empedu”. Refrat ini berisi tentang batu empedu

khususnya mengenai cara penegakkan diagnosis dan penatalaksaannya.

Beberapa sumber yang dihimpun penulis dalam membuat refrat ini berasal dari
beberapa buku kedokteran dan internet. Refrat ini dibuat sebagai tugas pokok bagi penulis
dalam menyelesaikan pembelajaran sebagai Koass di bagian Ilmu Penyakit Dalam yang
dimulai dari tanggal 25 Oktober 2010 dan insya allah akan berakhir pada tanggal 22
Desember 2010.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing refrat

Dr. Imam Supriyanto, SpPD yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam

menyelesaikan refrat ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kakak-kakak residen

dan teman-teman yang telah berperan dalam penyelesaian refrat ini.

Akhirnya, tidak ada gading yang tak retak, penulis sadar refrat ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan.
Penulis berharap semoga refrat ini dapat menjadi sarana informasi dalam kemajuan
perkembangan ilmu di bidang kedokteran.

Palembang, Desember 2010

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

5
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara

barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi

penelitian batu empedu masih terbatas. Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam

kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam

kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut

koledokolitiasis.1

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian di Indonesia

tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara (syamsuhidayat). Peningkatan

insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut ”5 Fs” : female,

fertile, fat, fair dan forty. Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10

sampai 20% penduduk dewasa. Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-

laki dengan perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung

empedu, di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki dan sementara di Indonesia, hasil penelitian

terhadap pasien kolelitiasis yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Margono

Soekarjo Purwokerto didapatkan jumlah penderita wanita 1,8 kali lebih banyak dari pada

laki-laki. 2,3,4,5

Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai

keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien

dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami

nyeri kolik pada episode selanjutnya.2 Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami

gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan

masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan

penyulit akan terus meningkat.1

6
Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu

empedu. Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat,

tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu komponen saja.4

Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan dinegara maju dan jarang

ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi,

perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya

ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu dinegara-negara berkembang cenderung

meningkat. Penyakit ini perlu diwaspadai karena insidensi batu empedu di Asia Tenggara

khususnya di Indonesia cukup tinggi, serta kecenderungan penyakit ini untuk terjadi pada

pasien berusia lanjut, yang biasanya memiliki penyakit penyerta yang lain yang dapat

memperburuk kondisi dan mempersulit terapi.5 Penting bagi dokter umum untuk mengetahui

penyakit ini, agar dapat menegakkan diagnosis secara tepat, melakukan penanganan pertama,

memberikan penjelasan yang baik kepada pasien, dan merujuk secara tepat.

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU


7
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak

tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati

masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut

bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati

sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus

komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus

koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus

membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua

saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.3

Gambar 1. Anatomi kandung empedu 5

Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1200

ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan,

8
empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami

pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu

dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang

kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-

90%. 4

Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :

• Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena

asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu

mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil

dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu

membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan

melalui membran mukosa intestinal.

• Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan

yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran

hemoglobin dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.

Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi ketika

makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan, hormon kemudian

masuk kedalam darah, menyebabkan kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi

efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang

menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum sehingga memungkinkan

masuknya empedu yang kental dalam duodenum. Garam-garam empedu dalam cairan

empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan

absorbsi lemak. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat

saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu
9
mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon

terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan,

pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang

adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam

waktu sekitar 1 jam.6

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan

empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah

steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya

dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal

kalau diperlukan.3

BAB III

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN BATU EMPEDU

10
Definisi

Batu Empedu disebut juga Sinonimnya adalah kolelitiasis, gallstones, biliary

calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung

empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk

suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.5

Etiologi

Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam

chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.2

Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting

adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis

empedu dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu

adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh

karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar

empedu.6

Faktor Risiko

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,

semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk

terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain : (6,7,8,9)

Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki). Ini dikarenanakan oleh hormon

estrogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.

Kehamilan, yang meningkatkan kadar estrogen juga meningkatkan resiko terkena

kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (estrogen) dapat

meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas

pengosongan kandung empedu.

11
Usia lebih dari 40 tahun .

Kegemukan (obesitas). Ini dikarenakan kegemukan dapat mengakibatkan kadar kolesterol

dalam kandung empedu meningkat, dan juga dapat mengurangi kontraksi/

pengosongan kandung empedu.

Faktor keturunan

Aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya

kolelitiasis. Ini mungkn disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

Hiperlipidemia

Diet tinggi lemak dan rendah serat

Pengosongan lambung yang memanjang

Nutrisi intravena jangka lama

Dismotilitas kandung empedu

Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)

Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker

kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)

Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang

Afrika)

3.1. Patofisiologi

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang

supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena

bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam

pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol

terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol

12
turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang

mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang

mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu

dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau

terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.10

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan

kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan

membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang

lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris

yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. 10

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk

pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya;

akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang

menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu dan infeksi kandung

empedu.

Perubahan komposisi empedu kemungkinkan merupakan faktor terpenting dalam

pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu

empedu kolesterol menyekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang

berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum dimengerti

sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.

Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,

perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung

empedu, atau spasme sfingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor

hormonal (terutama selama kehamilan) dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan

kandung empedu dan menyebabkan tingginya insidensi dalam kelompok ini.

13
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.

Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai

pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari

terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.

3.2. Klasifikasi

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di

golongkankan atas 3 (tiga) golongan:1,11

• Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%

kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >

50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :

o Supersaturasi kolesterol

o Hipomotilitas kandung empedu

o Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.

Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa empedu pasien

dengan kolelitias mempunyai zat yang mempercepat waktu nukleasi kolesterol

(promotor) sedangkan empedu orang normal mengandung zat yang menghalangi

terjadinya nukleasi.

• Batu pigmen

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung

<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:

o Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung

kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk

14
akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan

oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit.

Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-

glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas

dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat

yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat

antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu

pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.

o Batu pigmen hitam.

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan

kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.1 Batu pigmen hitam adalah tipe

batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis

hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.

Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam

terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.1,11

• Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%

kolesterol.

15
Gambar 2. Klasifikasi batu dalam kandung empedu12

3.3. Manifestasi Klinis

Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik.

Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama

ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign).

Pasien dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah

sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang. 3

Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan

tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak,

nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat

berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat

menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu

(kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat

bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding

kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau

menyebakan ruptur dinding kandung empedu. 3

3.4. Komplikasi

16
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis : 3

• Asimtomatik

• Obstruksi duktus sistikus

• Kolik bilier

• Kolesistitis akut

• Perikolesistitis

• Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga

• Perforasi

• Kolesistitis kronis

• Hidrop kandung empedu

• Empiema kandung empedu

• Fistel kolesistoenterik

• Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu

empedu muncul lagi) angga

• Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan menghasilkan

kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong

dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila

batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila

terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu

dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk

suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya

kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding

17
(dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun

dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.3

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi

dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap

asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus

koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan

pankretitis.3

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel

kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit

saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.3

3.5. Diagnosis

• Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan

yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan

berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,

kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang

mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam

kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-

tiba.3

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,

disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri

berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap

dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.3

• Pemeriksaan Fisik

18
o Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti

kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,

empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan

dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy

positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena

kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien

berhenti menarik nafas.3

o Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang

teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang

dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah

berat, akan timbul ikterus klinis.3

1. Pemeriksaan Penunjang

o Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan

kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat

terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan

bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum

yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase

alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap

setiap kali terjadi serangan akut.3

o Pemeriksaan Radiologis

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena

hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung
19
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat

dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar

atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran

kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.3

Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis 11

o Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun

ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal

karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu

yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang

oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu

kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. 1

20
Gambar 4. FotoUSG pada kolelitiasis 11

o Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena

relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga

dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan

ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan

hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.

Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung

empedu.3

3.6. Penatalaksanaan

Penanangan profilaktik untuk batu empedu asimtomatik tidak dianjurkan. Nyeri yang

hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan

berlemak. 3 Sebagian besar pasien dengan batu asimtomatik tidak akan mengalami keluhan

dan jumlah, besar dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama

21
pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat

elektif.

Hanya sebagian kecil yang akan mengalami simtom akut (kolesistitis akut, kolangitis,

pankreatis dan karsinoma kandung empedu). Apabila telah terjadi kolesistitis akut, diberikan

pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, obat

penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal

sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan

ampisilin, sefalosporin dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan kuman-kuman

yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E. Coli, Strep. Faecalis dan Klabsiella. 1

Untuk batu kandung empedu simtomatik, maka dianjurkan untuk menjalani

pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak

menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan

makanan. 3

Pilihan penatalaksanaan antara lain : 10

• Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan

kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah

cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan

untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi

adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 10

• Kolesistektomi laparaskopi

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang

ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di

Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi

normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung

22
dan paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan

kecil di dinding perut. 10

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya

kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai

melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu

duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur

konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang

dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan

kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini,

berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin

dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi. 10

Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi 8

• Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah

angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya

memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif

acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya

batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu
23
tejadi pada 50% pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2

Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya

batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu

baik dan duktus sistik paten. 2

• Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-

Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan

per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien

tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang

tinggi (50% dalam 5 tahun). 10

• Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada

saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah

benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. 10

Gambar 6. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) 8

• Kolesistotomi

24
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping

tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk

pasien yang sakitnya kritis.10

• Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung

dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu

melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka

agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus

halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari

4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,

sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja

biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang

kandung empedunya telah diangkat.12

Gambar 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) 12

BAB IV

KESIMPULAN

25
kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu

merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang

terbentuk di dalam kandung empedu.

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikanberdasarkan

bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari

90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu

campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis

pigmen, yang mana mengandung <20 kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan

batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang

tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.

Penatalaksanaan pada batu empedu terbagi menjadi dua yaitu, penanganan

asimtomatik dan simtomatik. Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan

pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau

mengurangi makanan berlemak. Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri

berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani

pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak

menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan

pembatasan makanan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.

26
2. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone
Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322(7278): 91–94. Avaliable
from : http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388[diakses pada tanggal
28 oktober 2010].
3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005. 570-579.
4. Webmaster. 2002. Genetics of gallstone disease. Dalam: JPGM. Available from
http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=0022-
3859;year=2002;volume=48;issue=2;spage=149;epage=52;aulast=Mittal [diakses pada
tanggal 28 oktober 2010].
5. Dorlan WA Newman. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2002. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses pada tanggal 29 oktober
2010].
6. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses pada tanggal 29 oktober
2010].
7. Clinic Staff. Gallstones. Avaliable from : http://www.6clinic.com/health/digestive-
system/DG99999.htm. [diakses pada tanggal 28 oktober 2010].
8. Novita, L. 2008. Batu Empedu. Refrat tidak diterbitkan. Pekanbaru; Fakultas Kedokteran
Universitas Riau.
9. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 1. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu
Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-
464.
10. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery).
Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.
11. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam : New England Journal of Medicine.
Avaliable from : http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318#F1. [diakses pada tanggal
1 november 2010]
12. Heuman D, Mihas A. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic863.htm. [diakses pada tanggal 2
november 2010].

27

Anda mungkin juga menyukai