Anda di halaman 1dari 3

EPISODE LANJUTAN EKSPANSI KAPITALISME

Oleh : Edi Sopandi Saepudin, SP

Hakikatnya Tuhan menciptakan segala hal yang ada di muka bumi


ini berpasangan, demikian halnya dengan kekuasaan. Pada suatu ketika,
pada jaman dimana aspek spiritualisme berada dalam tataran sangat kuat
seperti yang seharusnya, maka aspek ini menjadi pasangan serasi bagi
kekuasaan. Pada suatu ketika, seorang raja adalah kunci, tauladan,
sumber inspirasi bahkan sumber keyakinan, raja hidup didampingi
golongan yang mengusai aspek spiritual. Sehingga, pada jamannya,
filsapat seorang raja adalah filsafat negara, agama raja adalah agama
negara, agama seluruh rakyatnya, bahkan seluruh kekayaan negara
adalah kekayaan raja.
Kekuasaan adalah madu yang memabukkan, kekuasaan adalah
candu yang membius rasa kemanusiaan, kekuasaan yang tertumpuk pada
satu orang atau sekelompok orang, rentan menimbulkan penyimpangan
dan penyelewengan, itulah yang terjadi. Pelajaran pahit yang diderita
masyarakat pada masa lampau, sebagai korban penindasan oleh idiologi
kerajaan, keluarga kerajaan dan golongan bangsawan, ditambah dengan
kemajuan perekonomian, kesejahteraan dan pendidikan ditingkat
masyarakat diluar dua golongan tadi, memunculkan kesadaran dan
keinginan atas pengakuan, terhadap hak-hak dasar menyangkut
kepemilikan. Ayn Rand (1970), mengatakan, kapitalisme adalah ”a social
system based on the recognition of individual rights, including property
rights, in which all property is privately owned”, memiliki arti ”sebuah
sistem sosial yang didasarkan pada pengakuan hak-hak individu,
termasuk hak milik, dimana semua bentuk kepemilikan adalah milik
pribadi ”private”.
Konsep ini tak lebih hanya sebuah kesimpulan atas perjalanan
sejarah sekelompok manusia yang telah menguasai materi dalam jumlah
sangat besar dari berbagai belahan dunia. Selebihnya adalah rumusan
bentuk pemberontakan, yang muncul di masyarakat atas hak dasar
“Manusia”, setelah evaluasi panjang sejarah, atas kegagalan sistem dan
penghargaan “Manusia” dihadapan pola pemerintahan kerajaan atau
monarki atau bahkan tirani dalam berbagai bentuk. Meskipun juga adalah
fakta, bahwa konsep ini adalah inspirasi bagi sekelompok manusia lainnya
dari berbagai belahan dunia, yang mulai mencapai tataran golongan ini.
Seiring dengan bergulirnya jaman, pemerintahan monarki absolut
runtuh satu demi satu, reruntuhan mereka hanya mensisakan serpihan
kejayaan dalam bentuk sejarah. Sebagian monarki runtuh dan tersapu
bersih, sehingga kekuasaan sepenuhnya beralih ketangan rakyat, dalam
berbagai bentuk pemerintahan dan faham kenegaraan. Sebagian
monarki lainnya karena kebanggaan masyarakatnya, kemudian
mengalami transformasi dan mengikuti perubahan kondisi ekonomi, sosial
budaya, serta kesadaran idiologi dan politik masyarakat, mereka bergulir
menjadi monarki konstitusional. Sebuah monarki yang bersedia berbagi
kekuasaan dengan masyarakat kebanyakan, bukan hanya sekedar
dengan kroni dan antek dari golongan bangsawan.
Dengan terjadinya pergeseran tatanan nilai kehidupan, dimana
aspek nilai materi menjadi lebih dominan dibandingkan dengan aspek
nilai spiritual, terlebih hanya sekedar tatanan feodalisme monarki dan
kebangsawanan, maka sadar atau tidak, pasangan kekuasaan telah
bergeser, kini pasangan kekuasaan adalah materi, “golongan penguasa
materi”. Dalam tataran nilai inilah, konsep “Kapitalisme” kemudian
semakin kuat berkembang. Pemahaman akan kekuatan materi dalam
simbol-simbolnya yang mampu membeli segalanya, bahkan kekuasaan
dan hukum, telah mengubah paradigma berfikir, mereka kemudian
disebut sebagai “Kaum Kapitalis”.
Kaum Kapitalis menjelma menjadi sebuah kekuatan bayangan, yang
jauh lebih kuat dan besar dari hanya sekedar kekuasaan negara.
Kekuasaan golongan ini tidak dibatasi wilayah teritorial, kekuasaan
mereka tidak bersandar pada satu hukum negara, mereka berkuasa
hampir di seantero dunia. “Satu Dunia”, kilah mereka dalam berbagai
slogan yang disamarkan, setiap teritorial negara adalah potensi, setiap
hukum suatu negara adalah “manual book”, dalam mengeksploitasi
sumber daya kekayaannya.
Bagi kaum kapitalis, golongan nasionalis adalah ancaman yang
lebih serius, dibandingkan segala macam terorisme, yang sesungguhnya
hanya sekedar skenario permainan. Adalah juga fakta, selayaknya hukum
Tuhan yang tidak dapat mereka lawan, betapapun sebagian dari mereka
mengingkari keberadaan sesuatu yang disebut “Tuhan”, tidak ada yang
yang sempurna di dunia ini, demikian hal-nya dengan kekuasaan mereka.
Terdapat beberapa monarki dan beberapa sistem pemerintahan
yang mereka benci, bagi kaum kapitalis pemerintahan jenis ini, lebih
indah dikatakan sebagai monarki otokratis atau regim diktator. Bentuk-
bentuk pemerintahan yang sulit mereka masuki dan kuasai sumberdaya
alamnya. Mereka benci karena regim diktator sulit didikte, dan cenderung
subjektif, faktor like and dislike menjadi sangat mengemuka dan menjadi
penghalang atau penyakit bagi iklim usaha, dimana segala cara terbuka
dikembangkan untuk meraup keuntungan. Sedangkan sistem monarki
otokratis, sama sekali tidak memberikan ruang bagi kepemilikan saham
atas usaha eksploitasi sumber daya alam, sesuatu yang sangat mereka
impikan, padahal jika hal itu telah tercapai, sampai akhir hayat dunia ini,
sepanjang usaha itu tetap berjalan, mereka akan tetap meraup
keuntungan.
Menghadapi regim diktator suatu negara, beberapa formula
penggulingan kekuasaan relatif efektif bisa diterapkan untuk membodohi
rakyatnya, selebihnya mereka tinggal membeli penguasa baru untuk
memuluskan jalan penguasaan sumber daya / materi yang menjadi
tujuan. Menjatuhkan sebuah kekuasaan monarki adalah hal lain yang
lebih rumit, kepatuhan masyarakat terhadap raja, dan kuatnya budaya
yang tercampur kental dengan keyakinan/agama, adalah hal lain lagi.
Ditilik dari apa yang kini sedang bergulir di wilayah timur tengah
dan afrika utara, wilayah nan kaya dengan sumberdaya alam, terutama
minyak bumi yang diprediksi akan habis dalam hitungan beberapa abad
kedepan. Maka pembodohan dan segala iming-iming atas kebebasan dan
demokrasi terhadap rakyat di negara-negara tersebut, adalah sebuah
tunggangan. Sebuah format skenario penggulingan kekuasaan, yang
memungkinkan celah akan terbuka, entah dengan membeli penguasa
baru yang akan muncul, atau dengan pengerahan kekuatan militer negara
boneka seperti yang pernah dilakukan.
Pada dasarnya, perang kepentingan ditingkat masyarakat negara
objek yang mereka / “kaum kapitalis” picu, adalah bentuk-bentuk
stimulan, dimana fakta dan data dapat mereka kumpulkan, sehingga titik
keberpihakan dapat mereka tentukan. Mereka tidak akan peduli, pihak
mana yang akan menang dari rakyat bodoh ini, yang terpenting bagi
mereka sebagai raja-raja opportunis, adalah kesempatan yang terbuka
untuk meraup untung di akhir cerita. Mereka adalah raja-raja opportunis,
berbagi diantara sesama mereka adalah hal yang lumrah, hanya tinggal
membagi porsi berdasarkan kesadaran akan tingkat keterlibatan.
Jika kita kembalikan ke ranah Nasionalisme, sebagai bagian dari
NKRI, pada posisi manapun kita berpijak, sudah sejauh manakah kita
terperdaya, solusi seperti apakah yang patut dan telah kita rumuskan
untuk mengambil dan merebut kembali, apa-apa yang telah mereka ambil
dan curi. _JAYALAH NEGERIKU_

Ttd
Penulis

Anda mungkin juga menyukai