Anda di halaman 1dari 24

HEPATITIS C

Pendahuluan

Penemuan virus hepatitis C (HCV) berlangsung sangat lama sejak dilaporkan

pertama kali adanya hepatitis NonA-NonB pada tahun 1974. Kemudian setelah melalui

serangkaian penelitian yang terus menerus selama beberapa tahun oleh para ahli

Virus Hepatitis C (HCV) adalah nama yang telah diberikan kepada virus hepatitis

yang belum lama ini ditemukan (1989), yang telah terbukti merupakan penyebab kasus-

kasus hepatitis NANB pasca transfusi. Pada dekade tahun 1970 dikenal kasus-kasus

hepatitis pasca transfusi, yaitu hepatitis NonA-NonB (NANB) yang diketahui sebagai

sejenis hepatitis dengan masa tunas yang lama dan sering disertai tanda-tanda

subklinis yang ringan, tetapi dengan tingkat kronisitas dan progresifitas ke arah sirosis

dan kanker hati yang tinggi. Di negara maju, infeksi HCV merupakan salah satu indikasi

utama transplantasi hati.(3,7)

Sejarah

Setelah melalui serangkaian penelitian yang terus menerus selama beberapa

tahun oleh para ahli di Chiron Corporation yang bekerja sama dengan Center for

Disease Control (Houghton, Bradley, 1987), pada akhirnya cloning genom virus

hepatitis C berhasil dilakukan dan selanjutnya test anti HCV yang menandakan adanya

infeksi virus hepatitis C dapat dikembangkan (Choo et all, 1987, Quo et all, 1989). (2,3,7)

Pada saat itu Chiron Corporation bekerja sama dengan Ortho Diagnostic System

telah membuat test ELISA dengan mempergunakan konyugat monoklonal untuk

1
mengukur antibodi. Hasil yang diperoleh telah memperlihatkan, bahwa test tersebut

bersifat spesifik dan sensitif untuk antibodi virus yang terdapat pada infeksi hepatitis

NANB (HCV).(2,3)

Lebih lanjut test ini tenyata dapat dipergunakan sebagai test uji saring untuk para

donor darah sehingga dapat dicegah resiko terkena hepatitis NANB pasca transfusi

(Quo, 1989).

Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa HCV bukan saja merupakan

penyebab utama kasus-kasus hepatitis NANB pasca transfusi atau parenteral namun

juga kasus hepatitis NANB sporadic atau Community acquired (Esteban 1987,

Roggerdorf, 1989).(3)

EPIDEMIOLOGI

Di negara berkembang, resiko infeksi VHC meningkat pada pengguna obat-

obat injeksi, pekerja kesehatan, pasien hemodialisis, dan individu dengan praktek

seksual resiko tinggi .Infeksi HCV meluas ke seluruh dunia. Di negara sedang

berkembang, sumber infeksi VHC termasuk transfusi darah yang tidak diskrining,

penggunaan jarum suntik yang tidak aman, penggunaan alat bedah atau sirkumsisi

yang terkontaminasi, akupunktur, tatto, atau tindik telinga. Transmisi ibu ke bayi

terutama terjadi pada ibu penderita HIV/koinfeksi VHC. (8)

WHO memperkirakan pada tahun 1997 sekitar 3% populasi dunia telah

terinfeksi, dengan populasi subgrup di Afrika memiliki angka prevalensi setinggi 10%.

Areal dengan prevalensi tinggi lainnya ditemukan di Amerika Selatan dan Asia.

2
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 170 juta karier kronis di seluruh dunia yang

beresiko menjadi sirosis hati, kanker hati, atau keduanya, lebih dari 3 juta dari mereka

berada di AS.(1,3)

Di Indonesia prevalensi hepatitis C ditemukan sangat bervariasi mengingat

geografis yang sangat luas, selain itu juga terdapat variasi dari hasil beberapa peneliti

sehubungan dengan kelompok yang diteliti yang berlainan. (3)

Sekitar 60-80% infeksi kronis pada HVC akibat penularan horizontal, kecuali pada

genotype 2 di Afrika yang menunjukkan tingkat kesembuhan 53%. (8)

HVC ditularkan terutama melalui paparan perkutaneus langsung ke darah, walaupun

pada 10-50 % kasus sumber HCV tidak teridentifikasi. Dalam susunan ke bawah secara

kasar dari prevalensi infeksi adalah : pemakai obat yang disuntikan (sekitar 80%),

pasien hemofilia yang diobati dengan produk-produk faktor pembekuan darah sebelum

1987, penerima transfusi dari donor yang positif-HCV, pasien hemodialisis kronis

(10%), orang yang melakukan kegiatan sexual beresiko tinggi dan pekerja sector

kesehatan 1%. Virus ini dapat ditularkan dari ibu ke bayinya, walaupun tidak sesering

pada HBV. HCV penyebab utama hepatitis NANB yang timbul karena transfusi. HCV

pernah ditularkan melalui sediaan immunoglobulin komersial, termasuk pada suatu

wabah di USA tahun 1994. Masyarakat Mesir memiliki prevalensi HCV yang tinggi

(sekitar 20%). Penularan HCV pernah dihubungkan dengan suatu usaha (dari tahun

1950-an sampai 1998-an) pengobatan penyakit parasit schistosomiasis melalui terapi

injeksi yang berulang-ulang, seringkali dengan sterilisasi yang kurang baik atau

pemakaian jarum secara berulang-ulang. Di beberapa negara, infeksi HCV disebabkan

oleh praktek-praktek kesehatan masyarakat. (1)

3
Masa inkubasi rata-rata HCV adalah 6-7 minggu. Waktu rata-rata dari paparan sampai

terjadi serokonversi adalah 8-9 minggu, dan sekitar 90% pasien mengalami positif anti

HCV dalam 5 bulan.(1)

Definisi Hepatitis C

Suatu penyakit hati atau peradangan hati yang disebabkan oleh virus

hepatitis C. Virus hepatitis C merupakan salah satu virus hepatitis yang saat ini telah

dikenal sedikitnya berjumlah tujuh jenis yaitu virus hepatitis A,B,C,D,E,G dan TT virus

(Transfusion Transmitted Virus).(3)

Struktur Virus Hepatitis C (HCV)

Studi-studi klinis dan epidemiologis serta pengujian silang pada simpanse

menunjukkan bahwa berdasarkan tes-tes serologis terdapat beberapa agen hepatitis

NonA, NonB (NANB) yang tidak berhubungan dengan HAV atau HBV. Agen utama

telah diidentifikasi sebagai virus hepatitis C (HCV). (1) Struktur dan siklus kehidupan virus

hepatitis C masih belum dimengerti benar disebabkan karena virus hepatitis C belum

dapat dikultur.(8) Virus hepatitis C(HCV) adalah virus single stranded RNA berenvelop,

diklasifikasi dalam famili flaviviridae, genus hepacivirus, dengan diameter sekitar 55 nm.

Berbagai virus dapat dibedakan melalui analisis urutan RNA setidaknya ke dalam enam

genotip dan lebih dari 90 subtipe yang berbeda, dengan distribusi geografis dan tingkat

virulensi berbeda(4,5). Genom VHC terdiri dari 9400 nukleotida yang mengandung 5’

untranslated region (UTR), sebuah open reading frame yang besar, dan 3’ UTR.

4
Genomnya berukuran 9,4 kb dan mengkode protein core, dua glikoprotein amplop, dan

beberapa protein non structural. Ekspresi klon-klon cDNA dari HCV dalam ragi

membawa kepada perkembangan tes serologis untuk antibodi terhadap HVC.

Kebanyakan kasus hepatitis NANB pasca transfusi disebabkan oleh HCV. (1,8)

Sebagian besar infeksi baru HCV bersifat subklinis. Mayoritas (75-85%) pasien HCV

menderita hepatitis kronis, banyak yang beresiko berlanjut menjadi hepatitis kronis aktif

dan sirosis (10-20%). Di beberapa negara, seperti di Jepang, infeksi HCV sering

mendahului karsinoma hepatoseluler. Sekitar 25.000 individu meninggal pertahunnya

akibat penyakit hati kronis dan sirosis di AS ; HCV (40%). (1)

HCV menunjukkan keberagaman genom, dengan genotip yang berbeda

dominant di bagian bumi yang berbeda-beda. Virus mengalami variasi rangkaian

selama infeksi kronis. Keragaman genetik ini tidak berkaitan dengan perbedaan-

perbedaan dalam penyakit klinis, walaupun perbedaan benar-benar ada dalam respon

terhadap terapi antivirus menurut genotip virus. (1)

Berdasarkan keterkaitan (relatedness) molekuler, HCV dapat diidentifikasi

menjadi 6 grup atau genotip utama yang mempergunakan angka 1-6 dan berbagai

subtype. Genotip 1a dan 1b adalah genotip yang paling sering ditemukan di Amerika

Serikat dan Eropa Barat, Indonesia diikuti oleh genotip 2 dan 3. (7) Genotip lain

tampaknya tidak pernah ditemukan di Negara-negara di kedua kawasan tersebut, tapi

banyak ditemukan di Negara atau kawasan lain. Misalnya genotip 4 banyak ditemukan

di Mesir, genotip 5 di Afrika Selatan dan genotip 6 di Asia Tenggara. (6)

5
Kebanyakan isolat HCV resisten terhadap interferon. Dua protein virus (E2,

NS5A) tampaknya menghambat aktivitas kunci protein kinase antivirus yang dapat

terinduksi oleh interferon.(1)

Siklus Hidup virus hepatitis C (6)

Ada 4 proses siklus kehidupan HCV yaitu :

1. HCV masuk ke dalam hepatosit dengan mengikat suatu reseptor permukaan sel

yang spesifik. Reseptor ini belum teridentifikasi secara jelas, namun protein

permukaan sel CD81 adalah suatu HCV binding protein yang memainkan

peranan dalam masuknya virus. Salah satu protein khusus virus yang dikenal

sebagai protein E2 menempel pada reseptor site di bagian luar hepatosit.

2. Kemudian protein inti dari virus menembus dinding sel dengan suatu proses

kimiawi, di mana selaput lemak bergabung dengan dinding sel dan selanjutnya

dinding sel akan melingkupi dan menelan virus serta membawanya ke dalam sel

hepatosit. Di dalam hepatosit, selaput virus (nukleokapsid) melarut dalam

sitoplasma dan keluarlah RNA virus (virus uncoating) yang selanjutnya

mengambil alih peran bagian dari ribosom hepatosit dalam membuat bahan-

bahan untuk proses reproduksi.

3. Virus dapat membuat sel hati memperlakukan RNA virus seperti miliknya

sendiri. Selama proses ini virus menutup fungsi normal hepatosit atau membuat

lebih banyak lagi hepatosit yang terinfeksi. Virus lalu membajak mekanisme

sintesis protein hepatosit dalam memproduksi protein yang dibutuhkannya untuk

berfungsi dan berkembnag biak.

6
4. RNA virus dipergunakan sebagai cetakan (template) untuk produksi masal

poliprotein (proses translasi).

5. Poliprotein dipecah dalam unit-unit protein yang lebih kecil. Protein ini ada 2

jenis yaitu protein struktural dan regulatori. Protein regulatori memulai sintesis

kopi virus RNA asli.

6. Sekarang RNA virus mengopi dirinya sendiri dalam jumlah besar (miliaran kali)

untuk menghasilkan bahan dalam membentuk virus baru. Hasil kopi ini adalah

bayangan cermin RNA original dan dinamai RNA negatif . RNA negatif lalu

bertindak sebagai cetakan (template) untuk memproduksi serta RNA positif yang

sangat banyak yang merupakan kopi identik materi genetik virus.

7. Proses ini berlangsung terus dan memberikan kesempatan untuk terjadinya

mutasi genetik yang menghasilkan RNA untuk strain baru virus dan subtipe virus

hepatitis C. Setiap kopi virus baru akan berinteraksi dengan protein struktural,

yang kemudian akan membentuk nukleokapsid dan kemudian inti virus baru.

Amplop protein kemudian akan melapisi inti virus baru.

8. Virus dewasa kemudian dikeluarkan dari dalam hepatosit menuju ke pembuluh

darah menembus membran sel.

Replikasi HCV dalam sehari sangatlah melimpah dan diperkirakan bahwa

seseorang penderita dapat menghasilkan hingga 10 triliun virion per hari

(bahkan dalam fase infeksi kronik sekalipun).

Proses Replikasi VHC

7
Proses replikasi VHC berlangsung cepat, 10 12 virion dihasilkan setiap hari, setelah

masuk ke dalam sel yang terinfeksi, genom VHC tidak masuk ke dalam nukleus.

Nukleokapsid ditransfer ke sitoplasma sel host, di mana RNA VHC berfungsi langsung

sebagai messenger RNA (mRNA) dan proses translasi diawali melalui Internal

Ribosomal Entry Site (IRES) pada 5’ UTR.

Setelah proses sintesis dan maturasi, non-structural protein dan RNA virus membentuk

membrane-associated replication complexes berupa perinuclear membranous web.

Kompleks replikasi ini kemudian mengkatalisis transkripsi negative-strand RNA

intermediates ke progeny positive-strand RNA. Protein kapsid dan genomic RNA

kemudian bergabung dan membentuk vesikel sitoplasmik yang selanjutnya

mengadakan fusi dengan membrane plasma.(8)

Hepatitis C virus (HCV): model structure and genome organisation

Mónica Anzola and Juan José Burgos

Author contact details

8
Figure 1. Hepatitis C virus (HCV): model structure and genome organisation. (a)
Model structure of HCV. The left-hand side of the illustration shows the viral surface of
envelope lipids and glycoproteins; the right-hand side shows the RNA genome encased
by capsid proteins. (b) Proteins encoded by the HCV genome. HCV is formed by an
enveloped particle harbouring a plus-strand RNA of ~9.6 kb. The genome carries a long
open-reading frame (ORF) encoding a polyprotein precursor of 3010 amino acids.
Translation of the HCV ORF is directed via a ~340 nucleotide long 5' nontranslated
region (NTR) functioning as an internal ribosome entry site; it permits the direct binding
of ribosomes in close proximity to the start codon of the ORF. The HCV polyprotein is
cleaved co- and post-translationally by cellular and viral proteases into ten different
products, with the structural proteins [core (C), E1 and E2] located in the N-terminal

9
third and the nonstructural (NS2–5) replicative proteins in the remainder. Putative
functions of the cleavage products are shown.

EPIDEMIOLOGI

Di negara berkembang, resiko infeksi VHC meningkat pada pengguna obat-

obat injeksi, pekerja kesehatan, pasien hemodialisis, dan individu dengan praktek

seksual resiko tinggi .Infeksi HCV meluas ke seluruh dunia. Di negara sedang

berkembang, sumber infeksi VHC termasuk transfusi darah yang tidak diskrining,

penggunaan jarum suntik yang tidak aman, penggunaan alat bedah atau sirkumsisi

yang terkontaminasi, akupunktur, tatto, atau tindik telinga. Transmisi ibu ke bayi

terutama terjadi pada ibu penderita HIV/koinfeksi VHC. (8)

WHO memperkirakan pada tahun 1997 sekitar 3% populasi dunia telah

terinfeksi, dengan populasi subgrup di Afrika memiliki angka prevalensi setinggi 10%.

Areal dengan prevalensi tinggi lainnya ditemukan di Amerika Selatan dan Asia.

Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 170 juta karier kronis di seluruh dunia yang

beresiko menjadi sirosis hati, kanker hati, atau keduanya, lebih dari 3 juta dari mereka

berada di AS.(1,3)

Di Indonesia prevalensi hepatitis C ditemukan sangat bervariasi mengingat

geografis yang sangat luas, selain itu juga terdapat variasi dari hasil beberapa peneliti

sehubungan dengan kelompok yang diteliti yang berlainan. (3)

Sekitar 60-80% infeksi kronis pada HVC akibat penularan horizontal, kecuali pada

genotype 2 di Afrika yang menunjukkan tingkat kesembuhan 53%. (8)

10
HVC ditularkan terutama melalui paparan perkutaneus langsung ke darah, walaupun

pada 10-50 % kasus sumber HCV tidak teridentifikasi. Dalam susunan ke bawah secara

kasar dari prevalensi infeksi adalah : pemakai obat yang disuntikan (sekitar 80%),

pasien hemofilia yang diobati dengan produk-produk faktor pembekuan darah sebelum

1987, penerima transfusi dari donor yang positif-HCV, pasien hemodialisis kronis

(10%), orang yang melakukan kegiatan sexual beresiko tinggi dan pekerja sector

kesehatan 1%. Virus ini dapat ditularkan dari ibu ke bayinya, walaupun tidak sesering

pada HBV. HCV penyebab utama hepatitis NANB yang timbul karena transfusi. HCV

pernah ditularkan melalui sediaan immunoglobulin komersial, termasuk pada suatu

wabah di USA tahun 1994. Masyarakat Mesir memiliki prevalensi HCV yang tinggi

(sekitar 20%). Penularan HCV pernah dihubungkan dengan suatu usaha (dari tahun

1950-an sampai 1998-an) pengobatan penyakit parasit schistosomiasis melalui terapi

injeksi yang berulang-ulang, seringkali dengan sterilisasi yang kurang baik atau

pemakaian jarum secara berulang-ulang. Di beberapa negara, infeksi HCV disebabkan

oleh praktek-praktek kesehatan masyarakat. (1)

Masa inkubasi rata-rata HCV adalah 6-7 minggu. Waktu rata-rata dari paparan sampai

terjadi serokonversi adalah 8-9 minggu, dan sekitar 90% pasien mengalami positif anti

HCV dalam 5 bulan.(1)

Penularan Hepatitis C

Seseorang tidak mudah mendapatkan infeksi hepatitis C. Hampir selalu infeksinya

melalui darah yang tercemar hepatitis C. Seseorang tidak akan tertular melalui air susu

11
ibu, bersin, berpelukan, batuk, alat-alat makan, makanan atau minuman atau kontak

biasa dengan penderita. Beberapa cara penularan yang dilaporkan dengan cara :

 Kontak personal

Prevalensi anti HCV positif dikalangan kontak keluarga penderita anti HCV

positif. Peran kontak orang ke orang dalam penularan hepatitis C belum jelas.

Penularan ternyata lebih tinggi, yaitu sebesar 5% dibandingkan dengan populasi

umum yaitu 1,28% (M. Diago et all, 1993) tapi sampai dengan saat ini masih

belum terdapat kepastian dan masih dalam penelitian lebih lanjut.

 Parenteral

Di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang penularan hepatitis C terjadi terutama

melalui cara seperti transfusi darah atau produk darah. Populasi dengan resiko

tinggi terlihat pada unit hemodiálisis, mereka yang sering mendapatkan

penyuntikan obat-obatan secara intravena, disusul oleh penderita hemofilia dan

talasemia (Tupper B, 1989).

 Secara kontak erat dengan penggunaan bersama alat cukur atau sikat gigi

dalam keluarga mungkin merupakan salah satu cara penularan (Demelia et all,

1993)

 Transmisi seksual

Hasil penelitian akhir-akhir ini memperlihatkan bahwa kontak seksual dengan

banyak partner heteroseksual atau dengan penderita hepatitis dapat berakibat

12
terjangkitnya penyakit. Pada saat ini belum terdapat bukti bahwa hubungan

homoseksual berperanan dalam penularan hepatitis C. Pada penelitian baru-

baru ini telah dilaporkan bahwa prevalensi HCV meningkat pada mitra seksual

dari para penderita HCV positif (11,4%)(M. Diago et all, 1993)

Pada penelitian di Jepang (Kihara et all, 1993) memperlihatkan angka insidens

HCV pada WTS yang lebih tinggi yaitu 11% (21/191) daripada donor darah 0%

(0/300), 5/21 di antaranya punya riwayat trauma pada kulit (tato, transfusi darah).

 Transmisi Neonatal

Penularan HCV dari ibu ke bayi melalui transmisi vertikal/perinatal namun

demikian angka kejadiannya kecil (H.Ohto et all, 1993). (3)

Proses penularan yang terbanyak adalah melalui suntikan yang dipakai

berulang- ulang atau beramai-ramai (satu jarum dipakai oleh beberapa orang) dan telah

terpapar oleh virus hepatitis C, dan juga dapat terjadi pada saat melakukan sterilisasi

yang tidak benar (unsafe) dan tercemar dengan virus hepatitis C, hal ini nyata pada

pengguna obat (IDU=intravenous drug users). Suntikan bisa saja terjadi pada waktu

beberapa tahun yang lalu.(3)

Riwayat transfusi darah pada masa lalu sering disampaikan oleh para penderita

penyakit hati menahun seperti sirosis hati. Transfusi tersebut terjadi bahkan 15-20

tahun yang lalu atau bahkan lebih lama lagi. Namun saat ini penularan melalui transfusi

darah dapat ditekan karena Unit Transfusi Darah dari PMI telah melakukan penapisan

darah donor terhadap hepatitis B dan hepatitis C virus. (3)

13
Patofisiologi

Berbeda dengan VHB, VHC mencapai titer tinggi di serum dalam satu minggu

setelah infeksi. Respon imun seluler baru timbul setelah minimal sebulan, dan respon

imun humoral setelah dua bulan. Ikterus yang merupakan manifestasi kerusakan sel

hepar yang dimediasi respon imun seluler yang sering dijumpai pada infeksi akut VHB,

jarang ditemukan pada infeksi VHC. Adanya ikterus menunjukkan proses klirens virus

dan kemungkinan penyembuhan yang lebih tinggi dibandingkan penderita non ikterik

yang cenderung menjadi khronis.(8)

Walaupun replikasi VHC berlangsung sangat cepat, namun ekspresi HCV-specific T cell

dan proses rekruitmen ke hati berlangsung lambat. Penelitian terakhir juga

menunjukkan bahwa HCV-specific T cell berbeda dengan HBV-specific T cell dalam hal

fungsi efektornya. Kadar perforin tinggi, proliferasi sel yang cepat, produksi interferon-

gamma (IFN-γ), dan aktivitas sitotoksik yang dijumpai pada HBV-specific T cell,

menurun pada HCV-specific T cell. Diduga faktor inilah yang berperan terhadap

rendahnya tingkat klirens VHC.(8)

Keluhan dan Gejala

Hepatitis Virus C akut

14
Penderita hepatitis akut C seringkali keluhan dan gejalanya tidak nyata. Yang

menyolok adalah peninggian SGPT dan SGOT yang terjadi dalam waktu 2-26 minggu

sesudah tertular. Masa inkubasinya di antara hepatitis akut A dan B, dengan puncaknya

di antara 7-8 minggu sesudah terkena infeksi. Gejala fulminan oleh karena hepatitis C

sangat jarang.

Secara klinik hepatitis C mirip dengan infeksi hepatitis B. Gejala awal tidak spesifik

dengan gejala gastrointestinal diikuti dengan ikterus dan kemudian diikuti dengan

perbaikan pada kebanyakan kasus. Tabel 5 memperlihatkan keluhan penderita hepatitis

NonA NonB yang sangat mungkin merupakan hepatitis C tipe sporadik.

Yang menyolok adalah sebagian besar penderita yang terkena infeksi hepatitis C akan

menjurus menjadi kronik. Kejadiannya jauh lebih sering dibandingkan dengan hepatitis

B. Dilaporkan bahwa kira-kira 50% menjadi sirosis hati (Alter, HJ 1989).

Suatu masa prodromal yang tidak spesifik diikuti oleh kejadian kuning (ikterus)

dengan masa inkubasi berkisar dari 2-26 minggu dengan rata-rata 8 minggu.

Bandingkan dengan masa inkubasi rata-rata hepatitis B yang lebih panjang, 12 minggu.
(3)

Keadaan yang juga sering ditemukan adalah bahwa perjalanan klinik hepatitis NANB

lebih ringan jika dibandingkan dengan perjalanan klinik hepatitis B dan tidak jarang

ditemukan penderita dengan tanpa gejala. Nilai transaminase (SGPT) tidak setinggi

pada hepatitis A dan hepatitis B namun dalam perjalanannya terjadi kenaikan dan

penurunan yang berfluktuasi (Dienstag, 1983). Keadaan ini tidak ditemukan pada

hepatitis lain.(3)

15
Dalam seri ini gejala kuning ditemukan pada seluruh kasus, hal dapat

diterangkan karena kasus hepatitis C dalam seri ini diambil dari mereka yang dirawat di

rumah sakit dan gejala pada waktu masuk semua dengan ikterus. (3)

Hepatitis C Kronik

Umumnya penderita hepatitis kronik tidak memberikan keluhan dan gejala. Yang

terlihat adalah peninggian transaminase, SGOT, dan SGPT saja. Yang memberikan

keluhan hanya sekitar 6% saja. Rasa capek merupakan keluhan yang paling sering

ditemukan dari para penderita dan berjalan secara perlahan-lahan dan sifatnya ringan

saja.(3)

Sering penderita menyampaikan keluhan rasa tidak enak di daerah perut kanan

atas, bersifat tidak terus menerus. Keluhan lainnya yang kadang-kadang dikeluhkan

adalah tidak nafsu makan, mual, kembung, diare, kelelahan umum, demam, gatal, sakit

kepala, nyeri sendi-sendi, dan otot.(3)

Pada pemeriksaan jasmani juga sering tidak dijumpai kelainan, kadang-kadang

ditemukan pembesaran hati, pembesaran ringan limpa dan tanda-tanda penyakit hati

kronik lainnya seperti spider naevi, eritema palmaris. Pemeriksaan laboratorium

memperlihatkan peningkatan ringan SGPT. Peningkatan SGPT yang sangat tinggi

sampai 10 kali terjadi pada kasus yang gambaran histologik dengan nekrosis

peacemeal. Tingkat peningkatan HCV RNA juga ternyata tidak berhubungan paralel

dengan kerusakan histologik.

Pemeriksanaan Laboratorium

16
1. Pemeriksaan Biokimia

Pemeriksaan ALT kurang dapat dipercaya untuk memutuskan perlunya

dilakukan biopsi hepar pada penderita HCV. Peningkatan serum ALT terjadi

pada 2-8 minggu setelah infeksi, pada infeksi akut meningkat > 7 X normal

namun biasanya kurang dari 800 U. Pasien dengan gambaran ALT monofasik

biasanya sembuh sempurna. Pasien non-ikterus dengan ALT >300 U/L memiliki

resiko tinggi untuk berkembang menjadi hepatitis kronik.

2. Anti-HCV.

a. Metode Enzyme Immunoassay (EIA)

 Indikasi : untuk skrining pada populasi prevalensi rendah

dan tinggi termasuk donor darah, serta untuk evaluasi awal

penderita penyakit hati yang disertai peningkatan ALT

serum.

 Dapat menunjukkan infeksi saat ini atau di masa lampau,

nmaun tidak dapat membedakan antara infeksi akut, kronik

atau proses penyembuhan.

 Sensitivitas ? 97%, hanya 80% pada carrier kronik.

 Serokonversi : terdeteksi pada 80% pasien dalam 15

minggu, >90% dalam 5 bulan, dan >97% dalam 6 bulan

setelah infeksi, atau 2-3 bulan setelah peningkatan ALT.

Karena itu perlu dilakukan pemeriksaan anti-HCV dan ALT

serial selama setahun setelah suspek infeksi hepatitis akut.

EIA negative menyingkirkan diagnosis HCV pada kelompok

17
resiko rendah, pada 30% kasus menurun secara bertahap

dan menghilang dalam 10-20 tahun.

 EIA positif harus dikonfirmasi dengan Recombinant

Immunoblot Assay (RIBA), RIBA negatif menunjukkan EIA

false positif.

 Karena menghilang secara perlahan, maka dianggap kronis

hanya bila bertahan > 12 bulan.

b. Recombinant Immunoblot Assay (RIBA).

 Indikasi : untuk konfirmasi hasil EIA positif ; >88 % kasus

pada populasi resiko tinggi dapat dikonfirmasi dengan RIBA.

 RIBA positif menunjukkan pemaparan sebelumnya atau

pada masa lampau tetapi tidak membedakan antara

keduanya.

 Saat ini sudah banyak digantikan dengan HCV-RNA assay.

3. HCV-RNA Assay (Viral Load) dengan RT-PCR (Real Time PCR).

Tes Kualitatif

 Merupakan tes yang paling sensitif, dengan batas deteksi minimal 50

U/mL (100 kopi RNA/mL).

 Indikasi : untuk mendiagnosis infeksi HCV sebelum terjadinya

serokonversi (dapat mendeteksi virus dalam 1-2 minggu setelah terpapar),

18
memonitor respon terhadap terapi anti virus, dan untuk konfirmasi tes

kuantitatif sebelumnya atau untuk mengevaluasi indeterminate RIBA.

 Dilaporkan sebagai hasil tes positif atau negative, dapat terjadi false

positif atau false negatif.

Tes Kuantitatif

 Menentukan konsentrasi RNA HCV, dengan batas deteksi minmal 200

U/mL (500 kopi RNA/mL).

 Dapat terjadi fluktuasi kadar RNA secara spontan, oleh karenanya harus

dilakukan tes minimal 2 kali untuk memantau respon terapi.

 RT-PCR positif pada 75-85% pasien dengan anti-HCV positif, dan >95%

pada penderita HCV akut atau kronis.

 Digunakan untuk memprediksi kecenderungan respon terhadap terapi

antivirus. Pasien dengan kadar sebelum terapi < 2 juta kopi/mL (dengan

PCR) cenderung berespon terhadap terapi interferon. Tes positif setelah

12 minggu terapi interferon menunjukkan kegagalan terapi, tes negatif 6

bulan setelah terapi menunjukkan pemulihan pada > 99% kasus.

 Dapat juga digunakan untuk konfirmasi HCV kronis dengan tes skrining

antibodi negatif atau false positif karena autoantibody, atau untuk

diagnosis pada pasien imunodefisien dengan antibodi negatif tetapi

dicurigai infeksi HCV.

 Merupakan petanda dini untuk diagnosis hepatitis C fulminan, hasil negatif

pada pasien hepatitis fulminan menyingkirkan infeksi HCV.

19
 Tidak digunakan untuk menentukan titik akhir pengobatan, dan tidak

digunakan untuk menyingkirkan diagnosis HCV.

4. HCV Genotyping

Terdapat korelasi antara genotipe dan penyakit, sering terjadi infeksi campur

antara genotipe berbeda.

 Digunakan untuk mengevaluasi pasien sebelum memulai terapi,

menentukan jenis terapi, dosis dan lamanya terapi.

 Menilai kecenderungan respon terhadap terapi.

 Dapat membantu mengidentifikasi sumber infeksi.

Diagnosa Hepatitis C

Cara untuk mengetahui adanya infeksi hepatitis C dapat dilakukan berbagai cara

antara lain memeriksa antibodi maupun antigennya. Pemeriksaan antibodi Anti HCV

belumlah memastikan apakah seseorang itu benar-benar menderita infeksi hepatitis C.

Pemeriksaan antigen dengan cara memeriksa HCV RNA dapat dilakukan secara

kualitatif maupun kuantitatif, antara lain dengan teknik PCR (Polymerase Chain

Reaction). PCR adalah reaksi polimerisasi berantai dengan metode amplifikasi DNA

secara enzimatik.

Pemeriksaan HCV RNA kualitatif lebih banyak dipakai sebagai detektor adanya

virus hepatitis C, sedangkan yang kuantitatif lebih banyak dipakai untuk monitoring

terapi, karena dapat mengetahui kadar salinan DNA virus secara pasti. (Widijanti A,

2003).(3)

20
Penatalaksanaan

Untuk penatalaksanaan infeksi HCV beberapa badan peneliti hati di dunia seperti

American Association for Study of the Liver Diseases (AASLD), European Association

for Study of the Liver Diseases (EASL), dan Asia-Pasific Association for Study of the

Liver Diseases (APASL), serta Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) sudah

mengeluarkan panduan penatalaksanaan.(7)

Perjalanan klinik penyakit hepatitis C belum dimengerti benar, terutama karena

mulainya saja sukar dipastikan dan sering tidak diketahui.

Pasien biasanya diketahui terinfeksi HCV setelah adanya pemeriksaan anti-HCV yang

positif. Seseorang dikatakan menderita infeksi hepatitis C yang sebenarnya jika hasil

pemeriksaan darahnya HCV RNA positif baik secara kualitatif maupun kuantitatif di

mana sekaligus diketahui jumlah virus di dalam darah serta genotipe HCV .

Ada 3 cara pendekatan terhadap pengobatan tergantung tingkat kerusakan hati :

1. Pengobatan tidak spesifik/simptomatik.

2. Pengobatan dengan antivirus.

3. Transplantasi hati.

Pengobatan simptomatik

Dengan memberikan obat-obatan yang sekedar membantu menghilangkan

gejala klinik misalnya : demam diberikan parasetamol ; rasa penuh diperut diberikan

preparat enzim pencernaan, atau obat yang memperbaiki motilitas lambung.

Pengobatan dengan anti virus

21
Pada dekade terakhir telah tampak perbaikan dalam pengobatan hepatitis C,

tidak hanya karena obat-obatan yang lebih baik tetapi juga karena penegakkan

diagnosa yang lebih baik, termasuk tes HCV RNA, cara menangani terapi dan

mengurangi komplikasi penyakit.

Pengobatan hepatitis C berkembang dengan pesat. Sebelumnya, Interferon alfa

dalam dosis 3 juta unit yang diberikan 3 kali seminggu bersama ribavirin telah menjadi

terapi standard di Indonesia dan di negara maju sampai beberapa saat yang lalu. Saat

ini pengobatan telah berkembang dengan dihasilkannya interferon pegilasi (Pegylated

Interferon) yang merupakan penggabungan molekul (polyethylen glycol) kepada

interferon. Penggabungan ini menghasilkan interferon aktif biologis dengan bersihan

(klirens) yang lebih lambat dan waktu paruh obat (half life) yang lebih lama. (Ali

Sulaiman, BIDI).

Transplantasi Hati

Transplantasi hati merupakan terapi definitip bagi penderita penyakit hati kronik

lanjut (sirosis dekompesata) termasuk sirosis hati dekompensata yang disebabkan

karena virus hepatitis C. Di Amerika transplantasi hati merupakan pengobatan yang

terbanyak dilakukan bagi kasus hepatitis yang berakhir menjadi sirosis.

KESIMPULAN

Diagnosis infeksi hepatitis C kronis kerap kali dideteksi dengan kelainan kadar ALT

dan ditegakkan dengan anti HCV dan kalau perlu diikuti dengan konfirmasi HCV RNA.

Beberapa assay sensitif dan spesifik yang sebagian telah diotomatisasikan untuk

mendeteksi RNA HCV dan mengkuantifikasi muatan virusnya. Walaupun terdapat

22
sedikit korelasi antara kadar virus dan manifestasi penyakit, assay ini telah terbukti

berguna untuk mengidentifikasi pasien yang akan mendapat manfaat bila terapi dimulai,

dan khususnya dalam menunjukkan respon terapi virus menetap. Biopsi hati dapat

berguna untuk menentukan kelainan penyakit hati saat data awal dan kekambuhan dan

menungkinkan pasien dan dokter untuk mengambil keputusan tentang pemberian terapi

antivirus.

Informasi tentang genotipe virus penting untuk mengarahkan keputusan terapi.

Genotipe 1, yang tersering ditemukan di Indonesia, lebih tidak responsif terhadap

pengobatan dibandingkan genotipe 2 dan 3. Oleh karena itu, uji klinis terapi antivirus

memerlukan informasi genotipe untuk stratifikasi subyek.

Upaya pencegahan lebih lanjut setelah pemilahan donor darah adalah identifikasi

cepat individu terinfeksi, kesadaran potensi transmisi perinatal, implementasi perilaku

injeksi yang aman, koordiansi antara pengguna obat dengan program pengentasan

ketergantungan narkoba, dan implementasi penyuluhan berbasis masyarakat dan

program dukungan untuk memodifikasi perilaku berisiko. Beberapa upaya ini telah

berhasil diselenggarakan pada kontrol infeksi HIV dan diperkirakan upaya ini juga

bermanfaat untuk menurunkan transmisi HCV.

DAFTAR PUSTAKA

23
1. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) 2,

Edisi Bahasa Indonesia. Salemba Medika, 2005, 128-47.

2. Hardjoeno H, Bahrun Uleng, Kapita Selekta Hepatitis Virus dan Interpretasi Hasil

Laboratorium, Makassar, 2007, 20-28.

3. Hepatitis C, Available from http://en.wikipedia.org/wiki /Hepatitis C.

4. Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K Marcellus Simadibrata, Setiati

Siti, Ilmu Penyakit Dalam, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas K Mclntyre, Textbook of Hepatologi, Blackwell Publishing,Volume 1, Third

Edition, 2007, 849-855

5. Mclntyre, Textbook of Hepatologi, Blackwell Publishing,Volume 1, Third Edition,

2007, 849-855

6. Konsensus FKUI-PPHI, Penatalaksanaan Hepatitis C Kronik, FK UI, Jakarta,20

7. Sulaiman H Ali, Akbar H Nurul, Lesmana A Laurentius, Noer Sjaifoellah H.M. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Hati, Jayabadi, Edisi Pertama, 2007, 212-218

8. Sulaiman Ali H, Junitasari, Selayang Pandang Hepatitis C, Pendidikan Kedokteran

Berkelanjutan Ikatan Dokter Indonesia, 2004, 1-27.

24

Anda mungkin juga menyukai