SESSION (CRS)
BRONCHOPNEUMONIA
LELI SAPITRI
G1A106022
BAB I
BST
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Yohni N
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Perumahan permata kenali simpang rimbo
Agama : Islam
pekerjaan : PNS
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Sesak nafas yang semakin berat 1 hari SMRS
2. Keluhan Tambahan : Batuk dengan dahak bercampur darah, demam, lesu, nafsu
makan berkurang sejak 1 minggu yang lalu.
Thoraks
Inspeksi : - Simetris saat statis dan dinamis,
- Retraksi interkostal (-)
Palpasi : Simetris saat statis dan dinamis.
Jantung:
Inspeksi : ichtus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ichtus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dbn
Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
Pulmo :
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi : fremitus kanan dan kiri simetris.
Perkusi : sonor, kiri = kanan
Auskultasi: vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (+/+)
Abdomen:
Inspeksi : datar, retraksi epigastrium (+)
Auskultasi : bising usus (+) dbn
Perkusi : timpani
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-).
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Bed Rest
2. O2 2-4 liter/ menit sampai sesak hilang
3. Infus Ringer Asetat 20 tetes per menit mikro
4. Cefotaxime 3 x 120 mg
5. Paracetamol syr 3 x ½ cth
6. Ambroksol syr 3 x ½ cth
7. Pasang NGT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus dan
dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris.
Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang
tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi fisiologi yang
berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara,
sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang terhisap tidak merata. Cabang
dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian
disebut bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-
paru.
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel
kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat
pertukaran udara. Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke
faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme pertahanan
paru.
Sel goblet pada trakhea dan bronkhus memproduksi musin dalam retikulum
endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat jumlahnya pada beberapa
gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus dan
peningkatan produksi sputum.
Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal sampai
terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli. Pada pemeriksaan luar
pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan
sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam beberapa Lobus
Pulmonis.
II. DEFINISI
Bronchopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari
parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,
jamur dan benda asing.
Bronchopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkioli
terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen
membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini
seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada
infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan
orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.
III. EPIDEMIOLOGI
Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus dengan
serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%,
sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9.
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan megurang
dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
pneumococus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
IV. ETIOLOGI
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
A. Faktor Infeksi
1. Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
2. Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,Mycobacterium
tuberculosa, B. pertusis.
3. Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
4. Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
V. PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat pada paru tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan
ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Mekanisme daya tahan traktus
respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi dan terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di naso-oro-faring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan secret liat
yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglottis yang mencegah terjadinya aspirasi secret yang terinfeksi
6. Darinase system limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respon immuno-humoral terutama dari
immunoglobilin A (IgA).
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke paru
perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman.
1. Stadium kongesti : Kapiler melebar dan kongesti serta dalam alveolus terdapat
eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, bebrapa neutrophil dan makrophag
2. Stadium Hepatisasi Merah : Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat tidak
mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam
alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan
kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium Hepatisasi Kelabu : Lobus masih tetap padat dan warna merah berubah
menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus
terisi fibrin dan leucosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler tidak lagi
kongestif.
4. Stadium Resolusi : Eksudat berkurang. Dalam alveolus macrofag bertambah dan
leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin di resorbsi dan
menghilang.
Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian antibiotik sedini
mungkin agar system bronkopulmonal yang tidak terkena dapat di selamatkan.
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Gejala klinis
Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 40 0c, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai
batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
2. Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai
berikut :
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles (Ronkhi basah) sedang nyaring.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus
leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang
predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan
LED.
4. Gambaran radiologis
a. Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)
Merupakan pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat
tersumbat oleh eksudat mukopuren untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus. Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan
peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar
di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.
Tampak infiltrate peribronkial yang semi opak dan inhomogen di daerah hilus
yang menyebabkan batas jantung menghilang (silhoute sign). Tampak juga air
bronkogram, dapat terjadi nekrosis dan kavitas pada parenkim paru. Pada
keadaan yang lebih lanjut dimana semakin banyak alveolus yang telibat maka
gambaran opak mnjadi terlihat homogeny.
b. Pneumonia lobaris
Merupakan pneumonia yang terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari
lobus paru dan bila kedua lobus terkena bisa dikatakan sebagai pneumonia
lobaris. Pada foto torax PA posisi erec tampak infiltrate di parenkim paru perifer
yang semiopak, homogeny tipis seperti awan, berbatas tegas, bagian perifer
lebih opak di banding bagian sentral. Konsolidasi parenkim paru tanpa
melibatkan jalan udara mengakibatkan timbulnya air bronkogram. Tampak
pelebaran dinding bronkhiolus. Tidak ada volume loss pada pneumonia tipe ini.
c. Pneumonia interstitial
Merupakan pneumonia yang dapat terjadi di dalam dinding alveolar. Pneumonia
interstitial ditandai dengan pola linear atau retikuler pada parenkim paru. Pada
tahap akhir, dijumpai penebalan jaringan interstitial sebagai densitas noduler
yang kecil.
IX. KOMPLIKASI
1. Empiema
2. Atelektasis
3. Perikarditis
4. Pleuritis
5. Otitis Media Akut (OMA)
X. PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksaan umum:
1. O2 2-4 liter/ menit sampai sesak hilang.
2. Infus 2A 20 tetes per menit mikro (untuk obat)
B. Penatalaksanaan khusus:
1. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.
2. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
3. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Antibiotik yang merupakan drug of choice untuk kuman yang dicurigai.
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia. Ampisilin 2 x 200 mg iv Ampisilin (100mg/kgbb/hari
iv) untuk Pneumonia ringan. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) beta
laktam amoksisillin / amoksisillin / amoksisillin klavulanat / golongan
sefalosporin / kotrimoksazol / makrolid (eritromisin). Antibiotika selanjutnya
tergantung dari pemantauan terhadap respon 24-72 jam pengobatan. Apabila
mangalami perbaikan teruskan sampai 3 hari klinis baik, sedangkan apabila
bertambah berat/ tidak ada perbaikan ganti antibiotik sesuai bakteri penyebab.
XI. PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada
perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selam masa bayi dan mas kanak-kanak
dapat di turunkan sampai kurang 1% dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang
berlangsung lama juga menjadi rendah.
Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas tang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah kesehatan Anak, Jilid 3, bagian
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 1997
2. Mansjoer A, Wardhani WI, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2, Penerbit
Media Aesculapius FK UI, Jakarta 2000
3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Standard Pelayanan Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara / Rumah Sakit H. Adam Malik, Medan 1995
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi Idrus, Setiati S, et all: editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi keempat, jilid II. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 2007.
5. Ekayuda I, editor. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
2009; 100-1.
6. Patel PR. Lecture notes radiologi. Edisi kedua. Jakarta: Erlangga. 2007; 36-7.
7. Jeri Adli. Bagian Ilmu Radiologi. RSUD Kodya Yogyakarta.
Gambaran+Radiologi+Bronkopneumonia+disertai+Kardiomegali+pada+pasien+de
wasa+tu. URL: mhttp://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=
Gambaran+Radiologi+Bronkopneumonia+disertai+Kardiomegali+pada+pasien+de
wasa+tua