Anda di halaman 1dari 8

Ciri-ciri Pokok Pemerintahan Orde Baru

February 6th, 2009

1.1.Latar Belakang Lahirnya Orde Baru.

Setelah G30S/PKI berhasil ditumpas dan berbagai bukti-bukti yang berhasil


dikumpulkan mengarah pada PKI, akhirnya ditarik kesimpulan PKI dituding sebagai
dalang di belakang gerakan itu. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat kepada PKI yang
diikuti dengan berbagai demonstrasi menuntut pembubaran PKI beserta organisasi
massanya (ormasnya) dan tokoh-tokohnya harus diadili. Panglima
Kostrad/Pangkopkamtib Mayor Jenderal Soeharto yang diangkat sebagai
Menteri/Panglima Angkatan Darat melakukan tindakan-tindakan pembersihan terhadap
unsur-unsur PKI dan ormasnya.

Masyarakat luas yang terdiri dari berbagai unsur seperti kalangan partai politik,
organisasi massa, perorangan, pemuda, mahasiswa, pelajar, kaum wanita secara serentak
membentuk satu kesatuan aksi dalam bentuk Front Pancasila untuk menghancurkan para
pendukung G30S/PKI yang diduga didalangi oleh PKI. Mereka menuntut
dilaksanakannya penyelesaian politis terhadap mereka yang terlibat dalam gerakan itu.
Kesatuan aksi yang muncul untuk menentang Gerakan 30 September 1965 itu
diantaranya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar
Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi
Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain. Kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam
Front Pancasila kemudian lebih dikenal dengan sebutan Angkatan 66.

Mereka yang tergabung dalam Front Pancasila mengadakan demonstrasi di jalan-


jalan raya. Pada tanggal 8 Januari 1996 mereka menuju Gedung Sekretariat Negara
dengan mengajukan pernyataan bahwa kebijakan ekonomi pemerintah tidak dapat
dibenarkan. Kemudian pada tanggal 12 Januari 1966 berbagai kesatuan aksi yang
tergabung dalam Front Pancasila berkumpul di halaman Gedung DPR-GR untuk
mengajukan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang isinya sebagai berikut :

-Pembubaran TKI beserta organisasi massanya.


-Pembersihan Kabinet Dwikora.

-Penurunan harga-harga barang.

Pada tanggal 15 Januari 1966 diadakan sidang paripurna Kabinet Dwikora di


Istana Bogor. Dalam sidang itu hadir para wakil mahasiswa. Presiden Soekarno menuduh
bahwa aksi-aksi mahasiswa itu didalangi oleh CIA (Central Intelligence Agency)
Amerika Serikat. Kemudian pada tanggal 21 Februaru 1966, Presiden Soekarno
mengumumkan perubahan kabinet. Ternyata perubahan itu tidak memuaskan hati rakyat,
karena banyak tokoh yang diduga terlibat dalam G30S/PKI masih bercokol di dalam
kabinet baru yang terkenal dengan sebutan Kabinet Seratus Menteri.

Pada saat pelantikan Kabinet tanggal 24 Februari 1966, para mahasiswa, pelajar,
dan pemuda memenuhi jalan-jalan menuju Istana Merdeka. Aksi itu dihadang oleh
Pasukan Cakrabirawa. Hal ini menyebabkan terjadinya bentrokan antara pasukan
Cakrabirawa dengan para demonstran. Dalam peristiwa itu, seorang mahasiswa
Universitas Indonesia bernama Arief Rahman Hakim gugur dalam bentrokan tersebut.

1.2.Perkembangan Kekuasaan Orde Baru.

Dengan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) Soeharto mengatasi keadaan


yang serba tidak menentu dan sulit terkendali. Setelah peristiwa G30S/PKI, Negara
Republik Indonesia dilanda instabilitas politik akibat tidak tegasnya kepemimpinan
Presiden Soekarno dalam mengambil keputusan atas peristiwa itu. Sementara itu, partai-
partai politik terpecah belah dalam kelompok-kelompok yang saling bertentangan, antara
penentang dan pendukung kebijakan Presiden Soekarno. Selanjutnya terjadilah situasi
konflik yang membahayakan persatuan dan keutuhan bangsa.

Melihat situasi konflik antara pendukung Orde Lama dengan Orde Baru semakin
bertambah gawat, DPR-GR berpendapat bahwa situasi konflik harus segera diselesaikan
secara konstitusional. Pada tanggal 3 Februari 1967 DPR-GR menyampaikan resolusi dan
memorandum yang berisi anjuran kepada Ketua Presidium Kabinet Ampera agar
diselenggarakan Sidang Istimewa MPRS.
Pada tanggal 20 Februari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan
pemerintahan kepada Soeharto. Penyerahan kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada
Soeharto dikukuhkan di dalam Sidang Istimewa MPRS. MPRS dalam Ketetapannya No.
XXXIII/MPRS/1967 mencabut kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno
dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Dengan adanya
Ketetapan MPRS itu, situasi konflik yang merupakan sumber instabilitas politik telah
berakhir secara konstitusional.

Sekalipun situasi konflik berhasil diatasi, namun kristalisasi Orde Baru belum
selesai. Untuk mencapai stabilitas nasional diperlukan proses yang baik dan wajar, agar
dapat dicapai stabilitas yang dinamis, yang mendorong dan mempercepat pembangunan.
Proses ini dimulai dari penataan kembali kehidupan politik yang berlandaskan kepada
Pancasila dan UUD 1945. dengan adanya peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada
Soeharto sebagai pemegang tampuk pemerintahan di Indonesia, maka dimulailah babak
baru yaitu sejarah Orde Baru.

Pada hakikatnya, Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa
dan Negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 , atau
sebagai koreksi terhadap penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di masa lampau. Di
samping itu juga berupaya menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan
stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsas.

Perjuangan dalam rangka meluruskan kembali jalan yang telah diselewengkan,


dicetuskan dalam tuntutannya yang dikenal dengan sebutan Tri Tuntutan Rakyat
(Tritura). Pada hakikatnya tuntutan itu mengungkapkan keinginan-keinginan rakyat yang
mendalam untuk melaksanakan kehidupan bernegara sesuai dengan aspirasi kehidupan
dalam situasi kongkret. Jawaban dari tuntutan itu terdapat dalam ketetapan sebagai
berikut :

1.Pengukuhan tindakan Pengemban Surat Perintah Sebelas Maret yang membubarkan


PKI beserta organisasi massanya pada sidang MPRS dengan Ketetapan MPRS
No. IV/MPRS/1966 dan Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966.
2.Pelarangan faham dan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme di Indonesia
dengan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966.

3.Pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan Pancasila dan tertib hukum


dengan Tap MPRS No. XX/MPRS/1966.

Usaha penataan kembali kehidupan politik ini dimulai pada awal tahun 1968
dengan penyegaran DPR-GR. Penyegaran ini bertujuan menumbuhkan hak-hak
demokrasi dan mencerminkan kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat.
Komposisi anggota DPR terdiri dari wakil-wakil partai politik dan golongan karya. Taha
selanjutnya adalah penyederhanaan kehidupan kepartaian, keormasan, dan kekaryaan
dengan cara pengelompokkan partai-partai politik dan golongan karya. Usaha ini dimulai
tahun 1970 dengan mengadakan serangkaian konsultasi dengan pimpinan partai-partai
politik. Hasilnya lahirlah tiga kelompok di DPR yaitu :

1.Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri dari partai-partai PNI, Parkindo,


Katolik, IPKI, serta Murba.

2.Kelompok Persatuan Pembangunan yang terdiri dari partai-partai NU, Partai


Muslimin Indonesia, PSII, dan Perti.

3.Sedangkan kelompok organisasi profesi seperti organisasi buruh, organisasi


pemuda, organisasi tani dan nelayan, organisasi seniman, dan lain-lain tergabung
dalam kelompok Golongan Karya.

1.3.Kebijakan Pemerintah Orde Baru.

Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, langkah


selanjutnya yang ditempuh oleh pemerintah adalah melaksanakan Pembangunan
Nasional. Pembangunan Nasional yang diupayakan pada zaman Orde Baru direalisasikan
melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pembangunan
Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita
memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan bangsa
Indonesia.

Untuk memberikan arah dalam usaha mewujudkan tujuan nasional tersebut maka
MPR telah menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sejak tahun 1973.
Pada dasarnya GBHN merupakan pola umum pembangunan nasional dengan rangkaian
program-programnya. GBHN dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita) yang berisi program-program konkret yang akan dilaksanakan dalam kurun
waktu lima tahun. Pelaksanaan Repelita telah dimulai sejak tahun 1969.

Pembangunan nasional yang selalu dikumandangkan tidak terlepas dari Trilogi


Pembangunan sebagai berikut :

-Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya


keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

-Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

-Stabilitas Nasional yang sehat dan dinamis.

Selain itu dikumandangkan juga bahwa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
sebagai akibat pelaksanaan pembangunan tidak akan bermakna apabila tidak diiringi oleh
pemerataan pembangunan. Oleh karena itu, sejak Pelita III pemerintah Orde Baru
menetapkan Delapan Jalur Pemerataan yaitu :

a.Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya pangan, sandang, dan


perumahan.

b.Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.

c.Pemerataan pembagian pendapatan.

d.Pemerataan kesempatan kerja.

e.Pemerataan kesempatan berusaha.


f.Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi
generasi muda dan kaum wanita.

g.Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.

h.Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

1.4.Peristiwa-peristiwa Politik Penting Pada Masa Orde Baru.

4.a. Mengakhiri Konfrontasi Dengan Malaysia.

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, dibentuk Dwikora (Dwi Komando


Rakyat) dengan alasan untuk membantu perjuangan rakyat Kalimantan Utara. Dwikora
langsung berada dibawah komando Presiden Soekarno. Dwikora mempunyai tugas
membantu rakyat serta memerangi neokolonialisme dan neoimperalisme. Namun,
gerakan itu belum berhasil terlaksana, karena bangsa Indonesia dikejutkan dengan
meletusnya peristiwa G30S/PKI.

Peristiwa G30S/PKI menyebabkan pusat perhatian pemerintah Indonesia tertuju


pada penyelesaian masalah dalam negeri. Masalah-masalah luar negeri terpaksa ditunda
penyelesaiannya. Setelah G30S/PKI berhasil ditumpas, selanjutnya terjadi penyerahan
kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto. Ketika pemerintahan
Indonesia berada ditangan Jenderal Soeharto, sejak itu dimulai masa pemerintahan Orde
Baru. Pada masa pemerintahan Soeharto sebagai Pejabat Presiden hubungan diplomatik
dengan Malaysia kembali dijalin. Normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia berhasil
dicapai dengan ditandatanganinya Jakarta tanggal 11 Agustus 1966. Hal ini dilanjutkan
dengna penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing negara.

4.b. Kembali Menjadi Anggota PBB.

Selama masa kekuasaan Presiden Soekarno, Indonesia menyatakan keluar dari


keanggotaan Perserikatan Bangsa Bangsa ( PBB ). Presiden Soekarna menyatakan keluar
dari keanggotaan PBB disebabkan oleh terpilihnya Malaysia sebagai calon kuat
anggotaDewan Keamanan PBB padahal Indonesia menolak kehadiran negara Malaysia
yang merupakan negara boneka bentukan Inggris. Atas hal itu, Indonesia mengancam
akan keluar dari PBB jika PBB tetap mencalonkan Malaysia menjadi anggota Dewan
Keamanan. Selain itu, keluarnya Indonesia dari PBB disebabkan arah politik luar negeri
Indonesia sudah bergeser. Presiden Soekarno mengarahkan Indonesia menjadi mercu suar
bagi negara-negara blok timur (komunis). Presiden Soekarnojuga terus mengarahkan
negara-negara yang tergabung dalam kelompok Nefo untuk memerangi negara-negara
yang berada di kelompok Olfedo.

Setelah negara Indonesia berada di bawah kendali pemerintahan Soeharto, pemerintah


menyatakan kembali menjadi anggota PBB dan menjalankan tugas-tugas serta kewajiban
yang diberikanoleh PBB. Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28
September 1966 guna mengembalikan kepercayaan dunia International.

4.c. Pendirian ASEAN.

Negara Indonesia sebagai merasa perlu untuk menjalin hubungan kerja sama dengan
negara lain baik secara regional maupun global. Secara regional hubungan kerja sama
Indonesia dengan negara-negara yang ada dikawasan Asia Tenggara diwujudkan
melaluiorganisasi ASEAN.

Tujuan awal pendirian ASEAN adalah untuk membendung perluasan paham komunis
setelah negara komunis Vietnam menyerang Kamboja. Dalam perkembangan
selanjutnya,hubungan kerja sama yang dijalin antara negara-negara anggota ASEAN
makin meluas hamper merambah seluruh sector seperte sector ekonomi, politik, sosial
dan budaya.

4.d. Integrasi Timor-timur ke dalam wilayah Republik Indonesia.

Wilayah Timor Timur merupakan wilayah koloni Portugis sejak abad ke-16 setelah
sempat berpindah tangan ke Belanda. Namun demikian, karena jaraknya yang cukup jauh
dari Portugis, wilayah Timor Timur tidak diperhatikan oleh pemerintah pusat di Portugis.
Pada tahun 1975, terjadi kekacauan politik yang melibatkan partai-partai politik di sana.
Partai-partai politik yang bertikai tidak mampu menyelesaikan masalahnya. Hal ini
diperparah dengan pemerintah Portugis memilih meninggalkan Timor Timur. Dengan
demikian, situasi di Timor Timur menjadi tidak menentu dan tidak jelas
pemerintahannya.

Untuk meredakan kekacauan yang terjadi di Timor Timur, sebagian masyarakat Timor
Timur mempunyai keinginan menjadi bagian dari negara Republik Indonesia. Keinginan
itu disampaikan oleh para pemimpin partai politik yang ada di Timor Timur. Keinginan
itu tentu saja disambut dengan baik oleh pemerintah Republik Indonesia. Setelah melalui
berbagai proses, akhirnya Timor Timur secara resmi menjadi bagian dari negara Republik
Indonesia pada bulan Juli 1976, dan dijadika propinsi yang ke-27.

Namun demikian, ada juga partai politik yang tidak setuju dengan masuknya Timor
Timur menjadi wilayah Republik Indonesia. Kelompok ini salah satunya adalah Fretilin.
Kelompok inilah yang terus memperjuangkan hak-haknya dengan melakukan gerilya
terhadap pemerintah Indonesia. Ketika Presiden Habibie menjabat sebagai Presiden RI
tahun 1999, merasa bahwa Timor Timur seperti duri dalam daging. Untuk mengakhiri
dilemma itu, Presiden Habibie memberikan dua pilihan kepada rakyat Timor Timur, tetap
bersatu atau pisah dengan Indonesia. Usul ini ditanggapi oleh rakyat Timor Timur.
Kemudian di masa pemerintahan Habibie digelar jajak pendapat untuk menentukan status
Timor Timur. Akhirnya, berdasarkan hasil jajak pendapat pada tahun 1999 Timor Timur
secara resmi keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan membentuk negara
tersendiri dengan nama Republik Demokrasi Timor Lorosae atau Timor Leste.

Anda mungkin juga menyukai