PENDAHULUAN
1. Faktor Astronomis
Letak Indonesia dan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi yakni
Brasil dan Tanzania terletak di lintang 00 atau khatulistiwa. Pada daerah ini memiliki iklim
yang mendukung dalam terbentuknya kanekaragaman hayati. Faktor iklim termasuk di
dalamnya keadaan suhu, kelembaban udara, dan angin sangat besar pengaruhnya terhadap
kehidupan setiap makhluk hidup di dunia. Faktor suhu udara berpengaruh terhadap
berlangsungnya proses pertumbuhan fisik tumbuhan.
Sinar matahari sangat diperlukan bagi tumbuhan hijau untuk proses fotosintesa.
Kelembaban udara berpengaruh pula terhadap pertumbuhan fisik tumbuhan. Sedangkan
angin berguna untuk proses penyerbukan. Faktor iklim yang berbeda-beda pada suatu
wilayah menyebabkan jenis tumbuhan maupun hewannya juga berbeda.. Tanaman di
daerah tropis, banyak jenisnya, subur, dan selalu hijau sepanjang tahun karena
bermodalkan curah hujan yang tinggi dan cukup sinar matahari.
2. Faktor Topografi
Faktor ketinggian permukaan bumi umumnya dilihat dari ketinggiannya dari
permukaan laut (elevasi). Misalnya ketinggian tempat 1500 m berarti tempat tersebut
berada pada 1500 m di atas permukaan laut. Semakin tinggi suatu daerah semakin dingin
suhu di daerah tersebut. Demikian juga sebaliknya bila lebih rendah berarti suhu udara di
daerah tersebut lebih panas. Setiap naik 100 meter suhu udara rata-rata turun sekitar 0,5
derajat Celcius.
1
Jadi semakin rendah suatu daerah semakin panas daerah tersebut, dan sebaliknya
semakin tinggi suatu daerah semakin dingin daerah tersebut. Oleh sebab itu, ketinggian
permukaan bumi besar pengaruhnya terhadap jenis dan persebaran tumbuhan. Daerah yang
suhu udaranya lembab, basah di daerah tropis, tanamannya lebih subur dari pada daerah
yang suhunya panas dan kering.
3. Faktor Biologis
4. Tanah
2
Komposisi tanah umumnya terdiri dari bahan mineral anorganik (70%-90%),
bahan organik (1%-15%), udara dan air (0-9%). Hal-hal di atas menunjukkan betapa
pentingnya faktor tanah bagi pertumbuhan tanaman. Perbedaan jenis tanah
menyebabkan perbedaan jenis dan keanekaragaman tumbuhan yang dapat hidup di
suatu wilayah. Contohnya di Nusa Tenggara jenis hutannya adalah Sabana karena
tanahnya yang kurang subur.
5. Air
6. Faktor Geologi
Secara geologis, pulau-pulau di Indonesia barat pernah menyatu dengan benua Asia
dan pulau di Indonesia timur pernah menyatu dengan Benua Australia. Oleh karena itu
Indonesia merupakan jembatan penghubung penyebaran flora fauna Asia dan flora fauna
Australia.
Flora dan Fauna di daerah paparan sunda disebut juga jenis ‘Asiatis’, karena
cirinya lebih mirip dengan ciri-ciri tumbuhan dan hewan di Asia. Jenis ini tersebar
di pulau-pulau Indonesia barat,antara lain Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan,
Pulau Jawa, ditunjukkan dengan kesamaan varietas flora dan faunanya, yaitu:
3
- Fauna : monyet, harimau, badak, siamang, tapir, gajah, banteng, kijang, kukang,
rusa, buaya, beruang, mawas, trenggiling, kancil, ikan lumba-lumba, singapuarmukang.
Flora dan fauna di daerah paparan sahul disebut juga ‘Austrialis’ (sub
antartica). Paparan sahul meliputi daerah Papua.
Di Papua kaya akan satwa liar yang fantastis, antara lain kupu-kupu ”sayap
burung” yang mencolok besarnya sebesar sayap burung, burung cendrawasih,
kasuari, nuri, dan kangguru pohon.
Kebanyakan fauna Papua berasal dari Australia, tetapi sejak Papua terpisah
oleh naiknya permukaan laut, adanya perbedaan iklim serta isolasi telah
merangsang terjadinya spesiasi (pembentukkan jenis baru). Jadi, meskipun Papua
dan Australia memiliki satwa yang sama, tetapi dalam banyak hal fauna di kedua
tempat itu jelas berbeda.
Di hutan-hutan Papua yang luas hidup satwa-satwa yang luar biasa menarik
dan mengagumkan. Tetapi tidak ada yang lebih aneh daripada Monotremata dan
Marsupialia, bukti hidup eksperimen alam dalam evolusi. Terdapat jenis mamalia
yang bertelur ditemukan di Papua. Ada tiga kelompok utama mamalia:
Monotremata bertelur, Marsupialia berkantung, dan mamalia berplasenta.
4
Satu-satunya Monotremata yang ditemukan di Papua adalah Nokdial atau
landak Irian. Nokdial berukuran seperti anjing kecil. Hidup di pegunungan yang
tinggi dan dingin serta di pandang rumput subalpin.
b. Falanger
5
terbuka dari dataran rendah sampai batas pohon masih dapat tumbuh. Kangguru
pohon tampak seperti kangguru kecil, tetapi lebih luar biasa karena tinggal di
pohon. Meskipun berkerabat dengan walabi darat, kangguru pohon agak berbeda
dalam penampilannya akibat adaptasinya terhadap kehidupan di atas pohon.
Kangguru pohon hidup di hutan tropik yang lebat.
2. Burung-Burung di Papua
Papua merupakan asal burung cenderawasih, kaswari yang tak bisa terbang,
dan burung dara mahkota. Yang paling indah adalah burung raja udang kerdil dan
yang paling aneh adalah burung kukabura paruh sekop. Banyak burung-burung
Papua berwarna cerah sehingga merupakan satwa yang sangat mencolok dan paling
menarik perhatian di hutan. Warna yang menyala dapat mempunyai 2 fungsi :
Papua adalah “rumah” untuk anggota suku nuri, baik yang terbesar maupun
yang terkecil. Selama 8 bulan dalam setahun air sungai fly meluap, membanjiri
daerah sekitar merauke sehingga menjadi rawa-rawa yang luas. Suatu tempat yang
bagus sekalipun bagi burung berair, diantaranya : bangau berparuh hitam, angsa
magpie dan burung bangau berleher hitam.
a. Burung Cendrawasih
6
b. Burung Namdur
4. Gunung Lorentz
7
5. Kebudayaan asmat
Ada dua jenis pohon yang sangat penting dalam kehidupan suku asmat :
pohon bakau dan sagu. Pohon bakau sangat penting bagi kehidupan spiritual
suku asmat, sedangkan pohon sagu merupakan penyokong agar mereka tetap
hidup, pohon sagu menyediakan sebagian besar kebutuhan orang asmat : daun
untuk dinding dan atap rumah, serat dibuat jaring dan keranjang dan
empulurnya untuk dimakan.
8
Hewan-hewan yang terdapat di daerah fauna Indonesia tengah adalah
campuran dari fauna Indonesia bagian barat dan timur. Selain itu, di Indonesia
tengah terdapat hewan-hewan yang khas Indonesia, diantaranya Biawak, Anoa,
Komodo, Babi Rusa, dan burung Maleo. Daerah fauna bagian barat dan tengah
di batasi garis Wallacea.
9
II. PERMASALAHAN
10
sungguh menggiurkan, tapi hal itu diiringi oleh akibat jika keanekaragaman hayati ini sampai
tereksplorasi secara berlebihan.
Di Papua khususnya tidak luput dari permasalahan yang mengancam
keberadaan flora dan fauna salah satunya adalah permasalahan yang terjadi di Pegunungan
Lorentz, pegunungan tertinggi di timur sesudah Himalaya. Di pegunungan tersebut terhampar
padang salju abadi. Namun satu ekspedisi Australia yang mendaki sampai puncak berselimut
es ini menemukan beberapa jenis burung yang telah mati. Dari bukti-bukti ini disimpulkan
adanya pola migrasi yang tidak seperti diduga. Kebanyakan burung-burung ini adalah jenis-
jenis dataran rendah yang mencoba melintasi rintangan yang sulit ini dalam perjalanannya.
Disinilah salah satu atap dunia, mulai dari hutan hujan dan pantai tempat penyu bertelur di
pesisir utara sampai rawa bakau di selatan. Suaka alam gunung Lorentz yang luas membentang ke
selatan sampai laut arafura meliputi suatu kisaran ekologi yang unik.
Disini juga terdapat tambang tembaga Freeport yang menempel pada sisi gunung.
Pertambangan ini dilengkapi listrik 250 volt sebagai penyangga kehidupan pertambangan tersebut.
Energy yang terbuang karena kegiatan ini kemungkinan besar mempengaruhi khasanah kehidupan
di atasnya. Padang salju yang luas mengkerut dan limbah mengalir ke sungai.
11
III.PEMBAHASAN
Krisis keanekaragaman hayati di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, yang satu
dengan yang lainnya saling berkaitan. Faktor-faktor ini dikelompokkan menjadi dua kategori,
yaitu faktor teknis dan faktor struktural.
Faktor Teknis
Ada 3 (tiga) aspek yang masuk ke dalam kategori faktor teknis, yaitu kegiatan
manusia, teknologi yang digunakan, dan kondisi alam itu sendiri. Ketiga aspek ini
diperkirakan mampu menimbulkan kerusakan dan kepunahan keanekaragaman hayati seperti
yang diuraikan berikut ini:
12
pembangunan. Ketidaktahuan ini menimbulkan sikap tidak peduli yang mengarah
pada perusakan keanekaragaman hayati.
• Pemanfaatan berlebih: Pemanfaatan sumber daya sering dilakukan tanpa
mempertimbangkan daya dukung lingkungan.
• Pemungutan dan perdagangan ilegal: Contoh jelas tentang hal ini adalah
penebangan liar, serta perdagangan flora dan fauna, yang dilindungi maupun yang
tidak, yang marak di Indonesia. Di kawasan laut, terjadi pencurian ikan. Sebagian
besar oleh kapal asing yang nilainya diperkirakan antara US$ 3 sampai 4 miliar
atau Rp. 36 triliun (Kwik, 2002; Kompas 15 Februari 2003).
13
• Kemiskinan dan keserakahan: kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih
rendah merupakan ancaman bagi kelestarian keanekaragaman hayati (KLH, 2002).
Kualitas SDM yang rendah ini merupakan salah satu penyebab tingginya tingkat
kemiskinan di negara ini. Lebih dari 60% atau sekitar 140 juta penduduk Indonesia
hidup di wilayah pesisir dan laut dan kehidupan mereka bergantung pada sumber
daya hayati laut dan pesisir (Dahuri, 2000). Tekanan jumlah dan kualitas penduduk
ini akan semakin mengancam keanekaragaman hayati laut dan pesisir. Demikian
pula, karena tingkat kemiskinan tertinggi biasanya terdapat di pedesaan, maka
tekanan pada sumber daya alam pasti akan meningkat. Namun, sebenarnya
perusakan keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh kemiskinan lebih kecil
dibandingkan dengan perusakan yang terjadi akibat keserakahan beberapa pihak
yang mengeksploitasi sumber daya alam demi keuntungan semata. Sikap serakah
inilah yang menjurus pada gejala tangkap lebih di beberapa perairan laut,
penebangan berlebih yang resmi maupun ilegal, penyelundupan flora dan fauna
yang dilindungi serta konversi habitat alami untuk proyek-proyek pembangunan
ekonomi.
b. Pemilihan Teknologi
Beberapa jenis teknologi, teknik, dan alat untuk pemanfaatan keanekaragaman
hayati dapat menimbulkan kerusakan pada ekosisem.
Sebagai contoh:
• Jenis alat yang diketahui merusak habitat sumber daya hayati pesisir adalah
penggunaan alat pengumpul ikan, bahan peledak, bahan beracun dan pukat harimau.
Sebagai ilustrasi, pukat udang dengan lebar 20 meter mampu menggerus dasar laut
seluas 1 km2 dalam waktu 1 jam. Tingkat kerusakan ini melebihi tingkat kerusakan
yang ditimbulkan oleh gelombang.
c. Faktor Alam
Salah satu faktor alam yang bisa mempengaruhi kerusakan dan penyusutan
keanekaragaman hayati ialah perubahan iklim global. Perubahan iklim global yang
disebabkan antara lain oleh pemanasan global, mempunyai pengaruh pada sistem
14
hidrologi bumi, yang pada gilirannya berdampak pada struktur dan fungsi ekosistem
alami dan penghidupan manusia. Beberapa tahun terakhir ini, perubahan iklim telah
berdampak pada pertanian, ketahanan pangan, kesehatan manusia dan permukiman
manusia, lingkungan, termasuk sumber daya air, dan keanekaragaman hayati.
Dampak yang mudah terlihat adalah frekuensi dan skala banjir dan musim kering
yang panjang, yang terjadi di banyak bagian dunia, termasuk Indonesia. Kebakaran hutan
besar yang terjadi tahun 1997/1998 disebabkan oleh kegiatan manusia, tetapi diperparah
oleh perubahan iklim karena musim kemarau menjadi lebih panjang daripada biasanya.
Dampak perubahan iklim pada keanekaragaman hayati secara langsung masih harus
diteliti, tetapi diduga pengaruhnya cukup besar.
Faktor Struktural
Ada dua akar persoalan atau masalah struktural. Pertama, paradigma pembangunan
yang dianut oleh pemerintah selama era 1970-an hingga 1990- an dan kedua, belum terbentuk
tata kelola (good governance) yang baik.
15 Paradigma pembangunan dimasa lalu belum mempertimbangkan kepentingan
pengelolaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan. Pemerintah memandang
keanekaragaman hayati sebagai sumber daya yang berharga untuk dilikuidasi dalam rangka
perolehan devisa, percepatan pertumbuhan ekonomi serta diversifikasi basis perekonomian
(Dauvergne dalam Sunderlin dan Resosudarmo, 1997).
Dengan kata lain, pemanfaatan keanekaragaman hayati dilakukan dengan prinsip
keruk habis, jual murah, dan jual mentah. Oleh sebab itu, kerusakan dan kepunahan
keanekaragaman hayati meningkat seiring dengan melajunya pertumbuhan ekonomi.
Pemanfaatan dan pengelolaan KH yang lestari dan berkelanjutan memerlukan tata kelola
(good governance) yang baik. Tata kelola yang baik dicirikan oleh pemerintah yang bersih,
bertanggung gugat, representative, dan demokratis. (KLH, 2002). Kedua pangkal persoalan
tersebut menimbulkan masalah struktural di bawah ini:
15
Paradigma pertumbuhan ekonomi mendorong pemerintah untuk melakukan
sentralisasi pelaksanaan pembangunan dan penguasaan sumber daya untuk
pembangunan, termasuk sumber daya alam (Barber, 1996).
16
mengetahui atau tidak peduli dengan kebijakan yang telah dibuat di pusat. Dan yang
terakhir, banyak kebijakan berbeda dari hukum adat yang berlaku di masyarakat
sehingga kadang-kadang sulit diterima oleh masyarakat.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, sebenarnya pemerintah telah
mengupayakan hal-hal untuk menanggulangi menurunnya keanekaragaman hayati,
yaitu dengan mengeluarkan sejumlah undang-undang antara lain:
• Pasal 33 UUD 1945.
• UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria.
• UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
• UU Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Convention On
Biological Diversity.
• UU Nomor 6 Tahun 1994 tentang Perubahan Iklim.
• UU Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman.
• UU Nomor. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
• UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
• UU Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang.
• UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulan Bencana.
• UU Nomor 41 Tahun 1999 dan UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan.
• UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
• UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
• UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil.
• PP Nomor 7 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan serta Pemanfaatan Hutan.
17
1. Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) dibentuk tahun 1994 untuk
memberikan dukungan dana dan teknis bagi kegiatan yang berkaitan dengan
konservasi keanekaragaman hayati.
2. Pembentukan Jaringan Kearifan Tradisional Indonesia (JKTI) yang mewadahi
berbagai kelompok yang ingin melindungi dan mengembangkan pengetahuan
tradisional di bidang keanekaragaman hayati.
3. Ornop internasional mulai berkegiatan di Indonesia sejak tahun 1970-an dan semakin
meningkat pada dekade terakhir ini. Di antara ornop tersebut adalah Conservation
International (CI), World Wide Fund (WWF), Wetlands International, The Nature
Conservancy (TNC), Wildlife Conservation Society (WCS), Fauna Flora Indonesia
(FFI), dan lainnya yang lebih banyak bergiat di kawasan konservasi. Selain itu,
Indonesia juga menjadi tuan rumah bagi dua lembaga penelitian internasional yaitu
CIFOR (Pusat Penelitian Kehutanan Internasional) dan ICRAF (Pusat Penelitian
Agroforestri Internasional).
4. Produsen jamu Indonesia adalah contoh sektor swasta yang mengambil inisiatif untuk
bergiat dalam melestarikan KH. Selain berusaha melestarikan tanaman obat melalui
pelestarian tradisi pengobatan asli Indonesia yang menggunakan tanaman obat,
mereka saat ini juga mengembangkan kebun benih dan budidaya tanaman obat,
termasuk spesies yang sudah langka, dengan melibatkan universitas, lembaga
penelitian dan masyarakat (Haryatmo, komuikasi pribadi).
18
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pola persebaran fauna di Indonesia sama dengan pola persebaran tumbuhan, yaitu
di bagian Barat, faunanya mempunyai kemiripan dengan fauna Asia, di bagian Timur
faunanya mirip dengan fauna di Australia, dan diantara kedua daerah tadi, faunanya
merupakan fauna daerah peralihan. Hal tersebut dimungkinkan karena pada zaman es
Indonesia pernah menyatu dengan Asia dan Australia. Pada masa itu Indonesia menjadi
jembatan persebaran hewan dari Asia dan Australia. Keanekaragaman flora dan fauna di
suatu wilayah tidak terlepas dari dukungan kondisi di wilayah itu. Ada tumbuhan yang
hanya dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis, dimana banyak curah hujan dan sinar
matahari, dan ada yang hanya dapat tumbuh di daerah yang dingin dan lembab. Kita tentu
tidak pernah melihat pohon Meranti atau Anggrek tropik pada daerah dingin di daerah
tundra.
Dukungan kondisi suatu wilayah terhadap keberadaan flora dan fauna berupa
faktor-faktor fisik (abiotik) dan faktor non fisik (biotik). Posisi geografis Indonesia sangat
menguntungkan. Negara ini terdiri dari beribu pulau, berada di antara dua benua, yaitu
Asia dan Australia, serta terletak di khatulistiwa. Dengan posisi seperti ini Indonesia
19
merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar ke-
2 di dunia setelah brasil. Namun akhir-akhir keanekaragaman hayati di Indonesia menurun
secara drastis hal ini disebabkan oleh kegiatan manusia yang tidak berwawasan
lingkungan dan faktor alam itu sendiri. Namun berbagai upaya untuk menjaga dan
melestarikan keanekaragaman hayati terus dilakukan oleh setiap individu ataupun melalui
berbagai organisasi lingkungan hidup.
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
zid muhammad, dkk. 2009. hand out perkuliahan biogeografi. jakarta : unj
http://florafaunaindonesia.blogspot.com/2008/11/penyebaran-flora-dan-fauna-di-
indonesia.html
http://hukum.kompasiana.com/2010/06/21/keadilan-dan-kearifan-lokal-dalam-pengelolaan-
hutan/
http://www.dephut.go.id/files/undang-undang%20republik%20indonesia%20nomor
%205%20tahun%201990.pdf
21
22
23