Anda di halaman 1dari 2

....

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, kini aku harus memulai suatu hal baru, tempat baru
dan teman-teman baru yang mengisi waktu-waktuku selanjutnya. Padahal kemarin baru saja
aku merasa nyaman dengan teman-teman yang telah 3 tahun membersamaiku, tapi kini aku
musti beradaptasi kembali dengan situasi yang serba baru ini. Suatu hal yang sangat
merepotkan. Rasanya tidak ingin berada pada situasi ini tapi tidak mungkin, sempat bertanya
dengan seorang teman namun dia hanya tersenyum dan mengucap sebuah kalimat “jika ini
pagi aku tak kan menunggu sore dan jika ini sore aku tak kan menunggu pagi”. Padahal
sudah bertanya panjang lebar tapi hanya dibalas dengan senyuman dan sebuah kalimat itu.
Tak ingin memikirkan apa maksud dari kalimat tersebut karena bagiku juga tidak begitu
berarti untuk terlalu memikirkan hal tersebut.

....

Tanpa terasa ini sudah menginjak bulan ramadhan, bulan suci yang seharusnya paling enak
kalau berada dirumah bersama keluarga tapi kali ini aku diajak seorang teman baruku untuk
melakukan suatu kegiatan yang aku sendiri tidak terlalu menyukainya tapi berhubung aku
musti beradaptasi dengan teman-teman baru, tanpa banyak bertanya apa yang harus dilakukan
aku mengiyakan permintaan temanku tersebut. Keesokan harinya di hari pertama ramadhan
seperti janjiku pada teman baruku aku bersama-sama pergi ke sebuah masjid, ternyata disitu
aku banyak menenmui anak kecil dengan segala keramaiannya. Dalam hati aku berkata, “
kenapa aku musti berhadapan dengan anak kecil, mereka pasti akan merepotkan, lihat saja
kelakuan mereka..”. senyum yang awalnya tadinya kupasang saat berada diperjalanan
bersama temanku kini berubah menjadi raut yang agak kutekuk dengan senyum keterpaksaan
tapi kemudian aku hanya berpikir, ini hanya satu bulan kok, jadi ngapain begitu pusing
memikirkannya, satu bulan bukan waktu yang lama. Setelah berkenalan dengan anak-anak
aku mulai mengajari mereka untuk mengaji. Disitu kutemui banyak anak kecil yang berlari-
larian kesana-sini, namun tanpa menghiraukan apa yang terjadi disekitarku aku terus
mengajari mereka tak peduli walau suasana saat itu sangat ramai. Setelah mengajari mereka
lalu aku pamit pulang duluan kerumah karena tentu saja aku ingin berbuka bersama keluarga
dirumah. Saat berpamitan dengan temanku, ia mengatakan kepadaku untuk aku tidak kapok
datang lagi esok dan tambahan sebuah kalimat yang tidak aku mengerti, “liahtlah pohon
mangga dipinggir jalan itu, anak-anak kecil itu melemparinya dengan batu namun ia tetap
membalas dengan buah mangga yang manis”. Tanpa ingin berkata panjang lebar aku
mengiyakan saja permintaan temanku untuk esok tetap kembali membersamai mereka lagi
dan kemudian aku langsung menghidupkan motor yang baru dibelikan orang tuaku satu bulan
yang lalu dan bergegas pulang.

....

Keesokan harinya aku kembali ke masjid itu, namun kali ini aku sendirian karena temanku
berhalangan hadir karena ada suatu acara. Sama seperti kemarin aku menemukan anak-anak
yang bisa dibilang terlalu hiperaktif dibandingkan anak seumuran mereka yang lain. Aku
bingung bagaimana mengatasi mereka yang berlari-larian kesana-sini, mengajak bermain dan
tidak mau untuk mengaji. Tak tahu bagaimana untuk mengatasi mereka, aku hanya bilang
kepada mereka, “ bagi yang pingin mengaji silahkan kesini, tapi jika pingin ramai sendiri
silahkan!”. Saat itu aku hanya mengajari yang mau mengaji saja, bagi yang ramai aku tidak
terlalu mempedulikan mereka. Setelah itu aku menutupnya biar semua tidak mau untuk
mengaji namun karena waktu adzan sudah mulai dekat aku langsung bergegas pulang. Akan
tetapi saat aku ingin mengidupkan motor, tiba-tiba ada beberapa anak yang langsung naik
motor dan bilang ingin ikut kerumah, namun ada sebagian yang bilang ‘mas ayo ikut sekali-
kali berbuka disini dengan teman-teman kan biasanya mas Ridho juga ikut menemani, ayolah
mas jangan pulang!” . Namun karena saya ingin langsung bergegas berbuka bersama
keluarga aku langsug menyuruh anak-anak untuk turun dari motor. Karena sudah mau adzan
tanpa salam dan mempedulikan apa pinta mereka aku langsung menghidupkan motor dan
langsung menuju rumah. Sesampai dirumah, seperti biasa makanan yang kusukai sudah
tersedia di meja makan oleh ibu, karena diperjalanan sudah adzan aku langsung menyantap
hidangan berbuka dan kemudian sholat sendirian dirumah karena keluarga sudah sholat
duluan di masjid. Seusai sholat, ibu bertanya kepadaku kenapa aku tidak buka aja di masjid
dan bisa langsung sholat berjamaah. Aku hanya bilang kepada ibuku sambil tersenyum, “kan
aku suka masakan ibu, jadi aku langsung bergegas pulang”.

...

Hari berlanjut tanpa terasa ini sudah mau menginjak hari lebaran, aku tetap mengajar di
masjid itu bersama temanku. Akhirnya sudah mau selesai, setelah bulan ramadhan aku
berniat tidak akan kembali mengajar. Karena kata temanku hanya saat ramadahan aja butuh
pengajar tambahan. Biasanya, usai ramadhan jumlah anak-anak yang mau tetap belajar
mengaji berkurang jadi tidak dibutuhkan lagi pengajar tambahan. Akhirnya, aku tidak akan
menemukan anak-anak kecil yang manja dan suka cari perhatian lagi, hal yang terpikir
dibenakku saat itu. Bagiku anak kecil disana terlalu agresif jadi sulit untuk diajari, jadi aku
merasa tak mau lagi untuk kembali. Sore itu tepat dihari terakhir bulan ramadhan aku
mengiyakan pinta anak-anak untuk sekali-kali berbuka bareng dengan mereka. Hari itu aku
sendiri lagi karena teman-temanku berhalangan hadir. Seperti biasanya aku membuka dan
mengajari mereka semua mengaji, anak-anak yang ramai dan suka mencari perhatian aku
gertak jika tidak mau mengaji nanti aku tidak akan mau buka bareng dengan kalian. Akhirnya
anak-anak pun mau untuk mengaji. Usai mengaji akupun menunggu berbuka bareng bersama
mereka, kami bercanda dan asyik ngobrol mendengar celotehan mereka. Suara adzan mulai
terdengar, akhirnya aku memimpin anak-anak untuk berdoa bersama sebelum berbuka
kemudian aku membatalkan puasaku dengan minum teh anget yang ada didepanku. Setelah
itu aku mulai pergi mengambil air wudhu dan sholat berjamaah dimasjid. Usai sholat ada
seorang anak kecil yang menghampiriku dan memberikanku sebuah roti dan berkata “ mas,
ini namanya roti senyum lho, aku memberikannya kepada mas agar mas bisa tersenyum.
Selama ini aku melihat senyuman mas sedikit, jadi makanlah roti ini agar mas selalu bisa
tersenyum, dan jika besok mas kembali mengajar aku tidak takut lagi dengan mas...”

Anda mungkin juga menyukai