pangan, bagaimana cara berproduksi pangan yang baik. GMP merupakan prasyarat
utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh sertifikat sistem HACCP
CPOB sendiri kepanjangan dari Cara Pembuatan Obat yang Baik. CPOB secara singkat dapat
didefinisikan suatu ketentuan bagi industri farmasi yang dibuat untuk memastikan agar mutu obat
yang dihasilkan sesuai persyaratan yang ditetapkan dan tujuan penggunaannya. Pedoman CPOB
disusun sebagai petunjuk dan contoh bagi industri farmasi dalam menerapkan cara pembuatan obat
yang baik untuk seluruh aspek dan rangkaian proses pembuatan obat. CPOB mencakup seluruh
aspek produksi dan pengendalian mutu.
2. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak bermakna
ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia.
Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar
3. Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB antara lain: personil yang terkualifikasi dan
terlatih, bangunan dan sarana dengan luas yang memadai, peralatan dan sarana penunjang yang
sesuai, bahan, wadah dan label yang benar.
Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral maupun zat kimia tertentu
yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau
menyembuhkan penyakit.
Farmasi berasal dari kata “PHARMACON” yang berarti obat atau racun. Sedangkan pengertian
farmasi adalah suatu profesi di bidang kesehatan yang meliputi kegiatan-kegiatan di bidang
penemuan, pengembangan, produksi, pengolahan, peracikan, dan distribusi obat.
Farmasi adalah profesi yang berkarya melalui penguasaan seni dan ilmu membuat obat dari bahan
alam maupun sintetik yang cocok dan nyaman untuk didistribusikan dan digunakan dalam
pencegahan dan pengobatan penyakit.
Apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan kewenangan di bidang kefarmasian baik
di apotek, rumah sakit, industri, pendidikan, dan bidang lain yang masih berkaitan dengan bidang
kefarmasian. Pendidikan apoteker dimulai dari pendidikan sarjana, minimal empat tahun, ditambah
satu tahun untuk pendidikan profesi apoteker. Apoteker di Indonesia bergabung dalam organisasi
profesi Apoteker yang disebut Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)
a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai
dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.
b. Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi.
c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai
dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan
penekanan biaya serendah mungkin.
d. Melakukan pengembangan usaha apotek.
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajiban nya serta dalam
mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan
Yang Maha Esa
Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan
keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu
ikatan moral yaitu :
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Sumpah/Janji
Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada
umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari
keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan
kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 7
Pasal 8
BAB II
Pasal 9
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi
ketentuan-ketentuan Kode Etik.
Pasal 12
BAB IV
Pasal 13
Pasal 14
Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat
mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas
kesehatan lainnya.
BAB V
PENUTUP
Pasal 15
Ditetapkan di Denpasar
Pada tanggal:18 Juni 2005
diregistrasi.
Rumah Sakit.
Farmasi;
Farmasi;
Farmasi.
3.2. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
diperhatikan :
a. Pola penyakit.
b. Kemampuan masyarakat.
c. Budaya masyarakat.
• Obat Wajib Apotik No. 1, Obat Keras yg dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker
di apotik (Kepmenkes 347/Menkes/SK/VII/1990)
• Obat Wajib Apotik No. 2, Obat Keras yg dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker
di apotik (Kepmenkes 924/Menkes/Per/X/1993)
• Obat Wajib Apotik No. 3, Obat Keras yg dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker
di apotik (Kepmenkes 1176/Menkes/SK/X/1999)
Narkotika
• Psikotropika
• Pelaporan (UU 5/1997 jo. Permenkes 688/Menkes/Per/VII/1997 jo. Permenkes
912/Menkes/Per/VIII/1997)
(Permenkes 229/Menkes/Per/VII/1978)
1. Apotek dilarang melayani salinan resep Narkotika walaupun resep itu baru dilayani sebagian atau
belum dilayani samasekali
2.Resep Narkotika yg baru dilayani sebagian atau belum dilayani samasekali, apotek boleh membuat
salinan resep, tetapi salinan resep tsb hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep aslinya
sama sekali
----------------------------------------------------------------------
sehari-hari
atau lantai
(Kepmenkes 1332/Menkes/SK/X/2002)
– Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sesuai dengan Pasal 5; dan atau
– Apoteker tidak memenuhi kewajiban dimaksud Pasal 12 dan Pasal 15 ayat (2); dan
atau
– APA terkena ketentuan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2); dan atau
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan tingkat atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk terapi serta mempunyai
potensi yang sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh: kokain, opium,
heroin, desomorfina.
Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan digunakan
sebagai pilihan terakhir dalam terapi/untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh: alfasetilmetadol,
betametadol, diampromida.
Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan menimbulkan ketergantungan. Contoh: kodein,
asetildihidrokodeina, polkadina, propiram.
Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan
kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat menimbulkan ketergantungan
yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat
dan seksama.
Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar terkontrol, baik dalam hal
mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan
menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat.
Pemesanan Narkotika
Apotek memesan narkotika ke PBF Kimia Farma dengan menggunakan surat pesanan
(SP) yang ditanda tangani oleh apoteker pengelola apotek dengan dilengkapi nama
jelas, nomor SIK, SIA, dan stempel apotek, dimana untuk 1 lembar SP hanya untuk 1
macam narkotika saja.
Penyimpanan Narkotika
PerMenKes No.28/MenKes/Per/1987 tentang tata cara penyimpanan narkotika pasal 5
dan 6 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan
narkotika yang memenuhi persyaratan yaitu:
1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan.
3. Dibagi 2 masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian 1 digunakan untuk
menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika. Bagian
2 digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari.
4. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang 40x80x100 cm3,
lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai.
5. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika,
kecuali ditentukan oleh MenKes.
6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi kuasa.
7. Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan yang tidak diketahui oleh
umum.
Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika
Menurut UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan bahwa:
1. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan.
2. Narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien untuk pengobatan penyakit
berdasarkan resep dokter.
3. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep
dokter.
Selain itu berdasarkan surat edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan :
a. Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang narkotika, apotek
dilarang melayani salinan resep dari apotek lain yang mengandung narkotika,
walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
b. Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang narkotika, apotek
dilarang melayani salinan resep dari apotek lain yang mengandung narkotika,
walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
c. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek
boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh
apotek yang menyimpan resep asli.
d. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali.
Oleh karena itu dokter tidak boleh menambahkan tulisan “iter” pada resep yang
mengandung narkotika.
Pelaporan Narkotika
Undang-undang No.22 tahun 1997 pasal 11 ayat (2) menyatakan bahwa importir,
eksportir, pabrik obat, pabrik farmasi, PBF, apotek rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dokter, lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan,
menyimpan laporan berkala setiap bulannya, dan paling lambat dilaporkan tanggal 10
bulan berikutnya. Laporan ini dilaporkan kepada Sudin Yankes dengan tembusan ke
Balai Besar POM Provinsi setempat dan sebagai arsip.
Pemusnahan Narkotika
Pada pasal 9 PerMenKes RI No.28/MenKes/Per/1978 disebutkan bahwa apoteker
pengelola apotek dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak
memenuhi syarat lagi untuk digunakan bagi pelayanan kesehatan dan atau untuk
pengembangan. APA atau dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita
Acara Pemusnahan Narkotika yang memuat:
a. Tempat dan waktu (jam, hari, bulan dan tahun).
b. Nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika.
c. Nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
d. Cara memusnahkan.
e. Tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi
pemusnahan.
Kemudian berita acara tersebut dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan RI.