Index 2
Index 2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakikat Jaminan Kesejahteraan Sosial diarahkan untuk menyediakan sistem perlindungan sosial terhadap warga yang
mengalami dan atau menghadapi risiko, baik sosial maupun ekonomi. Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial
mengandung muatan normatif yang mengatur hak dari setiap warga negara untuk memperoleh taraf kesejahteraan
sosial yang layak bagi kemanusiaan. Kebutuhan tentang Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial secara mendasar tidak
terbatas pada kelompok masyarakat tertentu saja. Namun demikian, sasaran utamanya perlu lebih difokuskan untuk
melindungi kelompok kurang beruntung(disadvantaged groups).
Kehadiran Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial pada beberapa tahun terakhir ini semakin terasa diperlukan seiring
meningkatnya risiko ketidakpastian yang dirasakan oleh masyarakat, khusunya kelompok rentan yang terganggu atau
terhambat pelaksanaan fungsi sosialnya. Dalam kondisi seperti ini, Jaminan Kesejahteraan Sosial menyediakan
mekanisme pelayanan perlindungan yang dapat diakses oleh kelompok itu, terutama mereka yang kehilangan
penghasilan ketika tidak bekerja dan mengalami risiko kerja. Hal ini telah ditegaskan di dalam UUD 1945 Pasal 34
ayat(2) yang menyatakan bahwa, “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”
Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2003, jumlah penduduk Indonesia adalah sebesar 212.003.000 orang. Di
antara jumlah tersebut, penduduk yang bekerja di sektor formal sekitar 27.836.000 orang dan pekerja mandiri pada
sektor informal sekitar 40.700.000 orang. Sementara itu, menurut data Pusdatin Departemen Sosial tahun 2004,
terdapat populasi “fakir miskin” yang besarnya sekitar 14,8 juta jiwa (kurang lebih 43 % dari jumlah populasi orang miskin
di Indonesia yang berjumlah sekitar 35,1 juta jiwa). Di samping itu, masih terdapat pula sejumlah warga masyarakat
lainnya yang termasuk kategori Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), seperti gelandangan, pengemis,
bekas narapidana terlantar, anak jalanan, penyandang cacat terlantar, lanjut usia terlantar, tuna susila, komunitas adat
terpencil, dan sebagainya yang jumlahnya sekitar 8,7 juta jiwa.
Di samping mereka yang tergolong PMKS dan kelompok masyarakat yang rentan menjadi PMKS, penduduk yang
bekerja di sektor informal dan pekerja mandiri marjinal juga sangat memerlukan Jaminan Kesejahteraan Sosial. Jaminan
Kesejahteraan Sosial yang mereka perlukan dapat berupa investasi bagi diri sendiri dan keluarga berupa Asuransi
Kesejahteraan Sosial (ASKESOS), atau Jaminan Sosial berbasis masyarakat melalui Bantuan Kesejahteraan Sosial
Permanen (BKSP). ASKESOS merupakan proses investasi pribadi untuk melindungi diri atau keluarga dari berbagai
risiko, sedangkan BKSP merupakan tanggung jawab sosial masyarakat dan atau Pemerintah kepada warga yang secara
permanen tergantung kepada orang lain.
Jaminan Kesejahteraan Sosial yang telah diujicobakan beberapa tahun terakhir ternyata menunjukkan kinerja yang baik.
Tetapi, masih ditemukan berbagai permasalahan di lapangan, khususnya kekurangsinkronan dalam pemahaman. Hasil
evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar penyelenggara Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial masih mengalami
kesulitan untuk memahami panduan yang telah disediakan, sehingga secara tidak langsung mengganggu tingkat
pencapaian kinerja program ini. Karena itu, buku Panduan Umum Program Jaminan Kesejahteraan Sosial ini hadir
dengan edisi penyempurnaan yang diharapkan dapat lebih menyamakan visi dan pemahaman di lapangan.
C. Pengguna
Panduan ini diharapkan dapat digunakan oleh :
D. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Dasar 1945
Di dalam sila ke-5 Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, secara jelas dinyatakan bahwa keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi dasar salah satu filosofis pembangunan bangsa. Karenanya, setiap warga
negara Indonesia berhak atas kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya. Agar keadilan dan kesejahteraan sosial ini
dapat dicapai, maka setiap warga negara Indonesia berhak dan wajib sesuai kemampuannya masing-masing untuk
sebanyak mungkin ikut serta dalam usaha kesejahteraan sosial.
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 27 Ayat(2), Pasal 28 Huruf H Ayat(3), serta Pasal 34 Ayat(1)
dan (2), diatur mengenai hak-hak warga negara dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, yaitu :
a. Pasal 27 Ayat (2) menyatakan: “Tiap-tiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.”
b. Pasal 28 Huruf H Ayat (3) menyatakan: “Setiap orang berhak atas jaminan kesejahteraan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.”
c. Pasal 34 Ayat (1) menyatakan: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”
d. Pasal 34 Ayat (2) menyatakan: “Negara mengembangkan sistem jaminan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”
Pasal-pasal dalam amanat konstitusi tersebut memberi penegasan bahwa setiap warga negara berhak atas
kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya dan Pemerintah wajib melindungi kehidupan dan penghidupan bangsa
Indonesia dan berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi setiap warga negara Indonesia.
2. Peraturan Perundang-Undangan
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039), khususnya Pasal 1, Pasal 4 Ayat (1), dan Pasal 5
Ayat (1) menyatakan:
- Pasal 1 : “Setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya dan berkewajiban untuk
sebanyak mungkin ikut serta dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial.”
- Pasal 4 Ayat (1): “Usaha-usaha pemerintah di bidang kesejahteraan sosial meliputi:
1. Bantuan sosial kepada warga negara, baik secara perorangan maupun dalam kelompok, yang mengalami kehilangan
peranan sosial atau menjadi korban akibat terjadinya bencana-bencana, baik sosial maupun alamiah atau peristiwa-
peristiwa lain.
2. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial melalui penyelenggaraan suatu sistem jaminan kesejahteraan sosial.
3. Bimbingan pembinaan dan rehabilitasi sosial, termasuk di dalamnya penyaluran ke dalam masyarakat, kepada warga
negara, baik perorangan maupun dalam kelompok, yang terganggu kemampuannya untuk mempertahankan hidup, yang
terlantar atau yang tersesat.
4. Pengembangan dan penyuluhan sosial untuk meningkatkan peradaban, perikemanusiaan, dan kegotong-royongan.”
- Pasal 5 Ayat (1): “Pemerintah mengadakan usaha-usaha kea rah terwujudnya dan terbinanya suatu jaminan
kesejahteraan sosial yang menyeluruh.” Dalam penjelasannya dinyatakan: “Ayat ini membebankan kewajiban kepada
pemerintah untuk melaksanakan dan membina suatu Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial sebagai perwujudan
daripada sekuritas sosial dan sebagai wahana utama memelihara kesejahteraan sosial termaksud, pelaksanaannya
mengutamakan penggunaan asuransi sosial dan/atau bantuan sosial. Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial itu harus
mencakup segenap warga Negara Indonesia secara menyeluruh dan pembentukannya dilaksanakan secara bertahap.”
Pasal-pasal dalam Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial tersebut memberi penegasan bahwa setiap warga
Negara berhak atas taraf kesejahteraan sosial dan diharapkan ikut serta dala upaya peningkatan kesejahteraan sosial.
b. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya yang tertuang dalam Pasal 5 Ayat
(3), Pasal 8, dan Pasal 41 Ayat (1) yang menyatakan:
- Pasal 5 Ayat (3): “Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan
perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.”
- Pasal 8: “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia merupakan tanggung jawab
pemerintah di samping juga masyarakat.”
- Pasal 41 Ayat (1): “Setiap warga negara berhak atas jaminan kesejahteraan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak,
serta perkembangan pribadinya secara utuh.”
Penjelasannya : Yang dimaksud dengan “berhak atas Jaminan Kesejahteraan Sosial” adalah bahwa setiap warga Negara
mendapat Jaminan Kesejahteraan Sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan
negara.
Selain itu, bagi masyarakat yang tergolong tidak mampu, berhak memperoleh perhatian yang lebih, dan ini merupakan
tanggung jawab bersama antara Pemerintah dan masyarakat.
c. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
E. Pengertian
http://jamkesos.depsos.go.id - SIMJKS Powered by Mambo Open Source Generated: 30 September, 2009, 12:04
Kesejahteraan Sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun spiritual yang diliputi oleh
rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga Negara untuk
mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri,
keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila
(UU Nomor 6 1974).
Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial adalah sistem perlindungan sosial bagi seluruh warga negara Indonesia dalam
bentuk Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen dan Asuransi Kesejahteraan Sosial kepada individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas yang dikategorikan sebagai kelompok rentan, termasuk para pekerja mandiri di sektor informal
(UU Nomor 6 Tahun 1974).
Kelompok rentan adalah warga masyarakat yang mengalami dan atau menghadapi risiko sosial dan atau ekonomi,
antara lain kehilangan pekerjaan dan penghasilan serta Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial.
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) akut adalah warga masyarakat, baik individu, keluarga, kelompok,
maupun komunitas, yang mengalami hambatan dalam melaksanakan fungsi sosialnya secara layak bagi kemanusiaan
karena faktor kecacatan, tidak potensial, dan penyakit kronis.
Pekerja mandiri marginal adalah pekerja yang mencari nafkah melalui usaha mandiri dengan modal kecil, keahlian yang
rendah, dan tidak tercakup oleh Sistem Jaminan Sosial yang ada. Contoh pekerja jenis ini adalah penjual bakso, penarik
ojek, dan tukang tambal ban.
Pekerja di sektor informal adalah pekerja yang bekerja dengan majikan sebagai pemilik usaha atau pemberi kerja, tetapi
tidak tercakup dalam Sistem Jaminan Sosial yang ada, seperti Jamsostek, dll.
Bantuan Kesejahteraan Sosial adalah usaha perlindungan dan jaminan penghidupan dalam bentuk fasilitas, baik fisik
maupun non-fisik, yang disediakan secara permanent atau sementara bagi warga negara yang tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari tanpa bantuan dari pihak lain, yang tidak didasarkan pada kontribusi yang
bersangkutan.
Asuransi Kesejahteraan Sosial adalah suatu sistem asuransi sosial untuk memberikan perlindungan/pertanggungan bagi
warga masyarakat terhadap risiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial akibat pencari nafkah utama meninggal,
menderita sakit, mengalami kecelakaan, dan berada dalam kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anggota
keluarga.
KERANGKA KERJA SISTEM JAMINAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Berkaitan dengan itu, arah pengembangan kerangka kerja Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial diilhami oleh
perkembangan sistem Jaminan Sosial di berbagai negara, yang kemudian melahirkan Asuransi Kesejahteraan Sosial
(ASKESOS) dan Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen (BKSP). Asuransi Kesejahteraan Sosial lebih terfokus pada
kelompok rentan yang memiliki risiko. Jenis perlindungan ini mempunyai keterbatasan lingkup kepesertaan dan juga
besaran keuntungan (benefit size) yang diberikan. Sementara itu, Program Jaring Pengaman Sosial (Social safety Net)
sebagai supplementary program, yang kemudian dikenal dengan Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen lebih
terfokus pada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial akut, yang meliputi cacat ganda/multiganda, lanjut usia
terlantar non-produktif, psikotik, dan eks penyakit kronis.
Secara mendasar, kecenderungan pengembangan Program Jaminan Kesejahteraan Sosial ditandai dengan :
1. Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen dan Asuransi Kesejahteraan Sosial menjadi komplemen dan sinergis
dengan Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial Nasional (SJKSN).
2. Sasaran Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial tidak hanya bertumpu pada kelompok khusus, tetapi telah menjadi
bagian dari hak asasi manusia yang berlaku secara universal.
3. Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial tidak hanya bertumpu pada Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen dan
Asuransi Kesejahteraan Sosial yang bertumpu pada “standar nasional”, tetapi akan berkembang lebih luas dengan
bertumpu pada “keberagaman sistem perlindungan” atas dasar inisiatif lokal.
4. Kelembagaan berkembang ke arah profesionalisme yang tidak saja berskala lokal atau regional, tetapi juga ke arah
nasional yang berdampingan dengan manajemen tradisional dan alamiah atas dasar inisiatif lokal.
http://jamkesos.depsos.go.id - SIMJKS Powered by Mambo Open Source Generated: 30 September, 2009, 12:04
Bantuan kesejahteraan sosial tidak hanya pada jenis permanen, namun berkembang pula pada bantuan sejenis yang
bersifat sementara dan kedaruratan, misalnya subsidi langsung tunai, kartu miskin, dsb.
Penyelenggaraan Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen tidak terbatas pada struktur formal, melainkan melibatkan
struktur sosial non-formal secara sinergis dengan memperhatikan inisiatif lokal.
Kerangka kerja penyelenggaraan Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen perlu dilengkapi dengan sejumlah kegiatan
dampingan.
D. Prospek Kelembagaan
1. Kelembagaan Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen.
Kelembagaan Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen terdiri dari Tim Pengendali, Pengelola, dan Pendamping.
a. Tim Pengendali
(1) Tim Pengendali terdiri dari unsur Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang ditunjuk, ditetapkan, dan disahkan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota setempat.
(2) Kedudukan Tim Pengendali adalah di Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.
(3) Jumlah Tim Pengendali sekurang-kurangnya sama dengan penyebaran lokasi BKSP.
(4) Fungsi Tim Pengendali adalah mensupervisi, memantau, mengevaluasi, dan melaporkan kegiatan BKSP di
daerahnya kepada pemerintah c.q. Departemen Sosial.
b. Pengelola
(1) Pengelola dapat berupa organisasi formal dan atau non-formal, baik yang dibentuk oleh pemerintah, pemerintah
daerah, maupun masyarakat yang ditunjuk, ditetapkan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang/ pimpinan
Organisasi sosial setempat.
(2) Kedudukan Pengelola adalah di lokasi penyelenggaraan Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen, antara lain di
Kampung/Desa/Kelurahan/Distrik/Banjar/Jurong, dll.
(3) Fungsi Pengelola adalah mengatur, menata, dan melaksanakan kegiatan Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen.
(4) Pengelola betanggung jawab kepada Tim Pengendali.
(5) Susunan pengurus sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Urusan Tata Usaha, Urusan Keuangan, Urusan Ekonomi
Produktif(UEP), dan Urusan Penyantunan.
c. Pendamping
(1) Pendamping adalah orang yang berdasarkan keahlian tertentu ditunjuk, ditetapkan, dan disahkan sebagai
pendamping oleh pejabat yang berwenang.
(2) Pendamping terdiri dari Pendamping Bidang Pengembangan Usaha dan Pendamping Bidang Penyantunan.
(3) Tugas Pendamping adalah melaksanakan Pendampingan Sosial bagi terlaksananya Bantuan Kesejahteraan Sosial
Permanen.
d. Pendamping
(1) Pendamping adalah orang yang berdasarkan keahlian tertentu ditunjuk, ditetapkan dan disahkan sebagai
Pendamping oleh pejabat yang berwenang, yaitu Pejabat dari Instansi Sosial setempat yang ditunjuk oleh Departemen
Sosial.
(2) Pendamping terdiri dari 2 orang, yang membidangi pengembangan ekonomi dan pengadministrasian.
(3) Tugas Pendamping adalah melaksanakan Pendampingan Sosial bagi terlaksananya ASKESOS.
E. Mekanisme
1. Mekanisme kerja BKSP dan ASKESOS diatur berdasarkan sumber-sumber pembiayaan dari APBN (anggaran Pusat
dan melalui Dekonsentrasi), APBD, dan dana masyarakat.
2. Prosedur operasional standarisasi mekanisme kerja BKSP dan ASKESOS dituangkan lebih lanjut dalam bentuk
standar pelaksanaan masing-masing kegiatan dengan memanfaatkan mekanisme kelembagaan yang telah terbentuk.
3. Standar tersebut meliputi mekanisme pengajuan, pencairan, pengelolaan, serta pertanggungjawaban penggunaan
dana BKSP dan ASKESOS.
Melindungi masyarakat rentan dari berbagai risiko, baik sosial maupun ekonomi.
Menjamin kelangsungan hidup bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial akut.
B. Sasaran Program
Sasaran Program Jaminan Kesejahteraan Sosial adalah:
1. Terlindunginya masyarakat rentan dari berbagai risiko.
2. Terjaminnya kelangsungan hidup Penyandang Masalah Sosial akut.
C. Tujuan
Penyelenggaraan Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial bertujuan untuk:
1. Terjaminnya stabilitas ekonomi keluarga.
2. Terpeliharanya taraf hidup Penyandang Masalah Sosial akut.
3. Terwujudnya kepedulian sosial masyarakat dalam penyelenggaraan Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial.
4. Terwujudnya kesejahteraan sosial.
D. Kebijakan
1. Sistem perlindungan sosial diberikan kepada kelompok rentan dalam kerangka menjamin stabilitas ekonomi keluarga
dan terhindarnya warga masyarakat dari berbagai risiko.
2. Pemeliharaan taraf hidup bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial akut dilakukan dalam kerangka
meningkatkan kesejahteraan sosial.
3. Peningkatan partisipasi masyarakat dilakukan untuk memelihara, memantapkan, dan memperkuat tanggung jawab
sosial (social care) dalam menjamin terlaksananya Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial.
http://jamkesos.depsos.go.id - SIMJKS Powered by Mambo Open Source Generated: 30 September, 2009, 12:04
4. Pengembangan sumber daya dilakukan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan Sistem Jaminan
Kesejahteraan Sosial.
E. Strategi
1. Memantapkan koordinasi, artinya bahwa dalam setiap penyelenggaraan Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial perlu
dilakukan langkah-langkah koordinatif antara berbagai pihak yang terkait.
2. Penguatan sistem jejaring, artinya bahwa dalam setiap penyelenggaraan Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial
diperlukan berbagai pola jaringan beserta pemilik jejaring yang digunakan sebagai faktor pendukung kegiatan.
3. Keterpaduan, artinya bahwa Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial dapat dilakukan melalui perpaduan lintas program
pada berbagai sektor.
4. Inisiatif lokal, artinya bahwa Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial dilakukan dengan menghargai dan menghormati
prakarsa atau inisiatif dari bawah.
5. Memfasilitasi, melindungi, meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta mengembangkan bentuk-bentuk kearifan lokal
yang melaksanakan Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial.
F. Program
Berdasarkan kebijakan dan strategi yang dikemukakan, maka Program Jaminan Kesejahteraan Sosial dijabarkan dalam
bentuk:
1. Kegiatan Pokok
a. Asuransi Kesejahteraan Sosial (ASKESOS)
Asuransi Kesejahteraan Sosial menitikberatkan pada upaya untuk melindungi masyarakat marginal atau pekerja mandiri
dalam sektor informal dari sejumlah risiko alamiah dan sosial, seperti hari tua, kecelakaan, sakit, dan meninggal dunia
yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan hidup peserta dan anggota keluarganya. Pelaksanaan ASKESOS ini
dikelola oleh Organisasi Sosial/Yayasan/Lembaga karena di dalam Tim Pengelola ASKESOS tesebut terdapat unsur
masyarakat, sehingga memudahkan pengawasan dan diharapkan lebih banyak memberikan pelayanan kesejahteraan
sosial berlandaskan pada prinsip-prinsip pekerja sosial dan pengembangan masyarakat.
Tujuan kegiatan adalah:
(1) Memberikan perlindungan sosial dalam bentuk pertanggungan bagi masyarakat rentan/marginal atau sektor informal
terhadap risiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial akibat pencari nafkah utama meninggal dunia, sakit, atau
mengalami kecelakaan.
(2) Meningkatkan peran serta masyarakat dengan melibatkan Orsos/lembaga dalam rangka terwujudnya wadah
pengelolaan dan penyelenggaraan ASKESOS.
Sasaran kegiatan adalah masyarakat marginal atau pekerja sektor informal/pekerja mandiri, lembaga-lembaga sosial,
pemerintah daerah, Instansi Sosial/Dinas Sosial, instansi terkait, tokoh masyarakat, dan dunia usaha.
Kegiatan ASKESOS terdiri atas: (1) pengumpulan data dan informasi, (2) seleksi, (3) temu konsultasi, (4) Pemantapan
Petugas Pemda, (5) pemantapan manajemen, (6) bimbingan motivasi, (7) kartu identitas, (8) penguatan dana, (9)
pendampingan, (10) monitoring dan evaluasi, serta (11) forum komunikasi informasi dan konsultasi.
b. Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen (BKSP)
Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen merupakan usaha perlindungan dan jaminan penghidupan bagi warga yang
karena kondisinya tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan berkesinambungan dari
luar dirinya dan tidak didasarkan kontribusi yang bersangkutan. BKSP merupakan pelaksanaan usaha perlindungan dan
jaminan penghidupan berdasarkan kebersamaan, kekeluargaan, kegotong-royongan, dan kesetiakawanan sosial untuk
membantu yang lemah dengan pemberdayaan, bantuan sosial, dan pengawasan pemerintah.
Jaminan kesejahteraan Sosial melalui Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen ini dapat pula timbul dari inisiatif dan
kapasitas kelembagaan masyarakat sendiri. BKSP dengan warna lokal ini mengandalkan kekuatan masyarakat
setempat, sehingga masyarakat mampu mengembangkannya secara khusus. Upaya-upaya terorganisasi untuk
membantu sesama ini umumnya dilandasi oleh unsur-unsur lembaga adat dan keagamaan.
Tujuan kegiatan adalah:
(1) Memberikan perlindungan sosial agar terpelihara taraf kesejahteraan sosial sasaran pelayanan(PMKS non-potensial)
untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
(2) Terwujudnya dan terlembaganya kegiatan BKSP di masyarakat yang berlandaskan kegotong-royongan,
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
Sasaran kegiatan meliputi: (1) sasaran pelayanan adalah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang non-
potensial diberdayakan (jompo terlantar, cacat ganda, psikotik, dan eks penyakit kronis), (2) Lembaga-lembaga sosial,
(3) Pemerintah Daerah, (4) Instansi Sosial/Dinas Sosial, (5) instansi terkait, (6) dunia usaha, (7) praktisi, dan (8)
masyarakat.
Kegiatan Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen terdiri atas: (1) pengumpulan data dan informasi, (2) seleksi, (3) temu
konsultasi, (4) pemantapan petugas, (5) peningkatan manajemen pengelolaan, (6) bimbingan motivasi, (7) kartu
identitas, (8) bantuan stimulant, (9) pendampingan, (10) monitoring dan evaluasi, serta (11) forum komunikasi informasi
dan konsultasi.
2. Kegiatan Penunjang
Kegiatan penunjang terdiri dari:
a. Pengembangan Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial
Merupakan serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengkaji dan menata Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial
http://jamkesos.depsos.go.id - SIMJKS Powered by Mambo Open Source Generated: 30 September, 2009, 12:04
yang efektif dilaksanakan dalam memberikan perlindungan sosial terhadap permasalahan kesejahteraan sosial
masyarakat. Tujuannya adalah untuk memperkuat dan mengefektifkan pelaksanaan Sistem Jaminan Kesejahteraan
Sosial bagi masyarakat rentan dan kurang mampu. Sasaran program adalah masyarakat rentan dan kurang mampu,
Lembaga-lembaga sosial, inisiatif lokal, praktisi, instansi terkait, dunia usaha, dan masyarakat. Kegiatan pokok terdiri
dari: (1) inisiasi penyusunan perundang-undangan, (2) pengkajian Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial, (3) uji publik,
(4) penguatan lembaga, (5) pengembangan kearifan lokal, (6) pengembangan manajemen, (7) menggali potensi dan
sumber dana, (8) studi banding, dan (9) pengembangan pola.
b. Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Jaminan Kesejahteraan Sosial
Kegiatan ini difokuskan untuk mendayagunakan berbagai sumber daya Jaminan Kesejahteraan Sosial yang meliputi
sumber daya manusia, organisasi sosial atau lembaga kesos, sumber dana, inisiatif lokal, dan pelayanan sosial lainnya
dalam kerangka peningkatan kemampuan jangkauan pelayanan Jaminan Kesejahteraan Sosial.
Tujuan: untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, serta keberlanjutan program.
Sasaran: Lembaga-lembaga sosial, SDM Pengelola, dan pihak-pihak terkait, baik dari kalangan Pemerintah Daerah
maupun Pemerintah Pusat.
Kegiatan pokok terdiri dari: (1) pengembangan SDM dan pendamping sosial lokal, (2) peningkatan manajemen
pengelolaan, (3) pengembangan kapasitas kelembagaan Jaminan Kesejahteraan Sosial, (4) pengembangan lembaga
Jaminan Kesejahteraan Sosial, (5) pembentukkan lembaga Jaminan Kesejahteraan Sosial Nasional, serta (6) mobilisasi
dan pengalokasian sumber pembiayaan.
c. Pengembangan Jaringan Kerja Jaminan Kesejahteraan Sosial
Merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka jalinan kerjasama yang setara anta Pemerintah Pusat dan Daerah,
perorangan/praktisi kelompok, organisasi, serta dunia usaha yang memiliki komitmen untuk bekerjasama saling
mendukung terselenggaranya Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial.
Tujuan: mengembangkan kemitraan.
Sasaran: kelompok, organisasi, instansi terkait, dunia usaha, dan pihak lainnya.
Kegiatannya terdiri dari: (1) pembentukkan tim kerja kelompok, (2)pembentukkan Forum Jaminan Kesejahteraan Sosial,
(3) supervisi, dan (4) pembuatan proyek percontohan/perintisan.
d. Peningkatan Partisipasi Masyarakat
Peningkatan partisipasi masyarakat diarahkan pada sejumlah kegiatan peran serta masyarakat yang menjamin
terselenggaranya Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial secara luas dan menyeluruh.
Tujuan: meningkatkan kepedulian sosial.
Sasaran: warga mampu, Organisasi sosial/lembaga sosial, tokoh masyarakat, dan sistem kepranataan sosial.
Kegiatannya terdiri dari: (1) forum warga mampu, (2) konsorsium sosial, (3) proyek percontohan yang dikelola dari, oleh,
dan untuk masyarakat, (4) penggalian, mobilisasi, dan pendayagunaan kearifan lokal, (5) pemberian penghargaan, (6)
sertifikasi, (7) perizinan penyelenggaraan Jaminan Kesejahteraan Sosial yang dikelola masyarakat, (8) mobilisasi
sumber dana untuk Jaminan Kesejahteraan Sosial, (9) kampanye sosial melalui multimedia, (10) temu konsultasi, (11)
peningkatan sumber daya masyarakat, dan (12) pendampingan sosial.
e. Penyediaan Data dan Informasi
Penyediaan data dan informasi diarahkan pada sejumlah kegiatan menghimpun, mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, melaporkan dan menyebarluaskan data dan informasi yang berkaitan dengan Jaminan Kesejahteraan
Sosial.
Tujuan: terinformasikannya sistem data dan informasi Jaminan Kesejahteraan Sosial kepada publik.
Sasaran: seluruh pihak yang berkepentingan dengan data dan informasi Jaminan Kesejahteraan Sosial.
Kegiatannya terdiri dari: (1) penyediaan alat pengolah data, (2) penyediaan audiovisual, (3) pengembangan alat
komunikasi, (4) penerbitan media data dan informasi, antara lain leaflet, booklet, baliho, brosur, majalah, website, dan
lain-lain, (5) pendataan, (6) pameran, (7) sosialisasi/diseminasi, (8) pemanfaatan multimedia, (9) pembuatan profil, (10)
pemetaan, dan (11) perpustakaan.
f. Legislasi
Legislasi diarahkan pada sejumlah kegiatan untuk menyediakan bahan kebijakan serta perangkat peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Tujuan: tersedianya bahan legislasi.
Sasaran: seluruh pihak yang berkepentingan dalam penyusunan legislasi.
Kegiatannya terdiri dari: (1) penyusunan standar, pedoman, panduan, dan norma, (2) review kebijakan dan program, (3)
penyediaan bahan keperangkatan perundang-undangan, (4) evaluasi kebijakan dan program, dan (5) review
kelembagaan.
2. Pemerintah Provinsi
a. Gubernur c.q. Instansi Sosial Provinsi bertanggung jawab merumuskan kebijakan operasional, melaksanakan program
Jaminan Kesejahteraan Sosialyang bersifat dekonsentrasi, serta melakukan pembinaan, pemantauan, dan evaluasi
dalam lingkup Provinsi atau Kabupaten/Kota.
b. Gubernur c.q. Instansi Sosial Provinsi menyampaikan laporan pelaksanaan Program Jaminan Kesejahteraan Sosial
http://jamkesos.depsos.go.id - SIMJKS Powered by Mambo Open Source Generated: 30 September, 2009, 12:04
kepada pemerintah pusat, khususnya kepada Menteri Sosial RI.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Bupati/Walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan Program Jaminan Kesejahteraan Sosial yang bersifat
dekonsentrasi, termasuk penyediaan dana pendamping dari APBD Kabupaten/Kota.
b. Bupati/Walikota menyampaikan laporan pelaksanaan Program Jaminan Kesejahteraan Sosial kepada DPRD
Kabupaten/Kota dan Gubernur.
4. Mitra Kerja
a. Pengelola ASKESOS atau BKSP bertanggung jawab terhadap proses penyelenggaraan Jaminan Kesejahteraan
Sosial mulai dari identifikasi sasaran dan potensi, analisis kebutuhan, kinerja Tim Pengelola, serta aksessibilitas
pelayanan sosial oleh masyarakat rentan dan kurang mampu.
b. Kelembagaan lokal atau masyarakat (Kecamatan, Desa/Kelurahan, RW, dan RT) bertabggung jawab dalam
memfasilitasi perencanaan, pendampingan, pemantauan, dan pengendalian pelaksanaan kegiatan pada tingkat lokal.
I. Sistem Pendanaan
Penetapan sistem pendanaan diperlukan bagi kelangsungan Bantuan Kesejahteraan Sosial Permanen dan Asuransi
Kesejahteraan Sosial. Sumber dana asuransi ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti subsidi pemerintah,
premium yang diperoleh dari prospectus atau pemegang polis, bantuan dunia usaha sebagai wujud tanggung jawab
sosial perusahaan (corporate social responsibility), dan sumber-sumber lain yang ditetapkan dalam Undang-undang.
Sistem asuransi yang memberikan alternative pilihan kepesertaan dan kemanfaatan yang diterima, memerlukan sumber
pembiayaan yang berasaskan cost sharing (segala biaya yang diperlukan merupakan tanggung jawab bersama, baik
dalam pembayaran premi maupun biaya kelembagaan dan perluasan sasaran). Cost sharing seharusnya terjadi antara
unsur-unsur individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan pemerintah. Dari sisi kewajiban pemerintah, Jaminan
Kesejahteraan Sosial (terutama yang menggunakan mekanisme asuransi) merupakan alat fiscal, sehingga lebih bersifat
sebagai “tax institution” dan “feed back” yang harus dilakukan pemerintah untuk melindungi warga masyarakat yang berada
dalam situasi sulit(emergency).
Dalam hal penentuan standar renumeration(penentuan indeks minimum), didasarkan pada selisih antara ambang batas
pengeluaran makanan dan non-makanan seluruh penduduk umumnya dengan ambang batas pengeluaran makanan
dan non-makanan penduduk miskin. Nilai selisih ini merupakan indeks kewajiban Negara dalam memenuhi hak dasar
warganya. Hal inilah yang menunjukkan adanya kekhususan sistem dan mekanisme asuransi sosial yang ditujukan bagi
penduduk miskin, termasuk Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial.
Dalam Jaminan Kesejahteraan Sosial digunakan tiga pilar pendekatan yang saling melengkapi dan dapat merupakan
program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang yang mencakup seluruh rakyat secara bertahap, sesuai
dengan perkembangan kemampuan Negara. Ketiga pilar ini berbeda pola pengaturannya. Pilar pertama berupa Bantuan
Sosial (Social Assistance), baik dalam bentuk pemberian bantuan uang tunai maupun pelayanan dengan sumber
pembiayaan dari pemerintah dengan dukungan masyarakat sesuai potensi sumber daya yang tersedia. Pilar kedua
menggunakan pendekatan Asuransi Sosial Wajib (Compulsory Social Insurance), yang dibiayai dari kontribusi (premi)
yang dibayarkan oleh setiap peserta (termasuk tenaga kerja dan PMKS) dan pemberi kerja secara bersama-sama.
Pendekatan ini merupakan upaya negara untuk mensejahterakan rakyat dengan mengikutsertakan secara aktif
tanggung jawab masyarakat dalam bentuk iuran. Pilar ketiga adalah Asuransi Sukarela (Voluntary Insurance), yang
iurannya dibayar sepenuhnya oleh pserta sesuai tingkat kemampuannya. Dana yang terhimpun dikelola secara
komersial.
Program ASKESOS dapat menerapkan sistem kapitasi, di mana sistem ini berpijak pada spesifikasi program yang
dilayani dengan pembayaran premi (iuran) para peserta. Dengan demikian, ASKESOS dapat dikembangkan menjadi
suatu cara pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial melalui mekanisme asuransi yang terkendali, baik dalam rangka
kendali biaya (efisiensi), kendali mutu (efektivitas), maupun kendali pemerataan (kesempatan memperoleh pelayanan
sosial). Hal ini akan memungkinkan ASKESOS berfungsi sebagai sarana “redistribusi pendapatan” dan misi “perlindungan
sosial dasar”.
Secara umum, Jaminan Kesejahteraan Sosial dapat dikategorikan menjadi: (1) bantuan sosial yang bersifat
http://jamkesos.depsos.go.id - SIMJKS Powered by Mambo Open Source Generated: 30 September, 2009, 12:04
tetap(permanen) dan sementara(emergensi), serta (2) Asuransi Kesejahteraan Sosial. Bantuan sosial (social assistance)
diberikan kepada perorangan, keluarga, kelompok, atau komunitas sebagai pengganti atas kehilangan fungsi-fungsi
sosial ekonominya, baik secara permanen maupun untuk sementara waktu.
Bantuan sosial permanen diberikan kepada PMKS, seperti lanjut usia terlantar dan penyandang cacat ganda, sementara
bantuan sosial sementara (emergensi) diberikan kepada mereka yang tertimpa bencana alam, bencana sosial, atau
peristiwa-peristiwa lain yang membuat mereka harus kehilangan fungsi sosial ekonominya.
Asuransi kesejahteraan Sosial sebagai salah satu bentuk Jaminan Kesejahteraan Sosial, merupakan sistem asuransi
sosial untuk memberikan perlindungan/pertanggungan bagi warga masyarakat terhadap risiko menurunnya tingkat
kesejahteraan sosial akibat pencari nafkah utama meninggal dunia, menderita sakit, atau mengalami kecelakaan.
Program ini menjadi strategis karena selama ini belum ada program pemeliharaan penghasilan (income maintenance)
yang berskala nasional bagi masyarakat miskin. Bahkan berbagai program pengentasan kemiskinan masih fragmentaris,
parsial, dan tidak terpadu yang pelaksanaannya tidak berkelanjutan. Akibatnya, masyarakat miskin malah menjadi
tergantung pada pihak luar, terutama pada dana-dana pemerintah.
Di samping pola bantuan kesejahteraan sosial dan asuransi sosial, di dalam masyarakat telah berkembang berbagai
aktivitas sosial berbentuk inisiatif lokal yang mencakup kepedulian sesama warga (civic involvement), tindakan kolektif
antar warga (social capital), kegiatan amal sosial (social charity), dan kegiatan amal ibadah (zakat, infak, shodaqoh,
dsb). Semua bentuk inisiatif lokal tersebut, telah menjadi wahana perlindungan dasar yang telah berakar dalam kultur
kehidupan bangsa Indonesia.
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka Negara secara konstitusional (dalam hal ini pemerintah dan masyarakat)
mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan dan mengembangkan Jaminan Kesejahteraan Sosial yang menyeluruh
dalam rangka memelihara dan meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat, khususnya Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial, sesuai dengan harkat dan martabatnya. Termasuk dalam konteks ini, semua bentuk inisiatif lokal
perlu difasilitasi dan dikembangkan oleh pemerintah bersama warga masyarakat secara berkelanjutan.
Keberhasilan pelaksanaan Jaminan Kesejahteraan Sosial terletak pada ketersediaan dana yang memadai. Di satu sisi,
dana harus disediakan oleh Negara, sementara di sisi lain negara memiliki keterbatasan dana. Oleh karena itu, tingkat
keberhasilan ditentukan oleh kemampuan negara memobilisasi dana agar dapat menjamin kontinuitas penyelenggaraan
Jaminan Kesejahteraan Sosial tersebut.
Dari data Departemen Sosial tahun 2002, secara keseluruhan jumlah warga PMKS yang membutuhkan perhatian adalah
sebesar 24,5 juta jiwa. Apabila diperhitungkan bahwa setiap peserta mengeluarkan 18 % dari penghasilannya untuk
membayar iuran/premi asuransi sosial (untuk mengikuti program jaminan pemeliharaan kesehatan, kematian, hari tua,
dan jaminan karena pencari nafkah utama berhalangan untuk bekerja dalam jangka waktu tertentu), maka setiap tahun
diperlukan dana Jaminan Kesejahteraan Sosial sebesar Rp. 2,7 trilyun. Secara teknis, terdapat cukup banyak peluang
untuk penyediaan dana bagi keperluan ini. Peluang tersebut dapat digambarkan sbb:
1. Pengalihan dana subsidi BBM. Dana tersebut akan lebih bermanfaat apabila dikelola secara khusus untuk warga tidak
mampu.
2. Pemanfaatan uang miskin yang diperoleh dari hasil lelang asset Negara. Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Adapun dasar hukumnya adalah:
a. UU tentang Lelang (Verdu Reglemen std 1908-189).
b. PP tentang Pelaksana Bea Lelang std 1908-190.
c. PP tentang Pemungutan Bea Lelang std 1947-390.
d. Keppres No.21 Tahun 1991 tentang Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara.
Mekanismenya, setiap kantor lelang di seluruh Indonesia harus menyetor kepada Departemen Sosial melalui Ditjen
Piutang dan Lelang Negara, kemudian diserahkan kepada Ditjen Pajak, Departemen Keuangan. Namun dalam
realisasinya, Departemen Sosial sampai saat ini belum pernah menggunakan uang miskin dari hasil lelang tersebut.
Selain kedua sumber dana tersebut, masih terdapat sumber dana lain, seperti: (1) penambahan pada pajak penjualan
kendaraan mewah (di atas 2.000 cc) sebesar 1 %, (2) penambahan pada cukai rokok sebesar Rp.100,- per bungkus, (3)
pajak barang mewah sebesar 1 %, (4) sumbangan dana sosial pelanggan listrik perusahaan, (5) pengalihan pajak
undian yang disetor ke Kas Negara, dsb.
Semua sumber dana tersebut, masih memerlukan analisis actual untuk keperluan pendanaan Jaminan Kesejahteraan
Sosial di masa mendatang. Secara garis besar, sumber dana bagi Program Jaminan Kesejahteraan Sosial adalah:
1. Sumber dana bantuan sosial dan Asuransi Kesejahteraan Sosial berasal dari pemerintah dan masyarakat.
2. Sumber dana dari pemerintah dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan belanja Negara.
3. Sumber dana dari masyarakat diperoleh dari bantuan dan premi masyarakat.
Mekanisme penghimpunan dana meliputi:
1. Mekanisme penghimpunan dana dari masyarakat di tingkat nasional wajib mendapatkan izin Menteri.
2. Mekanisme penghimpunan dana dari masyarakat di tingkat Provinsi atau lintas Kabupaten/Kota wajib mendapat izin
Gubernur.
http://jamkesos.depsos.go.id - SIMJKS Powered by Mambo Open Source Generated: 30 September, 2009, 12:04
3. Mekanisme penghimpunan dana dari masyarakat di tingkat Kabupaten/Kota wajib mendapatkan izin dari
Bupati/Walikota.
Penyaluran dananya adalah sbb:
1. Penyaluran dana bantuan dan Asuransi Kesejahteraan Sosial di tingkat pusat dilaksanakan oleh Badan Administrasi
di tingkat nasional.
2. Badan Administrasi menyalurkan dana dalam rangka memberikan Jaminan Kesejahteraan Sosial melalui pusat
operasional dan lembaga penyalur bantuan dan klaim asuransi yang telah ditetapkan oleh Menteri.
J. Partisipasi Masyarakat
Komponen Jaminan Kesejahteraan Sosial meliputi: (1) bantuan kesejahteraan sosial, dan (2) Asuransi Kesejahteraan
Sosial. Kedua komponen tersebut merupakan “state obligation” dan juga “self investment”, sehingga pelaksanaannya harus
terintegrasi dalam berbagai aktivitas sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sebagai komponen sistem, bantuan
kesejahteraan sosial dan Asuransi Kesejahteraan Sosial tidak sepenuhnya menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Oleh karena itu, secara simultan diperlukan penyelenggaraan Jaminan Kesejahteraan Sosial yang didampingi oleh
dukungan keterlibatan dan kepedulian warga masyarakat secara keseluruhan.
Program Jaminan Kesejahteraan Sosial bagi kelompok miskin dan marginal, jangan hanya dijadikan sebagai kegiatan
tunggal. Dalam hal ini, Jaminan Kesejahteraan Sosial selayaknya dikombinasikan dengan program-program
pemberdayaan dan pelayanan sektor lainnya (lintas fungsi dan sektor), sehingga Jaminan Kesejahteraan Sosial bagi
penduduk miskin dan marginal bias menjadi wahana untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh warga
setempat dan menjadi kendaraan transformasi sosial bersama, menuju pada perubahan yang dicita-citakan bersama.
Dengan memperhatikan kondisi sosiokultural masyarakat Indonesia, maka komponen Jaminan Kesejahteraan Sosial
harus seiring pula dengan kenyataan factual yang ada dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, yakni komponen “civic
involvement” (kepedulian sesama warga). Wujud keaktifan warga yang terpancar dalam berbagai kegiatan kepedulian
terhadap warga penyandang masalah sosial, telah berkembang sebagai bagian integral dari khazanah kultur bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, penerapan Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial Nasional hendaknya dipadukan secara
terstruktur dalam perpaduan antara konsep yang dikembangkan di Negara maju (Eropa, Amerika, dan Negara-negara
maju lainnya) dengan komponen sistem yang berkembang di Asia pada umumnya, khususnya yang berkembang dalam
kultur bangsa Indonesia.
Bentuk Jaminan Kesejahteraan Sosial yang telah dilaksanakan dalam tradisi Indonesia antara lainarisan, pengumpulan
beras perelak/jimpitan, pembuatan lumbung desa, usaha simpan pinjam, sampai mekanisme rotasi kerja secara gotong
royong di tegalan dan sawah warga desa. Berbagai bentuk ini merupakan mekanisme pertahanan hidup secara informal
dan tradisional, yang dilaksanakan oleh warga masyarakat Indonesia dan warga masyarakat Asia pada umumnya,
sebagai wujud kepedulian sebagai sesama warga. Pendekatan yang menggunakan mekanisme tradisi lokal tersebut,
ternyata telah dipakai sebagai cara yang cukup handal oleh kelompok-kelompok miskin dan marginal sehingga
membuktikan bahwa mereka mempunyai kemampuan dasar untuk membangun dan mempertahankan diri sendiri. Hal ini
berarti bahwa Jaminan Kesejahteraan Sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga tanggung
jawab masyarakat secara keseluruhan.
Memperhatikan perspektif jangkauan pelayanan Jaminan Kesejahteraan Sosial di masa mendatang, maka peran
pemerintah harus diletakkan secara strategis untuk mendorong inisiatif warga masyarakat agar dapat mengembangkan
berbagai potensi kemandirian mereka dalam rangka membantu sesama warganya. Focus perhatian harus ditujukan
untuk mengangkat berbagai elemen potensial yang terdapat dalam tradisi lokal masyarakat Indonesia. Nilai-nilai budaya
lokal telah memperkuat kemampuan masyarakat untuk memelihara taraf kesejahteraannya, di kala sesama warga
menghadapi risiko sosial yang berat.
Dukungan kepedulian sosial yang dikembangkan secara tradisional, ternyata telah tumbuh menjadi “modal sosial”, yakni
kerjasama secara gotong royong antar warga masyarakat untuk menghasilkan tindakan kolektif guna mengatasi
masalah yang dihadapi oleh sesama warga masyarakat. Pilar modal sosial inilah yang kemudian menjadi kelengkapan
elemen dalam Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial Nasional. Di dalam modal sosial, terdapat tiga unsur penting, yaitu
semangat karitas(charity), kepedulian sosial(volunteerism), dan kepedulian sesama warga(civic involvement).
Sehubungan dengan itu, maka focus pengembangan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) hendaknya juga dikaitkan
secara komprehensif dengan kepedulian sosial yang secara khusus berkembang dalam masyarakat Indonesia sebagai
tradisi lokal.
Kepedulian sosial akan dapat dijadikan sebagai gerakan nasional yang mendampingi pelaksanaan komponen bantuan
sosial dan asuransi sosial. Dalam pelaksanaan kepedulian, kita akan menemukan bahwa aktivitas yang dilaksanakan
masyarakat ternyata mengandung potensi sosial yang dahsyat. Melalui kepedulian sosial, dapat terhimpun dana
masyarakat (community fund) dalam jumlah besar dan secara serentak terjadi redistribusi penghasilan melalui
mekanisme kegotong-royongan. Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), merupakan perwujudan dari
partisipasi masyarakat secara nyata dalam mengembangkan Sistem Jaminan Kesejahteraan Sosial yang mengakar kuat
di masyarakat. Salah satu model LKM-KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang dikembangkan Departemen Sosial di
seluruh Indonesia adalah BMT, yang kepanjangannya adalah Balai-Usaha Mandiri Terpadu, yang melakukan fungsi
http://jamkesos.depsos.go.id - SIMJKS Powered by Mambo Open Source Generated: 30 September, 2009, 12:04
Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan usaha kesejahteraan sosial, karena kegiatan BMT selain melakukan
pengembangan usaha-usaha produktif dengan mendorong kegiatan menabung dan memberikan pembiayaan usaha
ekonomi anggotanya, juga bias menerima titipan dana Iuran Kesetiakawanan Sosial, zakat, infak, dan shodaqoh, serta
mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan ketentuan. LKM-KUBE merupakan usaha bisnis dan sosial
yang bersifat mandiri, ditumbuhkembangkan secara swadaya, dan dikelola secara professional, serta berorientasi untuk
kesejahteraan anggota dan masyarakat di lingkungannya.
PENDAMPINGAN SOSIAL
D. Proses Pendampingan
Proses Pendampingan Sosial merupakan serangkaian kegiatan yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu
dengan yang lain. Keberhasilan atau kegagalan suatu tahap kegiatan akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh tahap
kegiatan lainnya. Langkah-langkah Pendampingan Sosial yang dimaksud adalah:
1. Fasilitasi, yaitu upaya yang dilakukan pendamping sosial dalam membantu Lembaga Pelaksana dengan memberikan
kesempatan dan kemungkinan untuk menggunakan keterampilan-keterampilan dan sumber-sumber yang dimiliki agar
Lembaga dan sasarannya mampu mengatasi masalah.
2. Pendidikan Masyarakat, yaitu kegiatan yang dilakukan pendamping sosial dalam membantu Lembaga dan sasaran
pelayanan dengan memberikan rangsangan untuk mengembangkan pengetahuan, kepercayaan/keyakinan, dan
keterampilan yang dimiliki guna menunjang pemecahan masalah yang sedang dilakukan.
3. Mediasi, yaitu kegiatan yang dilakukan Pendamping Sosial dalam membantu Lembaga Pelaksana dengan wujud
mengidentifikasi sistem sumber yang ada di lingkungannya dan menjembatani antara sistem sumber dengan warga
dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi.
4. Advokasi, yaitu kegiatan yang dilakukan Pendamping Sosial dalam membantu Lembaga Pelaksana, dengan
keberaniannya mewakili dan membela kepentingan-kepentingan Lembaga Pelaksana dan sasaran yang sedang
memperjuangkan hak-haknya terhadap pihak lain, seperti kepada pemerintah, dunia usaha, dan organisasi-organisasi
sosial.
5. Promosi, yaitu kegiatan yang dilakukan Pendamping Sosial dalam membantu Lembaga Pelaksana dengan
menyebarkan informasi keberhasilan penanganan masalah yang sudah dilakukan dan meningkatkan taraf
kesejahteraannya secara berkelanjutan.
6. Konsultasi, yaitu kegiatan yang dilakukan Pendamping Sosial untuk memberikan saran/konsultasi/informasi bagi
kemajuan Lembaga Pelaksana jika dibutuhkan.
2. Fungsi Operasional, yaitu Pendamping Sosial melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan tugas-tugas
pokok pendampingan, baik dalam bentuk dukungan, konsultasi, saran, maupun fasilitasi.
Tugas-tugas yang dilaksanakan antara lain adalah:
a. Tugas Penyuluhan Sosial, yaitu melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan penyampaian informasi sebagai
upaya bimbingan dan motivasi kepada lembaga Pelaksana dan lingkungannya, sehingga tumbuh kesadaran dan
keinginan Lembaga untuk berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan usaha kesejahteraan sosial. Kegiatan ini dapat
dilaksanakan secara lisan (dialog tatap muka), tulisan (media cetak atau gambar), atau berupa peragaan (praktek
langsung).
b. Tugas Peningkatan Kapasitas, yaitu melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan kemampuan berorganisasi
melalui Lembaga Pelaksana sebagai salah satu bentuk penguatan hasil yang dicapai melalui kegiatan penyuluhan sosial
berdasarkan kondisi obyektif yang dihadapi Lembaga Pelaksana.
c. Tugas Fasilitasi, yaitu melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan peningkatan akses pemanfaatan fasilitas
umum dan pelayanan sosial dasar yang sesuai dengan kebutuhan Lembaga Pelaksana, baik fasilitas/pelayanan yang
berada di dalam maupun di luar lingkungan masyarakat dampingan.
d. Tugas Kedaruratan, yaitu melaksanakan tugas-tugas dalam situasi mendesak atau darurat yang berkaitan dengan
pemberian dukungan materi maupun non-materi atau pencapaian sumber dan potensi kelembagaan yang dapat
dimanfaatkan secara langsung oleh Lembaga Pelaksana.
e. Tugas Advokasi, yaitu melaksanakan tugas-tugas untuk memperjuangkan kepentingan sasaran pelayanan, termasuk
hak-hak keluarga peserta dan sasaran pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar yang menjadi tanggung jawab
pemerintah dan masyarakat.
3. Fungsi Koordinasi dan Kerjasama, yaitu Pendamping Sosial melakukan berbagai upaya untuk menjalin kerjasama
dengan berbagai pihak (networking) dalam rangka pemanfaatan dan pendayagunaan sistem sumber kelembagaan yang
berada di luar lingkungan masyarakat.
Tugas-tugas yang dilaksanakan adalah:
a. Tugas Kemitraan, yaitu melaksanakan tugas kerjasama dengan pihak-pihak tertentu, khususnya lembaga dari luar
Lembaga Pelaksana dalam memanfaatkan atau mengembangkan potensi dan sumber Lembaga Pelaksana.
b. Tugas Aksesibilitas, yaitu melaksanakan tugas menciptakan iklim yang kondusif, membuka informasi atau peluang
kepada Lembaga Pelaksana untuk menjangkau fasilitas umum dan pelayanan sosial dasar yang berada di luar
lingkungan mereka serta menjelaskan bagaimana tata cara atau prosedurnya.
c. Tugas Rujukan, yaitu melaksanakan tugas untuk mengkaitkan Lembaga Pelaksana dengan sistem sumber yang lebih
luas di luar lingkungan tempat tinggalnya serta memberikan alternative atau pertimbangan terhadap positif-negatifnya
sistem sumber yang akan dimanfaatkan tersebut.
PENUTUP
Jaminan Kesejahteraan Sosial sebagai elemen hak asasi manusia berlaku universal untuk seluruh warga Negara, yang
bermanfaat untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap ketidakmampuan penduduk miskin dalam menghadapi
risiko sosial.Jaminan Kesejahteraan Sosial telah menjadi komitmen nasional yang diamanatkan secara konstitusional
dalam UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Oleh karena itu, penyelenggaraan Jaminan
Kesejahteraan Sosial melekat sebagai “state obligation” yang dilaksanakan untuk kepentingan seluruh rakyat, terutama
bagi warga yang tidak mampu, miskin, dan mengalami masalah kesejahteraan sosial.
Kehadiran Jaminan Kesejahteraan Sosial semakin relevan karena setiap bangsa selalu berhadapan dengan kenyataan
dimana selalu ada sejumlah warga masyarakat, baik perorangan, kelompok, keluarga, maupun kesatuan komunitas
tertentu, yang mengalami hambatan fungsi sosial dalam memenuhi kebutuhan dasar dan mengalami risiko
ketidakpastian dalam hidupnya sehingga berpengaruh terhadap penurunan taraf kesejahteraan sosialnya.
Dalam tatanan pembangunan sosial di Indonesia, Jaminan Kesejahteraan Sosial, baik bantuan sosial maupun Asuransi
Kesejahteraan Sosial yang menjadi domain Departemen Sosial, merupakan kegiatan strategis untuk memberikan
perlindungan sosial bagi penduduk miskin dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial secara
berkelanjutan.
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang merupakan warga masyarakat tidak mampu dan miskin,
menjadi sasaran utama dalam Jaminan Kesejahteraan Sosial. Kegiatan yang dilakukan terdiri dari: (1) Bantuan Sosial
(baik yang diberikan dalam bentuk santunan tidak tetap/sementara maupun santunan tetap/permanen), dan (2) Asuransi
Kesejahteraan Sosial (ASKESOS).
Jaminan Kesejahteraan Sosial akan dapat terselenggara dengan baik jika semua unsur pemangku kepentingan terkait
dapat memahami secara menyeluruh dimensi filosofis, sosiologis, dan yuridis program ini. Oleh karena itu, Panduan
Umum ini sangat diharapkan untuk dipahami secara jelas dan dapat disosialisasikan secara intens dan berkelanjutan,
baik di kalangan pemerintah, organisasi sosial, dunia usaha, dan masyarakat.
http://jamkesos.depsos.go.id - SIMJKS Powered by Mambo Open Source Generated: 30 September, 2009, 12:04