Anda di halaman 1dari 8

CERPEN :

PILU

NAMA : ANDI TRISWOYO

KELAS : X – 5

NO.ABSEN : 04

DINAS PENDIDIKAN NASIONAL

SMA NEGERI 1 PURWOKERTO

2010

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dari Bu Asnifah
selaku Guru Bahasa Indonesa .Adapun maksud dari penyelesaian tugas ini
adalah sebagai berikut .

1. Memenuhi tuntutan Kompetensi Dasar mata pelajaran Bahasa


Indonesia.

2. Berlatih untuk membuat sebuah karya (dalam hal ini yaitu


cerpen ).

3. Menggali bakat dan minat siswa dalam kesusastraan.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada orang orang yang telah membantu penulis sehingga dapat
menyelesaikan tugas ini.

1. Teman-teman X-5 yang tak henti-hentinya tersenyum.

2. Bu Asnifah selaku guru Bahasa Indonesia yang telah


membimbing.

3. Bunda ,ayah ,kakak dan nenek yang selalu memotivasiku.

Oleh karena itu, Penulis sangat berkenan dan senang hati ,apabila para
pembaca dapat memberikan masukan kepada penulis agar lebih baik lagi di
masa yang akan datang.

Purwokerto, Februari 2010

Penulis

2
Pilu
Bunyi kapal di seberang lautan sana masih terdengar .Mungkinkah
masih sempat melihat roman mukanya.Sudut bibirnya yang kemilau masih
menampakkan sisa-sisa aktifitas makannya.Siput di pesisir masih berjuang
untuk terus hidup.Gerak-gerik berbagai burung hinggap di permukaan pasir
yang lembap. Dan suara gemuruh alun masih terrekam diiringi cipratan ikan-
ikan yang mengundang gelak tawa.Pohon Nyiur saling melambai-lambaikan
daunnya yang hijau.Deburan ombak yang ganas siap memangsa siapa saja
yang berani melawannya.

Inilah kisah Dika bocah laut yang merana .Sang ayah yang
dirindukannya telah meninggalkannya.Badai laut yang telah menghancurkan
mimpinya menjadi seorang anak normal .Ya ayahnya , sekitar 1 bulan telah
berpulang.Kala itu ,ayah pergi meninggalkannya.Tanpa pamit dan tanpa
salam untuknya.Padahal cuaca saat itu sedang tidak bersahabat-
sahabatnya. Gemuruh petir saling berjegar-jeger ria.Hujan tak henti-hentinya
menumpahkan hasil kondensasi awan.Dan tentu saja laut sedang berpesta
pora ,menggoyang-goyangkan cairannya termasuk kapal ayahnya.Tinggalah
dia bersama ibu tercintanya.

Sore itu, dia hanya bisa menyaksikan keagungan Tuhan.Sang mentari


telah siap berpulang diselingi kepakkan burung kuntul dan blekok yang
saling berpapasan.Pemandangan itu menimbulkan kesan hiburan bagi
dirinya.Karena orang tua yang diidam-idamkan telah berpulang.Itulah nasib
manusia ada kalanya sedih tetapi di lain saat gembira menyapa.

3
Hari-hari dilewatinya dengan melamun dan melamun .Andai saja aku
memiliki seorang ayah , pikir dalam benaknya.Sejenak dia melamun,
ternyata teman-teman bermainnya memperhatikan dengan rona muka yang
mengejek.Ya, teman-teman sebayanya juga mengalami hal yang sama.Hal
yang sangat dibenci oleh semua manusia sekalipun , yaitu kehilangan orang
yang dicintainya.Namun lain halnya bagi anak-anak laut macam Dika dkk.
Kehilangan sanak keluarga merupakan suatu resiko maupun keharusan bagi
penduduk pesisir.Kematian bagi penduduk pesisir hanyalah menjadi suatu
tantangan bagi nelayan untuk menaklukan ombak.Karena penduduk pantai
tidak memiliki pilihan lain dalam bekerja . Bila mereka tidak bekerja ,
otomatis tidak ada makanan yang mereka santap dan tidak ada gizi untuk
buah hati mereka.Gizi yang mereka lamunkan hanya menjadi angan-angan
bagi mereka.

Gizi apakah yang menjadi konsumsi mereka.Gizi dari beberapa ekor


ikan laut dan hanya nasi.Itu kalau ada nasi. Kalau tidak,ya mereka makan
hanya ikan.Konon, ikan laut banyak memberikan gizi yang baik bagi anak-
anak.Dan kata konon kata ikan laut dapat memberikan
kecerdasan.Tapi,kenapa anak-anak banyak mengalami busung
lapar.Tentukan ikan laut yang mereka konsumsi bisa menjadi biang keladi
atas penyakit mereka.

Jepang , negeri Sakura yang berbentuk kepulauan dalam


kesehariannya menetapkan ikan sebagai santapan wajib mereka.Ikan yang
mereka santap mampu memberikan kecerdasan yang luar biasa bagi
mereka.Teknologi sudah sedemikian maju, kesejahteraan sudah membahana
hingga ke segala penjuru Jepang.Sampai-sampai negara adidaya Amerika
menetapkannya sebagai rival yang begitu ditakutinya .Tak hanya mecan
Asia , Jepang kini telah berubah menjadi seekor macan dunia bergigi tajam
yang memiliki duri-duri tajam hampir di segala tubuhnya.

4
Pagi ini, Dika hanya bisa tersenyum dan melamun. Seperti
kebiasaannya tiap pagi , dia telah siap bertopang dagu dan siap mendengar
ejek dan gelak tawa dari teman-temannya yang bernasib sama
dengannya.Namun , lain kayaknya keadaan pagi ini. Mentari tampaknya
masih sumringah menebar beribu kilatan cahaya.Dan anginpun masih
segan-segannya bercumbu dengan pohon kelapa yang terus melambai-
lambai.

Sebuah rona muka gembira seketika menyergap Dika.Sesaat dia


seperti merasakan hasrat hidupnya kembali muncul.Dan membangkitkan
urat-urat tubuhnya yang sekian lama tidak difungsikannya. Ya benar saja ,
mungkin sepertinya hari ini harapan itu akan tumbuh , mekar dan
menimbulkan aroma kehidupan yang menyinari dirinya. Telinga yang sudah
lama dia tulikan , kini mulai dipergunakannya lagi. Mata yang telah dia
butakan , kini dia coba untuk memfungsikannya. Untuk melihat keindahan
dan keanekaragaman dunia. Dunia tak selamanya kejam bagi diri Dika.
Namun, dibalik kejamnya dunia tersimpan sesuatu yang luar biasa yang
dianugrahkan Tuhan pada manusia.

Teman-temannya yang sekian lama ia hiraukan .Kini menolehnya


dengan sebuah senyum miris khas produk pesisir . Sebuah senyum hambar
yang timbul akibat kesengajaan. Kapal-kapal yang teronggok dan terdampar
begitu saja dilihatnya hanya sebuah benda biasa .Laut yang berkali-kali
menghempaskan isi perutnya dilihatnya tak lain sebuah mainan yang
mengingatkannya pada masa kecilnya dulu.

20 Januari 1998 , tiba-tiba ingatan akan tanggal bertragedi kembai


menyeruak.Dia masih hafal ketika itu malam hari. Hujan lebat mendera dan
laut tak henti-hentinya membuat ombak setinggi 3 meter. Angin meraung
kencang diselingi badai dan petir yang saling bersahut-sahutan.Kondisi alam
yang seperti itu selayaknya menjadi sebuah ketakutan yang kuar biasa
mengerikan . Ancaman kematian datang silih berganti .

5
Namun , itu tak menjadi halangan sedikitpun bagi ayah Dika. Dia
bertekad pantang dia harus menyerah pada laut yang setiap harinya
memainkan manusia. Diapun percaya bahwa Tuhan tidak akan dengan
mudah mencabut nyawa seseorang yang dalam hatinya terukir ibadah .
Maka dia dengan tekad membaja berniat untuk melaut malam itu. Apalagi ,
ditambah kondisinya saat itu, kelaparan menerpa istri tercintanya dan buah
hatinya yang masih terlalu dini untuk menanggung beban hidupnya.

Tekad dia malam itu bukannya tanpa halangan dan tantangan. Istri
,dan anaknyapun berkali-kali merengek untuk membatalkan niatnya itu.
Tetesan air mata itu terus berlinang dan kepedihan hati tatkala itu sungguh
tak bisa dibayangkan. Konflik batin saat itu sungguh berkecamuk. Mungkin
konflik itu lebih mengerikan dari perang Barathayuda ataupun perang Dunia
sekalipun. Sungguh saat itu , dua pilihan yang sangat vital itu betul-betul
memusingkan jiwa mereka. Niat untuk menyelamatkan orang yang dikasihi
atau memperpanjang nafas hdup mereka dengan mengisi perut mereka
dengan sepotong daging.

Akhirnya tekad itu tak mampu dibendung lagi. Dengan gagah berani ,
malam itu , dia mengecup kening istri dan anak tercintanya sambil
meyakinkan bahwa dia akan kembali dengan seonggok daging yang akan
mengusir rasa penat.

Berangkatlah dia ke laut dengan gagah berani . Jala dan perlatan


melaut lain telah disiapkannya hingga perahu yang akan dinaikinya . Hujan
lebat dan kilatan petir tak dihiraukannya . Ataupun ombak yang setinggi
pohon kelapa tak menjadi penghalang baginya. Seonggok atau bila perlu
sepotong daging dan berapa ekor ikan baik kecil dan yang besar , menjadi
obsesinya malam itu.

Bukannya untung yang didapat melankan buntung yang diperoleh .


Ironis , kala dia sedang sibuk-sibuknya menjala ikan ,sebuah ombak besar
menimpa perahunya dan merusak tatanan kayu yang menyusun perahunya.

6
Keesokan harinya , mayatnya telah ditemukan mengapung di pinggiran
pantai .

Kejadian itu langsung membuat kabar yang semakin besar. Hingga


sampai keluarga Dika mengetahuinya. Seketika ibu Dika meneteskan air
mata dan menumpahkan kebodohannya kala malam itu. Andai dia bisa
mengulang waktu mungkin dia akan melawang habis-habisan hingga
mungkin mengunci mulutnya bila perlu. Namun semua sudah terlanjur .Nasi
telah menjadi bubur dan kini tinggal kesediahan tak berujung
menghampirinya.

Purwokerto, Februari 2010

Penulis ,

Andi Triswoyo

X – 5 / 04

= = = = = = = = = = == = = == = = = = = = = = = = = = = = = = = =
= = == = = = = =

BIODATA PENULIS
Andi Triswoyo yang notabene seorang pelajar yang
sangat gemar membaca buku satra khususnya novel
dan cerpen .

7
Dia dilahirkan pada tanggal 17 April 1994 di Kabupaten Banyumas. Di
sebuah desa yang sejuk di kaki bukit bernama Desa Cibangkong tepatnya di
Kecamatan Pekuncen.

Masa kecilnya dihabiskan di sebuah desa yang sejuk dimana hewan-


hewan lucu mengitarinya. Pendidikannya dimulai di sebuah TK Pertiwi
Cibangkong berlanjut di SD Negeri 4 Cibangkong , SMP Negeri 1 Ajibarang
dan SMA Negeri 1 Purwokerto .

Dalam hidupnya , penulis tak henti-hentinya mengingatkan agar selalu


bekerja keras dan bermimpi . Karena semua kesuksesan dan kisah
keberhasilan berawal dari sebuah impian . Semangat.

Anda mungkin juga menyukai