Anda di halaman 1dari 5

Pengertian, Pembagian, dan Contoh Hadits Shahih

Pengertian hadits shahih adalah sebuah hadits yang sanadnya bersambung dan
diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah[1] Serta tidak ada cacat atau kekurangan dalam hadits
tersebut.[2] Atau dalam istilah lain tidak termasuk hadits yang syadz dan mu’allal[3].

Dari pengertian ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa kriteria hadits shahih adalah

a) Tersambung sanadnya (ittisal as-sanad) artinya setiap hadits yang yang diriwayatkan
oleh rowi kerowi di atasnya sehingga sambung dalam penerimaan haditsnya kepada
Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, akan mengecualikan hadits yang munqoti',
muaddlol, mullaq dan mursal.

b) Diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah ('adil dan dhabit)

Adil adalah sifat yang yang ada pada seseorang yang senantiasa mendorong untuk
bertakwa dan menjaga kredibilitasnya. Ini terkait dengan dimensi moral spiritual.

Dlabit adalah sifat terpercaya, hafal di luar kepala, mengetahui arti hadits,dan mampu
untuk menceritakan setiap saat sesuai dengan redaksi saat ia menerima hadits. Dlabit
sendiri dibagi menjadi tiga tingkatan:

Tingkat pertama ( al-darojah al-ulya) yang ada pada 'adil dan dlobid

Tingkat kedua (al-darojah al-wustho) tingkatan yang ada di bawahnya

Tingkat ketiga (al-darojah al-dunya) bawah tingkat kedua.

c) Hadits yang diriwayatkan bukan termasuk kategori hadits yang syadz

d) Hadits yang diriwayatkan harus terbebas dari illat (cacat) yang dapat menyebabkan
kualitas hadits menjadi turun. .

Hadits shohih terbagi menjadi dua;


a) Shohih lidzatihi adalah sebuah hadits ayng mancakup semua syarat hadits shohih dan
tingkatan rowi berada pada tingkatan pertama. Contoh;

‫من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار‬

Sehingga apabila sebuah hadits telah ditelaah dan telah memenuhi syarat di atas, akan
tetapi tingkatan perowi hadits berada pada tingkatan kedua maka hadits tersebut
dinamakan hadits Hasan

b) Shohih lighoirihi

Hadits ini dinamakan lighoirihi karena keshohihan hadits disebabkan oleh sesuatu
yang lain. Dalam artian hadits yang tidak sampai pada pemenuhan syarat-syarat yang
paling tinggi. Yakni dlobid seorang rowi tidak pada tingkatan pertama. Hadits jenis
ini merupakan hadits hasan yang mempunyai beberapa penguat. Artinya kekurangan
yang dimiliki oleh hadits ini dapat ditutupi dengan adanya bantuan hadits, dengan
teks yang sama, yang diriwayatkan melalui jalur lain. Contoh hadits dari Muhammad
bin Amr dari Abi Salamah dari Abi Hurairoh bahwa Nabi bersabda

‫لو ال أن أشق علي أمتي ألمرتهم بالسواك عند كل صالة‬

Letak hadits ini masuk pada kategori lighorihi. Menurut Ibnu Sholah memberi alasan
karena pada Muhammad bin Amr bin al-Qomah termasuk orang yang lemah dalam
hafalan,.kekuatan, ingatan dan juga kecerdasanya, Akan tetapi hadits ini dikuatkan
dengan jalur lain, yaitu oleh al A'raj bin Humuz dan sa'id al Maqbari maka bias
dikategorikan shohih lighirihi.

Cara mengukur keshohihan hadits..

Untuk mengetahui suatu hadits itu apakah shahih atau tidak, kita bisa melihat dari
beberapa syarat yang telah tercantum dalam sub yang menerangkan hadits shahih.
Apabila dalam syarat-syarat yang ada pada hadits shahih tidak terpenuhi, maka secara
otomatis tingkat hadits itu akan turun dengan sendirinya. Semisal kita meneliti sebuah
hadits, kemudian kita temukan salah satu dari perawi hadits tersebut dalam kualitas
intelektualnya tidak sempurna. Dalam artian tingkat dlabidnya berada pada tingkat kedua
(lihat tingkatan dlabid pada bab hadits shahih), maka dengan sendirinya hadits itu masuk
dalam kategori hadits shahih lighoirihi. Dan apabila ada sebuah hadits yang setelah kita
teliti kita tidak menemukan satu kelemahanpun dan tingkatan para perawi hadits juga
menempati posisi yang pertama , maka hadits itu dikatakan sebagai hadits shahih lidatihi.

Untuk hadits shahih lighoirihi kita bisa merujuk pada ketentuan-ketentuan yang
termuat dalam pengertian dan kriteria-kriteria hadits hasan lidatihi. Apabila hadits itu
terdapat beberapa jalur maka hadist itu akan naik derajatnya menjadi hadits shahih
lighoirihi. Dengan kata lain kita dapat menyimpulkan apabila ada hadits hasan akan tetapi
hadits itu diriwayatkan oleh beberapa rawi dan melalui beberapa jalur, maka dapat kita
katakana hadits tersebut adalah hadits shahih lighoirihi.

Adapun derajat hadist hasan sama dengan hadist shahih dalam segi kehujjahannya,
sekalipun dari sisi kekuatannya berada di bawah hadist shahih. Oleh karena itu mayoritas
Fuqaha, Muhaditsin dan Ushuliyyin (ahli Ushul) berpendapat bahwa hadist hasan tetap
dijadikan sebagai hujjah dan boleh mengamalkannya.

Pendapat berbeda datang dari kelompok ulama Al-Mutasyaddidun (garis keras) yang
menyatakan bahwa hadist hasan tidak ada, serta tidak dapat dijadikan hujjah. Sementara
ulama Al-Mutasahilun (moderat) seperti al-Hakim, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah dll
justru mancantumkannya ke dalam jenis hadist yang bisa dijadikan sebagai hujjah
walupun tingkatannya dibawah hadits sahih[4].

Sedangkan untuk hadits dhaif Ulama juga berbeda pendapat, yaitu[5] :

 Mutlak tidak bisa diamalkan baik yang terkait dengan hukum maupun Fadhail al A'mal,
menurut Abu Hatim, Bukhori Muslim, dan Abu Bakr ibn al 'Arabi.

 Mutlak bisa di amalkan asalkan di tahrij oleh Abu dawud dan Ahmad ibn Hanbal.
 Bisa diamalkan ketika terkait dengan Fadhailul a'mal, nasihat dan sebagainya. Selain
hukum.inipun harus dengan catatan apabila tidak sangat dha'if dan harus bersamaan
dengan riwayat pendukung[6].

Peran At-Tabi' dalam analisis kualitas Sanad

Sebelum kita mengetahui lebih jauh peran mutabi' terhadap kualitas sebuah hadits.
Sebaiknya kita terlebuh dahulu mengetahui apakah pengertian at tabi'. Mutabi'
merupakan isim fa'il taba'a yang berarti mengikuti. Sedangkan pengertian terminologinya
adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang berkapasitas sebagai al-
mukhorij al- hadits. Di mana hadits itu sesuai dengan hadits yang yang diriwayatkan oleh
perawinya. Sedangkan al-mukhorij itu meriwayatkan dari guru perawi pertama atau dari
guru gurunya perawi[7]. Pengertian lain mutabi' adalah hadits yang rowinya itu ada
kesesuaian dengan rowi lain yang berkapasitas sebagi mukharriij al hadits. Di mana rawi
kedua meriwayatkan dari guru rawi pertama atau dari guru gurunya rawi pertama.
Kesesuaian tadi bisa dalam ma'na, redaksi ataupun keduanya[8].

Posisi mutabi' sangat berpengaruh terhadap kualitas sebuah hadits. Karena ketika ada
sebuah hadits yang kurang dari segi sanad, sehingga tidak bisa dapat dikategorikan
sebagai hadits shohih maupun hadits hasan, maka ketika ditemukan hadits yang sama dari
jalur lain, posisi hadits yang pertama bisa kuat dan naik menjadi hadits shohih lighoirihi
atau hasan lighoirihi.. Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Syafii dari
Malik dari Abdullah bin Umar dari Ibn Umar dari Nabi

‫ألشهر تسع وعثرون فال تصوم حتى تروا ألهالل والتفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثالثين يوما‬

Hadits ini dinilai ghorib karena diduga hanya diriwayatkan oleh Syafii dari Malik.
Akan tetapi ditemukan hadits lain yang sama dan diriwayatkan dari Abdullah bin
Maslamah al-Qo'nabi dengan jalur sanad yang sama.
[1]Tsiqah adalah seseorang yang mempunyai sifat 'adil dan dlobid artinya tidak diragukan
kualitas moral maupun intelektualnya.

[2]al-Qosimi, Qawaid al Tahdits...,hlm, 79, Umar Hasim, Qowaid al-Ushul.. , hlm, 39. Ujjaj al-
Khotib Ushul al-hadits.., hlm, 305.

[3] Dr. Ahmad Umar Hasyim, Qawaid Ushul al-hadits, (tt: Dar al-Fikri, t.th), hlm 39.

[4]Umar Hasyim, Qowaid al-Ushul.. hlm. 77

[5] Ujjaj al-Khotib Ushul al-hadits.., hlm, 351

[6] al Mun'im as Salim, Taisir al 'Ulum.., hlm 36-37

[7] Dr. Subhi Sholih, Membahas ilmu-ilmu hadist, terj, 1997, Jakarta: Pustaka Firdaus, hlm, 241

[8] Umar Hasyim, Qowaid al-Ushul...., hlm, 168

Anda mungkin juga menyukai