BAB 2
REPOSISI DINAS KESEHATAN AKIBAT KEBIJAKAN
DESENTRALISASI DAN SISTEM KESEHATAN WILAYAH
Laksono Trisnantoro
11
REPOSISI DINAS KESEHATAN AKIBAT KEBIJAKAN DESENTRALISASI DAN SISTEM KESEHATAN WILAYAH
12
BAGIAN I : Tinjauan Pustaka Mengenai Desentralisasi Kesehatan Dan Berbagai Hal Terkait
and groups articulate their interests, exercise their Secara konseptual struktur Good
legal rights, meet their obligations and mediate Governance dalam suatu masyarakat dapat dilihat
their differences.... pada gambar I.1 .
Dalam konteks good governance, dimanakah
Ada beberapa hal penting dalam konsep peran pemerintah dalam sektor kesehatan?
46
good governance di UNDP antara lain: partisipasi Kovner (1995) menyatakan bahwa peran
masyarakat, transparasi, akuntabilitas, dan pemerintah ada tiga, yaitu (1) regulator; (2) pemberi
mengutamakan aturan hukum. Dalam konteks dana; dan (3) pelaksana kegiatan. Peran sebagai
good governance ini perlu dicermati Laporan pemberi dana jelas dapat diartikan. Sementara itu,
Pembangunan Bank Dunia (1997) berjudul State peran sebagai regulator dan peran sebagai pelaksana
in Changing World. Dalam laporan ini ditekankan sering menjadi perdebatan. Perbedaan peran
mengenai peranan negara dalam memperbaiki pemerintah sebagai regulator dan pelaksana dapat
pemerataan dan kegagalan pasar. Dalam hal ini dilihat pada Tabel I.1.
ditekankan mengenai peran sebagai pemberi Dalam sektor kesehatan ada berbagai
pembiayaan dan pemberi pelayanan. Dalam lembaga pemerintah yang beroperasi. Peran
laporan ini disebutkan bahwa peran negara ada sebagai pelaksana dilakukan misalnya oleh rumah
3 tingkat: (1) peranan minimal; (2) peran sakit pemerintah pusat atau daerah. Peran sebagai
menengah; dan (3) peran sebagai pelaku kegiatan. pemberi sumber pembiayaan dapat dilakukan
Pada peran minimal, pemerintah bertugas oleh pemerintah pusat dan daerah. Peran sebagai
untuk menyediakan pelayanan publik murni, regulator dan penetap kebijakan pelayanan
misalnya: pertahanan, tata hukum dan kesehatan dapat dilakukan oleh Depkes di
perundangan, hak cipta, manajemen ekonomi pemerintah pusat untuk sistem kesehatan di
mikro, serta kesehatan masyarakat. Indonesia ataupun dinas kesehatan provinsi atau
Di samping itu, pemerintah harus kabupaten/kota.
meningkatkan program untuk mengatasi
kemiskinan, melindungi orang miskin, dan
mengatasi bencana. Pada peran yang lebih
Masyarakat
meningkat maka dalam kegiatan mengatasi
Pemerintah
kegagalan pasar, pemerintah harus melakukan
berbagai hal misalnya menjamin pendidikan
dasar,melindungi lingkungan hidup, mengatur
monopoli, mengatasi berbagai hal yang terkait
Berbagai pelaku utama Lembaga
dengan tidak seimbangnya informasi, hingga kegiatan di masyarakat madani usaha
menyediakan jaminan sosial. Pada tingkat dalam konsep Good Governance
pemerintah berperan sebagai pelaku kegiatan, ada
beberapa kegiatan seperti, melakukan koordinasi
swasta supaya tidak terjadi kegagalan pasar dan
melakukan kegiatan untuk mengatasi
Gambar 1.1. Konsep Struktur Good Governance
ketidakmerataan dengan tindakan redistribusi.
46 Kovner A.R. 1995. Health Care Delivery in the United States. Springer Publishing.
13
REPOSISI DINAS KESEHATAN AKIBAT KEBIJAKAN DESENTRALISASI DAN SISTEM KESEHATAN WILAYAH
47
Tabel I.1. Perbedaan peran pemerintah sebagai regulator dan pelaksana (Bossert)
Pemerintah sebagai Regulator Pemerintah sebagai
Pelaksana
Peran Lembaga regulator Mengelola institusi
pelayanan publik
Tujuan Menjamin kompetisi dan sistem Efisiensi dan survival
kompensasi mengarah ke institusi pelayanan
pencapaian indikator kesehatan pemerintah
wilayah
Unit analisis Berbagai jenis fasilitas pelayanan Fasilitas pelayanan
kesehatan modern dan kesehatan pemerintah,
tradisional milik pemerintah dan terutama puskesmas
swasta di suatu wilayah dan rumah sakit.
Konsekuensi Mengembangkan sistem regulasi Bersaing dengan
wilayah dan/atau swasta
melaksanakannya
Persyaratan • Integrasi sistem informasi Sistem manajemen
kesehatan pelayanan publik yang baik
dan swasta
• Pengembangan standar
institusi dan standar
pelayanan
Berbagai isu dalam good governance di sektor 8. Pembiayaan pelayanan kesehatan yang
kesehatan: responsif dan fair.
1. Komitmen politik untuk pengembangan 9. Desentralisasi pelayanan
pelayanan kesehatan.
2. Pendekatan yang pro-orang miskin MANAJERIALISME DAN OTONOMI
3. Menyeimbangkan peran pemerintah, lembaga LEMBAGA
usaha swasta, dan lembaga swadaya Sebagai lembaga pelaksana, rumah sakit
masyarakat dalam pelayanan kesehatan pemerintah daerah atau BP puskesmas perlu
4. Menangani kegagalan pasar, misalnya dikelola dengan baik agar dapat bersaing dengan
pemerintah sebaiknya membiayai masyarakat swasta. Dalam hal ini peran pemerintah sebagai
miskin yang tidak mampu membeli pelayanan pelaksana memerlukan konsep manajerialisme.
kesehatan. Dalam konsep manajerialisme ada pemahaman
5. Manajemen lembaga pelayanan kesehatan bahwa lembaga yang menggunakan konsep
yang berorientasi pada pengguna manajemen dalam pelaksanaan kegiatan akan
48
6. Partisipasi luas dari masyarakat dan lembaga mempunyai kinerja yang lebih baik . Akan tetapi,
usaha dalam pengambilan keputusan, sistem manajemen yang baik membutuhkan
refor masi bidang kesehatan, dan otonomi pada berbagai aspek dan kebutuhan.
pengembangan sistem kesehatan. Istilah yang sering dipergunakan secara praktis
7. Memberantas praktik-praktik ilegal dalam adalah tersedianya wewenang untuk menetapkan
pelayanan kesehatan, termasuk korupsi. keputusan sendiri dan mengelola
pelaksanaannya. Tanpa wewenang ini, sebuah
47 Bossert T, Hsiao W, Barrera M, Alarcon L, Leo M, Casares C. (1998) Transformation of ministries of health in the era of health reform: the
case of Colombia. Health Policy and Planning; 13(1): 59-77.
48 Pollit C. (1990). Managerialism and the Public Services. Basil Blackwell.
14
BAGIAN I : Tinjauan Pustaka Mengenai Desentralisasi Kesehatan Dan Berbagai Hal Terkait
rumah sakit pemerintah misalnya, akan ting gi. Pada kolom (sumbu tegak), ada
cenderung menjadi bagian dari sistem birokrasi pembedaan otonomi pada tingkat makro, yaitu
besar yang kaku. Menurut kamus arti otonomi pada sistem kesehatan nasional dan pada tingkat
adalah: mikro di rumah sakit. Ada lima domain dalam
otonomi rumah sakit: (1) manajemen strategis
The quality or state of being self governing, especially dengan wewenang untuk menetapkan visi dan
“the right or power of self government; ‘existing or misi, menetapkan tujuan umum secara luas,
capable of existing independently; and “subject to its mengelola aset rumah sakit dan
laws only’.
mempertanggungjawabkan kebijakan rumah
sakit; (2) administrasi untuk mengelola
Pemahaman otonomi rumah sakit adalah
manajemen sehari-hari, misalnya pengaturan
wewenang untuk mengelola sumber daya, dengan
jadwal, alokasi ruangan, sistem infor masi
mengikuti prosedur dan standar yang ditetapkan.
manajemen; (3) aspek pembelian yang mencakup
Otonomi rumah sakit merupakan bagian dari
obat, peralatan rumah sakit, dan barang habis
reformasi pelayanan publik di berbagai negara.
49 pakai; (4) manajemen keuangan yang mencakup
Chawla dkk. menyatakan bahwa definisi
penggalian sumber daya keuangan, perencanaan
otonomi rumah sakit berada pada dua dimensi:
anggaran, akuntansi, dan alokasi sumber-sumber
(1) seberapa jauh sentralisasi pengambilan
daya; (5) aspek manajemen sumber daya manusia
keputusan; dan (2) jangkauan keputusan untuk
yang meliputi kewenangan untuk mengangkat dan
menentukan kebijakan dan pelaksanaan program
memberhentikan sumber daya manusia,
oleh rumah sakit. Dengan demikian, konsep
menciptakan pos-pos jabatan baru, menentukan
otonomi rumah sakit dapat dipergunakan di
peraturan kepegawaian, kontrak, dan gaji.
rumah sakit-rumah sakit pemerintah atau swasta.
Konsep otonomi rumah sakit diterapkan di
Pada konteks rumah sakit swasta, otonomi rumah
berbagai negara. Di berbagai negara, bahasa yang
sakit diartikan sebagai seberapa jauh direksi
dipergunakan untuk otonomi rumah sakit adalah
rumah sakit dapat melakukan keputusan
hospital cor poratization. Istilah korporitasi
manajemen, misalnya menentukan anggaran atau
merupakan suatu tahap (tahap ketiga) dari
menerima tenaga. Derajat otonomi di rumah sakit
perubahan bentuk lembaga pemerintah dari (1)
pemerintah dapat diukur misalnya dari indikator
rumah sakit sebagai Unit birokrasi pemerintah,
proses rekruitmen dokter. Jika rumah sakit
(2) rumah sakit sebagai unit otonomi, (3) rumah
pemerintah tidak mempunyai wewenang untuk
sakit sebagai unit korporasi, dan (4) rumah sakit
menerima dokter, rumah sakit tersebut tidak 50
yang diswastanisasikan .
otonom dalam manajemen sumber daya manusia.
Korporatisasi rumah sakit mempunyai
Lebih lanjut Chawla dkk. memberikan
prinsip mempertahankan kepemilikan pemerintah
sebuah model konseptual dalam bentuk matriks
tetapi mengurangi biaya rumah sakit dengan cara:
seperti pada tabel I.2. Model ini menggambarkan
(1) memberikan wewenang untuk meningkatkan
bahwa ada sebuah kontinum (pada sumbu
penerimaan dari pasien; (2) mengubah struktur
mendatar) dengan suatu keadaan sentralisasi
insentif di rumah sakit. Model ini diujicobakan
penuh dengan otonomi rendah, menuju ke
di Lebanon untuk meningkatkan mutu pelayanan
keadaan desentralisasi penuh dengan otonomi 51
rumah sakit pemerintah .
49 Chawla M, Govindaraj R, Berman P, Needleman J. 1996. Improving Hospital Performance through Policies to Increase Hospital Autonomy: Methodological
Issues.
50 Preker A..S, Harding A. 2003. Innovations in Health Service Delivery: The Corporatization of Public Hospitals. Washington DC. World Bank.
15
REPOSISI DINAS KESEHATAN AKIBAT KEBIJAKAN DESENTRALISASI DAN SISTEM KESEHATAN WILAYAH
Dalam istilah ini ada pemahaman suatu proses dinyatakan oleh Dr. Mario C. Villaverde, seorang
yang mengarah menjadi lembaga usaha (corporate) pejabat Depkes Filipina, berkaitan dengan
dan ada pemisahan dalam fungsi pemerintah otonomi bidang keuangan rumah sakit, adalah
7
sebagai pembayar dan pemberi pelayanan . sebagai berikut:
Dengan pemisahan ini dapat terjadi hubungan Reformasi dalam bidang perumah sakitan di
kontraktual antara pemerintah dengan rumah Filipina diharapkan mampu untuk mengijinkan rumah
sakit yang mengalami corporatization. Sebagai sakit pemerintah menerima dan mengelola sendiri
contoh, pemerintah akan membayar rumah sakit pendapatan fungsional yang didapat dari masyarakat.
pemerintah berdasarkan unit-cost untuk membiayai
penduduk miskin. Pada intinya, proses perluasan otonomi
Filipina menggunakan istilah hospital rumah sakit sudah berjalan di Indonesia. Proses
corporatization dalam otonomi rumah sakit. Salah ini berjalan walaupun masih terjadi kerancuan
satu pokok reformasi di Filipina seperti yang mengenai makna yang ada. Sebagai contoh kasus
51 Eid F. 2001. Hospital Governance and incentive design: The case of corporatized public hospitals in Lebanon. Paper. World Bank Research
Project: Analyzing Problems in Public Hospital Corporatization using Information Economics.
52 Chawla M, Govindaraj R, Berman P, Needleman J. 1996. op. cit.
16
BAGIAN I : Tinjauan Pustaka Mengenai Desentralisasi Kesehatan Dan Berbagai Hal Terkait
yang terjadi di sebuah RSD di Jawa Timur. dikhawatirkan mengakibatkan fragmentasi sistem
Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 kesehatan seperti yang dikeluhkan pada kasus di
tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Kabupaten X. Fragmentasi ini dinilai
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan membahayakan pembangunan kesehatan.
antarpemerintah Pusat dan Daerah, memberi Dalam perubahan struktur sistem
peluang sekaligus tantangan bagi RS dan kesehatan, dinas kesehatan diharapkan berperan
Pemerintah Daerah untuk memiliki otonomi sebagai perumus kebijakan dan regulator, termasuk
dalam pengelolaan RS. Diharapkan manajemen memberi perijinan untuk rumah sakit. Di samping
RS dapat lebih leluasa dalam menghadapi itu, sebagai perumus kebijakan teknis diharapkan
perubahan lingkungan yang demikian besar. dinas kesehatan dapat mengelola sistem
Sebagai salah satu implikasi undang-undang yang pembiayaan kesehatan. Untuk provinsi, dalam hal
baru, maka terbitlah Kepres No. 40 Tahun 2001 ini dinas kesehatan, akan mengelola dana
tentang Pedoman Kelembagaan dan Pengelolaan dekonsentrasi. Di samping fungsi dan penentu
Rumah Sakit Daerah. Dengan adanya Kepres No. kebijakan, dinas kesehatan diharapkan
40 Tahun 2001 tersebut, RSD di Jawa Timur memberikan pelayanan umum dalam sektor
tersebut berubah dari RSD Swadana dengan kesehatan dan kegiatan yang mengandung unsur
otonomi sebagian pada aspek keuangan menjadi public goods besar, misalnya kegiatan preventif dan
bentuk Lembaga Teknis Daerah. Perubahan promotif.
tersebut justru merupakan kemunduran dari Dalam menyikapi pemisahan ini, perlu
aspek manajemen lembaga. Hal ini karena suatu kajian mengenai konsekuensi berupa
otonomi penggunaan pendapatan fungsional reposisi dinas kesehatan. PP No. 8 Tahun 2003
ternyata tidak ada lagi setelah menjadi Lembaga menekankan fungsi perijinan yang dipegang oleh
Teknis Daerah. Manajemen keuangan rumah sakit dinas kesehatan. Salah satu hal yang menarik
berubah kembali seperti lembaga birokrasi. adalah konsekuensi dari perubahan struktur ini.
Rumah sakit daerah perlu dipantau aspek mutu
pelayanan kesehatan dan fungsinya dalam sistem
PP No. 8 TAHUN 2003
rujukan oleh dinas kesehatan.
DAN SISTEM KESEHATAN WILAYAH
Pemantauan ini perlu dikaitkan dengan
PP No. 8 Tahun 2003 merubah struktur perijinan rumah sakit. Oleh karena itu, timbul
sistem kesehatan wilayah. PP No. 8 Tahun 2003 wacana baru: rumah sakit sakit daerah sebagai
ini tidak hanya mengenai rumah sakit daerah, lembaga pelayanan kesehatan harus diperlakukan
namun juga memperkuat fungsi dinas kesehatan sama dengan rumah sakit swasta dalam hal
provinsi dan kabupaten/kota. Sebagai pengganti perijinan. Analog dengan Surat Ijin Mengemudi
PP No. 84 Tahun 2000, PP No. 8 Tahun 2003 (SIM) yang harus diberlakukan kepada semua
mempertegas peran dinas sebagai pengatur orang (termasuk pegawai negeri) yang ingin
kebijakan. mengemudikan mobil di jalan umum, maka
Terlihat jelas bahwa ada pemisahan rumah perijinan rumah sakit harus diberlakukan juga
sakit daerah dari dinas kesehatan secara kepada rumah sakit pemerintah. Secara diagram,
manajerial. Rumah sakit daerah menjadi lebih posisi baru dinas kesehatan pasca desentralisasi
otonom, akan tetapi pembinaan, pengawasan dan keluarnya PP No. 8 Tahun 2003 dalam sistem
mutu pelayanan dan perijinan tetap berada di kesehatan wilayah dapat dilihat pada gambar I.2
bawah Dinas Kesehatan. Keadaan ini berikut.
17
REPOSISI DINAS KESEHATAN AKIBAT KEBIJAKAN DESENTRALISASI DAN SISTEM KESEHATAN WILAYAH
Catatan:
1. Model ini dapat dipergunakan dalam konteks Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai
PP 25 Tahun 2000.
2. Peran pemerintah pusat masih penting dalam hal penyusunan standar, kebijakan, pembiayaan bagi daerah miskin, dan
berbagai program kesehatan yang membutuhkan derajad sentralisasi yang cukup tinggi (misal surveillance).
Gambar I.2. Posisi Baru Dinas Kesehatan Pasca Desentralisasi dan Keluarnya PP No. 8
Tahun 2003 dalam Sistem Kesehatan Wilayah
PENUTUP
Sebagai penutup ada beberapa pertanyaan - Dalam kaitannya dengan hal-hal tersebut di
yang perlu dibahas untuk masa depan: atas, apakah Depkes sudah mempunyai
- Apakah dinas kesehatan dapat memperkuat rencana untuk perubahan sistem kesehatan
posisinya menjadi: (1) perancang sistem wilayah akibat adanya PP No. 8 Tahun 2003?
kesehatan wilayah; (2) pemantau mutu Apakah Depkes sudah mempunyai standar
pelayanan kesehatan rumah sakit, (3) nasional untuk pemantauan mutu dan
pemberi perijinan; (4) penjamin biaya bagi perijinan rumah sakit, termasuk rumah sakit
orang miskin yang sakit; dan (5) penjaga swasta dan pemerintah daerah/pusat?
sistem rujukan kesehatan? Apakah pemerintah pusat sudah siap
- Apakah dinas kesehatan sudah menyiapkan memberi biaya pada daerah-daerah yang tidak
berbagai perangkat untuk fungsi barunya? Hal mampu?
ini menyangkut adanya peraturan daerah,
ketersediaan tenaga manusia, adanya surveyor,
instrumen penilai mutu pelayanan medik di
rumah sakit, instrumen perijinan, hingga
tersedianya dana untuk kegiatan tersebut.
18