Anda di halaman 1dari 31

Sistem koloid, yang terdiri dari koloid sol, emulsi, dan buih

masing-masing mempunyai sifat-sifat tertentu. Untuk lebih


jelasnya, mari kita simak penjelasan berikut ini:

1. Koloid Sol

A. Pembagian Koloid Sol

Seperti yang telah dijelaskan, sol merupakan jenis koloid


dimana fase terdispersinya merupakan zat padat. Berdasarkan
medium pendispersinya, sol dapat dibagi menjadi:

a. 1. Sol Padat

Sol padat merupakan sol di dalam medium pendispersi


padat. Contohnya adalah paduan logam, gelas berwarna, dan
intan hitam.

b. Sol 2. Sol Cair (Sol)


Sol cair merupakan sol di dalam medium pendispersi
cair. Contohnya adalah cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat,
dll.

c. Sol3. Sol Gas (Aerosol Padat)

Sol gas merupakan sol di dalam medium pendispersi


padat. Contohnya adalah debu di udara, asap pembakaran, dll.

B. Sifat-Sifat Koloid Sol

1. Efek Tyndall

Efek tyndall ini ditemukan oleh John


Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika
Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut
efek tyndall.

Efek tyndall adalah efek yang


terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati
(gambar kiri) disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut
tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem
koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu
terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-
partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar
tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya
relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan
sangat sulit diamati.

2. Gerak Brown

Jika kita amati system koloid dibawah mikroskop ultra,


maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan
bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan
gerak Brown. Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan
berikut:

Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan


tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas,
atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk
system koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas,
pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan
dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut
berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel
cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak
seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang
menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi
gerak zigzag atau gerak Brown.

Semakin kecil ukuran partikel


koloid, semakin cepat gerak Brown
terjadi. Demikian pula, semakin besar
ukuran partikel kolopid, semakin lambat
gerak Brown yang terjadi. Hal ini
menjelaskan mengapa gerak
Brown sulit diamati dalam
larutan dan tidak ditemukan
dalam zat padat (suspensi).

Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu.


Semakin tinggi suhu system koloid, maka semakin
besar energi kinetic yang dimiliki partikel-partikel
medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari
partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat.
Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu system koloid,
maka gerak Brown semakin lambat.

3. Adsorpsi koloid

Apabila partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam


zat cair atau gas, maka pertikel-partikel zat cair atau gas
tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat padat
tersebut. Fenomena ini disebut adsorpsi. Beda halnya dengan
absorpsi. Absorpsi adalah fenomena menyerap semua partikel
ke dalam sol padat bukan di atas permukaannya, melainkan di
dalam sol padat tersebut.
Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk
mengadsorpsi partikel-partikel pada permukaannya, baik
partikel netral atau bermuatan (kation atau anion) karena
mempunyai permukaan yang sangat luas.

4. Muatan Koloid Sol

Sifat koloid terpenting adalah muatan partikel koloid.


Semua partikel koloid pasti mempunyai muatan sejenis (positif
atau negatif). Oleh karena muatannya sejenis, maka terdapat
gaya tolak menolak antar partikel koloid. Hal ini
mengakibatkan partikel-partikel tersebut tidak mau bergabung
sehingga memberikan kestabilan pada sistem koloid. Namun
demikian, system koloid secara keseluruhan bersifat netral
karena partikel-partikel koloid yang bermuatan ini akan
menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dalam medium
pendispersinya. Berikut ini adalah penjelasannya:

a. Sumber Muatan Koloid Sol

Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui


dua cara, yaitu dengan proses adsorpsi dan proses ionisasi
gugus permukaan partikel.
i. Proses Adsorpsi

Proses adsorpsi ini merupakan peristiwa dimana partikel


koloid menyerap partikel bermuatan dari fase pendispersinya.
Sehingga partikel koloid menjadi bermuatan. Jenis muatannya
tergantung pada jenis partikel bermuatan yang diserap apakah
anion atau kation.

Sebagai contoh: partikel sol Fe(OH)3 (bermuatan positif)


mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi kation dari
medium pendispersinya sehingga sol Fe(OH) 3 bermuatan
positif, sedangkan partikel sol As2S3 (bermuatan negatif)
mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya sehingga
bermuatan negatif.

Partikel koloid sol tersebut tidak selalu mengadsorpsi ion


yang sama. Hal itu tergantung pada muatan yang berlebih dari
medium pendispersinya. Misalnya, jika sol AgCl terdapat pada
medium pendispersi dengan kation Ag+ berlebih, maka AgCl
akan bermuatan positif. Sedangkan jika AgCl terdapat pada
medium pendispersi dengan anion Cl- berlebih, maka sol AgCl
akan bermuatan negatif.

ii. Proses Ionisasi Gugus Permukaan Partikel


Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari
proses ionisasi gugus yang ada pada permukaan partikel
koloid. Contohnya adalah koloid protein dan koloid sabun/
deterjen.

a. Pada koloid protein:

Koloid ini adalah jenis sol yang mempunyai gugus yang


bersifat asam (-COOH) dan basa (-NH2). Kedua gugus ini dapat
terionisasi dan memberikan muatan pada molekul-molekul
protein.

Pada pH rendah (konsentrasi H+ tinggi), gugus basa –NH2


akan menerima proton (H+) dan membentuk gugus –NH3+

NH2 + H+  -NH3+

Pada pH tinggi, -COOH akan mendonorkan proton H+ dan


membentuk gugus –COO-

COOH + H+  –COO-
Maka, partikel sol protein bermuatan positif pada pH
rendah dan bermuatan negatif pada pH tingi. Pada titik pH
isoelektrik, partikel-partikel protein bermuatan netral karena
muatan -NH3+ –COO- saling meniadakan menjadi netral.

b. Pada koloid sabun / deterjen

Molekul sabun dan deterjen lebih kecil daripada molekul


koloid. Pada konsentrasi relatif pekat, kedua molekul ini dapat
bergabung dan membentuk partikel-partikel berukuran koloid
yang disebut misel. Lalu zat-zat yang tergabung dalam suatu
fase pendispersi dan membentuk partikel-partikel berukuran
koloid disebut koloid terasosiasi.

Sabun adalah garam karboksilat dengan partikel R-COO-


Na+. Di dalam air partikel ini akan terionisasi.

R-COO-Na+  R-COO- + Na+

Anion
Anion-anion R-COO- akan bergabung membentuk misel.
Gugus R- tidak larut dalam air sehingga akan terorientasi ke
pusat, sedangkan COO- larut dalam air sehingga berada di
permukaan yang bersentuhan dengan air.

b. Kestabilan Koloid

Partikel-partikel koloid ialah bermuatan sejenis. Maka


terjadi gaya tolak-menolak yang mencegah partikel-partikel
koloid bergabung dan mengendap akibat gaya gravitasi. Oleh
karena itu, selain gerak Brown, muatan koloid juga berperan
besar dalam menjaga kestabilan koloid.

c. Lapisan Bermuatan Ganda

Pada awalnya, partikel-partikel koloid


mempunyai muatan yang sejenis yang
didapatkannya dari ion yang diadsorpsi dari medium
pendispersinya. Apabila dalam larutan ditambahkan larutan
yang berbeda muatan dengan system koloid, maka sistem
koloid itu akan menarik muatan yang berbeda tersebut
sehingga membentuk lapisan ganda. Lapisan pertama ialah
lapisan padat di mana muatan partikel koloid menarik ion-ion
dengan muatan berlawanan dari medium pendispersi.
Sedangkan lapisan kedua berupa lapisan difusi dimana muatan
dari medium pendispersi terdifusi ke partikel koloid. Model
lapisan berganda tersebut tijelaskan pada lapisan ganda Stern.
Adanya lapisan ini menyebabkan secara keseluruhan bersifat
netral.

d. Elektroforesis

Oleh karena partikel sol bermuatan


listrik, maka partikel ini akan bergerak
dalam medan listrik. Pergerakan ini disebut
elektroforesis. Untuk lebih jelas, mari kita
lihat tabung berikut di samping.

Pada gambar, terlihat bahwa partikel-partikel koloid


bermuatan positif tersebut bergerak menuju elektrode dengan
muatan berlawanan, yaitu elektrode negatif. Jika sistem koloid
bermuatan negatif, maka partikel itu akan menuju elektrode
positif.
e. Koagulasi

Jika partikel-partikel koloid tersebut


bersifat netral, maka akan terjadi
penggumpalan dan pengendapan karena
pengaruh gravitasi. Proses penggumpalan dan
pengendapan ini disebut koagulasi.

Penetralan partikel koloid dapat dilakukan dengan 4


cara, yaitu

1. Menggunakan prinsip elektroforesis

Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-


partikel koloid yang bermuatan ke elektrode dengan muatan
berlawanan. Ketika partikel ini mencapai elektrode, maka
system koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral.

2. Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan


Ketika koloid bermuatan positif dicampur dengan koloid
bermuatan negatif, maka muatan tersebut akan saling
menghilang dan bersifat netral.

3. Penambahan elektrolit

Jika suatu elektrolit ditambahkan pada system koloid,


maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan
mengasorpsi ion positif (kation) dari elektrolit. Begitu juga
sebaliknya, partikel positif akan mengasorpsi ion negative
(anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi proses
koagulasi.

4. Pendidihan

Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah


tumbukan antara partikel-partikel sol dengan molekul-molekul
air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang
teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak
bermuatan.

f. Koloid pelindung
Sistem koloid di mana partikel terdispersinya
mempunyai daya adsorpsi relatif besar disebut koloid liofil
yang bersifat lebih stabil. Sedangkan jika partikel
terdispersinya mempunyai gaya absorpsi yang cukup kecil,
maka disebut koloid liofob yang bersifat kurang stabil. Yang
berfungsi sebagai koloid pelindung ialah koloid liofil.

Sol liofob/ hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit


penambahan elektrolit, tetapi menjadi lebih stabil jika
ditambahkan koloid pelindung yaiut koloid liofil. Berikut ini
penjelasan yang lebih lengkap mengenai koloid liofil dan liofob:

- Koloid liofil (suka cairan) adalah koloid di mana terdapat


gaya tarik-menarik yang cukup besar

antara fase terdispersi dan medium pendispersi.


Contoh, disperse kanji, sabun, deterjen.

- Koloid liofob (tidak suka cairan) adalah koloid di mana


terdapat gaya tarik-menarik yang lemah atau

bahkan tidak ada sama sekali antar fase terdispersi dan


medium pendispersinya. Contoh, disperse

emas, belerang dalam air.

Sifat-Sifat Sol Liofil Sol Liofob


Pembuatan Dapat dibuat Tidak dapat dibuat
langsung dengan hanya dengan
mencampurkan fase mencampur fase
terdispersi dengan terdispersi dan
medium medium
terdispersinya pendisperinya
Muatan partikel Mempunyai muatan Memiliki muatan
yang kecil atau tidak positif atau negative
bermuatan
Adsorpsi medium Partikel-partikel sol Partikel-partikel sol
pendispersi liofil mengadsorpsi liofob tidak
medium mengadsorpsi
pendispersinya. medium
Terdapat proses pendispersinya.
solvasi/ hidrasi, yaitu Muatan partikel
terbentuknya lapisan diperoleh dari
medium pendispersi adsorpsi partikel-
yang teradsorpsi di partikel ion yang
sekeliling partikel bermuatan listrik
sehingga
menyebabkan
partikel sol liofil tidak
saling bergabung
Viskositas Viskositas sol liofil > Viskositas sol
(kekentalan) viskositas medium hidrofob hampir
pendispersi sama dengan
viskositas medium
pendispersi
Penggumpalan Tidak mudah Mudah menggumpal
menggumpal dengan dengan penambahan
penambahan elektrolit karena
elektrolit mempunyai muatan.
Sifat reversibel Reversibel, artinya Irreversibel artinya
fase terdispersi sol sol liofob yang telah
liofil dapat menggumpal tidak
dipisahkan dengan dapat diubah menjadi
koagulasi, kemudian sol
dapat diubah kembali
menjadi sol dengan
penambahan
medium
pendispersinya.
Efek Tyndall Memberikan efek Memberikan efek
Tyndall yang lemah Tyndall yang jelas
Migrasi dalam Dapat bermigrasi ke Akan bergerak ke
medan listrik anode, katode, atau anode atau katode,
tidak bermigrasi tergantung jenis
sama sekali muatan partikel

C. Pembuatan Koloid Sol

Ada dua dasar metode pembuatan koloid sol, yaitu


metode kondensasi dan metode dispersi.

1. Metode Kondensasi

Metode di mana partikel-partikel kecil larutan sejati


bergabung membentuk partikel-partikel berukuran koloid.
Proses ini melibatkan penggabungan partikel-partikel larutan
(atom, ion). Hal ini dilakukan melalui beberapa reaksi kimia,
yaitu dekomposisi rangkap, hidrolisis, redoks, dan penggantian
pelarut.

a. a. Metode kondensasi
i.

eaksi dekompi. Reaksi dekomposisi rangkap

- - Sol As2S3 dibuat dengan mengalirkan gas H2S


perlahan melalui larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol
As2S3 yang berwarna kuning terang

As2O3 + 3 H2S  As2S3 (koloid) + 3H2O

- - Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan


AgNO3 dan larutan HCl encer.

AgNO3 + HCl  AgCl (koloid) + HNO3

ii. ii. Reaksi Hidrolisis

-
- - Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis
garam Al dalam air mendidih

AlCl3 + 3H2O  Al(OH)3 (koloid) + 3HCl

- - Sol Fe(OH)3 dapat diperoleh dari rekasi hidrolisis


garam Fe dalam air mendidih

FeCl3 + 3H2O  Fe(OH)3 (koloid) + 3HCl

iii. iii. Reaksi redoks

- Sol Au daoat dibuat dengan mereduksi larutan


garamnya menggunakan pereduksi organik formaldehida
HCHO

2AuCl3 + 3HCHO + 3H2O  2Au (koloid) + 6HCl +


3HCOOH
iv. iv. Penggantian pelarut

Belerang sukar larut dalam air, tetapi mudah larut


dalam alcohol seperti etanol. Jadi, untuk membuat sol
belerang dengan medium pendispersi air, belerang
dilarutkan terlebih dahulu dalam etanol sampai jenuh. Stelah
iut, larutan belerang dalam etanol ini ditambahkan sedikit
demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Belerang akan
menggumpal menjadi partikel koloid akibat penurunan
kelarutan belerang dalam air.

2. Metode Dispersi

Metode di mana partikel-partikel besar dipecah menjadi


partikel-partikel berukuran koloid yang kemudian didispersikan
dalam medium pendispersinya. Caranya dapat berupa cara
mekanik maupun peptisasi

i.Car i. Mekanik
Pengertian dengan cara mekanik adalah penghalusan
partikel-partikel kasar zat padat dengan penggilingan untuk
membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang
digunakan disebut penggilingan koloid.

Alat penggilingan koloid terdiri dari 2 pelat baja


dengan arah rotasi berlawanan. Partikel kasar akan
dimasukkan ke ruang antara kedua pelat tersebut dan
selanjutnya digiling. Partikel berukuran koloid yang
terbuntuk kemudian didispersikan dalam medium
pendispersinya untuk membuat system koloid. Contoh koloid
yang dibuat dalam proses ini ialah koloid grafit untuk
pelumas, tinta cetak, cat, dan sol belerang.

ii. ii. Cara peptisasi

Cara peptisasi adalah proses


dispersinya endapan menjadi system
koloid dengan penambahan zat pemecah.
Zat pemecah yang dimaksud adalah
elektrolit, terutama yang mengandung ion
sejenis, atau pelarut tertentu. Sebagai
contoh: Jika pada endapan Fe(OH)3
ditambahkan elektrolit FeCl3 (mempunyai ion Fe3+ yang sejenis)
maka Fe(OH)3 maka Fe(OH)3 akan mengadsorpsi ion-ion Fe3+
tersebut. Sehingga, endapan menjadi bermuatan positif dan
memisahkan diri untuk membentuk partikel-partikel koloid.

Beberapa contoh lain :

- Sol NiS dibuat dengan penambahan H2S kedalam


endapan NiS

- - Sol AgCl dibuat dengan penambahan HCl ke dalam


endapan AgCl

- - Sol Al(OH)3 dibuat dengan penambahan AlCl3 ke dalam


endapan Al(OH)3

iii. Cara busur Bredig

Cara busur Bredig digunakan untuk


membuat sol logam seperti Ag, Au, dan
Pt. Alat yang digunakan dapat disimak pada gambar
berikut.

Logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel


koloid digunakan sebagai elektrode. Dua elektrode logam
dicelupkan ke dalam medium pendispersi (air dingin)
sedemikian sehingga kedua ujungnya saling berdekatan.
Kemudian kedua elektrode diberi loncatan listrik. Panas yang
timbul akan menyebabkan logam menguap. Uapnya
kemudian akan terkondensasi dalam medium pendispersi
dingin. Hasil kondensasi ini berupa partikel-partikel koloid.

D. Pemurnian Koloid Sol

Partikel dari zat pelarut bisa mengganggu kestabilan


koloid sehingga harus dimurnikan. Ada 3 metode yang dapat
digunakan, yaitu dialisis, elektrodialisis, dan penyaring ultra.

1. Dialisis
Pergerakan ion-ion dan molekul kecil melalui selaput
semipermeabel (yang tidak dapat dilalui partikel koloid)
disebut diasis. Percobaannya dengan menaruh sistem koloid
pada selaput semipermeabel, lalu menaruhnya di air. Zat yang
terlarut di dalam air kemudian akan keluar dari selaput itu,
sedangkan system koloid tidak. Lalu air dialirkan sehingga
mengambil zat-zat yang terlarut.

2. Elektrodialisis

Elektrodialisis merupakan proses


dialisis di bawah pengaruh medan listrik.

Listrik tegangan tinggi dialirkan melalui 2 layar logam


yang menyokong selaput semipermeabel. Kemudian, partikel-
partikel zat terlarut dalam system koloid berupa ion-ion akan
bergerak menuju electrode dengan muatan berlawanan.
Adanya pengaruh medan listrik pempercepat proses
pemurnian.

3. Penyaring Ultra
Apabila kertas saring tersebut diresapi dengan selulosa
seperti selofan, maka ukuran pori-pori akan berkurang. Kertas
saring ini telah dimodifikasi menjadi penyaring ultra.

2. Koloid Emulsi

Seperti yang telah dijelaskan, emulsi merupakan jenis


koloid dimana fase terdispersinya merupakan zat cair.
Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya, emulsi dapat
dibagi menjadi:

1. Emulsi Gas (Aerosol Cair)

Emulsi gas merupakan emulsi di dalam medium


pendispersi gas. Aerosol cair seperti hairspray dan baygon,
dapat membentuk system koloid dengan bantuan bahan
pendorong seperti CFC. Selain itu juga mempunyai sifat seperti
sol liofob yaitu efek Tyndall, gerak Brown.
2. Emulsi Cair

Emulsi cair merupakan emulsi di dalam medium


pendispersi cair. Emulsi cair melibatkan campuran dua zat cair
yang tidak dapat saling melarutkan jika dicampurkan yaitu zat
cair polar dan zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair
ini adalah air dan zat lainnya seperti minyak.

Sifat emulsi cair yang penting ialah:

1. Demulsifikasi

Kestabilan emulsi cair dapat rusak akibat pemanasan,


pendinginan, proses sentrifugasi, penambahan elektrolit, dan
perusakan zat pengelmusi.

2. Pengenceran

Emulsi dapat diencerkan dengan penambahan sejumlah


medium pendispersinya.
3. Emulsi Padat atau Gel

Gel merupakan emulsi didalam medium pendispersi zat


padat. Gel dapat dianggap terbentuk akibat penggumpalan
sebagian sol cair. Pada penggumpalan ini, partikel-partikel sol
akan bergabung membentuk suatu rantai panjang. Rantai ini
kemudian akan saling bertaut sehingga terbentuk suatu
struktur padatan di mana medium pendispersi cair
terperangkap dalam lubung-lubang struktur tersebut.

Berdasarkan sifat keelastisitasnya, gel dapat dibagi


menjadi:

1. Gel elastis

Gel yang bersifat elastis, yaitu dapat


berubah bentuk jika diberi gaya dan kembali
ke bentuk awal jika gaya ditiadakan. Contoh
adalah sabun dan gelatin.

2. Gel non-elastis

Gel yang bersifat tidak elastis, artinya tidak berubah jika


diberi gaya. Contoh adalah gel silika.
3. Koloid Buih

Buih merupakan koloid dimana fase terdispersinya


merupakan gas. Kemudian, berdasarkan medium
pendispersinya, buih dapat dibagi menjadi:

1. Buih Cair (Buih)

Buih cair adalah


sistem koloid dengan fase
terdispersi gas dan medium
pendispersi zat cair.
Biasanya fase terdispersi gas berupa udara atau CO2.
Kestabilan buih diperoleh karena adanya zat pembuih
(surfaktan). Zat ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan
mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh
kestabilan. Contohnya adalah buih yang dihasilkan alat
pemadam kebakaran dan kocokan putih telur.
Sifat-sifat buih cair ialah:

 Struktur buih cair berubah dengan waktu karena drainase


(pemisahan medium pendispersi) akibat kerapatan fas dan zat
cair yang jauh berbeda, rusaknya film antara dua gelembung
gas, dan ukuran gelembung gas menjadi lebih besar akibat
difusi.

 Struktur buih cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar.

2. Buih Padat

Buih padat adalah sistem koloid dengan fase terdispersi


gas dan medium pendispersi zat padat. Kestabilan buih padat
diperoleh dari zat pembuih (surfaktan). Beberapa buih padat
yang kita kenal adalah roti, styrofoam, batu apung,dll.

Sebagai catatan, tidak terdapat buih gas, dimana


medium pendispersi dan fase terdispersi sama-sama berupa
gas. Hal itu karena campuran dari keduanya tergolong sebagai
larutan.
Pembuatan Sistem Koloid

Jika kita atau sebuah industri akan memproduksi suatu produk berbentuk koloid, bahan bakunya adalah
larutan (partikel berukuran kecil) atau suspensi (partikel berukuran besar). Didasarkan pada bahan bakunya,
pembuatan koloid dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut.

1. Kondensasi

Kondensasi adalah cara pembuatan koloid dari partikel kecil (larutan) menjadi partikel koloid. Proses
kondensasi ini didasarkan atas reaksi kimia; yaitu melalui reaksi redoks, reaksi hidrolisis, dekomposisi
rangkap, dan pergantian pelarut.

1) Reaksi Redoks

Contoh

a. Pembuatan sol belerang dari reaksi redoks antara gas H 2 S dengan larutan SO 2 .

Persamaan reaksinya: 2 H 2 S (g) + SO 2 (aq) →2 H 2 O (l) + 3 S (s)

sol belerang

b. Pembuatan sol emas dari larutan AuCl 3 dengan larutan encer formalin (HCHO).

Persamaan reaksinya:

2 AuCl 3(aq) + 3 HCHO (aq) + 3H 2 O (l) → 2 Au (s) + 6HCl (aq) + 3 HCOOH (aq)

sol emas

2) Reaksi Hidrolisis

Contoh, pembuatan sol Fe(OH) 3 dengan penguraian garam FeCl 3 Persamaan reaksinya adalah:

mengunakan air mendidih.

FeCl 3 (aq) + 3 H 2 O (l) → Fe(OH) 3 (s) + 3 HCl ( aq)

sol Fe(OH) 3
3) Reaksi Dekomposisi Rangkap

Contoh

a) Pembuatan sol As 2 S 3, dibuat dengan mengalirkan gas H 2 S dan asam arsenit (H 3 AsO 3 ) yang encer.

Persamaan reaksinya: 2 H 3 AsO 3 (aq) + 3 H 2 S (g) → As 2 S 3 (s) + 6H 2 O (l)

sol As 2 S 3

b) Pembuatan sol AgCl dari larutan AgNO 3 dengan larutan NaCl encer.

Persamaan reaksinya: AgNO 3 (aq) + NaC1 (aq) → AgCl (s) + NaNO 3 (aq)

Sol AgCl

4) Reaksi Pergantian Pelarut

Contoh, pembuatan sol belerang dari larutan belerang dalam alkohol ditambah dengan air. Persamaan
reaksinya:

S (aq) + alkohol + air → S (s) Larutan S sol belerang

2. Dispersi

Dispersi adalah pembuatan partikel koloid dari partikel kasar (suspensi). Pembuatan koloid dengan dispersi
meliputi: cara mekanik, peptisasi, busur Bredig, dan ultrasonik.

1) Proses Mekanik

Proses mekanik adalah proses pembuatan koloid melalui penggerusan atau penggilingan (untuk zat padat)
serta dengan pengadukan atau pengocokan (untuk zat cair). Setelah diperoleh partikel yang ukurannya
sesuai dengan ukuran koloid, kemudian didispersikan ke dalam medium (pendispersinya). Contoh,
pembuatan sol belerang.

2) Peptisasi

Peptisasi adalah cara pembuatan koloid dengan menggunakan zat kimia (zat elektrolit) untuk memecah
partikel besar (kasar) menjadi partikel koloid. Contoh, proses pencernaan makanan dengan enzim dan
pembuatan sol belerang dari endapan nikel sulfida, dengan mengalirkan gas asam sulfida.

3) Busur Bredig
Busur Bredig ialah alat pemecah zat padatan (logam) menjadi partikel koloid dengan menggunakan arus
listrik tegangan tinggi. Caranya adalah dengan membuat logam, yang hendak dibuat solnya, menjadi dua
kawat yang berfungsi sebagai elektrode yang dicelupkan ke dalam air; kemudian diberi loncatan listrik di
antara kedua ujung kawat. Logam sebagian akan meluruh ke dalam air sehingga terbentuk sol logam.
Contoh, pembuatan sol logam.

4) Suara Ultrasonik

Cara ini hampir sama dengan cara busur Bredig, yaitu sama-sama untuk pembuatan sol logam. Ka1au busur
Bredig menggunakan arus listrik tegangan tinggi, maka cara ultrasonik menggunakan energi bunyi dengan
frekuensi sangat tinggi, yaitu di atas 20.000 Hz.

Pemisahan Koloid
Elektroforesis

Telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, elektroforesis merupakan peristiwa


pergerakan partikel koloid yang bermuatan ke salah satu elektroda dalam suatu sistem
sejenis elektrolisis.

Elektroforesis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan suatu sistem koloid. Jika koloid
bergerak menuju elektroda positif maka koloid yang dianalisa mempunyai muatan
negatif. Begitu juga sebaliknya, jika koloid bergerak menuju elektroda negatif maka
koloid yang dianalisa mempunyai muatan positif. Salah satu proses yang menggunakan
sistem elektroforesis adalah proses membersihkan asap dalam suatu industri dengan
menggunakan alat Cottrell. Penggunaan elektroforesis tidak hanya sebatas itu, melainkan
meluas untuk memisahkan partikel yang termasuk dalam ukuran koloid, antara lain
pemisahan protein yang mempunyai muatan yang berbeda. Contoh percobaan
elektroforesis sederhana untuk menentukan jenis muatan dari koloid X diperlihatkan pada
Gambar 6.10.

Dialisis

Dialisis merupakan proses pemurnian suatu sistem koloid dari partikel-partikel


bermuatan yang menempel pada permukaan Pada proses digunakan selaput
Semipermeabel. Proses pemisahan ini didasarkan pada perbedaan laju transport partikel.
Prinsip dialisis digunakan dalam alat cuci darah bagi penderita gagal ginjal, di mana
fungsi ginjal digantikan oleh dialisator.

Penyaringan Ultra

Penyaringan ultra digunakan untuk memisahkan koloid melewati membran. Proses


pemisahan ini didasarkan pada perbedaan tekanan osmosis.
Rangkaian untuk elektrolisis

Anda mungkin juga menyukai