Anda di halaman 1dari 22

EXECUTIVE SUMMARY

HASIL PENELITIAN
POTENSI, PREFERENSI, DAN PERILAKU
MASYARAKAT TERHADAP BANK SYARIAH:
STUDI PADA WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR

KERJASAMA
BANK INDONESIA
DENGAN

PUSAT PENGKAJIAN BISNIS DAN EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
NOVEMBER 2000
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penelitian tentang perilaku, karakteristik, dan persepsi masyarakat terhadap
bank syari’ah khususnya di Indonesia masih sangat terbatas. Namun penelitian
pendahuluan yang dilakukan Wibisana dkk. (1999) di Jawa Timur secara sederhana
dapat memberikan gambaran tentatif tentang perilaku dan persepsi masyarakat
terhadap bank syari’ah. Penelitian lain tentang masalah yang sama dilakukan di Jordan
oleh Erol dan El-Bdour (1989) dan El-Bdour (1984).
Studi pendahuluan Persepsi Masyarakat tentang BPR Syari’ah di Jawa Timur
(Wibisana dkk. 1999)1 menunjukkan adanya keberagaman persepsi masyarakat
terhadap bank syari’ah. Pemahaman tentang bunga, misalnya, menunjukkan bahwa
sebagian besar (yaitu 55%) masyarakat (responden) mengatakan halal. Persepsi tersebut
didukung oleh sebagian ulama dan santri yang mengatakan bahwa bunga bank
hukumnya halal. Dari seluruh responden yang berjumlah 60 orang hanya 10% yang
mengatakan haram, selebihnya mengatakan subhat dan tidak tahu. Dari temuan
tersebut dapat diketahui bahwa ada indikasi bahwa masyarakat belum memahami
keberadaan bank syari’ah. (Wibisana dkk. 1999, 43-8; cf. Erol dan El-Bdour 1989; El-
Bdour 1984).
Temuan di atas sebetulnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Erol
dan El-Bdour (1989). Penelitian yang dilakukan di Jordan tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat sebetulnya lebih berioentasi pada profit daripada agama. Dengan kata lain,
motivasi agama bukan merupakan faktor dominan yang dipertimbangkan untuk
memilih bank syari’ah, tetapi motivasi yang kuat adalah berdasarkan pada motif profit-
oriented (Erol dan El-Bdour 1989, 33). Temuan ini juga memperkuat hasil penelitian El-
Bdour (1984) sebelumnya.
Apa yang diungkapkan di atas merupakan sebuah potret tentang persepsi
masyarakat terhadap bank syari’ah. Namun demikian, pemahaman masyarakat tentang
bunga hanya merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi preferensi masyarakat
terhadap bank syari’ah. Penelitian yang lebih mendalam dan lengkap masih sangat

1
Studi tersebut dilakukan atas kerjasama antara Centre for Business and Islamic Economics Studies (CBIES)
Fakultas Ekonomi Unibraw dengan Bank Indonesia Pusat)

2
diperlukan untuk mengetahui preferensi dan perilaku masyarakat terhadap bank
syari’ah.
Studi lebih lanjut perlu mempertajam seberapa besar masyarakat yang: (i) hanya
bersedia berhubungan dengan bank syari’ah dan tidak bersedia berhubungan dengan
bank konvensional, (ii) berpendirian bahwa tidak ada masalah dalam penggunaan jasa
dan produk bank konvensional yang menerapkan sistem bunga, serta (iii) bermotif
ekonomi dan kualitas pelayanan. Di samping itu juga perlu dilakukan penelitian
tentang variabel apa saja yang mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap bank
syari’ah (BI 2000, 2). Penelitian ini penting untuk memberikan masukan bagi Bank
Indonesia dalam menetapkan kebijakan, terutama tentang perbankan syari’ah di
Indonesia.

1.2. Tujuan Penelitian


1. Menjelaskan bahwa perilaku masyarakat terhadap bank konvensional dipengaruhi
oleh faktor karakteristik masyarakat dan stimuli pasar
2. Menjelaskan bahwa perilaku masyarakat terhadap bank syari’ah dipengaruhi oleh
faktor karakteristik masyarakat dan stimuli pasar
3. Mengetahui bahwa beberapa variabel karakteristik masyarakat dan stimuli pasar
berpengaruh secara dominan terhadap perilaku masyarakat yang bertransaksi
dengan bank syari’ah
4. Menjelaskan bahwa potensi ekonomi suatu daerah dan preferensi masyarakat
merupakan faktor penentu terhadap pengembangan bank syari’ah

1.3. Keluaran
Keluaran yang dihasilkan oleh penelitian ini adalah tentang:
1. Profil dan karakteristik masyarakat yang berpreferensi terhadap bank syari’ah
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk memilih bank syari’ah dan
bank konvensional
3. Faktor-afktor yang paling dominan mempengaruhi masyarakat untuk memilih bank
syari’ah

3
4. Daerah di Jawa Timur yang memiliki preferensi tinggi untuk memilih bank syari’ah
berikut kondisi ekonomi dan budayanya

1.4. Cakupan Penelitian


Penelitian ini mencakup 15 Dati II di Jawa Timur, yaitu: Malang, Tuban, Jember,
Lumajang, Gresik, Sidoarjo, Surabaya, Kediri, Jombang, Pasuruan, Probolinggo,
Ponorogo, Pamekasan, Situbondo, dan Banyuwangi.
Responden penelitian untuk masing-masing daerah sebesar 100 orang (90 orang
dari masyarakat individual dan 10 dari masyarakat perusahaan) dengan total
responden sebanyak 1503.
Hal yang diteliti mencakup perilaku pengambilan keputusan, karakteristik
masyarakat (aspek sosial, budaya, personal, dan psikologis), stimuli pemasaran
(produk, harga, lokasi, dan promosi), serta stimuli ekonomi.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian deskriptif dan kuantitatif.


Penelitian deskriptif digunakan untuk menjelaskan bahwa potensi ekonomi adalah
bagian yang melingkupi perkembangan bank syari’ah. Sedangkan yang kualitatif
menjelaskan pengaruh Karakteristik Masyarakat dan Stimuli Pasar terhadap Perilaku
Masyarakat terhadap bank syari’ah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan teori pemasaran yang dikembangkan
oleh Kotler (1997) dengan kerangka sebagai berikut:

4
Marketing Stimuli
• Product Bank
• price customer’s
• promotion Bank characteristics
• place customer’s • Cultural
decisions • Social
process
• Personal
Other Stimuli • Psychological
• Economy

2.1. Variabel Penelitian


Variabel-variabel penting dalam penelitian ini adalah perilaku masyarakat
(customer behavior), karakteristik masyarakat (customer characteristics), stimuli pasar
(marketing stimuli), dan stimuli lainnya (other stimuli).
Perilaku Masyarakat (customer behavior) adalah proses pengambilan keputusan
dan aktivitas fisik yang dilakukan oleh seseorang dalam menilai, memperoleh,
menggunakan, atau meninggalkan produk dan jasa (Loudon dan Bitta 1993, 5).
Indikator dari Perilaku Masyarakat ini adalah penentuan kebutuhan/masalah (problem
recognition), pencarian informasi (information search), penilaian alternatif (evaluation of
alternatives), keputusan membeli (purchase decision), dan perilaku pascapembelian
(postpurchace behavior).
Karakteristik Masyarakat (customer characteristics) adalah sifat-sifat masyarakat
yang mempengaruhi proses keputusan untuk membeli produk atau jasa. Karakteristik
masyarakat, bersifat kultural, sosial, personal, dan psikologis (Kotler 1997, 172). Oleh
karena itu, variabel ini dipecah ke dalam empat dimensi, yaitu: dimensi kultural, sosial,
personal, dan psikologis.
Stimuli Pasar (marketing stimuli) adalah faktor pemasaran yang mendorong
seseorang untuk melakukan suatu tindakan transaksi ekonomi. Variabel ini memiliki
empat dimensi, yaitu: dimensi product, price, place, dan promotion (lihat Kotler 1997, 92).

5
Stimuli Lainnya (other stimuli) faktor lain yang juga mempunyai kekuatan untuk
mendorong seseorang dalam mengambil keputusan ekonomi. Stimuli ini memiliki
empat dimensi, yaitu: dimensi ekonomi, teknologi, politik, dan budaya (lihat Kotler
1997, 172). Dalam penelitian ini, untuk penyederhanaan, dimensi yang digunakan
adalah dimensi ekonomi. Indikatornya adalah: tingkat pendapatan, potensi bisnis sektor
riil, dan sektor keuangan. Variabel ini digunakan untuk memberikan deskripsi tentang
potensi ekonomi yang diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan bank
syari’ah.

2.2. Uji Instrumen Variabel


Indikator-indikator yang telah disebut di atas, secara empiris dan statistik perlu
diuji keabsahannya. Mengingat tidak semua indikator yang diajukan dalam suatu
variable secara empiris signifikan mewakili variable yang dimaksud. Untuk keperluan
ini, maka analisis faktor akan dikemukakan dalam studi ini sehingga variable yang akan
dianalisis sehingga studi ini benar-benar merupakan visualisasi variable yang
diharapkan.

2.3. Analisis Data


Studi ini menganalisis data secara berganda yang meliputi analisis deskriptif dan
analisis kuantitatif. Analisis deskriptif diperlukan guna untuk menjelaskan atau
menjawab masalah yang pertama, bahwa fenomena sosial dan ekonomi bisa dipakai
sebagai dasar atau landasan berpijak dalam rangka membuat atau merumuskan suatu
kebijakan yang berkaitan dengan upaya pengembangan perbankan syariah, khususnya
di daerah penelitian.
Sedangkan metode kuantitatif, diperlukan untuk menjawab masalah kedua,
ketiga, dan ke empat dalam studi ini. Analisis metode kuantitatif yang dimaksud
adalah analisis Faktor dan dilanjutkan ke analisis Logit/Probit.
Analisis Faktor, diperuntukkan bagi penyederhanaan atau pengelompokkan
beberapa indikator yang berkaitan dengan variable karakteristik pelaku ekonomi.
Mengingat di antara berbagai indikator dimungkinkan untuk terjadinya korelasi, maka
perlu dilakukan reduksi terhadap berbagai indikator untuk menjadi variable atau
faktor. Analisis Logit/probit tidak ubahnya sebagaimana analisis regresi, yang salah

6
satu asumsinya adalah bahwa di antara variabel atau faktor penjelas tidak boleh ada
korelasi. Sehingga dengan analisis faktor akan diperoleh variable yang tidak lagi
berinteraksi (tidak ada korelasi). Dengan demikian, pada saat menginjak ke analisis
Logit/Probit satu permasalahan klasik sudah teratasi.

III. PROFIL RESPONDEN


Responden penelitian ini terdiri dari dua jenis, yakni responden anggota
masyarakat secara individual (responden individual) dan responden perusahaan. Total
responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 1503 responden, yang terdiri
dari 1353 responden individual dan 150 responden perusahaan. Responden sejumlah
tersebut diambil dari 15 daerah di Jawa Timur yakni: Malang, Tuban, Jember,
Lumajang, Gresik, Sidoarjo, Surabaya, Kediri, Jombang, Pasuruan, Probolinggo,
Ponorogo, Pamekasan, Situbondo, dan Banyuwangi.
Responden Masyarakat Individual
Sebanyak 1353 responden individual berpartisipasi dalam penelitian ini. Dari
jumlah tersebut sebanyak 936 (69,2%) responden berjeniskelamin laki-laki dan 417
(30,8%) berjeniskelamin perempuan.
Usia dan pengalaman hidup seseorang merupakan faktor penting yang dapat
mempengaruhi persepsi. Oleh karena itu penelitian ini berusaha mendapatkan data
mengenai usia responden. Berdasarkan kategori usia ini, mayoritas responden berada
pada kelompok usia produktif (17 hingga 46 tahun) yakni sebesar 74%. Dalam
penelitian ini, peneliti telah berusaha untuk melaksanakan pengambilan sampel secara
random, dengan harapan dapat dilibatkan responden dari berbagai agama/kepercayaan
yang berbeda. Sebanyak 1351 responden bersedia menjawab pertanyaan tentang
agama/kepercayaan mereka, dan diketahui bahwa mayoritas responden adalah umat
Islam (94,6%).
Penelitian ini berusaha menjangkau daerah penelitian di wilayah kota dan desa.
Dengan cara ini diperoleh hasil bahwa mayoritas responden (50,7%) bertempat tinggal
di kota, 23,1% tinggal di pinggiran kota, dan 26,1% tinggal di desa.
Berdasarkan suku bangsanya, mayoritas respoden (79,3) mengaku bersuku
bangsa Jawa, diikuti oleh suku Madura (14,8%).

7
Berdasarkan tingkat pendidikannya, diperoleh data bahwa mayoritas responden
(86%) berpendidikan SMTA dan Perguruan Tinggi. Besarnya jumlah responden yang
menyatakan pernah kuliah di Perguruan Tinggi (580) atau sudah lulus Program D3, S1
atau S2 barangkali akan membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner
penelitian ini secara akurat.
Berdasarkan penghasilan rata-rata per bulan, respoden penelitian ini mayoritas
adalah anggota masyarakat yang termasuk berpenghasilan “rendah” dan “menengah”.
Berdasarkan data yang disajikan berikut ini, dapat dilihat bahwa mayoritas responden
berpenghasilan kurang dari Rp1.000,000 per bulan. Untuk ukuran biaya hidup di Jawa
Timur, untuk mereka yang sudah berkeluarga dan dengan memperhatikan mahalnya
biaya hidup saat ini, penghasilan sebesar itu termasuk kategori “cukup”.
Berdasarkan besarnya penghasilan dan konsumsi sebagaimana disebutkan
sebelumnya, penelitian ini menemukan bahwa 649 (48%) responden menyatakan
mampu menabung secara rutin. Umumnya mereka menabung di Bank Konvensional.
Hanya 33 (2,4%) responden yang menyatakan pernah menabung di Bank Syari’ah.
Tingkat pemahaman responden terhadap bank Syariah juga sangat minim, yaitu hanya
131 (9,7%) responden yang menyatakan memahami produk-produk Bank Syariah.
Penelitian ini juga menanyakan tentang pendapat masyarakat bilamana layanan
Bank Syariah dibuka pada counter terpisah di Bank Konvensional. Terhadap pertanyaan
ini, hanya 430 (31,8%) responden yang menyatakan setuju.
Dari 1353 responden individual, ternyata hanya 494 (36,51%) yang berminat atau
memiliki preferensi ke Bank Syariah, dan mereka bertempat tinggal di Daerah Tuban
dan Situbondo.

Responden Perusahaan
Sebanyak 150 respoden perusahaan berpartisipasi dalam penelitian ini.
Kuesioner untuk responden perusahaan ini diberikan kepada pemilik atau pimpinan
perusahaan yang ditemui oleh peneliti di daerah penelitian.
Dari 150 responden perusahaan, mayoritas (60,7%) di antara adalah perusahaan
perorangan yang berlokasi di kota (54,7%) dan pinggiran kota (26,7%) dengan jenis
usaha perdagangan (38%), industri (30%), dan jasa (26%).

8
Berdasarkan jumlah asetnya, mayoritas responden perusahaan ini (70%) adalah
perusahaan “menengah ke bawah” yang memiliki aset kurang dari Rp500.000.000,00
dengan omzet penjualan di bawah Rp. 500.000.000,00 sebanyak 74% dan jumlah
pegawai di bawah 50 orang sebanyal 51,4%. Mayoritas dari responden perusahaan ini
memiliki struktur permodalan yang bagus, 70% responden menyatakan bahwa hutang
mereka kurang dari 25% dari modal sendiri.
Di antara 150 responden perusahaan yang diambil dari 15 daerah penelitian,
ternyata hanya 36,6% yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah. Daerah
responden perusahaan yang memiliki preferensi yang cukup tinggi adalah Malang
(70%), Lumajang (60%), dan Surabaya (60%).

III. Perilaku Masyarakat yang Berpreferensi pada Bank Syari’ah

Bagian ini memfokuskan diri pada responden yang memiliki preferensi


terhadap bank syari’ah dan ditulis dengan tujuan untuk memahami perilaku mereka
sehingga mereka memilih preferensi terhadap bank syari’ah.

Masyarakat Individual
Penelitian ini memberikan informasi bahwa masyarakat individual yang
memiliki preferensi terhadap bank syari’ah, sebagian besar adalah mereka yang
beragama Islam (97,5%), sedangkan sisanya (2,5%) beragama Kristen dan Katolik.
Proporsi responden non-muslim yang tertarik terhadap bank syari'ah terhadap seluruh
responden yang memiliki preferensi terhadap bank syari'ah memang masih kecil, yaitu
sebesar 2,5%.
Fenomena di atas menandakan bahwa orang Islam sampai saat ini masih tetap
menjadi tumpuan bagi nasabah bank syari'ah, meskipun tidak menutup kemungkinan
pada masa yang datang masyarakat non-muslim memasuki bank syari’ah.
Untuk katagori responden yang sudah menjadi nasabah bank syari'ah, sebagian
besar daripadanya (53, 8%) bertempat tinggal di desa. Sementara itu yang
berkedudukan di kota dan di pinggiran kota, proporsinya sama yaitu masing-masing
sebesar 23,1%. Namun demikian ini bukan berarti bahwa masyarakat desa lebih
berpeluang untuk menjadi nasabah bank syari'ah. Fenomena ini harus diartikan secara

9
hati-hati, mengingat sampai pada saat ini di Jawa Timur hanya ada empat bank syari'ah
dan beberapa di antaranya berkedudukan jauh dari kota (untuk Malang berkedudukan
di Bululawang dan untuk Pasuruan berada di Gempol, dan Jember di Mangli). Jadi
banyaknya nasabah bank syari'ah yang berkedudukan di desa lebih disebabkan karena
kedudukan bank syari'ah itu sendiri yang cukup jauh dari ibukota kabupaten atau kota
madya.
Sebaliknya untuk masyarakat yang memilki preferensi bank syari'ah tetapi
belum menjadi nasabah bank syari'ah, sebagian besar (46,3%) berkedudukan di kota.
Sedangkan yang berkedudukan pinggir kota dan di desa jumlahnya relatif cukup
rendah yakni sebesar 24,7% untuk yang berkedudukan di pinggir kota dan 28,9%
berkedudukan di desa. Relatif tingginya kategori responden non nasabah bank syari'ah
yang bertempat tinggal di kota menggambarkan bahwa potensi nasabah bank syari'ah
masih tetap di kota. Hal ini tidak mengherankan mengingat kegiatan ekonomi di kota
lebih kuat dan lebih dinamis dari pada di pedesaan, sehingga masyarakat kota lebih
“bankable” dari pada masyarakat desa.
Dari data yang lain juga diketahui bahwa responden yang menjadi nasabah bank
syari'ah memilki tingkat pendidikan yang jauh lebih baik dari pada responden non
nasabah bank syari'ah. Ini merupakan fakta yang agak mengagetkan karena umumnya
diyakini bahwa mereka yang berhubungan dengan bank syari'ah lebih banyak
didasarkan pada ikatan emosional semata. Tetapi dengan melihat tingkat pendidikan
yang cukup baik, hampir 70% di antaranya telah mengenyam pendidikan tinggi, maka
fenomena tersebut lebih tepat diartikan sebagai tingkat kesadaran mereka untuk
menerapkan ajaran agama secara lengkap (ingat bahwa dari pembahasan mengenai
agama responden, semua yang menjadi nasabah bank syari'ah adalah beragama Islam).
Ini barangkali sebuah cerminan dimana sebenarnya masih ada orang Islam diantara kita
yang ingin melaksanakan ajaran Islam secara lengkap. Meskipun orang semacam ini
jumlahnya tidak banyak. Seperti diungkapkan pada bab terdahulu bahwa jumlah
responden individual sebanyak 1353 orang dan hanya 13 orang diantaranya menjadi
nasabah bank syari'ah, suatu jumlah yang sangat kecil.
Responden nasabah bank syari'ah sebagian besar berprofesi sebagai pedagang
dan pegawai negeri atau swasta. Meskipun sebagian dari mereka berkedudukan di

10
daerah pedesaan, nasabah yang berprofesi sebagai petani ternyata tidak ada. Ini
menggambarkan bahwa nasabah bank syari'ah adalah kelompok pedagang dan
pegawai yang memiliki kedudukan di atas kelompok ekonomi paling bawah. Jadi
secara ekonomi mereka memiliki potensi yang relatif lebih baik dalam masyarakat.
Bagi responden yang sudah menjadi nasabah bank syari’ah, sebagian besar dari
mereka sudah memahami bank syari’ah, baik secara penuh (58,3%) maupun secara
sebagian (25%). Hanya sebagian kecil saja dari nasabah bank syari’ah yang tidak
memahami bank syari’ah yaitu sebesar 16,7%. Rasanya fenomena ini sulit untuk
dipahami, dimana belum memahami bank syari’ah tetapi sudah menjadi nasabah bank
syari’ah. Responden inilah barang kali yang menjadi nasabah karena alasan emosional
semata. Namun demikian perlu dicatat bahwa, kalau hal tersebut memang benar,
jumlah mereka sangat kecil, yaitu hanya dua responden, dari 1353 total responden
individual (hanya sebesar 0,14 %). Jadi meskipun ada masyarakat yang menjadi nasabah
bank syari’ah karena alasan emosional agama semata, jumlah mereka tidak signifikan.
Bagi responden yang belum menjadi nasabah bank syari’ah tetapi tertarik
dengan bank syari’ah, ternyata sebagian besar diantaranya tidak mengenal bank
syari’ah beserta produk-produknya. Hanya sebesar 13% diantara mereka yang paham
dengan bank syari’ah. Hal ini menunjukkan bahwa preferensi mereka terhadap bank
syari’ah sebenarnya masih belum utuh. Ketertarikan mereka terhadap bank syari’ah
barang kali disebabkan oleh konsep bank syari’ah yang humanis dan adil setelah
mendapat penjelasan dari enumerator lapangan.
Dari gambaran tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat masih
awam terhadap keberadaan bank syari’ah khususnya berkaitan dengan prinsip-prinsip
maupun produk-produk bank syari’ah. Sosialisasi dan penyebaran informasi mengenai
keberadaan, prinsip, dan tata kerja bank syari’ah kepada masyarakat perlu mendapat
perhatian yang cukup besar. Keterbatasan pengenalan masyarakat inilah yang barang
kali menyebabkan masih relatif rendahnya preferensi masyarakat terhadap bank
syari’ah.
Masyarakat individual dalam menjatuhkan pilihannya kepada bank syari’ah
sebetulnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah: (1)
Informasi dan Penilaian, (2) Humanisme dan Dinamis, (3) Ukuran dan Fleksibilitas

11
Pelayanan, (4) Kebutuhan, (5) Lokasi, (6) Keyakinan dan Sikap, (7) Materialisme, (8)
Keluarga, (9) Peran dan Status, (10) Kepraktisan dalam Menyimpan Kekayaan, (11)
Perilaku Pasca Pembelian, (12) Promosi Langsung, dan (13) Agama.
Responden individual yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah adalah
responden yang sangat rasional. Rasional di sini diartikan bahwa mereka akan
mengambil keputusan apabila segala sesuatunya sudah jelas bagi mereka, dan mereka
akan memilih bank apabila bank tersebut memang memberikan manfaat yang lebih baik
dibanding dengan pelayanan dari bank lain.
Dilihat darikarakteristik budayanya, mereka yang memiliki preferensi terhadap
bank syari’ah memiliki beberapa karakter. Mereka adalah orang humanis dan sekaligus
memiliki sifat dinamis. Disamping itu, mereka mendambakan kehidupan yang lebih
modern, bergaya hidup materialis, memiliki sikap dan keyakinan yang jelas, selalu
memperhatikan status dan peran mereka dalam segala tindakan, dan berusaha untuk
mempraktekkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter budaya seperti tersebut di atas membawa implikasi bagi
pengembangan bank syari’ah. Maksudnya, agar keberadaan bank syari’ah bisa diterima
oleh masyarakat, maka bank syari’ah harus memperhatikan perilaku budaya dari calon
nasabah potensialnya. Misalnya, nasabah potensialnya adalah orang-orang yang
berusaha mempraktekkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, tetapi pilihan
mereka terhadap bank bukan semata-mata karena label agama.
Disamping terkait dengan perilaku budayanya, pilihan mereka terkadap bank
juga dipengaruhi oleh kemampuan internal bank itu sendiri dalam memberikan
pelayanan. Faktor-faktor yang diperhatikan adalah ukuran dan fleksibelitas pelayanan,
sesuai tidaknya dengan kebutuhan, lokasi, referensi keluarga, kepraktisan dalam
menyimpan kekayaan, usia dan siklus hidup seseorang, evaluasi pasca pembelian, dan
promosi langsung. Semua faktor-faktor tersebut adalah termasuk faktor ekonomi

Responden Perusahaan
Tempat kedudukan dari perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank
syari’ah akan memberikan gambaran mengenai lokasi dimana bank syari’ah itu harus
didirikan. Perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah sebagian besar

12
(53,7%) berkedudukan di kota. Hanya sebagian kecil saja, yaitu sebesar 25,9%, yang
berkedudukan di desa. Sedangkan yang berkedudukan di pinggiran kota mencapai
20,4% perusahaan. Apabila yang berkedudukan di kota dan penggiran kota digabung,
angkanya mencapai 74,1%. Jadi sebagian besar dari perusahaan yang memiliki
preferensi terhadap bank syari’ah berkedudukan di kota dan sekitarnya. Konsekuensi
dari fakta tersebut adalah bahwa potensi wilayah dari bank syari’ah adalah daerah kota
dan sekitarnya.
Sebagian besar dari perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah
adalah perusahaan perseorangan (56,6%). Hanya sedikit sekali dari mereka yang
berbentuk perseroan terbatas (5,7%). Hal ini mengindikasikan bahwa nasabah
perusahaan potensial bagi bank syari’ah masih terbatas pada perusahaan-perusahaan
yang kekuatan ekonominya relatif belum kuat dan dengan model manajemen masih
tradisional.
Sebagian dari perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah
adalah perusahaan kecil dengan total aktivanya Rp 100.000.000,00 atau kurang. Proposi
dari kelompok ini mencapai 55,6%. Meskipun demikian responden perusahaan yang
memiliki aktiva lebih dari 2 milyar juga ada. Dan jumlahnya cukup signifikan (9,3%).
Fenomena ini menggambarkan bahwa bank syari’ah sebenarnya memiliki kesempatan
untuk bisa memberikan pelayanan kepada berbagai level perusahaan. Tentu saja hal ini
sangat tergantung dari kemampuan internal bank syari’ah itu sendiri dalam
memberikan pelayanan jasa kepada nasabah.
Seiring dengan besar aktiva yang dimiliki seperti tersebut diatas fenomena
jumlah karyawan dari perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah
memiliki pola yang pararel. Artinya, perusahaan yang memiliki karyawan 10 atau
kurang, jumlahnya sangat banyak (50 %), seperti halnya jumlah perusahaan yang
memiliki aktiva terendah. Semua kelompok ini, perusahaan yang memiliki aktiva kecil
dan jumlah karyawan sedikit, termasuk perusahaan dengan skala usaha yang kecil.
Namun demikian perlu dicatat bahwa ada juga perusahaan yang memiliki jumlah
karyawan di atas 40 orang, untuk kelompok terakhir ini jumlahnya mencapai 7,4% dari
seluruh perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah.

13
Pemahaman tentang bank syari’ah menunjukkan bahwa perusahaan dengan
status bukan nasabah bank syari’ah, pemahaman mereka masih rendah, hanya sebesar
10 % saja yang mengenal bank syari’ah dan produknya. Sedangkan yang mengenal
tetapi hanya secara parsial jumlahnya mencapai 22%. Sementara itu yang tidak
mengenal sama sekali jumlah sangat besar yaitu 68 %.
Fenomena tersebut sangat berbeda bila dibandingkan dengan perusahaan yang
menjadi nasabah bank syari’ah. Untuk kelompok ini, jumlah nasabah yang memahami
dengan baik sangat besar (75%), dan yang memahami secara setengah-setengah tidak
ada. Kelompok yang tidak memahami sama sekali mencapai 25%. Jelas bahwa
perusahaan yang sudah menjadi nasabah bank syari’ah memiliki pemahaman yang jauh
lebih baik dari pada perusahaan yang belum menjadi nasabah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk memilih bank syari’ah
adalah: (1) Progresif dan Efisiensi, (2) Promosi, (3) Keamanan dan Kecepatan Pelayanan,
(4) Harga, (5) Kebutuhan Kredit dan Faktor Pembayaran, (6) Brand Name, (7) Features
(Bentuk Produk), (8) Keyakinan dan Sikap, (9) Peran dan Status, (10) Mitra Usaha, (11)
Norma Etika Masyarakat, (12) Lokasi, (13) Materialisme, (14) Usia dan Tahapan
Perusahaan.
Responden perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah adalah
kelompok orang yang memiliki sifat yang progresif, efisien, dan humanis. Disamping
itu mereka juga memiliki keyakinan dan sikap yang tegas, sering memperhatikan peran
dan status mereka dalam bertindak, lebih mementingkan etika yang berlaku di
masyarakat daripada moral agama, dan bergaya hidup materialis.
Dalam kaitannya dengan keputusan untuk memilih bank, mereka lebih rasional,
dalam arti mereka lebih banyak memperhatikan faktor-faktor ekonomi (marketing
stimuli). Diantara faktor-faktor tersebut, faktor yang paling dipertimbangkan oleh
mereka yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah adalah promosi, keamanan
dan kecepatan pelayanan, harga (kredit), kebutuhan kredit dan fasilitas pembayaran,
citra bank, bentuk produk, mitra usaha, dan lokasi.
Bila dibandingkan dengan responden individu, perilaku responden perusahaan
memiliki bentuk yang berbeda. Faktor budaya mempunyai peranan yang cukup penting
bagi responden individual dalam pengambilan keputusan. Tetapi bagi responden

14
perusahaan, faktor budaya tidak begitu penting. Yang terpenting bagi responden
perusahaan adalah faktor ekonomi.

IV. Perilaku Masyarakat yang Berpreferensi pada Bank Konvensional

Pada bagian ini masyarakat yang memiliki preferensi terhadap bank


konvensional juga dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: kelompok masyarakat
individual dan masyarakat perusahaan. Masing-masing kelompok ini akan dijelaskan
karakternya terhadap bank konvensional.

Masyarakat Individual
Secara umum, pendidikan masyarakat individual adalah perguruan tinggi
(43,7%), 10,5% lulus program D3, 31,6% lulus program S1, dan 1,6% lulus program
pascasarjana. Di antara 771 responden tersebut, terdapat 32% berpendidikan SMU atau
yang sederajat (lihat Tabel 4.2). Sebagian besar responden bekerja sebagai pedagang
(42,2%) dan pegawai negeri (33,2%) dengan penghasilan di bawah Rp. 2.000.000,00 per
bulan (sekitar 90,5%), antara Rp. 2.000.000,00 – Rp. 10.000.000,00 (sebesar 8,4%), dan
sisanya (yaitu 1%) berpenghasilan di atas Rp. 10.000.000,00. Dengan penghasilan
tersebut, 51% dari mereka bisa menabung dan 46,2% kadang-kadang bisa menabung,
sedangkan sisanya sebesar 2,3% sama sekali tidak bisa menabung. Dari informasi ini
kita dapat mengetahui bahwa 97,2% dari 771 responden adalah masyarakat yang
bankable.
Dalam kaitannya dengan bank syari’ah, sebagian besar dari mereka, yaitu 77,6%,
sama sekali tidak kenal bank syari’ah. Sedangkan yang kenal dan sedikit kenal bank
syari’ah hanya sebesar 22,5%. Jumlah sebesar 22,5% ini bukan merupakan indikasi
bahwa mereka berpreferensi terhadap bank syari’ah, tetapi sebaliknya mereka adalah
nasabah bank konvensional yang benar-benar berpreferensi pada bank konvensional.
Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat individual untuk memilih bank
Konvensional adalah: (1) Informasi dan Penilaian Rasional, (2) Kemanusiaan dan
Aktivitas, (3) Orientasi Agama dan Moral, (4) Iklan, (5) Periode Pembayaran, (6) Ukuran
Produk, (7) Gaya Hidup, (8) Product Variety, (9) Kebutuhan Menyimpan, (10)
Keyakinan dan Sikap (Belief dan Attitute), (11) Warranties, (12) Materialisme, (13)

15
Lokasi, (14) Age dan Life Cycle Stage, (15) Kelompok Referensi, (16) Peran dan Status,
(17) Kebutuhan Meminjam
Secara umum masyarakat individual yang berpreferensi pada bank
konvensional mirip yang ditemukan pada masyarakat yang berpreferensi pada bank
syari’ah. Artinya, bahwa masyarakat sebetulnya memiliki sikap yang rasional dalam
menjatuhkan pilihan pada bank konvensional. Beberapa faktor memang terkait dengan
aspek agama dan nilai kemanusiaan. Hal ini wajar karena seluruh responden adalah
masyarakat yang beragama (mayoritas beragama Islam). Namun pilihan mereka
terhadap bank konvensional dengan faktor Agama dan Moral mungkin disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:
1. Bank konvensional tidak bertentangan dengan ajaran agama dan moral
2. Tidak tahu bahwa operasi bank konvensional bertentangan dengan ajaran agama
3. Tahu bahwa bank konvensional bertentangan dengan ajaran agama, tetapi tidak ada
pilihan lain kecuali bank konvensional
4. Tidak mengenal bank syari’ah
Faktor lainnya menyangkut faktor ekonomi dan budaya. Faktor ekonomi
merupakan konsekuensi logis dari karakteristik masyarakat yang rasional. Artinya
pilihan bank konvensional tidak terlepas kalkulasi untung dan rugi. Sementara faktor
budaya merupakan karakteristik lain yang juga mempunyai peran bagaimana
masyarakat yang bersangkutan mempersepsikan dan memilih bank konvensional
sebagai pilihan yang tepat untuk keperluan kehidupannya.

Responden Perusahaan
Langkah penetapan responden dari kelompok masyarakat pengusaha
(perusahaan) ini dilakukan untuk memberikan peluang bagi peneliti untuk melihat
potret potensi pasar untuk industri bank secara lebih komprehensive. Oleh karena itu,
setiap segmen yang ada baik pada struktur pasar kompetitif maupun struktur preferensi
konsumen diupayakan dapat terwakili dalam penelitian ini. Akhirnya, diharapkan
dengan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi preferensi kelompok
masyarakat perusahaan untuk memilih menjadi nasabah bank konvensional, nantinya

16
dapat membantu pada pengambil keputusan dalam menetapkan strategi
pengembangan industri perbankan di Indonesia di masa mendatang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk memilih bank
Konvensional adalah: (1) Perilaku Masyarakat Pengusaha yang Rasional, (2) Nilai
Layanan, (3) Kualitas Layanan, (4) Tingkat Efisiensi & Efektivitas Perusahaan, (5)
Keyakinan atas Tampilan Produk, (6) Perilaku Manusiawi, (7) Umur dan Peranan
Perusahaan, (8) Lokasi dan Citra, (9) Agama dan Kelompok Referensi, (10) Iklan, dan
(11) Materialisme.
Perilaku yang sama antara masyarakat individual dan perusahaan bisa kita lihat
pada faktor satu, yang intinya adalah bahwa mereka semua dalam memilih bank
konvensional berdasarkan pada pertimbangan rasional. Perbedaannya terletak pada
karakteristik dari masyarakat perusahaan yang lebih cenderung memperhatikan faktor
ekonomi (seperti: nilai layanan, kualitas layanan, tingkat effisiensi dan produktivitas,
serta keyakinan atas tampilan produk) daripada “nilai” (seperti: perilaku manusiawi,
agama, dan materialisme).

V. Estimasi Model Logit tentang Preferensi Masyarakat


terhadap Bank Syari’ah

Analisis pada bagian ini dibedakan menjadi dua, yakni analisis preferensi
masyarakat individu dan analisis preferensi masyarakat perusahaan.

Masyarakat Individual
Dari hasil estimasi Logit masyarakat individual dapat dikemukakan bahwa
keputusan memilih atau tidak memilih Bank Syariah, dipengaruhi oleh tujuh faktor,
yaitu: (1) Payment period, (2) Warranties, (3) Location, (4) Economic circumtances, (5)
Role and Statuses, (6) Age and life cycle stages dan (7) Family serta satu variabel yang
lain yaitu: (8) Pendidikan. Di antara tujuh faktor yang mempengaruhi keputusan
memilih Bank Syariah atau Konvensional, ada satu faktor yang paling dominan, yakni
faktor Lokasi (Beta = -1.47) dan ini paling besar di antara Beta yang ada dalam model
estimasi.

17
Berdasarkan kepada koefisien regresi pada model yang telah digunakan bisa
dijelaskan bahwa besarnya pengaruh masing-masing faktor terhadap peluang memilih
atau peluang preferensi masyarakat berturut-turut adalah 0,02660; -0,0324 ; -0,0700
; 0,5059 ; -0,0251 ; 0,05172; -0,03262. Artinya jika nilai tertentu dari skala Likert
dimasukkan ke dalam model analisis, maka akan diperoleh angka peluang preferensi.
Tanda negatif berarti mengurangi peluang ke Bank Konvensional (cenderung ke Bank
Syariah) dan sebaliknya tanda positif berarti lebih cenderung ke Bank Konvensional.
Di antara 7 faktor yang signifikan ada 3 faktor yang koefisien regresinya negatif yakni
faktor Warranties, Location dan faktor Family. Sedangkan faktor Payment Period,
Economic circumtances, Role & Status dan Age & Life cycle memiliki koefisien dengan
tanda positif. Untuk variabel Pendidikan koefisien regresinya adalah positif
sebagaimana 4 faktor yang disebut terakhir.
Dengan melihat hasil estimasi tersebut, Bank Syariah harus memperhatikan
faktor Payment period, Warranties, Location, Economic circumtances, Role and
Statuses, Age and life cycle stages dan Family serta variabel Pendidikan masyarakat
perlu diperhatikan. Oleh karena esensi dari perilaku dan preferensi masyarakat
terhadap Bank, diaktualisasikan ke dalam tujuh faktor dan satu variabel sebagaimana
disebut terakhir.

Responden Perusahaan
Dengan menggunakan Logistic Model (LOGIT) yang diestimasi dengan
Ordinary Least Square (OLS), ternyata tidak semua faktor yang digunakan sebagai
varibel bebas itu signifikan. Dari 16 hanya 4 faktor saja yang signifikan dan di bawah
ini ditampilkan tabel yang berisi hasil estimasi Logit.
Hasil estimasi Logit responden perusahaan menunjukkan bahwa terdapat
empat faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk memilih bank syari’ah atau bank
konvensinal, yaitu: (1) Service, (2) Size, (3) Brand Name, (4) Reference Group. Dari
keempat faktor tersebut, faktor Reference Group memiliki posisi yang paling dominan.
Hal ini dibuktikan oleh tingginya nilai koefisien Beta (standardized) dari faktor
tersebut dibandingkan dengan koefisien Beta dari faktor lainnya.

18
Berdasarkan kepada koefisien regresi pada model yang digunakan,
maka bisa dijelaskan bahwa besarnya pengaruh masing-masing faktor terhadap
peluang memilih atau peluang preferensi masyarakat berturut-turut adalah 0,0615;
0,0655 ; -0,0726 ; -0,07809. Artinya jika nilai tertentu dari skala Likert dimasukkan ke
dalam model analisis, maka akan diperoleh angka peluang preferensi. Tanda negatif
berarti mengurangi peluang ke Bank Konvensional (cenderung ke Bank Syariah) dan
sebaliknya tanda positif berarti lebih cenderung ke Bank Konvensional. Di antara 4
faktor yang signifikan ada 2 faktor yang koefisien regresinya negatif yakni faktor
Brand Nama dan faktor Reference Group. Sedangkan faktor Service dan Size memiliki
koefisien dengan tanda positif.

VI. Kesimpulan
Penelitian ini mengklassifikasikan masyarakat – sebagai responden penelitian -
ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok masyarakat individual (terdiri dari 1353
responden) dan masyarakat perusahaan (terdiri dari 150 responden).
Responden individual yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah sebagian
besar bertempat tinggal di kota atau pinggiran kota dan sangat sedikit yang berprofesi
sebagai petani. Ini menandakan bahwa nasabah potensial dari bank syari’ah adalah di
kota dan bukan petani. Oleh karena itu bank syari’ah tidak perlu diarahkan untuk
menjadi bank desa. Disamping itu, mereka memiliki tingkat pendidikan yang sangat
baik, dan seandainya nanti menjadi nasabah bank syari’ah, mereka akan menjadi
nasabah yang “rewel” dan kritis. Namun demikian pemahaman mereka terhadap bank
syari’ah masih rendah, dan sebagai konsekuensinya, sosialisasi kepada masyarakat luas
menjadi kebutuhan yang mendesak.
Seperti halnya responden masyarakat individual, sebagian besar responden
perusahaan yang memiliki preferensi terhadap bank syari’ah berada di kota atau
pinggiran kota. Hal ini berimplikasi bahwa kota adalah lokasi potensial bagi bank
syari’ah. Perusahaan yang tertarik kepada bank syari’ah umumnya berbadan hukum
perseorangan dan memiliki skala usaha yang kecil. Pemahaman mereka terhadap bank
syari’ah berbeda menurut status responden. Responden perusahaan yang sudah
menjadi nasabah bank syari’ah, memiliki pengetahuan yang jauh lebih baik daripada

19
perusahaan yang belum menjadi nasabah. Bagaimanapun juga tersedianya informasi
mengenai bank syari’ah masih menjadi kendala besar bagi semua responden.
Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat individual untuk memilih bank
syari’ah adalah: (1) Informasi dan Penilaian, (2) Humanisme dan Dinamis, (3) Ukuran
dan Fleksibilitas Pelayanan, (4) Kebutuhan, (5) Lokasi, (6) Keyakinan dan Sikap, (7)
Materialisme, (8) Keluarga, (9) Peran dan Status, (10) Kepraktisan dalam Menyimpan
Kekayaan, (11) Perilaku Pasca Pembelian, (12) Promosi Langsung, dan (13) Agama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk memilih bank syari’ah
adalah: (1) Progresif dan Efisiensi, (2) Promosi, (3) Keamanan dan Kecepatan Pelayanan,
(4) Harga, (5) Kebutuhan Kredit dan Faktor Pembayaran, (6) Brand Name, (7) Features
(Bentuk Produk), (8) Keyakinan dan Sikap, (9) Peran dan Status, (10) Mitra Usaha, (11)
Norma Etika Masyarakat, (12) Lokasi, (13) Materialisme, (14) Usia dan Tahapan
Perusahaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat individual untuk memilih bank
Konvensional adalah: (1) Informasi dan Penilaian Rasional, (2) Kemanusiaan dan
Aktivitas, (3) Orientasi Agama dan Moral, (4) Iklan, (5) Periode Pembayaran, (6) Ukuran
Produk, (7) Gaya Hidup, (8) Product Variety, (9) Kebutuhan Menyimpan, (10)
Keyakinan dan Sikap (Belief dan Attitute), (11) Warranties, (12) Materialisme, (13)
Lokasi, (14) Age dan Life Cycle Stage, (15) Kelompok Referensi, (16) Peran dan Status,
(17) Kebutuhan Meminjam
Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk memilih bank
Konvensional adalah: (1) Perilaku Masyarakat Pengusaha yang Rasional, (2) Nilai
Layanan, (3) Kualitas Layanan, (4) Tingkat Efisiensi & Efektivitas Perusahaan, (5)
Keyakinan atas Tampilan Produk, (6) Perilaku Manusiawi, (7) Umur dan Peranan
Perusahaan, (8) Lokasi dan Citra, (9) Agama dan Kelompok Referensi, (10) Iklan, dan
(11) Materialisme.
Dari hasil estimasi Logit masyarakat individual dapat dikemukakan bahwa
keputusan memilih atau tidak memilih Bank Syariah, dipengaruhi oleh tujuh faktor,
yaitu: (1) Payment period, (2) Warranties, (3) Location, (4) Economic circumtances, (5)
Role and Statuses, (6) Age and life cycle stages dan (7) Family serta satu variabel yang
lain yaitu: (8) Pendidikan. Di antara tujuh faktor yang mempengaruhi keputusan

20
memilih Bank Syariah atau Konvensional, ada satu faktor yang paling dominan, yakni
faktor Lokasi (Beta = -1.47) dan ini paling besar di antara Beta yang ada dalam model
estimasi.
Dengan melihat hasil estimasi tersebut, Bank Syariah harus memperhatikan
faktor Payment period, Warranties, Location, Economic circumtances, Role and
Statuses, Age and life cycle stages dan Family serta variabel Pendidikan masyarakat
perlu diperhatikan. Oleh karena esensi dari perilaku dan preferensi masyarakat
terhadap Bank, diaktualisasikan ke dalam tujuh faktor dan satu variabel sebagaimana
disebut terakhir.
Hasil estimasi Logit responden perusahaan menunjukkan bahwa terdapat
empat faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk memilih bank syari’ah atau bank
konvensinal, yaitu: (1) Service, (2) Size, (3) Brand Name, (4) Reference Group. Dari
keempat faktor tersebut, faktor Reference Group memiliki posisi yang paling dominan.
Hal ini dibuktikan oleh tingginya nilai koefisien Beta (standardized) dari faktor tersebut
dibandingkan dengan koefisien Beta dari faktor lainnya.❏

Daftar Pustaka
Assael, Henry, 1984. Consumer Behavior and Marketing Action. Second Edition. Boston:
Kent Publishing Company.
Bank Indonesia, 1992. Undang-undang Republik Indonesia No.7 tahun 1992 tanggal 25
Maret 1992 tentang Perbankan.
Bank Indonesia, 1998. Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan.
Bank Indonesia, 2000. TOR Penelitian Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap
Bank Syari’ah. Jakarta: Direktorat Penelitian & Pengaturan Perbankan – BI.
Chyssides, George D. and John H. Kaler. 1993. An Introduction to Business Ethics.
London: Chapman & Hall.
Dillon, William R. 1984. Multivariate Analysis Methods and Applications. Toronto: John
Wiley & Sons Inc.
El-Bdour, R. 1984. The Islamic economic system: a theoretical and empirical analysis of
money and banking in the Islamic economic framework. Unpublished PhD
Dissertation. Utah State University, Logan-Utah.
Erol, Cengiz and Radi El-Bdour. 1989. Attitudes, behavior, and patronage factors of bank
customers towards Islamic banks. International Banking & Marketing Vol. 7, No.6:
31-7.
Kaynak, E. and Yavas, U. 1985. Segmenting the Banking Market by Account Usage: An
Empirical Investigation, Journal of Profesional Services Marketing, Vol. 1 No.1/2,
Fall: 177-88.

21
Kotler, Philip. 1997. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and
Control. Ninth Edition. New York: Prentice-Hall.
Loudon, David L. and Albert J. Della Bitta. 1993. Consumer Behavior. Fourth Edition.
New York: McGraw-Hill International Edition.
Piliang, Yasraf Amir. 1998. Sebuah Dunia yang Dilipat: Realitas Budaya Menjelang
Milenium Ketiga dan Matinya Posmodernisme. Jakarta: Mizan.
Smith, Adam. 1776. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
London: Penguin Group.
Triyuwono, Iwan. 2000. Organisasi dan Akuntansi Syari’ah. Yogyakarta: LKiS.
Wibisana, M. Jusuf, Iwan Triyuwono, Nurkholis, A. Erani Yustika. 1999. Studi
Pendahuluan Persepsi Masyarakat tentang Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah.
Malang: Centre for Business & Islamic Economics Studies – Faculty of Economics
Brawijaya University dan Bank Indonesia Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai