(Abas Gozali)
1. Tujuan Hidup dan Tugas Manusia serta Permusuhan Syaithan
Tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT, Sang Maha Pencipta sebagaimana
difirmankan Allah dalam Al- Qur'an Surat Adz-Dzaariyaat ayat 56 yang berbunyi "Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku" dan Surat Al-Baqarah ayat 21
yang mengatakan "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertaqwa". Beribadah berarti melaksanakan segala sesuatu (yang baik) dengan
semata mengharap ridla Allah. Bertaqwa artinya menjalankan segala yang diperintahkan olehNya dan
meninggalkan segala yang dilarang olehNya.
Selain itu, manusia diberi kepercayaan oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi.
Tugas kekhalifahan ini terpatri dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi: "Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi'..." Kepemimpinan itu dimulai dengan memimpin diri (hawa nafsu)nya sendiri, keluarga, dan
kemudian berkembang ke memimpin lingkungan yang lebih luas.
Kepercayaan Allah terhadap manusia ini diprotes oleh baik malaikat maupun iblis, dengan alasan yang
berbeda. Malaikat protes karena melihat manusia suka saling berbunuhan; sedangkan, iblis protes
karena merasa dirinya yang dibuat dari api itu lebih tinggi derajatnya dari pada manusia yang dibuat dari
tanah. Setelah Allah menjelaskan, malaikat mengikuti perintah Allah dan mengakui kekhalifahan
manusia, tetapi iblis tetap membangkang. Hal ini terlihat dari dialog antara Allah dengan malaikat dan
iblis yang terdapat dalam Al-Qur'an.
"...... Mereka (malaikat) berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?' Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S. Al-Baqarah: 30).
"Dan (ingatlah), tatkala Kami berfirman kepada para malaikat: 'Sujudlah kamu semua kepada Adam', lalu
mereka sujud kecuali iblis. Dia berkata: 'Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari
tanah?'". (Q.S. Al- Israa': 61).
Sedangkan syaithanpun tetap bersikukuh untuk ingkar terhadap perintah Allah ini meskipun diancam
dengan Neraka Jahannam. Akan tetapi syaithan minta 'privilege' kepada Allah SWT untuk dapat hidup
terus hingga Hari Qiamat dan diberi ijin untuk membujuk manusia mengikuti jalan sesatnya. Allah
mengijinkan permintaan ini. Peristiwa ini diceritakan dalam Al-Qur'an Surat Al- Israa' ayat:62-65:
"Dia (iblis) berkata: 'Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku?
Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar- benar akan
aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil'."
"Tuhan berfirman: 'pergilah, barangsiapa di antara mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya
neraka jahannam adalah balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup."
"Dan hasunglah (bawalah) siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan
kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah
dengan mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh Syaithan kepada mereka melainkan tipuan belaka."
"Sesungguhnya hamba-hamba Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka dan cukuplah Tuhan-mu
sebagai Penjaga".
Maka syaithanpun bersumpah akan menyesatkan manusia dengan cara apapun dan dari jalan manapun.
Hal ini dapat dilihat dalam Al-Quran Surat An-Nisaa'ayat 118-119 yang berbunyi: "... dan syaithan itu
mengatakan: 'Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah
ditentukan (untuk saya), dan saya akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan- angan
kosong mereka, ..." dan Surat Al-A'raaf ayat 16-17 yang berbunyi: "Iblis menjawab: 'Karena Engkau telah
menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalangi-halangi mereka dari jalan Engkau yang
lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari
kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta'at)."
2. Sasaran Strategis Syaithan adalah Hati (Qalb)
Hati merupakan inti dari manusia. Hatilah, dan bukan akal, yang menggerakkan seluruh anggota badan.
Hati pulalah yang menghubungkan manusia dengan Khaliknya, Allah SWT. Firman Allah dalam Al-Qur'an
Surat Az-Zumar 17-18: "Bahwa Allah itu tidak melihat kepada rupamu, akan tetapi melihat kepada
bathinmu." Rasulullah SAW bersabda: "Bahwa dalam badan anak Adam itu ada segumpal darah. Apabila
segumpal darah itu baik, baiklah seluruh badan anak Adam itu. Apabila gumpalan darah itu rusak,
rusaklah seluruh badan anak Adam itu. Perhatikanlah, bahwa yang dimaksud itu adalah hati."
Peranan hati itu demikian penting karena didalamnya Allah Ta'ala menaruh Nur yang bersifat Al-Latifah
(Kelembutan), Ar- Rabbaniyah (Ketuhanan), dan Ar-Rohaniyah (Kerohanian). Dengan Nur itulah manusia
dapat memperoleh ma'rifat. Apabila manusia menyelam ke dalam dirinya dan terus menerus kembali
kepada hatinya, terpancarlah baginya mata air ilmu yang disebut "Ilmu Laduniah". Al-Bazari berkata:
"Dalam hati itu terdapat sifat 'Al- Latifah', 'Ar-Rabbaniyah', dan 'Ar-Rohaniyah' yang bersangkutan dengan
tubuh manusia. Itulah hakikat insan dan itulah yang dapat mencapai arif, tempat Nur yang ditaruh Tuhan
padanya." Sedangkan Abdul Qadir Al-Jaelani berucap: "Hati itu tempat ilmu hakikat karena 'latifatur
Rabbaniyyah' yang mengatur bagi sekalian anggota badan. Hati itu alat penembus hakikat..."
Sadar sesadar-sadarnya akan pentingnya peranan hati ini dalam diri manusia, syaithanpun menyerang
manusia dari sasaran strategis ini, hati. Syaitan menutupi hati manusia agar hati tersebut tidak dapat
menerima Nur Illahi. Nabi Muhammad SAW bersabda: "Jikalau tidak bahwa syaithan-syaithan itu
menutupi hati anak Adam, sungguh orang-orang yang mu'min itu melihat kepada langit malakut dan
buminya." Syaithan menutup hati manusia itu dengan mengembangkan 'nafsul-ammarah bissu' (nafsu
yang membawa kejahatan) yang memang sudah ada pada diri manusia. Hawa- nafsu itu mendorong
pada tindak kejahatan dan pemenuhan kesenangan pribadi dan syahwat nalurinya. Para guru Tasawwuf
mengatakan bahwa syaithan memasuki hati dalam badan manusia melalui sembilan lubang ya'ni kedua
mata, kedua lubang telinga, kedua lubang hidung, lubang mulut, dan kedua lubang kemaluan.
Hati manusiapun menjadi buta. Abdul Qadir Al-Jaelani mengatakan bahwa penyebab yang membutakan
hati itu adalah diantaranya jahil atau tidak sefaham tentang hakikat perintah Tuhan. Manusia menjadi jahil
apabila jiwanya sudah dikuasai oleh sifat jiwa zalim, yang ditanamkan oleh syaithan lewat hawa nafsu
manusia, seperti: syirik, zinna, takabur, irihati, dengki, kikir, melihat diri lebih utama, suka membuka
rahasia orang lain, suka membawa berita adu domba, bohong, dusta, dan semacamnya yang dapat
menjatuhkan manusia ke dalam lembah kehancuran dan kehinaan.
Butanya hati adalah sesungguh-sungguhnya buta manusia. Demikian Allah berfirman dalam Al-Qur'an
Surat Al-Haj ayat 46 berbunyi: "... Karena sesungguhnya yang disebut buta itu bukanlah buta matanya,
melainkan buta hatinya yang letaknya di dalam dada." Sifat jiwa yang zalim yang menyebabkan butanya
hati tersebut adalah suatu penyakit yang apabila tidak segera diobati akan berakselerasi atau beranak-
pinak. Hal ini ditandaskan oleh Allah SWT dalam FirmanNya di dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 9:
"Dalam hati orang-orang kafir itu ada penyakit, lalu Allah menambah penyakit itu, dan bagi mereka siksa
yang pedih, karena mereka berdusta" dan Surat At-Taubah ayat 125: "Dan adapun bagi orang-orang
yang dalam hatinya ada penyakit, maka bertambah kotorlah di atas kotorannya serta mereka meninggal
dunia dalam keadaan kafir."
Demikian berbahayanya penyakit hati yang dihembuskan syaithan lewat hawa nafsu manusia ini
sehingga Rasulullah SAW menyatakan jihad akbar melawan hawa nafsu ini. Hal ini dapat dilihat dari
sabda-sabda beliau seperti: "Jihad yang paling utama adalah jihad seseorang untuk dirinya dan hawa
nafsunya" (Bukhari dan Muslim), "Musuhmu yang paling berbahaya adalah nafsumu yang terletak
diantara lambungmu", dan "Kami kembali dari jihad kecil ke jihad besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu"
(yang diucapkan sekembalinya dari Perang Badr yang akbar itu). Berjuang melawan musuh yang dzahir
ada kesudahannya tetapi berjuang melawan syaithan dan hawa nafsu tidak ada habis-habisnya dan tidak
berkesudahan hingga akhir hayat atau hari qiamat.
7. Penutup
Tasawuf itu bukanlah ilmu atau amal yang dapat dibahas secara ilmiah atau filsafati karena tasawuf
hanya dapat ditangkap oleh hati, dan bukan oleh akal yang mempunyai keterbatasan. Rahasia Tasawuf
tidak dapat dinikmati dengan hanya mempelajari buku-buku atau mendengarkan ceramah-ceramah
karena buku-buku dan ceramah- ceramah tersebut tidak dapat mengekspresikan peristiwa bathiniyyah
yang terjadi dalam dunia tasawwuf secara sempurna dan akurat yang disebabkan oleh keterbatasan
bahasa manusia. Hikmah tasawwuf ini hanya dapat dirasakan dengan melakukan rhiyadhah dan latihan-
latihan thariqat dengan tekun dan khussyu' di bawah bimbingan Guru Sufi yang Mursyid.
Karena kendala-kendala diatas dan, yang lebih penting lagi, karena keawaman penulis dalam bidang
Tasawuf maka tulisan ini jauh dari sempurna. Bila ada kebenaran maka kebenaran itu datangnya dari
Allah SWT, bila ada kesalahan maka kekeliruan itu sepenuhnya karena kekhilafan penulis. Untuk itu,
penulis mohon ampun dan petunjuk dari Allah SWT serta mohon ma'af dan koreksi dari Akhi dan Ukhti
sekalian.
Rujukan Utama:
Ali, A. Yusuf. 1978. "The Holy Qur'an, Text, Translation, and Commentary". Washington, DC.: The Islamic
center.
'Arifin, Shohibulwafa, K.H.A. 1975. "Miftahus Shudur". Diterjemahkan oleh Prof. K.H. Aboebakar Atjeh
menjadi "Kunci Pembuka Dada". Jilid 1 dan 2. Tasikmalaya, Jawa barat: Yayasan Serba Bakhti
Suryalaya.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Qur'an Departemen Agama RI. (1974). "Al-Qur'an dan
Terjemahnya" , Jakarta: Depag RI.
Rujukan Penunjang:
Nasr, Seyyed Hossein. 1973. " Sufi Essays" . New York, N.Y.: Albany, State University of New York
Press.
Sah, Idies. 1990. "Sufi Thought and Action". London: Octagon Press