HARVOLD, ANALISIS WITS, ANALISIS Mc NAMARA posisi rahang dalam arah anteroposterior. Salah satunya adalah ketinggian vertikal
wajah. Apabila jarak vertikal antara nasion dan titik A dan B meningkat, sudut
ANB akan menurun. Yang kedua adalah bahwa jika posisi nasion dalam arah
Analisis Steiner anteroposterior tidak normal, maka akan mempengaruhi ukuran sudut (Gambar 6-
Dalam analisis Steiner, pengukuran yang dilakukan pertama kali adalah 51). Selain itu, jika SNA dan SNB menjadi lebih besar dan rahang lebih protrusif,
sudut SNA, yang digunakan untuk mengevaluasi posisi anteroposterior maksila meskipun hubungan horizontalnya tidak berubah, kondisi tersebut akan
dalam hubungannya terhadap basis kranial anterior (Gambar 6-50). Nilai normal diinterpretasikan sebagai sudut ANB yang besar. Hal-hal tersebut dapat menjadi
untuk SNA adalah 82 ± 2 derajat. Jadi jika SNA pasien lebih besar dari 84 derajat, indikator yang berbeda dari ketidaksesuaian rahang dalam analisis yang akan
hal ini dapat diinterpretasikan sebagai protrusi maksila, sedangkan jika nilai SNA dijelaskan kemudian pada bagian selanjutnya.
kurang dari 80 derajat maka dapat diinterpretasikan sebagai retrusi maksila.
Demikian pula, sudut SNB digunakan untuk mengevaluasi posisi anteroposterior
mandibula, dimana nilai normalnya adalah 78 ± 2 derajat. Interpretasi ini hanya Gambar 6-51 Sudut ANB dapat
berlaku jika bidang SN inklinasinya cenderung normal terhadap bidang horizontal disalahartikan jika
dan posisi N adalah normal. nasion bergerak ke
arah anterior.
Gambar 6-50 Dalam Menunjukkan
analisis gambaran sudut
Steiner, sudut ANB yang hanya 7
SNA dan derajat, namun
SNB perbedaan proyeksi
digunakan A-B terhadap bidang
untuk horizontal adalah 14
mengetahui mm. Sudut ANB merupakan ukuran tidak langsung dari
hubungan perbedaan A-B.
maksila dan Langkah berikutnya dalam analisis Steiner adalah mengevaluasi
mandibula hubungan antara gigi insisif atas terhadap garis NA dan kedua gigi insisif bawah
terhadap basis kranial, sedangkan sudut SN-MP dan dagu ke garis NB, sehingga membentuk hubungan protrusif dari gigi geligi
(bidang mandibula) digunakan untuk mengetahui (Gambar 6-52). Tweed sebelumnya menyarankan bahwa gigi insisif bawah
posisi vertikal mandibula. seharusnya diposisikan 65 derajat terhadap bidang Frankfort, sehingga
mempengaruhi posisi gigi insisif terhadap bidang mandibula.
Perbedaan antara SNA dan SNB (sudut ANB) menunjukkan besarnya Gambar 6-52 Dalam analisis
ketidaksesuaian tulang rahang. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa terdapat Steiner, hubungan insisif atas terhadap
kesalahan pada tulang rahang, namun yang sebenarnya menjadi masalah adalah garis NA digunakan untuk
besarnya ketidaksesuaian antara rahang atas dan bawah yang harus diatasi dalam mengetahui posisi gigi geligi maksila
perawatan, hal ini adalah alasan mengapa sudut ANB harus diukur. dalam hubungannya dengan basis
maksila. Kedua jarak (dalam mm)
permukaan labial gigi insisif berada di depan garis NA dan inklinasi dari 1-NA 4 mm 7 mm 5 mm 5 mm 6 mm
sumbu panjang gigi insisif terhadap garis NA juga diukur. Posisi gigi insisif 22 23 24 24 24
mandibula dalam hubungannya dengan mandibula ditentukan dengan 1-NB 4 mm 10 mm 6 mm 6 mm 8 mm
pengukuran yang sama, namun terhadap garis NB. Sebagai tambahan, 25 34 29 27 31
tonjolan pada dagu ditetapkan dengan mengukur jarak (dalam mm) dari garis 1 to 1 131 119 124 126 120
NB ke pogonion, yaitu titik pada tulang dagu yang paling menonjol. GoGn- 32 32 35 32 34
SN
Dalam analisis Steiner, baik kedua sudut inklinasi setiap gigi insisif serta 1-MnPI 93 100 93 93 96
jarak (dalam mm) tepi insisal dari garis vertikal juga diukur. Jarak (dalam mm) 1-FH 62 51 57 57 57
menentukan bagaimana hubungan gigi insisif terhadap tulang pendukungnya, Y axis 61 63 61 61 62
sedangkan inklinasi (kemiringan) menunjukkan apakah gigi telah bergerak
sebagian (tipping) dari posisi semula atau telah berpindah seluruhnya (bodily).
Tonjolan dagu (pogonion) dibandingkan dengan tonjolan pada insisif bawah
membentuk keseimbangan diantaranya: gigi insisif bisa lebih menonjol, maupun
sebaliknya. Hubungan ini seringkali disebut sebagai Hold-away rasio. Penilaian
akhir yang termasuk ke dalam analisis Steiner adalah inklinasi bidang mandibula
terhadap SN, yang merupakan satu-satunya indikator dari proporsi vertikal wajah
(lihat Gambar 6-50). Rumusan nilai standar untuk lima kelompok ras dijelaskan Gambar 6-53 Dalam analisis Steiner, hubungan ideal gigi insisif dicapai
pada Tabel 6-8. jika sudut ANB adalah 2 derajat, yang ditunjukkan pada diagram ketiga dari
Berbagai pengukuran dalam analisis Steiner awalnya diperkenalkan kiri. Inklinasi gigi insisif atas terhadap garis NA (dalam derajat) dan tonjolan
sebagai "Steiner sticks" atau "chevrons", sebuah singkatan dalam menyajikan (dalam mm) ditunjukkan pada garis vertikal kedua (22 derajat dan 4 mm
sebuah pengukuran. Steiner mencatat apa saja yang dapat mempengaruhi posisi untuk sudut ANB 2 derajat). Inklinasi gigi insisif bawah terhadap garis NB
gigi insisif, hal ini sangat diperlukan untuk mencapai oklusi normal apabila sudut dan tonjolannya (dalam mm) ditunjukkan pada garis ketiga (25 derajat dan 4
ANB tidak ideal. Ini merupakan langkah utama dalam penerapan sefalometri pada mm untuk sudut ANB 2 derajat). Jika sudut ANB bukan 2 derajat, posisi yang
perencanaan perawatan rutin. Aturan Steiner, dan metode untuk menetapkannya berbeda dari gigi insisif ditunjukkan oleh inklinasi dan gambaran protrusif
pada setiap pasien, diilustrasikan pada Gambar 6-53. Gambar tersebut dapat yang akan menghasilkan kelainan dental. Besarnya derajat kompensasi dalam
sangat membantu dalam menetapkan seberapa besar perpindahan gigi yang posisi gigi terhadap penyimpangan rahang dapat disebabkan karena
diperlukan untuk memperbaiki maloklusi. perawatan ortodonti, yang bukan merupakan indikasi kasus.