Anda di halaman 1dari 17

1.

Pengertian Perkembangan
1.1. Perkembangan dalam Daur Kehidupan Manusia
Perkembangan adalah perubahan yang sistematis progresif dan
berkesinanbungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya. Atau
dapat pula diartikan sebagaiperubahan-perubahan yang dialami individumenuju
tingkat kedewasaan atau kematangan.
1.2. Perkembangan dari Sudut Pandang Teori Psikososial
Perkembangan adalah tahapan-tahapan kehidupan seseorang dari lahir
sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang menjadi matang secara
fisikdan psikologis.Perkembangan sosial juga merupakan kemampuan individu
untuk berinteraksi dengan lingkungan. Untuk lebih jelas perkembangan
psikososial akan dibahas pada teori Erik Erikson.

2. Teori Erikson
Teori Erikson : Integrasi, Perkembangan Personal, Emosional dan Sosial, Konsep
Diri, Implikasi dalam proses pembelajaran.

Teori Erikson (1902 – 1994) mengatakan bahwa kita berkembang dalam


tahap-tahap psikososial. Erikson menekankan perubahan perkembangan
sepanjang siklus kehidupan manusia.Dalam teori Erikson, 8 tahap perkembangan
terbentang ketika kita melampaui siklus kehidupan. Masing-masing tahap terdiri
dari tugas perkembangan yang khas yang menghadapkan individu dengan suatu
krisis yang harus dihadapi, krisis ini bukanlah suatu bencana, tetapi suatu titik
balik peningkatan kerentanan & peningkatan potensi. Semakin berhasil individu
mengatasi krisis, akan semakin sehat perkembangan mereka. Termasuk integrasi
perkembangan personal, emosional dan sosial, serta implikasinya dalam proses
pembelajaran.
Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki
ciri utama setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak
bersifat sosial, yang berjalan melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun
tingkatan dalam delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia
menurut Erikson adalah sebagai berikut :
1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
2. Autonomy vs Shame and Doubt (Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu-ragu)
3. Initiative vs Guilt (Prakarsa vs Rasa Bersalah)
4. Industry vs Inferiority (Tekun vs Rasa Rendah Diri)
5. Ego-Identity vs Role Confusion (Identitas Diri vs Kekacauan Peran)
6. Intimacy vs Isolation (Keintiman vs Pengasingan)
7. Generativity vs Stagnation (Perluasan vs Stagnasi)
8. Integrity vs Despair (Integritas dan Kekecewaan)

2.1 Tahap Erikson : Basic Trust vs Basic Mistrust (Kepercayaan vs


Ketidakpercayaan)
a. Periode Perkembangan : masa bayi (tahun pertama)
b. Karakteristik :
Ialah tahap Psikososial pertama menurut Erikson yang dialami dalam tahun
pertama kehidupan. Suatu rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik
dan sejumlah kecil ketakutan serta kekuatiran akan masa depan.
Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk tanggap dan peka karena pada tahap ini,
individu yang memiliki rasa percaya cenderung untuk memiliki rasa aman dan
memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi lingkungan yang baru.
Anak-anak yang memasuki sekolah dengan rasa tidak percaya dapat mempercayai
guru tertentu yang meluangkan banyak waktu untuk membuat dirinya sebagai
orang yang dapat dipercayai.

2.2. Tahap Erikson : Autonomy vs Shame and Doubt (Otonomi vs Rasa


Malu dan Ragu-ragu)
a. Periode Perkembangan : masa bayi (tahun kedua)
b. Karakteristik :
Setelah memperoleh kepercayaan diri pengasuh / orangtua mereka,
individu mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri,
menyadari kemauan mereka. Otonomi dibangun atas perkembangan kemampuan
mental & motorik (otonomi = kemandirian).
Penting bagi orangtua untuk mengenal motivasi anak untuk melakukan
apa yang dapat mereka lakukan sesuai dengan kemampuan mereka.
Selanjutnya mereka dapat belajar mengendalikan kemampuan
psikomotorik dan dorongan keinginan mereka sendiri.
Bila tahap ini terlalu banyak dibatasi / dihukum terlalu keras, maka
cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu.
Pada usia ini, anak mencoba untuk mandiri yg secara fisik dimungkinkan
oleh kemampuan mereka untuk berjalan, lari dan berkelana tanpa dibantu orang
dewasa lagi. Dengan kebebasan ini, anak masuk dalam periode
menjelajah/eksplorasi. Beberapa hal dapat dicapai dalam periode ini, seperti
keberanian untuk menjelajah, insting untuk menentukan arah sendiri. Pokoknya
pada periode inilah kemampuan anak untuk percaya diri dikembangkan. Problem
yang dapat terjadi, menurut Erikson, adalah rasa malu karena mereka merasa tidak
mampu "be on their own". Ini akan terjadi bila orang tua terlalu banyak ikut
campur misalnya membantu atau mengkoreksi kekeliruan mereka. Karena pada
usia ini anak mulai belajar bahasa, maka orang tua yang terus berusaha
memperbaiki anak yang sedang belajar ngomong, akan mengakibatkan anak
menjadi penakut/pemalu dalam berkomunikasi.
Bagaimana sebaiknya orang tua bersikap pada periode ini? Orang tua
harus sering bicara dengan anak, menanyakan pendapat anak, menciptakan
suasana yang berwarna warni, mengarahkan dengan tidak langsung. ("Ini adalah
seekor...gajah. Warna gajah ini puuuu...tih. Apa yg akan terjadi ketika serigala
menghembus rumah babi kedua?”) Kalau anak berusaha mengikat tali sepatunya,
pujilah, dan jangan dibikin betul dengan tujuan menunjukkan kesalahannya. Pada
saat ini yang dia pelajari bukanlah mengikat tali dengan benar tapi bahwa dia
dihargai karena punya inisiatif untuk melakukan sesuatu yang baru, On Her/His
Own. Bila Kondisi yang tercipta setelah krisis pertama terlewati adalah timbulnya
Harapan, maka kondisi setelah krisis kedua ini berlalu adalah "citra diri" atau
"Sense of Identity". (Istilah yg digunakan Erikson adalah Will, tapi istilah Will
ini bersimpang siur interpretasinya sebab Erikson menggunakan Will ini sebagai
Identitias Diri, bukan Kemauan). Anak-anak yang tidak mengembangkan citra
diri mereka ini, cenderung menjadi terlalu patuh dan penurut. Orang tua perlu
terus-menerus menggugah rasa percaya anak bahwa mereka bisa dan boleh
menentukan hidup mereka sendiri.

2.3. Tahap Erikson : Initiative vs Guilt (Prakarsa vs Rasa Bersalah)


a. Periode Perkembangan : masa awal anak-anak (tahun pertama pra-sekolah 3-
5 tahun)
b. Karakteristik :
Ketika anak-anak sekolah menghadapi dunia sosial yang lebih luas,
mereka lebih tertantang dan perlu mengembangkan perilaku yang bertujuan untuk
mengatasi tantangan-tantangan ini. Anak-anak belajar berbuat terhadap
lingkungannya sebelum ia mampu berpikir mengenai apa yang sedang ia perbuat /
intelegensi dasar dimiliki anak tersebut kelak. Pada tahap ini anak-anak belajar
secara praktis dengan keterampilan-keterampilan perseptual, motorik, kognitif dan
kemampuan bahasa yang mereka miliki untuk melakukan sesuatu. Atas prakarsa
mereka sendiri, anak-anak pada tahap ini beralih ke dunia sosial yang lebih luas.
Pengatur utama prakarsa adalah suara hati, prakarsa dan antusiasme
mereka dapat menyebabkan mereka menerima hadiah / hukuman. Muncul pula
gejala insight – learning (melihat situasi problematik, berpikir sesaat, spontan
memperoleh pemahaman) dan perilaku-perilaku ranah cipta / kognitif.
Perasaan bersalah jika anak tidak diberi tanggung-jawab dan dibuat terlalu
cemas, rasa bersalah dengan cepat digantikan oleh rasa berhasil.
Rata-rata binatang beberapa saat setelah lahir sudah bisa mandiri. Sebuah
tayangan di TV seekor bayi jerapah yg kira-kira 4 jam setelah lahir sudah
berusaha berdiri dan lari dengan ibunya. Katanya supaya tidak jadi korban
makanan harimau. Bayi reptil begitu menetas sudah bisa berenang dan berlari-
lari. Semua bayi ini, biarpun sudah bisa lari tetapi mereka tetap bermain-main.
Konon, masa bermain ini merupakan masa mereka berlatih, menguatkan tulang
dan belajar keahlian yg mereka butuhkan untuk masa dewasa mereka kelak ketika
mereka harus mandiri.
Untuk manusia, masa kanak-kanak sangat lama, dan ini disebabkan
karena keahlian yang harus mereka kembangkan kelak juga jauh lebih rumit
daripada sekedar mencari, menerkam dan memburu makanannya sehingga masa
bermainnyapun lebih lama daripada mahluk lain. Bagi Erikson, masa usia 3
sampai 6 tahun, ini adalah fase bermain. Dalam fase inilah anak-anak belajar
berfantasi, belajar mentertawakan diri, mulai belajar bahwa ada pribadi lain selain
dirinya. Pada fase ini terletak fondasi anak untuk menjadi kreatif yang akan
menjadi sangat penting pada fase berikut.
Pada saat yang sama, kalau pada fase sebelumnya, anak perlu menciptakan
sense of identity sebagai seorang manusia dan kepercayaan untuk melakukan
eksplorasi sendiri, maka pada fase ini yang harus diciptakan adalah identitas diri
macam apa, terutama sehubungan dengan jenis kelamin mereka. Seperti mang
Jeha bilang, anak belajar menjadi lelaki atau perempuan bukan hanya dari alat
kelamin tapi juga dari perlakuan sekeliling pada mereka. Fase inilah konon yg
berperanan besar dalam menentukan identitas ini karena pengaruh kelamin mulai
dirasakan secara psikologis: Anak lelaki menjadi lebih sayang pada ibu dan tidak
begitu senang pada bapak sementara anak perempuan menjadi dekat bapak dan
merasa disaingi ibu. Anak-anak kecil menjadi sayang guru TKnya. Orang tua
tidak perlu khawatir dengan hal ini karena hal ini memang normal, malah kalau
anak dimarahi bisa-bisa menjadi "Guilty", merasa bersalah akan identitas
kelaminnya.
Apa hasil dari fase ini bila dilewati dengan sukses? "A sense of Purpose"
kata Erik Erikson. Anak menjadi tidak terganggu dengan perasaan bersalah. Anak
bisa menentukan apakah mereka mau menjadi seperti ayah/ibu (biasanya ya)
tanpa perasaan bersalah dan anak tidak akan mengalami banyak kegelisahan
karena merasa tidak dimengerti.
Apa yang bisa dilakukan ortu untuk merusak fase ini? Banyak dan
contohnya adalah dengan merampok masa bermain anak dengan menyuruh
mereka belajar lebih dulu dari teman-teman seumur . Anak mulai didisiplinkan
untuk menghafal angka, abjad dan menulis bagus supaya lebih pandai dari yg
lain. Kalau boleh jujur, seringkali sebenarnya lebih banyak ambisi membuat anak
pinter ini adalah untuk gengsi ortu yang disamarkan dengan mengharapkan masa
depan anak yg baik. Yang terjadi sesungguhnya adalah mengambil masa "fun"
dari anak-anak sehingga emosi, kesenangan dan penjelajahan yang hanya tumbuh
pada masa bermain ini tidak pernah tumbuh matang.
2.4. Tahap Erikson : Industry vs Inferiority (Tekun vs Rasa Rendah Diri)
a. Periode Perkembangan : masa pertengahan dan akhir anak-anak (tahun-tahun
sekolah, 6 tahun – pubertas)
b. Karakteristik :
Masa awal anak-anak yang penuh imajinasi, ketika anak-anak / individu
memasuki tahun-tahun sekolah dasar, mereka mengarahkan energi mereka pada
penguasaan pengetahuan & keterampilan intelektual. Tertarik pada bagaimana
sesuatu diciptakan & bagaimana sesuatu itu bekerja.
Orang tua / guru memberikan antusiasme pada daya tarik anak / siswa
pada kegiatan-kegiatannya, untuk mendorong bangkitnya rasa tekun anak / siswa.
Sekolah menjadi sangat penting karena guru yang peka & bertanggung-jawab
dapat merevitalisasi rasa tekun siswa didik.
Periode ini individu / anak berpikir intuisif / berpikir mengandalkan ilham,
anak-anak berimajinasi memperoleh kemampuan 1 langkah berpikir
mengkoordinasi pemikiran & idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem
pemikirannya sendiri. System of Operations / 1 langkah berpikir -> dasar
terbentuknya intelegensi intuitif.
Erikson yakin guru mempunyai tanggung-jawab khusus bagi
perkembangan ketekunan anak-anak, guru secara lembut tetapi tegas memaksa
anak-anak / individu ke dalam pencarian untuk menemukan bahwa seseorang
dapat belajar mencapai sesuatu yang tidak ia pikirkan sendiri (perkembangan
kognitif ditinjau dari sudut karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan
kognitif orang dewasa). Yang berbahaya pada tahap ini adalah perasaan tidak
kompeten dan tidak produktif.
Sama seperti binatang muda, sesudah merasa tenteram dekat mama-papa,
maka pada saatnya mereka mulai pergi ke alam untuk mengenalnya secara
instingtif. Manusia mudapun demikian. Apabila sampai sekitar 6 tahun anak-
anak masih melakukan eksplorasi tentang diri sendiri, maka selewat usia itu anak
secara instingtif mulai melihat ke luar dan perkembangannya mulai berhubungan
dengan dunia luar. Pada usia 6 tahun, anak mulai ke dunia di luar rumah seperti,
sekolah, tetangga. Dunia luar menjadi tempat untuk tumbuh, terutama karena pada
saat inilah mereka baru benar-benar mulai mampu berkomunikasi dengan anak
lain sehingga mereka mulai bisa membentuk kelompok. Pada masa-masa ini tidak
ada hal relatif, yang ada hanyalah kemutlakan. Semua penjahat berbaju hitam dan
berwajah kotor. Pahlawan berwajah bersih, dan bajunya terang. Kelompok saya
adalah kelompok lelaki dan kami benci/tidak menerima perempuan (dan
sebaliknya), orang dewasa selalu benar dan guru tahu segalanya. Pada usia ini
anak-anak juga sangat tertarik untuk belajar, dan sangat sulit untuk berdiam diri.
Mereka belajar segala sesuatu, terutama yang berhubungan dengan fisik seperti
olahraga, berlari, berenang, mengumpulkan segala sesuatu dan mengembara
sampai ke batas yang disetujui. Anak-anak yang melalui fase ini dengan baik
akhirnya akan memperoleh ganjaran dengan mendapatkan sense of mastery,
suatu keyakinan bahwa mereka mampu menguasai masalah yg mereka hadapi.
Syaratnya adalah bahwa orang-orang dewasa yg mereka hormati seperti orang tua
harus mendukung kegiatan yg banyak ini karena dari dalam setiap anak memang
ada keinginan untuk mengerti dan menguasai lingkungan mereka. Kesulitan bagi
anak terjadi ketika ortu tidak mau repot dan cenderung melarang anak kemana-
mana sehingga tidak terlalu merepotkannya. Orang tua yg terlalu lelah karena
bekerja dan ingin anaknya diam, sopan dan tenang, juga merugikan pertumbuhan
anaknya. Bila ini terjadi cukup lama sehingga anak memperoleh kebiasaan untuk
nonton tv daripada mempelajari hal-hal di lingkungan mereka, maka anak-anak
ini kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi mereka. Pada anak
ini, sense of mastery diganti oleh rasa rendah diri (inferiority) yang sangat
berdampak pada masa-masa yang akan datang. Anak-anak yang penuh rendah
diri ini lebih sulit merasakan adanya kemampuan mereka untuk mengembangkan
kompetensi dalam bidang yang penting. Orng tua yg sangat takut akan lingkungan
yang tidak aman sering mengurung anak di rumah, dan memberikan TV, atau Play
Station-Sega. Hal ini sangat sayang karena pada usia inilah anak paling siap
untuk belajar secara aktif. Untuk orang tua semacam ini, sebaiknya membahas
hal ini dengan guru anaknya karena sebenarnya pengaruh guru sangat besar pada
masa-masa ini. Karena itu pula pilihan sekolah dasar sangat penting, bukan
hanya karena bangunan dan fasilitasnya tapi juga harus melihat guru yg akan
sangat mempengaruhi kompetensi yg tercipta.

2.5. Tahap Erikson : Ego-Identity vs Role Confusion (Identitas Diri vs


Kekacauan Peran)
a. Periode Perkembangan : masa remaja 12 - 18/20 tahun.
b. Karakteristik :
Pada tahap ini remaja / individu dihadapkan pada temuan siapa mereka,
bagaimana mereka nantinya, ke mana tujuan mereka?
Menuju dalam kehidupannya => Penjajakan pilihan-pilihan alternatif
terhadap peran karir merupakan hal penting.
Pada tahap ini remaja memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik
secara serentak / berurutan 2 ragam kemampuan kognitif.
1. Kapasitas menggunakan hipotesis.
2. Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak, logis dan idealisitk
(berpikir tentang pemikiran itu sendiri).
Anggapan dasar seorang remaja akan berpikir hipotesis => berpikir
mengenai sesuatu khususnya dalam pemecahan masalah dengan menggunakan
dasar yang relevan dengan lingkungan yang ia respon, memiliki perhatian ke masa
depan, etika ideal, dsb.
Guru & orang tua mengetahui bahwa kecerdasan itu melibatkan interaksi
aktif antara siswa dengan dunia disekitarnya. Oleh karenanya lingkungan siswa,
seperti rumah tinggal, seyogyanya ditata sebaik-baiknya agar memberi efek positif
terhadap perkembangan intelegensi anak. Terjadi proses asimilasi (info baru
digabung dalam pengetahuan yang ada) => pergolakan kognitif yang tajam.
Sekolah sebagai pelatihan-pelatihan intelektual, mempertahankan
orientasi-orientasinya pada hal yang komprehensif yang dirancang untuk melatih
remaja secara intelektual seperti kejuruan & sosial, dalam perkembangan fisik,
kognitif dan sosial orang tua dan guru harus terus memantau agar meningkatkan
kemandirian remaja tertantang secaara intelektual oleh tugas akademis dan
menciptakan lingkungan yang positif bagi perkembangan sosial dan emosional
sebagai sesuatu yang secara intrinsik penting dalam sekolah bagi remaja. Kurang
orientasi dan tidak bisa mengendalikan emosi -> kenakalan remaja / pergaulan.
Fase ini sebenarnya adalah sumber utama Erikson sehingga dia tertarik
untuk mengembangkan teori Perkembangan psikososisalnya. Tugas kita pada
periode ini mungkin adalah yang terpenting, yaitu puncak dari semua yang selama
ini sudah kita lalui dan yang akan kita gunakan untuk "mengarungi bahtera hidup"
yakni menciptakan Identitas Diri bagi kita. Kegagalan kita akan menciptakan
kerancuan identitas/peran. Apakah Identitas-diri ini? Tak lain adalah mengenal
siapa diri kita sesungguhnya dan bagaimana diri ini melebur dengan masyarakat
di sekeliling kita.
Menciptakan Identitas Diri yang benar adalah mengumpulkan semua
pengetahuan yang kita kumpulkan sampai saat itu, dan menggabungkan semuanya
menjadi suatu citradiri yang berguna bagi masyarakat. Apakah faktor terpenting
supaya tercipta Identitas Diri yang sehat dan berguna bagi masyarakat ini? Salah
satu faktor penting yang akan menentukan Identitas Diri ini adalah hadirnya Role
Model di dalam masyarakat di mana kita hidup, yakni seseorang yang bisa
dijadikan contoh.
Kehadiran orang tua, atau guru yang hebat, menjadi sangat penting. Faktor
penting lainnya adalah adanya kejelasan bagaimana kita melangkah meninggalkan
masa anak-anak menuju kedewasaan. Di suku Indian tertentu, anak dianggap
dewasa setelah dia berhasil pergi ke padang rumput dan membawa pulang bulu
elang, ekor kerbau atau tengkorak hyena. Di suku-suku Afrika, sunat adalah
tanda bagi remaja lelaki yang sudah dianggap dewasa; dan ternyata memang
berguna secara fisik karena lebih "bersih". Remaja wanita di Afrikapun disunat,
istilah modernnya adalah Female Genital Mutilation, walaupun manfaatnya bagi
wanita kurang jelas.
Intinya, yang penting ada suatu upacara yang dengan jelas menunjukkan pada
umum bahwa anak sudah bukan anak lagi tetapi sudah menjadi dewasa dan dia
dituntut untuk berlaku dewasa.
Identitas diri bisa menjadi ekstrim bila para orang dewasa yang
mengelilingi kita menekankan bahwa tidak ada kompromi untuk suatu hal, dan
kita berakhir dengan menjadi fanatik. Yang paling sering difanatikkan adalah
faktor agama atau ethnik tertentu. Remaja fanatik tidak diijinkan melihat pilihan
lain dan identitas dirinya dibanjiri oleh dominasi faktor ini.
Harus kita ingat bahwa remaja baru saja meninggalkan stage ke 4 di mana
mereka tidak melihat adanya relatifitas, yang ada hanya kemutlakan. Orang
dewasa yang berhasil mempengaruhi anak-anak pada usia rawan ini akan berhasil
mendapatkan pengikut yang sangat setia dan membabi buta. Ini sangat
berhubungan erat dengan tulisan mang Jeha tentang kelik. Kelik berdasarkan
agama dan etnis adalah yang paling kuat karena diumumkan pada publik lewat
siering bahasa dan penampilan fisik antar anggota.
Mereka yang berhasil memperoleh Identitas Diri yang sehat mencapai
suatu keadaan yang dinamai Fidelity oleh erikson, yaitu suatu kelegaan karena
kita mengenal siapa diri kita, tempat kita dalam masyarakat dan kontribusi macam
apa yang kita bisa sumbangkan untuk masyarakat. Sebaliknya, mereka yang gagal
memiliki suatu Identitas Diri akan gelisah karena tidak jelasnya identitas mereka.
Orang-orang ini bisa menjadi "drifter", si pengembara, atau si penolak (mereka
bisa menolak untuk punya identitas, menolak definisi masyarakat tentang anggota
masyarakat dll) dan mereka hidup sendiri bahkan ketika ada di tengah masyarakat.
Lagi-lagi, dunia modern di mana orangtua sering bekerja larut malam, bercerai,
bingung menghadapi perubahan kultur dan cara hidup global, merupakan tempat
subur bagi pertumbuhan remaja gelisah. Tidak ada role model maupun upacara
meninggalkan masa kanak-kanaknya bagi remaja-remaja ini. Akhirnya, beberapa
di antara mereka mencari identitas diri dengan bergabung dalam gang-gang dan
dengan kagum melihat pemimpin gang sebagai Role Model. Untuk anggota gang,
upacara yang ditentukan oleh gang menjadi upacara yang menentukan status
mereka dan menciptakan identitas. Mereka bisa diminta membuktikan status
setelah berhasil merokok atau meminum minuman keras, atau bahkan
berhubungan badan dengan anggota lama yang berlainan sex. Kegiatan mereka
menjadi merusak dan mengkacaukan masyarakat, tapi bagi mereka itu tidak apa
daripada hidup tanpa suatu identitas. Inilah bahaya besar dari kaum remaja yang
gagal melewati masa ini dengan sukses. Sehubungan dengan perkembangan dunia
modern ini, kita bisa meramal bahwa akan makin banyak kelik dan grup-grup
yang bermunculan. Parahnya adalah seringkali identitas kelik ini akan bertahan
sampai kita tua karena citra diri dibangun berdasarkan definisi yang dibentuk oleh
kelik.

2.6. Tahap Erikson : Intimacy vs Isolation (Keintiman vs Pengasingan)


a. Periode Perkembangan : masa awal dewasa (18/19 - 30 tahun)
b. Karakteristik:
Individu menghadapi tugas perkembangan pembentukan relasi yang akrab dengan
orang lain, Erikson menggambarkan keakraban sebagai penemuan diri sendiri,
tanpa kehilangan diri sendiri pada orang lain.
Pada periode ini, individu termotivasi untuk berhasil melalui perkembangan
sosial. Pada proses belajar individu membentuk keintiman dalam proses
pembentukan identitas yang tetap dan berhasil, jika keintiman tidak berkembang
individu mengalami “isolasi” yang membentuk persahabatan yang sehat dan
ketidakmampuan melakukan hubungan sosial individu => frustasi => introspeksi
diri untuk menemukan kesalahan.
Introspeksi diri mengakibatkan depresi dan isolasi => menghambat keinginan
untuk bertindak atas inisiatifnya sendiri.
Oran tua / guru memiliki implikasi penting pada kematangan mereka
(kemandirian & kebebasan).
Perkembangan emosional, intelektual dan sosial.
Pada usia ini, kita sudah bukan lagi anak-anak atau remaja, tetapi pemuda atau
pemudi. Kita sudah dianggap dewasa dan kita dituntut untuk bertanggung jawab
penuh atas segala keberhasilan dan kegagalan kita. Tugas kita pada periode ini
adalah mengenal dan mengijinkan diri kita untuk mengenal orang lain secara
sangat dekat, atau masuk ke hubungan yang intim sedang kegagalan kita akan
membuat kita terisolasi atau mengisolasi diri dari sekeliling kita. Keintiman dapat
terjadi karena kita telah mengenal diri kita dan merasa cukup aman dengan
identitas diri yang kita miliki. Akibat dari rasa aman ini adalah mengijinkan
orang lain untuk sharing dengan kita melalui hari-hari dan malam-malam kita,
mengenal kelebihan dan kekurangan kita. Jadi, pada pokoknya Intimacy adalah
hubungan dua orang yang sudah matang dan mengenal diri masing-masing dan
menciptakan suatu kesatuan yang menghasilkan karya-karya yang lebih besar.
Kehidupan modern yang mewarnai kota-kota besar, seringkali tidak mengijinkan
kita untuk menjalani masa pembentukan intimacy ini dengan baik. Mobilitas
seperti sekolah ke luar negeri dari satu kota ke kota lain, penugasan dari kantor ke
daerah-daerah dan perpindahan yang kita lakukan karena janji karir yang lebih
baik, adalah hal-hal yang menyulitkan kita dalam menemukan orang yang tepat
bagi kita untuk berintimacy. Akibatnya, sebagai ganti dari intimacy adalah
hubungan yang sangat superficial, didasari bukan keinginan untuk menyatu dan
menciptakan suatu hubungan yang sehat tapi hanya untuk menghilangkan
kesepian.
Pemuda/pemudi yang sering ganti pacar tanpa merasakan kehilangan adalah
korban dari kehidupan modern. Tidak heran bahwa perceraian dan "break up"
terjadi di kota modern jauh lebih banyak daripada di kota kecil di mana para
penghuninya cukup waktu untuk mengembangkan hubungan yang dalam, didasar
penuh kepercayaan dan bertahan lama. Bagi kita yang tidak berhasil melalui
periode ini dengan baik, timbul rasa keterasingan, yang seringkali dibarengi
dengan amarah dan sinis terhadap roman, terhadap ungkapan kasih, terhadap
sesama manusia. Orang-orang yang dibesarkan oleh orang tua yang sangat
dominan/authoritarian dan mengurung mereka, cenderung menjadi orang-orang
terasing setelah orang tua mereka meninggal. Bagi kita yang berhasil dengan baik,
timbul kemampuan/kekuatan yang dinamai Love oleh Erikson. Love baginya
bukan Eros/Amor saja, tapi lebih pada kesediaan untuk menyadari adanya
perbedaan, dan menerima perbedaan itu lewat usaha untuk terus berintim-intim
antara pihak yang terkait (bisa suami/istri, atau teman).

2.7. Tahap Erikson : Generativity vs Stagnation (Perluasan vs Stagnasi)


a. Periode Perkembangan : masa pertengahan dewasa (antara pertengahan 20-an
tahun sampai 50-an)
b. Karakteristik :
Mencakup rencana-rencana orang dewasa atas apa yang mereka harap
guna membantu generasi muda mengembangkan dan mengarahkan kehidupan
yang berguna melalui generativitas / bangkit.
Sebaliknya, stagnasi / mandeg => ketika individu tidak melakukan apa-apa untuk
generasi berikutnya.
Memberikan asuhan, bimbingan pada anak-anak, individu generatif adalah
seseorang yang mempelajari keahlian, mengembangkan warisan diri yang positif
dan membimbing orang yang lebih muda.
Tugas kita dalam fase ini adalah mengembangkan keseimbangan antara
generativity dan stagnasi. Generativity adalah rasa peduli yang sudah lebih
dewasa dan luas daripada intimacy karena rasa kasih ini telah men"generalize" ke
kelompok lain, terutama generasi selanjutnya. Bila dengan intimacy kita terlibat
dalam hubungan di mana kita mengharapkan suatu timbal balik dari partner kita,
maka dengan generativity kita tidak mengharapkan balasan. Misalnya saja,
sebagian sangat besar dari para orang tua tidak keberatan untuk menderita atau
meninggal demi keturunannya, walau perkecualian pasti ada. Begitu pula dengan
orang-orang yang melakukan pekerjaan sukarela di Salvation Army, Word Vision,
Palang Merah, Green Peace dan NGO (Non-Governmental Organization) bisa
dikatakan termasuk mereka yang memiliki Generativity ini.
Banyak psikolog melakukan riset mengapa orang melakukan karya
altruistik (berderma atau menolong sesama) yang seringkali tidak menghasilkan
apapun bagi mereka kecuali kerugian materi, waktu dan tenaga. Sampai kini para
psikolog ini belum menemukan jawaban yang pasti dan diterima semua orang.
Kalau Erikson benar, maka kita melakukan hal yang altruistik bukan karena kita
menginginkan balasan tapi karena pertumbuhan psikologis kita menimbulkan
kasih pada sesama. Kita mungkin melakukan hal-hal yang altruistik karena kita
mengharapkan dunia yang lebih baik di masa depan yang akan menjadi masa
depan anak-anak kita.
Stagnasi adalah lawan dari generativity yakni terbatasnya kepedulian kita
pada diri kita, tidak ada rasa peduli pada orang lain. Orang- orang yang
mengalami stagnasi tidak lagi produktif untuk masyarakat karena mereka tidak
bisa melihat hal lain selain apakah hal itu menguntungkan diri mereka seketika.
Kita tahu banyak contoh orang yang setelah berusia setengah baya mulai
menanyakan ke mana impian mereka yang lalu, apa yang telah mereka lakukan
dan apakah hidup mereka ada artinya. Beberapa orang yang merasa gagal dan
tidak lagi punya harapan untuk mencapai impian mereka, pada saat-saat ini
berusaha untuk merengkuh masa-masa yang bagi mereka terlewat sia-sia.
Kita tentu pernah mendengar mereka yang meninggalkan istri dan anak-
anaknya yang kebingungan dan kekurangan, mencari istri baru dan keluarga baru
untuk membangun hidup baru. Inilah mereka yang tidak berhasil melihat peranan
mereka dengan lebih luas, melainkan hanya melihat apakah hidup ini bermanfaat
bagi mereka pribadi. Apakah yang diperoleh mereka yang berhasil menjalani fase
ini dengan sukses? Kapasitas yang luas untuk peduli. Apabila kapasitas untuk
peduli dengan partner di panggil Love oleh Erikson, maka untuk hubungan yang
lebih luas disebutnya Caring. Salah seorang psikolog yang mengkhususkan diri
dalam konsultasi dalam bidang spiritual segera pergi ke Afrika setelah membaca
tentang Aids, dan mengorbankan penghasilannya yang luar biasa. Dia adalah
contoh langsung bagi saya tentang orang-orang dengan kapasitas Caring ini.
Begitu pula para sukarelawan yang setelah membaca tentang Alzeimer
atau Ambon segera mencari tahu apa yang mereka dapat lakukan, bukan karena
ada keluarga yang terkena tetapi karena ada orang yg menderita. Kabar baiknya
adalah bahwa makin banyak anak-anak muda yang melakukan hal ini, dan
kebanyakan dari negara yang sudah maju.

2.8. Tahap Erikson : Integrity vs Despair (Integritas dan Kekecewaan)


a. Periode Perkembangan : masa akhir dewasa (60 tahunan)
b. Karakteristik :
Masa untuk melihat kembali apa yang telah kita lakukan dalam kehidupan
kita, harapan positif.
Kehidupan baik -> merasa puas / integritas.
Masa lalu negatif -> keputusasaan.
Memaknai yang terjadi, merevisi dan memperluas pemahaman. Pada tahap ini,
memiliki 3 makna biologis, emosional dan terpencil.
Masa ini dimulai sekitar usia 60, ketika seseorang mulai meninggalkan
masa-masa aktif di masyarakat dan bersiap untuk hidup lebih menyendiri. Sangat
berbeda dengan rata-rata orang yang ketakutan dengan datangnya usia tua, maka
bagi Erikson, ini adalah masa yang sama pentingnya dengan fase-fase
sebelumnya. Bahkan, masa ini mungkin masa yang paling penting karena ini
adalah masa terakhir di mana kita harus bersiap untuk meninggalkan dunia ini.
Tugas kita saat ini adalah mengembangkan "ego integrity", Integritas Diri, suatu
rasa harga diri untuk tidak takut mati karena telah melalui hidup dengan “OK”.
Lawan dari rasa integritas diri ini adalah Despair atau rasa putus asa. Orang-
orang yang putus asa pada masa usia lanjut ini ditandai dengan meluapnya rasa
jijik pada diri mereka sendiri, terhadap kegagalan mereka, cara mereka menyia-
nyiakan hidup. Orang-orang ini seringkali penuh amarah pada mereka yang juga
gagal, menganggap itu hasil kebodohan Orang-orang itu sendiri. Namun juga
marah dan iri pada yang berhasil. Intinya, sebagian besar Orang-orang ini putus
asa dan memandang hidup dengan negatif. Kenapa putus asa? Sebab masa-masa
ini memang penuh dengan hal-hal yang membuat kita bisa sengsara secara
emosional. Fisik yang makin melemah membuat banyak orang lanjut usia makin
tergantung pada orang lain. Celakanya ketergantungan ini dibarengi oleh
berkurangnya kemampuan cari uang dan menurunnya manfaat bagi orang lain.
Wanita mengalami hal khusus dengan datangnya menopause, dan banyak
yg melihat datangnya meno ini sebagai masa pintu gerbang menuju masa tua yang
dipenuhi oleh penyakit-penyakit seperti kanker payudara, kanker rahim dan
osteoporosis. Lelaki yang hidup dari respek orang sekeliling sebagai pencari uang
kini hilang kemampuan cari uangnya padahal keinginan direspek makin besar dan
menggebu-gebu. Lalu, teman dan saudara mulai menghilang, ada yang meninggal,
ada yang pindah diboyong keluarganya ke tempat lain dan ada yang levelnya
sudah ganti (jadi jauh lebih kaya atau jauh lebih miskin) sehingga menjadi sulit
berhubungan lagi. Yang paling berat, adalah memory dan regret. Sangat jarang
ada orang tua yang tidak menyesali masa lalunya, masa di mana mereka
seharusnya melakukan hal yang seharusnya. Rata-rata mereka berharap
melakukan hal-hal yang kini akhirnya berdampak buruk seperti bersekolah lebih
giat, tidak berteman dengan si A, lebih sayang pada anak atau menantunya, dll.
Yang dahsyat dari kenangan ini adalah bahwa mereka tidak punya kesempatan
untuk memperbaiki sehingga ada penyesalan tapi tidak ada pengobatan.
Mereka yang berhasil mengembangkan Ego Integrity, masih memiliki
penyesalan tetapi mereka telah berdamai dengan masa lalu, menerima bahwa ada
hal yang bisa mereka lakukan dengan lebih baik, dan ada hal yang mereka telah
lakukan sebaik mungkin, dilihat dari konteks saat itu. Dan mereka ini siap
apabila harus meninggal. Kalau mereka yang "Despair" atau putus asa ini
memiliki rasa "Disdain" atau jijik pada hidup, maka mereka yang putus asa ini
menginginkan keluarganya berhasil supaya tidak seperti dia. Tetapi caranya agak
cenderung memaksa, memarahi dan menyesali sehingga membuat orang-orang di
dekatnya kebingungan melayaninya karena melakukan kesalahan terus.
Daftar Pustaka

Baitul Alim, Muhammad. 2009. Teori Kognitif Psikologi Perkembangan.


http://www.psikologizone.com diakses pada tanggal 28 Februari 2011.
Kusmawati. 2009. Teori Kepribadian Sigmund Freud.
http://www.acehinstitute.org/opini diakses pada tanggal 01 Maret 2011.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Perkembanagan Individu.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com diakses pada tanggal 01 Maret 2011.
Valmband. 2008. Teori dari Erik Erikson. http://valmband.multiply.com/journa
diakses pada tanggal 02 Maret 2011.
Yudianto, Andi. 2008. Perkembangan Psikososial Erikson.
http://bayoesmartboy.blogspot.com diakses pada tanggal 02 Maret 2011.
Zakaria, Nor Azira. 2007. Teori Perkembangan Kognitif. http://www.scribd.com
diakses pada tanggal 02 Marret 2011.

Anda mungkin juga menyukai