Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ditekankan
keterlibatan siswa secara aktif dan berusaha menemukan konsep sendiri dalam proses
pembelajaran pada semua mata pelajaran termasuk kimia. Guru berperan sebagai
fasilitator dan pendorong siswa untuk menggunakan keterampilan proses serta
menerapkan inovasi model pembelajaran sehingga pembelajaran kimia  mampu 
mengembangkan life skill yang merupakan implementasi dari kurikulum KTSP.
Pelaksanaan proses belajar di sekolah pada umumnya masih didominasi oleh
guru dengan menggunakan model pembelajaran konvensional seperti ceramah.
Model pembelajaran ceramah mengutamakan guru bertindak aktif memberi
sedangkan siswa pasif menerima (Dasna, 2006 dalam Suwanti 2010). Pembelajaran
yang didominasi oleh guru mengakibatkan siswa menjadi bosan, malas belajar,
motivasi berkurang, sehingga siswa terlihat pasif dan tidak kreatif serta hasil
belajarnya menjadi kurang baik.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesulitan dalam pembelajaran
adalah dengan metode pembelajaran yang menarik dan dapat merangsang minat
siswa yaitu dengan model Inquiry Terbimbing. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
University of Philipine menunjukkan model inquiry merupakan model mengajar
yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah. Dengan
model inquiry ini juga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam penalaran
formal. Hal ini seperti diungkapkan Dahar (1989) bahwa, salah satu kebaikan
pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan adalah meningkatkan
penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Jadi, dengan
melakukan pembelajaran model inquiry akan dapat meningkatkan kemampuan
penalaran formal siswa disamping dapat mengembangkan cara berpikir ilmiah.
Ide menggunakan metode pembelajaran berpusat siswa (student centred)
berbasis konstruktivis sudah diterima secara luas, karena telah memberi kesempatan
cukup bagi siswa untuk membangun pembelajaran mereka sendiri. Kemampuan
individu siswa, kecerdasan dan berpikir kreatif hanya dapat dicapai melalui metode
pembelajaran berpusat siswa (Alkan Deryakulu, & Simsek, 1995 dalam Tuysuz,
2010).
Meskipun konstruktivisme adalah teori pembelajaran yang menggambarkan
proses konstruksi pengetahuan, namun pada aplikasinya yang sering disebut sebagai
'praktek konstruktivis' (Zemelman, Daniels, & Hyde, 1993 dalam Tuysuz, 2010) di
dalam kelas dan di tempat lain memerlukan dukungan untuk aktif dalam proses
konstruksi pengetahuan. Karena, sebagian besar isi topik pelajaran sains bersifat
abstrak, untuk membuat siswa memahami topik-topik seperti itu perlu pembelajaran
konstruktivis berpusat pada siswa.
Konsep belajar ''learning by doing'' (Bruner, 1990 dalam Tuysuz, 2010)
memang tidak baru, namun memungkinkan siswa untuk belajar yang dilakukan
dalam konteks kelas. Dalam konteks ini, laboratorium adalah komponen penting dari
pendidikan untuk membuat siswa mendapatkan pengalaman. Terutama ketika belajar
kimia yang benar-benar merupakan cabang terapan ilmu pengetahuan, maka
pentingnya laboratorium jelas dipahami. Dalam laboratorium kimia siswa menjadi
aktif dalam pembelajaran mereka dengan melihat, mengamati dan melakukan.
(Temel, Oral & Avanoglu, 2000 dalam Tuysuz, 2010). Banyak peneliti di bidang
pendidikan sains mengakui bahwa laboratorium dapat meningkatkan minat siswa dan
kemampuan untuk mata pelajaran sains (Bryant dan Edmunt, 1987; Bekar, 1996;
AlGaN, 1999; Bagci dan Simsek, 1999 dalam Tuysuz, 2010).
Pada tahun 1970, The Comission of Profesional Standards and Practices of
National Science Teachers Associatiton di Amerika menyatakan, bahwa pengalaman
siswa dalam situasi laboratorium seharusnya menjadi bagian integral dari mata
pelajaran sains (Hofstein dan Lunetta, 1982 dalam Tuysuz, 2010). Pernyataan
tersebut menunjukkan bahwa kegiatan laboratorium mempunyai peranan penting
dalam pengajaran sains.
Romey (1978) dalam Sidharta (2010) berpendapat bahwa kegiatan
laboratorium yang berorientasi sebagai sarana untuk menjelaskan keterangan guru
atau buku pelajaran sangat berlawanan dengan sains sebenarnya. Sains adalah suatu
ilmu pengetahuan eksperimental, observasional, dan berkiblat pada laboratorium.,
oleh karena itu pelajaran sains yang efektif seharusnya berpusat pada laboratorium,
bukan berpusat pada buku pelajaran.
Meskipun laboratorium dalam pembelajaran siswa memiliki tempat yang
sangat penting dalam pendidikan sains, namun terdapat beberapa masalah dalam
pengaplikasiannya. Beberapa masalah utama yang dihadapi adalah:
 Dalam melaksanakan eksperimen dan mengatur peralatan, kegiatan laboratorium
sangat mahal
 Untuk perencanaan dan pelaksanaannya, cukup memakan waktu
 Kurangnya laboratorium atau peralatan, atau kondisi laboratorium yang
membatasi guru untuk melakukan kegiatan laboratorium sederhana.
Seperti disebutkan di atas, dalam situasi dunia nyata kadang-kadang karena
keterbatasan peralatan, keterbatasan waktu atau kondisi laboratorium yang tidak
memungkinkan, memaksa guru untuk melakukan kegiatan laboratorium di kelompok
yang padat, atau kadang-kadang dengan melakukan kegiatan peragaan. Hal ini
bertentangan dengan filsafat dasar konstruktivis dengan metode laboratorium bahwa
menerima pengetahuan yang dapat diperoleh melalui pengalaman pribadi dan
observasi (Ozdener, 2005 dalam Tuysuz, 2010). Bila melihat keterbatasan ini maka
perlu mempertimbangkan alternatif lain. Salah satu alternatif yang dapat digunakan
adalah dengan penggunaan komputer dalam pembelajaran. Penggunaan teknologi
pendidikan lebih khusus lagi penggunaan komputer dalam mendukung metode
laboratorium dapat menjadi satu alternatif yang logis (Kiyici dan Yumusak, 2005
dalam Tuysuz, 2010).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
(1) Bagaimana penerapan model pembelajaran Inquiry Terbimbing berbasis
laboratorium?
(2) Kapan laboratorium riil dan laboratorium virtual digunakan dalam menunjang
model pembelajaran Inquiry Terbimbing?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini, yaitu untuk:
(1) Memahami penerapan model pembelajaran Inquiry Terbimbing berbasis
laboratorium
(2) Mengetahui kapan laboratorium riil dan laboratorium virtual digunakan dalam
menunjang model pembelajaran Inquiry Terbimbing

1.4. Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi
kepustakaan. Penulis melakukan pengumpulan informasi melalui buku-buku
referensi dan internet yang erat kaitannya dengan pemanfaatan laboratorium virtual
dalam pembelajaran kimia. Selanjutnya, informasi-informasi tersebut digunakan
sebagai sumber penulisan.

1.5. ManfaatPenulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
(1) Sebagai bahan informasi penting dan bahan pertimbangan bagi tenaga pendidik
agar dapat memanfaatkan penerapan model Inquiry Terbimbing berbasis
laboratorium dalam pembelajaran kimia.

Anda mungkin juga menyukai