INDRATRANGGONOmonumen
INDRATRANGGONOmonumen
Indra Tranggono
TOKOH-TOKOH
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 1
KISAH RINGKAS
Sebuah Monumen Pahlawan berdiri di tengah kota Banjar Sari. Monumen itu didirikan untuk
mengenang jasa pahlawan lokal yang pada masa penjajahan Belanda, gugur dalam
pertempuran di kota itu. Monumen tiu dalam keadaan terlantar, tak terawat. Sehingga justru
menjadi seorang gelandangan. Di situ ’bermukim’ Yu Seblak (pelacur senior), Kalur
(pencopet), Ajeng (pelacur junior), Karep (gelandangan intelek),dll.
Persoalan muncul ketika Kepala Kota Praja Lama, RM Picis merencanakan memugar
monumen tiu, seiring dengan bakal dikabulkannya usulan soal peningkatan status para
pahlawan dalam monumen itu, dari pahlawan lokal menjadi pahlawan nasional. Pemugaran
itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan daerah: kelak monumen itu akan
dijadikan objek wisata unggulan. Yu Seblak dkk, gelisah, karena terancam terusir dari
kompleks monumen itu.
Namun sebaliknya, para pahlawan yang dipatungkan itu, justru berdebat sengit soal
hakekat kepahlawanan. Untuk merealisasikan pemugaran dan usulan perubahan status
menjadi pahlawan nasional, RM Picis –bersama asistennya, meninjau dan memilih pahlawan
mana yang layak mendapat anugerah menjadi pahlawan nasional. Hanya dua pahlawan yang
dipilih, yakni Wibagso dan Ratri. Masalah ini menimbulkan kecemburuan sosial bagi
(arwah) pahlawan dalam monumen itu. Mereka –Sidik, Durmo dan Cempluk- tidak bisa
menerima keputusan yang dipandang sangat tidak adil itu. Terjadilah apa yang disebut
”disintegrasi pahlawan” dalam monumen itu. Sidik hendak memisahkan diri –berdiri sebagai
monumen-, namun ditolak oleh Wibagso dkk.
Belum terwujud pemugaran monumen itu, terjadi perubahan politik dan perubahan
kepemimpinan nasional. RM Picis lengser dan digantikan Drs.Gingsir. sebagai Kepala Kota
Praja Baru, Drs.Gingsir, meninjau kembali dan bahkan membatalkan rencana pemugaran
monumen itu. Keputusan ini, menimbulkan kegembiraan bagi Yu Seblak dkk. Namun di
balik itu, ternyata Drs.Gingsir punya keputusan lain. Yakni, menggusur monumen itu. Dan di
lahan bekas monumen itu didirikan mall.
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 2
BAGIAN SATU
BAGIAN DUA
Air, api, bumi dan angin kawallah permintaanku hingga sampai ke haribaan
Gusti, awal dan akhir perjalanan kehidupan. Jagat cilik, jagat gede dan jagat
setengah gede, leburlah menyatu dan menjelma jagat tunggal. Bantulah aku, Yu
Seblak memanjatkan doa keselamatan. Semoga para pahlawan yang tidur damai
di monumen ini diterima Tuhan secara sempurna.
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 3
Yu Seblak : Dhemit tidak ndulit
Setan tidak doyan
Banyak orang mabuk duwit
Njarah milik banyak orang
Wibagso : Telah sampai di manakah perjalanan kita, Bung Sidik? Sudah ribuan purnama,
ribuan singsing fajar kita mengarungi jagat sonya ruri, jagat awang-uwung.
Tanpa terasa butiran-butiran keringat kita mengkristal jadi keheningan.
Keheningan yang sangat purba!
Sidik : Rasanya baru kemarin kita meninggalkan jasad kita, Bung Wibagso. Sejak
pasukan Belanda yang bengis dan licik itu memberondongi kita, sejak peluru-
peluru mereka membusuk di jantung kita; kita rasanya tak bergerak kemana-
mana.
Wibagso : Aku tadi mendengar orang mendoakan kita. Ya...aku melihat mereka. Mereka
memberi kita sesaji. Bunga-bunga, dupa, kemenyan, rokok...
Durmo : Kurang ajar. Kita dianggap dhemit! Brengsek, malah ada yang minta nomer
segala! Ini apa-apaan Wibagso?
Wibagso : Tenanglah. Tidak ada jeleknya membikin hati mereka gembira. Anggap saja ini
sekedar intermezzo.
Cempluk : Intermezzo ya intermezzo. Tapi kalau pahlawan sudah disuruh ngurusi togel, ini
sudah kebangeten.
Ratri : Hidup mereka gelap, rekan Cempluk. Mereka putus asa. Mereka hanya bisa
mengadu kepada kita. Karena yang hidup tak pernah mengurusi nasib mereka.
Mereka yang hidup, justru sibuk memompa ambisi untuk membangun tahta
masing-masing. Ya, mereka jadi raja-raja kecil yang hanya bisa memerintah.
Tapi tidak mengayomi.
Wibagso : Analisismu terlalu berlebihan, Ratri. Bagiku semua itu wajar. Bukankah mereka
sedang belajar berkuasa, belajar memerintah, belajar demokrasi.
Durmo : Belajar demokrasi kok nggak ada rampungnya! Jangan-jangan, mereka sengaja
berlindung di balik proses belajar, agar ketika gagal, mereka merasa sah untuk
tidak bertanggung jawab!
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 4
Wibagso : Dasar otak bocor alus! Bisanya Cuma curiga.
PEREMPUAN EXIT
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 5
Sakral. Punya ”permentaan” kok njijiki! Mosok pahlawan disuruh melindungi
para koruptor kayak sampeyan. (nggerundel) Pahlawan je suruh ngurusi
koruptor...
Lelaki : Sorry...sorry...Bukan begitu maksud saya. Saya ini kan orang susah. Mosok tak
boleh minta perlindungan.
Yu Seblak : Tapi kesusahan sampeyan ini telah menyusahkan banyak orang! Termasuk
saya! Dan lagi, saya ini nggak punya stok mantera penangkal pemeriksaan bagi
koruptor. Konsultasi terpaksa ditutup. Dan sampeyan saya persilahkan go-out!
Lelaki : Wo...kok go-out? Tapi gini Yu…ini cek. Yu Seblak mau ngisi angka berapa,
terserah. Yang penting saya slamet.
LAKI-LAKI EXIT
Yu Seblak : (memeriksa cek) Wah gimana? Kalau ini saya terima, saya bisa langsung
pensiun dari jabatan paripurna saya sebagai ”pramu-nikmat” senior. Tak perlu
lagi saya saban malam mangkal di sini. Saya bisa bangun rumah, beli kulkas
untuk ngompres endhas, beli mobil dan kawin dengan Kalur pacar saya...
Tapi kalau terbongkar? Berat saya. Akan muncul ”pramu-nikmat gate” yang
pasti menggegerkan. Walah...walah...aku tadi kan cuma buka praktek dukun-
dukunan. Lha kok jadi beneran. Ini gimana ya? Gini aja. Cek ini akan saya
simpan. Kalau sewaktu-waktu kasus itu terbongkar, cek ini akan segera saya
kembalikan. Di depan Polisi, Jaksa, maupun para anggota Dewan, saya akan
bersaksi bahwa saya ini memang anti korupsi...atas nama keselamatan diri.
Beres kan? Bukankah, sebaik-baik manusia adalah yang bersikap ngambang!
Yu Seblak : Kok sampeyan-sampeyan ini pada dlajigan di sini? Ini tempat suci. Sakral.
Petugas 1 : Kami mencari copet. Dia tadi lari menuju ke sini.
Petugas 2 : Pasti sampeyan sembunyikan copet itu. Sudah ngaku saja. Kalau tidak malah
bisa repot. Sampeyan bisa kena pasal...pasal...wah pasal berapa ya?
Petugas 1 : Yang jelas bukan ”pasal” swalayan!
Petugas 2 : Sekarang kamu ngaku saja! Di mana copet itu. Ayo ngaku?! Tak slomot rokok
lho...
Petugas 1 : Apa kau menyarankan saya untuk mencabuti kukumu?! Atau kamu saya
sarankan secara paksa untuk tidur di atas balok es?
Yu Seblak : (berubah marah) Mbok jangan serem-serem gitu ah...Nanti kalau saya yang
dipahlawankan kayak Marsinah, situ malah repot.
Petugas 1 : Jadi petugas itu ya harus serem. itu sudah doktrin dari atasan yang harus ditaati!
Petugas 2 : Masak kami harus lemah lembut, bilang ”Yu...Yu Seblak, mbok sampeyan
ngaku...” Ya nggak ada orang yang takut!
Petugas 1 : Kamu kan tahu, salah satu ukuran prestasi petugas itu ya kalau bisa membikin
orang lain takut. jadi yang penting menakutkan dulu, urusan lain belakangan...
Yu Seblak : Tapi meskipun saya diwajibkan takut, saya tetap bilang, kalau saya tidak tahu
apa-apa.
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 6
Petugas 1 : (mengacungkan pentungan) Jadi, sudah saya serem-seremkan begini kamu tetap
tidak takut?!
Petugas 2 : Gebuk saja!
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 7
Kalur : Kalau manut saya, cek itu buang saja. Cari makan itu yang halal. Percayalah,
barang haram itu tidak akan jadi daging.
Yu Seblak : We...baru sekarang ada copet memberi nasehat. Lha wong kamu sendiri tiap
hari makan barang haram kok ngotbahi!
Kalur : (bergaya memberi ceramah) Wahai Yu Seblak yang kucinta. Ketahuilah,
serendah-rendahnya copet itu masih lebih baik dari koruptor. Copet itu kan
hanya menyusahkan satu orang, yaitu orang yang dicopet. Sedangkan koruptor
itu menyusahkan orang banyak. Menyusahkan masyarakat dan bikin bangsa
hancur.
Yu Seblak : Walah...walah...sok suci. Copet dan koruptor itu ya sama-sama maling...
Kalur : Meskipun begitu, copet itu jauh lebih jantan daripada koruptor. Berani
nanggung resiko digebugi. Bahkan siap mati. Sedang koruptor? Mereka
berlindung di balik SK ini, SK itu. Dan kalau ketahuan mereka saling melempar
tanggung jawab. Cokot-cokotan kayak ular.
Yu Seblak : Kesimpulannya apa, Lur?
Kalur : (menyahut cepat) Survei membuktikan, meskipun sama-sama merugikan, tetapi
pencopet jauh lebih beradab daripada koruptor. copet itu lebih fair karena tidak
ada satu pun peraturan yang melindungi copet. Beda dengan koruptor, untuk
memeriksa saja harus ijin sana...ijin sini...Sedangkan kalau copet, ditangkap dan
diperiksa mau lapor siapa. Apa mau lapor KPHAC, Komisi Pelindung Hak-hak
Azasi Copet?
Yu Seblak : Maka...?
Kalur : Ya jelas to, lebih baik jadi copet daripada jadi koruptor!!
Yu Seblak : Wah elok, sudah kayak politikus. Bicaranya berbusa-busa tapi mak
plekenyik...nggedebus...
Kalur : (memberikan uang) Nggak usah cringis! Nyoh!!! Tapi nanti malam...nanti
malam...pokoknya kamu tahu sendiri to...
Yu Seblak : (manja, sambil menggoyang badan) Pokoknya ada uang, ya ada goyang. Tarikk
mang...
Ajeng : Rayuan Mas Karep ini luar biasa. Percintaan kita jadi indah. Meskipun kadang-
kadang terasa sedikit keras. Ya, keras tapi indah.
Karep : Ajeng sayang, kalau ada perubahan, engkau akan kubelikan RSS, Rumah
Sedikit Semen. Kita bisa bercinta di sana. Mengarungi benua-benua impian...
Ajeng : Rayuan Mas Karep sangat puitis. Percintaan kita jadi dramatis.
Karep : Yah, begitulah Dik Ajeng. Ternyata aku masih menyimpan sedikit bakat
sebagai penyair. Orang yang tetap percaya pada kata-kata meskipun kadang-
kadang hampa makna...
Ajeng : Mas...Mas Karep sayang. Kata-katamu tetaplah sarat makna. Dan kamu telah
membawaku ke dunia yang sangaaaat indah, meskipun maya....
KALUR MENGEKSPRESIKAN KEMARAHANNYA DENGAN MEMBANTING
COBEK BERISI BUNGA. AJENG DAN KAREP TERHENYAK KAGET. KALUR PUN
TAK MAU KALAH DENGAN PARIKAN:
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 8
Kalur : Kapal keruk taline kenceng
Mata ngantuk hatinya methentheng!!
OS RADIO :(setelah tuning lagu Rayuan Pulau Kelapa) Berita utama: Kepala Kota Praja
Banjar Sari, Raden Mas Picis, merencanakan akan memugar Monumen
Pahlawan yang terletak di Jalan Kemerdekaan. Pemugaran monumen itu, akan
menggunakan dana dari APBD sebesar 3 milyar.
BAGIAN TIGA
Wibagso : Dulu, ketika jasad kita terbujur di sini, rasanya tempat ini sangat sunyi. Tapi
kini, lihatlah, gedung-gedung menghimpit kita. Cahaya lampu berpendar-
pendar. Negeri ini benar-benar megah. Tapi, lihatlah di sana. Lihatlah, deretan
gubug-gubug reyot dan orang-orang makan bangkai anjing. Ya ampun, bangkai
anjing mereka makan dengan lahap. Dan di sana, jutaan mulut menganga
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 9
menunggu lalat-lalat terjebak. Ya Tuhan...mereka mengunyah lalat-lalat itu
(sedih, merintih).
Ratri : Itu biasa, Wibagso. Dalam negeri yang gemerlap, tetap dipelihara kemiskinan
untuk dijadikan ilham bagi kemajuan. Nah...kalian lihat di sana. Deretan rumah-
rumah mewah yang menyimpan jutaan keluarga bahagia. Ada kolam renang
pribadi, lapangan golf pribadi, mobil mewah bahkan pesawat terbang pribadi.
Mereka tinggal terbang kemana mereka suka, untuk mereguk week- end atau
berselingkuh dengan pacar gelap mereka.
Durmo : Dan lihatlah di sana, di gedung pencakar langit itu. Orang-orang pesta dan
berdansa. Ya ampun mereka melakukan orgi, pesta seks besar-besaran. Ya
ampun, ’punya’ mereka besar-besar. Gaya mereka lebih gila dari BF sekalipun!
Ah...aku jadi pengin hidup kembali.
Cempluk : Sudah jadi arwah kok masih bisa terangsang. Arwah nggragas!
Durmo : (tak peduli dengan guyonan Cempluk) Lihatlah, mereka juga teler bersama, lalu
menumpahkan kata-kata siluman.
Sidik : Perutku mual mendengar ocehan mereka. Ternyata mereka hanya sanggup
mengurusi perut dan kelamin mereka sendiri.
Durmo : Sementara jutaan yang lain tak lebih dari angka-angka yang ditimbun untuk
dilenyapkan.
Sidik : Saya jadi menyesal kenapa dulu aku ikut memerdekakan negeri ini.
Durmo : Aku jadi tidak lagi ”pede” jadi pahlawan. Ternyata, kita berdiri di sini tak lebih
sekedar ”memedi sawah”. Buktinya mereka tidak takut atau sungkan kepada
kita. Mereka tetap menggaruk apa saja...
Wibagso : Jangan tergesa menyimpulkan dulu, rekan Durmo. Aku rasa mereka tetap
hormat pada kita. Buktinya, mereka membangunkan monumen yang megah.
Cempluk : Megah...megah...apanya yang megah? Lha wong kita cuma ditaruh di tempat
njepit kayak gini. Pahlawan kok cuma dislempitkan!
Ratri : Kamu terlalu sentimentil rekan Cempluk. Justru kita ditaruh disini, diantara
gedung-gedung mewah itu agar kita bisa menyaksikan kesuksesan anak cucu.
Sidik : Tapi mereka menyembunyikan begitu banyak kegagalan di balik kesuksesan
yang kamu banggakan itu, Ratri!
Wibagso : Mungkin saja begitu. Dan kalau ada setitik borok di sekujur tubuh yang utuh, itu
wajar.
Durmo : Tapi bagaimana kalau setitik borok itu hanyalah tanda dari kanker besar yang
menggerogoti sekujur tubuh? Bagaimana hayo...bagaimana?
Cempluk : Aku sendiri mencium bau bacin itu rekan Durmo. Dan saking menyengatnya
hingga arwahku pun bangkit. Ternyata aku mencium jiwa bangsaku yang sakit.
Edan to? Orang yang segitu buanyaknya kok justru berlomba-lomba untuk sakit
jiwa...
Wibagso : Kalian ini sukanya mendramatisasi masalah. Wajarlah kalian ini terus gelisah.
itu karena kalian kurang ikhlas dan terlalu banyak menuntut. Dan untuk apa
kalian selalu menuntut? Toh kita sudah tak dapat lagi menikmati apa-apa. Dan
satu-satunya kenikmatan hanyalah merasakan hormat anak cucu kepada kita.
Ratri : Apalagi mereka membuatkan kita patung yang begitu sempurna, begitu cantik.
Padahal sesungguhnya wajahku sedang-sedang saja, tapi manis. Meskipun
kuakui banyak jerawatnya...
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 10
Cempluk : Pahlawan kok ngurusi kukul...
Wibagso : Tapi bagaimana pun, mereka sangat membutuhkan kita, agar mereka dikenang
sebagai bangsa yang besar. Sangat wajar jika kelemahan kita ditutup-ditutupi,
dipoles dan diperindah. Karena mereka membutuhkan citra pahlawan yang
serba bersih, serba indah....
Durmo : Tapi kenapa wajahku tetap saja dibuat bopeng? Mestinya kan mereka bisa
membuat wajahku sedikit tampan, sedikit gagah seperti John Kennedy. Atau
setidak-tidaknya searif wajah Gandhi. Tidak brangasan macam ini. Ini kan
membikin trah Kanjeng Durmo jadi malu. Padahal kalian tahu sendiri,
bopengnya wajahku ini kan karena cipratan ledakan granat musuh?
Cempluk : Ah yang bener, Mo. Wajah bopengmu itu kan karena penyakit cacar? Nggak
ada hubungannya dengan perang. Nggak ada. Cuma terlambat imunisasi saja...
Durmo : Busyet!! Imunisasi Belanda, mana aku suka!
Sidik : Syukurilah Bung Durmo. Justru bopeng wajahmu itu membuktikan kalau kamu
ini pahlawan asli. Tidak dipoles-poles. Sama dengan aku. Kakiku yang cacat ini
sengaja dipertahankan bengkok. Ini membuktikan aku sungguh-sungguh
berjuang...
Cempluk : Berjuang atau karena kebodohan? Jelasnya, kamu ini kan dulu menginjak ranjau
yang kamu sangka nanas to? Jujur saja.
Sidik : Kalau mau jujur-jujuran, kamu ini sebenarnya tidak layak jadi pahlawan! Apa
itu dapur umum? Apa itu sayur-mayur? Ini kan gara-gara kamu waktu nguleg
sambal klilipan peluru nyasar.
Durmo : (menyahut cepat) Lalu koit. Dan langsung del...jadi pahlawan...Betapa
mudahnya jadi pahlawan. Mbokku wae iso...
Cempluk : Kok lantas ngundhat-ngundhat kepahlawananku? Dasar picik! Kamu kira
pahlawan itu hanya yang manggul senjata dan
dar...der...dor...klepek...klepek...klepek...Yang maunya nembak kaki tapi kena
kepala itu? Iya? Lalu tanpa malu menyematkan gelar jenderal besar di dadanya
sendiri itu?
Ratri : Kalian pikir hanya laki-laki yang behak menjadi pahlawan? Sementara kami,
kaum perempuan hanya berhak menunggu laki-laki pulang dan rela dilucuti
hingga telanjang? Lalu, kalian seenaknya menjelajahi setiap jengkal tubuh kami,
sambil bercerita tentang dahsyatnya pertempuran. Kalian ini tidak adil,
sekaligus anarkhis!
Cempluk : Anarkhis campur sadis! (mulai menangis) Dulu semasa hidup disepelekan,
sekarang pun setelah mati tetap diremehkan. Kalian ini tidak adil. Apa hanya
karena aku perempuan lantas disepelekan? Kalian ini benar-benar tidak sensitif
gender!
Wibagso : Tak ada yang meremehkan kamu, Cempluk. Bahkan kami sangat bangga.
Cempluk : Bangga-bangga apa? Lha wong patungku saja diletakkan di belakang kalian.
(PAUSE) Bahkan sudah jadi patung pun, perempuan tetap diperlakukan tidak
adil.
Wibagso : Tapi peletakan patung ini ada dasarnya. Kami semua memang pantas berada di
depan, karena dulu kami berjuang di garis depan. Sedangkan kamu kan cuma di
dapur umum, ya pantas ditaruh di belakang. ini sudah adil.
Cempluk : (tersinggung dan marah) Tapi kalau nggak ada dapur umum, kalian ini kaliren.
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 11
Apa kalian mau makan peluru?
Durmo : Kami akui. Itu kami akui. Tapi, kalau ditimbang-timbang, jasamu itu tidak
sebesar jasa kami. Jadi, sudah cukup lumayan kamu ini dianugerahi gelar
pahlawan.
Cempluk : Lho, aku juga tidak minta dianggap pahlawan. Nggak minta, meskipun tidak
juga menolak. Dari segi nama saja, aku ini memang tidak pantas jadi pahlawan.
Biasanya, pahlawan perempuan itu kan namanya bagus dan gagah: Raden Ajeng
Kartini, Cut Nyak Dien, Cut Mutia, Dewi Sartika atau Nyai Ageng Serang. Lha
kok...Cempluk! Aku sendiri malu. Maluuuu!!! Tapi ya apa boleh buat. Biarlah
fitnah kepahlawanan ini kuterima dengan suka cita...
Wibagso : Sejarah telah menjadi gembong paling aman untuk menyimpan rahasia kita.
Seluruh rahasia kita kan dilindungi sejarah, karena kita telah menyejarah.
Bahkan kita adalah sejarah itu sendiri. Kita dengar sendiri, berita dari radio tadi.
Monumen ini akan dipugar. Nama kita pun akan semakin menjulang. Dan
generasi demi generasi bnagsa kita ini akan selalu mengenang kita.
Ratri : Itulah anugerah terindah serupa sorga. Impian terindah dari segala impian. Tak
sia-sia dulu aku, dengan jantung berdegup, menerobos kantung-kantung musuh
untuk mencari bocoran informasi. Para KNIL, tentara-tentara bayaran penjajah
itu, begitu tololnya menyangka aku sekutu, padahal sesungguhnya aku ini
seteru. Dan aku tertawa terpingkal-pingkal setiap mereka gagal menyerbu
kantung-kantung gerilyawan yang mereka anggap kaum ekstemis itu. Dan
kebahagiaanku pun berbuncah-buncah, ketika gerilyawan-gerilyawan kita
menggempur musuh tanpa ampun.
Wibagso : Kamu memang mata-mata yang cerdas dan cemerlang. Matamu setajam mata
elang. Pendengaranmu setajam kesunyian. Aku masih menyimpan kenangan
yang sangat manis. Ya, pertempuaran di Watu Gilang. Berkat informasimu, aku
berhasil menghalau dan melumpuhkan musuh...
Sidik : ”Aku”? Enak saja kau bilang ”aku”. Padahal dulu kamu lari terbirit-birit ke
hutan dan ke gunung.
Durmo : Dan tanpa malu kamu menyebut sedang bergerilya-gerilya.
Sidik : Lalu, soal pertempuran Watu Gilang itu. Kamilah yang menghadapi musuh satu
lawan satu. Kakiku yang pengkor ini menjadi saksi sekaligus tumbal
keberhasilan kita menyapu serangan dan ranjau.
Wibagso : Tapi akulah pemimpin serangan itu, Sidik. Akulah yang punya inisiatif untuk
melakukan serangan fajar...
Sidik : Pemimpin? Siapa yang mengangkat kamu jadi pemimpin? Waktu itu, kami
semua sama-sama pemuda yang hanya bermodal nyali.
Durmo : Jadi, tak ada jabatan. Tak ada hierarki. Tak ada koordinator. Apalagi pimpinan
produksi.
Sidik : Jadi untuk apa kamu membangga-banggakan perjuanganmu yang kosong itu,
Bung Wibagso? Kenapa kamu dan kalian (menunjuk Ratri) sibuk menghitung-
hitung jasa yang sesungguhnya hampa?
Wibagso : Sidik! Belajarlah kamu menghargai orang lain! Menghargai aku, menghargai
Ratri!
Ratri : Nyawaku, kupertaruhkan demi kemerdekaan! Juga tubuhku. Jutaan pori-pori
tubuhku ini menjadi saksi, ketika ku, demi mendapatkan bocoran rencana
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 12
serangan, mendadak disergap tentara-tentara bayaran yang ganas itu. Mereka
melumat tubuhku. Ya, melumat tanpa ampun, di sela nafas mereka yang
memburu. Tapi, sebelum serigala-serigala buas itu mengerang girang di puncak
kenikmatan, tanganku berkelebat menikamkan belati di punggung mereka. Aku
mengamuk. Kutikam jantung mereka, lambung mereka, usus mereka. Darah
muncrat. Dan tubuh-tubuh serigala itu tumbang bersimbah darah. (PAUSE)
Semula aku merasa terhina oleh cipratan noda mereka. Aku merasa hina dan
jijik kepada diriku sendiri. Aku pun nyaris bunuh diri. Tapi demi matahari esok
bangsa ini, kuteruskan melawan serigala-serigala itu...
Durmo : (sinis) Penderitaan kok dipamer-pamerkan! Huh! Emangnye yang menderite
cume elu? Enak aje! Gua kepret mencret!
Cempluk : Huh...Betawi nanggung! Betawi ndeso!
Durmo : Sewot amat lu mpok!
Wibagso : Kalian ini bisanya cuma cengengesan dan sombong. Tak mau sedikitpun
memperhitungkan pengorbanan kami. Hingga kalian tak merasa malu
menganggap diri kalian paling pahlawan di antara pahlawan. Kalian lupa bahwa
perang itu tidak hanya pakai otot, tapi juga pakai otak! Pakai strategi!
Durmo : Tapi strategi tanpa nyali, bagai kepala tanpa kaki. Akhirnya ya cuma jadi hantu
”glundhung pringis”. Camkan itu, Wibagso!
Cempluk : (menyela) Tapi otak dan otot tanpa dapur umum juga sia-sia. Camkan itu Bung
Durmo!
Wibagso : (menyela) Kenapa kita meributkan masing-masing keunggulan kita? Kenapa
tidak kita maklumi saja bahwa kita saling membutuhkan.
Ratri : Karena itu rencana pemugaran monumen dan pengajuan peningkatan status
menjadi pahlawan nasional itu mesti kita rayakan bersama!
LAMPU PADAM.
MUSIK MEMBERIKAN AKSETUASI SUASANA YANG SEMULA RIANG PELAN-
PELAN BERUBAH JADI SENTIMENTIL.
PELAN-PELAN LAMPU DI DEPAN MONUMEN MENYALA, HINGGA MENUJU
TERANG.
BAGIAN EMPAT
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 13
nyaman ya di hotel...
Yu Seblak : Cerewet! Kalau di sini, ya...ya...taman kota ini lumayan juga...
Kalur : (sinis) Tapi sering ada garukan. Nanti digaruk, marah...
Yu Seblak : Ya...ya...di sini, dekat stasiun. Aman.
Kalur : Tapi, banyak kerenya...Nanti dianggap kere, tersinggung. Padahal kan cuma
gelandangan...
Yu Seblak : Tapi rak...gelandangan terhormat.
Kalur : Terhormat kok terlunta-lunta!
Yu Seblak : Kamu ini ngapa to kok sirik? (asyik dengan petanya) Yahh...yahh di sini saja.
Di alun-alun. Jembar. Malah leluasa.
Kalur : Tapi, kalau hujan gimana?
Yu Seblak : Oya ya...Apa arep bukak praktek wae ndadak ngedekke tendha...
Kalur : (merebut peta) Pemugaran ini baru rencana kok kamu sibuk ngapling tempat.
Memangnya yang punya kota itu kamu? Iya?
Yu Seblak : (berusaha merebut peta) Kembalikan peta pusakaku! Balek-ke!
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 14
Karep : Itulah inti kehidupan, di mana orang saling tulus memberi dan menerima. Itulah
yang disebut hidup yang sejati. Tak ada jual-beli, tak ada negoisasi.
Ajeng : Lha kamu ini cuma mau menerima terus, tapi tak pernah memberi.
Karep : Aku pikir...hidup ini untuk memberi, Jeng. Bukan untuk meminta.
Yu Seblak : Filsafat lagi. Filsafat gratisan aja dibangga-banggakan. Makan filsafatmu
itu,makan! Orang kita bingung mau digusur paksa kok kamu malah ngoceh...
Karep : Lho aku ini bukannya ngoceh. Tapi memberikan ide-ide cemerlang! Menurut
aku, kita perlu mendesain gerakan-gerakan yang lebih kultural dan beradab.
Artinya, meskipun kita ini gelandangan, ya gelandangan yang civilized, yang
beradab!
Kalur : Apa? Gelandangan sipilis?
Karep : (mengeja gaya intelektual yang difasih-fasihkan) C i v i l i z e d, guoblok!
Sipilis itu kan penyakit favoritmu!
Kalur : Enak aja omong sipilis. Aku ini pantang sipilis. Tapi kalau herpes atau GO,
sering. Dan lagi, kamu ini ngomong dakik-dakik, dengan ludah berbusa-busa itu
ya mau apa to? Kita butuh gerakan yang kongkrit. Turun ke jalan!
Karep : Aku pikir turun ke jalan itu kurang elegan, kurang anggun. Kita bisa protes
dengan cara lain. Misalnya, sengaja meledakkan monumen ini, tanpa kita harus
lari. Begitu monumen ini hancur dan kita binasa, maka kita pun akan dikenang
sebagai tonggak perjuangan melawan penggusuran. Nama kita pun abadi. Dan
kelak, orang-orang pun akan mendirikan monumen buat kita. Namanya,
monumen...
Ajeng : (menyahut cepat) Kere! Kamu ini gila. Kalau kita mati konyol, siapa yang
peduli? Siapa? (PAUSE) Kita kan bisa mengadu ke anggota dewan. Kita
beberkan semuanya. Kita juga punya hak hidup. (PAUSE) Aku sendiri,
meskipun cuma pelacur jalanan, melakukan dinas malam juga untuk ngongkosi
hidup keluarga, ngongkosi sekolah anak...
Yu Seblak : Wah jan elok...elok tenan... Luar biasa! Sebagai anggota korp pelacur saya
bangga.
Ajeng : Pasti Yu Seblak ini menawarkan tubuh kemana-mana itu ya untuk ngongkosi
anak!
Yu Seblak : (tenang, yakin) O ya jelas tidak! Ya, untuk senang-senang sendiri, untuk nguja
joko-joko buat jamu biar awet muda. Hidup cuma sekali saja, mau apa? Mosok
cuma mampir minum. Rugi. Apa orang-orang itu ya cuma hidup untuk mampir
minum? Kan ya tidak to? Kalau bisa ya...mampir ngombe sambil nglethaki
kepala orang banyak.
Karep : Termasuk kepala kita ini yang diklethaki. Sebab sejak awalnya, mereka itu tidak
pernah menghitung kita.
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 15
mereguk inspirasi demi inspirasi...
Dan kamu, Kang Kalur...
MUSIK BERHENTI
Kalur : (cepat memotong) Kalau aku laen! Laen! Sangat laen. (musik berhenti)
Aku ini copet mandiri. Bisa survive dengan keterampilan tanganku. Dengan
hasil copetan yang luar biasa banyaknya, aku akan membangun rumah mewah,
membangun panti sosial untuk menampung kalian-kalian ini...agar tidak jadi
debu.
Yu Seblak : (menyahut cepat) Tapi itu kalau kamu tidak keburu ditangkap dan digebyur
bensin lalu dibakar! Kalau itu terjadi, akhirnya ya sama, kamu juga jadi abu...
Ajeng : Oalah...nasib...nasib...kok tidak pernah ada enaknya. Pergi ke barat,
dihardik...pergi ke timur, dicekik...pergi ke utara, dihantam...pergi ke selatan,
dirajam...Oalah...nasib...nasib...
BAGIAN LIMA
Asisten : Saya kira, sayang sekali jika monumen sepenting dan seindah ini hanya menjadi
sarang gelandangan. Saya bisa menjamin, sembilan puluh sembilan koma
sembilan persen seluruh warga akan mendukung rencana kita memugar
monumen luhur ini. Saya kira Bapak Kepala Kota Praja bisa sedikit menekan
para anggota dewan untuk menyetujui proyek itu. Bukankah Bapak sendiri
sudah ingin ganti mobil?
RM Picis : Kalau soal cipratan proyek, kamu ini sangat cerdas dan tangkas dalam
mengakali anggaran. Tapi, puji Tuhan, aku ini ternyata masih punya ketebalan
iman. Meskipun, idemu soal ganti mobil itu, cukup menarik juga. (tertawa)
Asisten : Iman dan mobil mewah itu tidak ada hubungannya Pak. Maksud saya, tebal
tipisnya iman seseorang bukan menjadi faktor yang menentukan untuk memiliki
sebuah atau dua buah mobil mewah. Jadi yang penting itu mobil mewah, baru
iman...
RM Picis : Tapi, jelek-jelek aku ini birokrat pejuang dan pejuang birokrat. Jadi dalam soal
pamrih, aku agak kurang sensitif. Seperti soal pemugaran monumen ini.
Rencana itu benar-benar murni demi menjunjung tinggi dan mengharumkan
nama pahlawan. Perkara ada cipratan proyek, itu efek! (tertawa)
Asisten : Dan kalau perlu, justru efeknya itu yang diperbesar Pak. (tertawa) Eee soal
monumen ini, saya sudah melakukan loby ke teman-teman anggota dewan.
Tujuh puluh tujuh persen, mereka oke.
RM Picis : Ini bisa saya duga. Sebab, proyek ini akan mendongkrak citra kota kita, baik
secara kultural maupun secara finansial. Nama kota kita akan melambung dan
kas pendapatan kita pun akan menggelembung. Ini yang namanya ”sekali
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 16
kayuh, dua-tiga proyek jadi rezeki”. (tertawa)
Coba sekarang kamu tinjau, pahlawan mana yang layak kita tingkatkan
statusnya jadi pahlawan nasional?
Asisten : (meneliti patung satu persatu. Pengamatan dimulai dari patung Cempluk, Sidik,
Durmo, Wibagso dan Ratri) Kalau yang ini (menunjuk patung Cempluk) ...saya
kira pengorbanannya tidak bisa diragukan. Dapur umum! Nguleg sambel
matanya kelilipen peluru! Luar biasa, kan. Tapi ya itu tadi, Pak. Nimas Bujono
alias Cempluk ini, sebenarnya tak punya potongan jadi pahlawan. Lihat saja
wajahnya. Urat-urat yang ada di situ adalah urat-urat susah. Pahlawan kok
memelas, nyremimih, kiwah-kiwih.
RM Picis : Jadi kesimpulannya?
Asisten : Menurut saya, tidak layak. Tapi ya terserah Bapak.
RM Picis : Aku juga sependapat. Pahlawan itu ya harus miyayeni. Meskipun tidak harus
priyayi. Kalau yang ini? (menunjuk Durmo)
Asisten : Lha kalau yang ini, kesangarannya boleh. Setidaknya, begitu melihat patung ini,
orang langsung mengkeret dan takut. Tapi ya maaf...kurang intelek!
Asisten : Kamu mukul aku lagi ya?! Mukul aku lagi ya?!
Petugas : Sumpah demi proyek, saya tidak memukul Anda.
Asisten : Awas, nanti kumutasi jadi tukang kosek WC! (kepada Pak Gingsir) Gimana Pak
dengan ide saya tadi? Kalau Bapak mengharapkan saya untuk bilang setuju,
saya tidak keberatan lho Pak...
RM Picis : Biasanya saya memang selalu menseyogyakan orang untuk selalu bilang setuju.
Kali ini kok saya kurang berselera begitu. (PAUSE) Pendapatmu betul. Kita
butuh simbol kepahlawanan yang mencerminkan keberanian, kecerdasan,
kejujuran, dan kewibawaan. Saya kira dua pahlawan ini (menunjuk Wibagso
dan Ratri) yang cocok dengan kriteria itu. Apalagi tim peneliti sejarah
kepahlawanan lokal yang saya bentuk, sudah memberikan rekomendasi pada
dua pahlawan itu.
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 17
WIBAGSO DAN RATRI MENOLEH KE SIDIK, DURMO DAN CEMPLUK, DENGAN
WAJAH SENYUM, PENUH KEMENANGAN.
Asisten : Persis! Saya kira hanya Raden Mas Wibagso dan Den Rara Ratri yang layak
untuk menerima peningkatan status menjadi pahlawan nasional. Mereka adalah
sepasang pahlawan yang akan menjadi ilham bagi anak cucu.
RM Picis : Saya akan segera memproses usulan ini ke Pusat. Kamu siapkan budget
proyeknya. Cari juga arsitek yang handal untuk merancang monumen ini.
Asisten : Siap!
RM Picis : Laksanakan!
BAGIAN ENAM
Sidik : Licik! Culas! Buta sejarah! Ternyata kita ini tidak dianggap. Ternyata kita ini
murahan!
Durmo : Ternyata kita hanya dijadikan pelengkap penderita yang benar-benar menderita!
Cempluk : Aku akan mengajukan pensiun dini sebagai pahlawan, daripada nggejejer di sini
hanya jadi penggembira. Penggembira yang pilu!
Durmo : Inilah malangnya pahlawan. Tak boleh misuh-misuh, tak boleh memaki.
Padahal kita telah dihina habis-habisan . Dihina total!
Wibagso : Tak ada yang harus merasa terhina. Apalagi hanya karena status yang berbeda.
Dan kita tak kuasa memprotesnya, karena hal itu merupakan keputusan yang
lahir dari berbagai pertimbangan.
Durmo : Aku semestinya tidak risau dengan gelar kepahlawanan. Tapi melihat mereka
yang dengan semena-mena menciptakan kelas-kelas, darahku jadi mendidih.
Umeb!
Sidik : Mereka tak punya hak untuk menganggap kami ini pahlawan kelas kambing,
sedang kalian pahlawan kelas utama. Kayak sepur saja!
Ratri : Tapi mereka menguasai sejarah. Dan berdasarkan fakta-fakta sejarah itu mereka
membikin kelompok-kelompok, kategori-kategori berdasarkan kriteria...
Sidik : Sejarah yang mana? Sejarah siapa? Enak saja bilang ”ini layak dan itu tidak
layak”. Apa kalian pikir derajat kami lebih rendah dari kalian?
Cempluk : Kalau aku masih hidup, kukembalikan gelar pahlawan itu. Mereka ternyata
cuma basa-basi.
Wibagso : Seluruh pahala kita akan batal hanya karena kemarahan kita.
Cempluk : Untuk apa mempersoalkan pahala? Sia-sia. Sebab, malaikat pencatat pahala
sudah tutup buku. Kita tinggal tunggu hasil penghitungan...
Wibagso : Tapi di balik sikap sok suci, ternyata kalian menyimpan pamrih yang lebih
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 18
mengerikan . Kalian ternyata munafik!
Durmo : Tunggu dulu Wibagso! Kamu lihat sendiri, kami tak pernah menghitung-hitung
jasa dan sibuk mengejar kehormatan. Bahkan ketika masih berjuang pun, kamu
lihat sendiri, bagaimana aku justru menghilang ketika seorang panglima besar
memuji keberhasilan kita dalam pertempuran merebut benteng musuh.
Sidik : Kalau mau, bisa saja waktu itu kami mencatatkan diri menjadi anggota pasukan
Panglima Besar itu. Aku yakin, jika aku bisa menikmati kemerdekaan, aku pasti
akan mendapat pangkat kaprajuritan yang tinggi. Dan kelak, ketika merdeka,
kami bisa jadi petinggi yang bisa memborong proyek. Tapi, puji Tuhan, aku
keburu tertembak musuh dan mati, sehingga aku terbebas dari berbagai godaan
pamrih.
Durmo : Begitu pula dengan aku. Sebelum aku menemui ajal, aku berwasiat agar
keluargaku, seluruh keturunanku tidak perlu mengungkit kepahlawananku,
hanya demi uang tunjangan yang tak seberapa harganya dan itupun masih
banyak potongannya.
Cempluk : Aku sendiri tak peduli dengan semua ini. Sebab, aku sendiri sangat membenci
perang. Kalau aku berjuang, itu karena kau ingin membalaskan dendamku. Ya,
karena suamiku dicincang pasukan Belanda.
Ratri : Tapi suamimu memang jadi mata-mata para gerilyawan. Aku sendiri sering
menerima bocoran informasi dari suamimu.
Cempluk : Bukan. Suamiku bukan mata-mata. Dia hanya tukang sapu Gubermen Mister
Van Der Moouten. Kalau dia sering membocorkan rahasia musuh, itu kuakui.
Tapi dia bukan mata-mata.
Wibagso : Lantas apa yang kalian tuntut? Kenapa kalian merisaukan munculnya gelar
pahlawan nasional yang kebetulan tersemat di dadaku dan dada Ratri?
Durmo : Kami menolak penggolongan-penggolongan, kelas-kelas kepahlawanan. Bagi
kami hanya ada satu kepahlawanan, yaitu kepahlawanan sejati, kepahlawanan
rohani.
Sidik : Apa alasan Raden Mas Picis mengangkat kamu dan Ratri sebagai pahlawan
nasional? Apa? Selain hanya karena kamu Wibagso, adalah kakek buyut Raden
Mas Picis. Juga karena kamu Ratri, kamu masih saudara dengan Wibagso.
Durmo : Kenapa hanya soal gelar kepahlawanan saja kalian ini kolusi? Kebangeten!
Cempluk : Dan yang menyakitkan lagi, sementara kita harus berdiri nggejejer di sini, kita
harus rela menjadi tontonan para turis. Padahal turis-turis itu belum tentu
menganggap kita pahlawan mereka. Sebab, mereka punya pahlawan sendiri.
Kita menjadi pahlawan yang dipaksakan. Gendheng! Kalau tahu begitu, sudah
sejak dulu aku turun dari sini. Atau sekarang aku harus turun...! Akan kugalang
seluruh arwah pahlawan yang tertindas untuk demo besar-besar di balai Kota
Praja.
Wibagso : Kalian ini ternyata kanak-kanak. Yang hanya bisa merengek. Kalian lupa pada
kepentingan yang lebih besar: kebanggaan sebuah bangsa. Kenapa kita tidak
mau sedikit berkorban?
Durmo : Ini bukan soal rela dan tidak rela berkorban Wibagso. Tapi soal harga diri.
Sidik : Posisi kita memang berbeda! Bagaimanapun monumen ini harus dibelah
menjadi dua. Kalian di sana! Kami di sini!
Cempluk : Aku di situ. Berdiri sebagai monumen sendiri. Monumen Cempluk!
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 19
Ratri : Itu penyelesaian kanak-kanak. Bagaimana mungkin kita hadir di sini dalam
keadaan tidak lengkap? Bahkan terpecah-pecah? Sudahlah, lupakan soal gelar
kepahlawanan. Kita tetap harus utuh sebagai monumen.
Cempluk : Bagaimana bisa utuh, kalau kami selalu diakali?
BAGIAN TUJUH
Kalur : (keras) Stop. Stop. Seeeetttttoooooop! Hoop! Rakyatku sekalian, dengarkan aku
mau berpidato.
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 20
Kalur : (kesal) Nyopeeettt, Nyuk! N y o p e t! (memperagakan tangan mencopet)
Orang 1 : (mabuk) Oooo k l o s e t! Mbok sejak tadi bilang kamu berak di stasiun!
Kalur : (makin kesal) Kok ngising to? Nylompret...nylompret...(memperagakan orang
meniup terompet)
Orang 2 : (mabuk) Oooo n y o p e t! Terus?
Kalur : (bergaya orator) Di koran itu, Bapak Drs.Gingsir mengatakan, bahwa selaku
pimpinan yang dipilih oleh rakyat secara demokratis, maka dia akan memihak
rakyat.
Karep : Sebentar,sebentar...dipilih secara demokratis itu artinya tidak pakai money
politic?
Kalur : Biarpun pakai money politic, tapi kan tetap demokratis. Lagi pula, pemilihan
pemimpin zaman sekarang ini, kalau tak ada money politic, kan nggak ilok.
Tabu, gitu lho. Tapi yang penting Bapak Drs.Gingsir itu mau memperjuangkan
kepentingan orang banyak.
Karep : Klise! Klise! Dulu RM Picis juga bilang begitu? Tapi buktinya?
Yu Seblak : He filosof amatiran, mbok jangan cringis. Kritis ya kritis , tapi jangan cringis.
Lanjutkan Lur. (tegas)
Kalur : Beliau menandaskan, begini, “Pemerintahan yang baru ini didesain secara
efektif dan efisien. Karena itu, setiap kucuran dana harus melalui pertimbangan
f e a s e b i l i t y dan azas kemanfaatan bagi publik. Dus itu artinya, pemerintah
akan memangkas program-program yang dipandang tidka efektif dan efisien.
Dan semua program akan diarahkan pada pertumbuhan ekonomi. Hanya dengan
caa ini kita bisa memasuki pasar bebas”.
Ajeng : (marah) Pidato apa itu? Bikin bingung saja. Lur! Yang penting bagaimana nasib
kita ini?! Nasib kita! Jangan malah ngelantur...
Kalur : Lho kok malah memelototi saya. Ya sana marah pada Pak Gingsir...
Karep : Substansinya Lur...substansinya apa? Dan apa relevansinya bagi kita.
Kalur : (kalem) Hadirin dilarang cringis! Eee soal yang berkaitan dengan kita, tentu saja
ada. Ada. Yaitu bahwa...
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 21
Drs.Gingsir :Benar. Dibatalkan. Tulis itu! (PAUSE) Dana pembangunan monumen sebesar
tiga milyar dari APBD akan dialihkan untuk mengatasi krisis ekonomi, lewat
penyaluran bahan pangan, obat-obatan dan peningkatan pendidikan. Tentu saja
tidak gratis. Tapi yang jelas murah.
Kalur : Jadi, mulai detik ini, kita semua dilarang bingung dan cemas. Pak Gingsir sudah
baik hati. Tidak nguthik-uthik monumen ini.
Karep : Aku pikir, itu bukan baik hati. Tapi kewajiban.
Yu Seblak : Cringis meneh! Tak tampeg parut kapok kowe! Mbok sudah, kita nggak usah
macem-macem. Yang penting kita bisa tinggal di sini, sudah cukup. Jatahnya
wong cilik itu ya cuma manut atasan. Pokoknya, keputusan ini harus kita
rayakan. Musik!!!
MUSIK BERHENTI.
LAMPU BLACK OUT.
BAGIAN DELAPAN
Den Bei Taipan : Kota ini akan menjadi kota metropolitan yang gemerlap. Kota impian
dari segala impian. Pokoknya fantastis! Berdasarkan insting bisnis saya, kota ini
akan melampaui Jakarta. Ya setidaknya bisa sejajar lah. Asal Bapak Gingsir
bisa merangkul konglomerat macam saya...(tertawa)
Drs. Gingsir :Saya kira Den Bei Taipan terlalu berlebihan. Kota ini terlalu kecil untuk
menjadi metropolitan.
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 22
Den Bei Taipan : Jangan terlalu merendah, apalagi kalau merendah untuk sombong, Pak
Gingsir. Anda ingat Singapura? Negara itu hanyalah pulau kecil, yang mungkin
luasanya sama dengan kota ini. Tapi, lihat sendiri. Singapura menjadi kota
bisnis paling menyilaukan di Asia. Kuncinya sederhana: terbuka bagi
penanaman modal asing.
Puguh : Saya kira, biarlah kota kami ini menjadi kota kecil yang nyaman bagi
penghuninya. Kami sudah sangat bangga dengan sebutan kota budaya. Kota
yang sudah melahirkan berjuta orang pandai di negeri ini, kota yang nyaman
untuk menetaskan berbagai pemikiran...Maaf, Den Bei, tidak terlalu berlebihan
kalau kota ini mempunyai banyak sekali local genius! apalagi orang-orang lokal
yang merasa sok genius...
Den Bei Taipan : That’s right! That’s right! Tapi begini Bung Puguh. Kalau you
mengikuti perkembangan kota-kota besar di dunia, maka kita tidak mungkin
mengelak dari gelombang besar pasar bebas, yang menjadi bagian erat dari
gelombang kesejagadan. Ya, gelombang mondial and gelombang yang
membikin dunia ini hanya sebesar kelereng. (PAUSE) Maaf...anda punya
internet?
Puguh : Sorry Den Bei. Internet saya malas mengakses situs-situs perdagangan yang
tidak jelas juntrungannya...
Den Bei Taipan : Tapi perdagangan itu sangat eksak. Laba dan rugi itu jelas. Investasi,
saham dan valas juga jelas definisinya. Jadi, saya sedikit merasa aneh
mendengar ada orang bingung, sehingga kurang bia membedakan antara valas
dengan talas.
Drs.Gingsir :Maaf Den Bei Taipan. Saya kira Bung Puguh ini bukannya tidak tahu, tapi
sengaja tidak mau tahu. Maklum, dia dulu kan seniman yang kini tersesat
menjadi birokrat. (tertawa)
Den Bei Taipan : Tersesat atau menyamar? Jangan-jangan karena beliau ini gagal jadi
seniman, maka malik grembyang jadi birokrat (tertawa). Eee kembali pada
tawaran saya. Kalau Bapak setuju, saya akan mendirikan mall di sini. Tidak
banyak, cuma lima. Saya lihat, kota ini memiliki daya beli yang kuat.
Drs.Gingsir :Lahan kami terlalu sempit, Den Bei. Kami terlanjur merencanakan
pembangunan pembangungan berbagai sekolah kejuruan di tanah-tanah yang
kosong.
Den Bei Taipan : Tapi bisnis mall ini sangat menjanjikan, Pak Gingsir. Prospeknya sangat
cerah. Jadi terlalu sayang untuk tidak dipikirkan. Dan saya siap
menginvestasikan uang saya. Tidak dalam bentuk rupiah. Tapi dolar US. Ya
dolar!!! Saya memang kurang terbiasa dan terlatih menggunakan rupiah.
Nah...soal keuntungan, nanti bisa kita atur. Biasanya 30:70 persen.
Drs.Gingsir :Tawaran yang menarik juga. Tapi untuk membangun lima mall di sini, terlalu
sulit.
Den Bei Taipan : Tapi, soal pembagian keuntungan bisa dinegoisasikan, Pak Gingsir.
Bagaimana kalau 35:65. itu sangat logis. Bapak tahu sendiri kan, berapa juta
dolar uang saya yang harus keluar...sementara margin keuntungannya sangat
tipis...
Drs.Gingsir :Tawaran yang menarik juga. Tapi, maaf, lahan kami terlalu sempit untuk itu.
Den Bei Taipan : Bagaimana kalau 40:60. Ini peningkatan yang sangat progresif. Tidak
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 23
ada pedagang gila dan baik hati macam saya...
Drs.Gingsir :Sebentar-sebentar. Saya kok jadi ingat, masih ada lahan yang bisa
dimanfaatkan. Ya...di alun-alun. Kita bisa membangun dua mall di sana. Juga di
kompleks museum perjuangan yang juga terlantar. Dan satunya,
di...di...Monumen Joeang yang terlantar. Daripada jadi lahan bursa seks kere
kan mendingan untuk mall...
Den Bei Taipan : Ternyata Pak Gingsir ini cerdas. Ya setidaknya mendadak cerdas.
(tertawa)
Puguh : Tapi sebentar, Pak Gingsir. Apakah hal itu tidak melanggar undang-undang
ordonansi? Bukankah setiap warisan bangunan ataupun monumen itu
dilindungi?
Drs.Gingsir :Kalau soal itu, aku lebih tahu. Itu gampang diatur. Saya bisa menjelaskan
gagasan cemerlang ini pada anggota dewan yang semuanya adalah teman kita.
Puguh : Saya kira tidak semua anggota dewan bisa dikuasai...
Drs.Gingsir :Ah itu kan teori. Dan saya punya cara...Percayalah...
Puguh : Tapi mereka itu idealis. Bahkan militan. Komitmen sosial mereka sangat kuat.
Drs.Gingsir :Itu kan sebagian. Dan sebagian yang lain belum tentu. Dan biasanya jumlah
mereka lebih besar...
Puguh : Tapi maaf Pak...Saya kira kita tak bisa mengorbankan warisan nilai sejarah.
Bagaimana mungkin sebuah bangsa bisa berkembang tanpa tahu sejarah? Kita
hanya akan menghasilkan berjuta-juta Malin Kundang yang akhirnya
menghardik ibunya.
Drs.Gingsir :Tapi kota ini juga punya jutaan perut yang bisa lapar. Kota ini juga punya
berjuta mulut yang berhak untuk makan...
Puguh : Saya sangsi jika hal itu yang jadi pertimbangan utama kebijakan gila ini.
Drs.Gingsir :Puguh! Bagaimanapun kamu ini hanya wakil saya. Dan kamu tak lebih dari
pembantu saya...
Puguh : Tapi saya berhak mengontrol Saudara!
Drs.Gingsir :Apa? Kamu panggil aku dengan sebutan “saudara”? Kurang ajar. Tidak sopan.
Puguh : Sikap hormat dan sopan hanya berlaku bagi orang yang bertindak sopan.
(PAUSE) Dengan menerima tawaran ini, Saudara telah berbuat tidak sopan
terhadap aturan yang disepakati bersama. Saudara ternyata tak lebih dari
pialang, tak lebih dari broker...tak lebih dari makelar...
Drs.Gingsir :Alangkah indahnya sumpah serapahmu itu, Puguh? Kuakui, aku memang
makelar. Sekarang ini mana ada pemimpin yang tidak menjalankan fungsi
makelar? Mana ada? Kamu boleh kecewa. Tapi seluruh kecamanmu yang indah
itu, tidak akan menggugurkan keputusanku. Monumen itu harus digusur!
Puguh : Kalau begitu tidak ada gunanya saya jadi wakil Saudara. Mulai detik ini saya
mengundurkan diri!!!
Drs.Gingsir :Itu lebih bagus, daripada kamu menjadi duri dalam daging!
LAMPU PADAM.
MUSIK MENGHENTAK, KEMUDIAN MEMBEKU BEBERAPA SAAT, DAN
KEMUDIAN MENCAIR DAN MENGALIR PELAN.
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 24
BAGIAN SEMBILAN
Sidik : Hadapilah Wibagso, hadapilah. Kenapa pahlawan bangsa kelas utama takut
melawan buldoser?
Durmo : Rasain lu, sekarang gigit jari! Kalau gue sih enteng-enteng aja. Cuma bul...doser
aja. Ya...cuma melawan bul...doser saja takut!
Wibagso : Ternyata kalian hanya bisa sinis! Kalian tidak sadar, bagaimanapun aku dan
Ratri adalah bagian dari kalian. Kita berjuang bersama-sama, mengusir musuh
bersama-sama, gembira bersama-sama, dan sedih bersama-sama.
Cempluk : Tapi menjadi pahlawan nasional tidak bersama-sama...
Ratri : Dasar picik! Ini bukan persoalan pahlawan kelas utama atau pahlawan kelas
kambing. Tapi harga diri kita sebagai pahlawan...
Wibagso : Penistaan ini tidak bisa dibiarkan. Lihat, buldoser-buldoser itu makin mendekat.
Kita tetap bertahan! Ya bertahan! Lawan mereka!
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 25
SUARA DERU BULDOSER TERUS MEMBAHANA. DURMO, CEMPLUK DAN SIDIK
TAK “TERPROVOKASI” OLEH WIBAGSO. MEREKA TETAP TENANG DALAM
SUASANA KALUT ITU. SUARA BULDOSER TERUS MENDERU.
Ratri : Bertahan! Kita tetap bertahan di sini! Kita mesti buktikan bahwa kita tidak
seremeh yang mereka duga!
Wibagso : Kenapa kalian malah diam? Bantu kami. Tunjukkan kalau kita punya harga.
Sidik : Wibagso, kalau kami melawan buldoser-buldoser itu, kami tidak sedang
membela kepongahan sebagai pahlawan. Tapi membela harga diri yang diinjak!
Wibagso : Aku tak meminta penjelasan. Tapi minta kejelasan sikap kalian. Ayo lawan
mereka! Lawan!
Sidik : Dasar rakus! Kalian hendak membunuh kami untuk yang kedua kalinya!
Kenapa kalian bisa berjaya hanya dengan membunuh?
Durmo : Dasar tamak, loba, nggragas dan ngongso! Batu saja kalian makan! Kenapa
kalian sedikit bisa berbagi, dengan membiarkan kami bersemayam di sini?
Kenapa?
Wibagso : Durmo! Kenapa nyalimu mendadak lumer? Tidak sepantasnya pahlawan itu
mengemis! Kita lawan mereka! Kita lawan!
MUSIK MENGGEMURUH.
PANGGUNG DI BAWAH MONUMEN MENYALA.
YU SEBLAK, KALUR, KAREP, AJENG DLL MENCOBA MELAWAN DESAKAN
BULDOSER.
Yu Seblak : Kita tetap bertahan. Tetap bertahan. Lebih baik mati di sini daripada selama
hisup dikutuk jadi kecoa, jadi tikus celurut...Kita bertahan! Bertahan! Kita harus
pertahankan liang kita! Kalur...Karep...Ajeng...di mana kalian?!
Koor : Kami siap di sini! Di belakangmu!
Yu Seblak : Kita lawan mereka! Kita labrak mereka!
Kalur : Kita tak bisa diremehkan!
Karep : Aku pikir kita juga punya hak hidup! Kita mesti mempertahankan!
Ajeng : Dasar busuk! Kalian hanya bisa merampas. Kalian tidak pernah membari.
Kalian hanya bisa meminta dan mengambil!
Wibagso : Lihatlah, mereka yang hanya gelandangan pun berpihak pada kita. Kalian
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 26
mestinya malu. Ayo kita lawan buldoser-buldoser itu. Kita sikat mereka.
Durmo, menyusuplah kamu ke mesin. Cabut selang bensinnya. Hancurkan
mesinnya. Sidik, meloncatlah kamu ke ruang kemudi. Cekik leher sopir itu!
Ratri, hentikan roda buldoser itu! Dan aku...aku akan membungkam moncong
buldoser itu...
Yu Seblak : Kalian benar-benar pengecut! Heh, kenapa kalian lari? Kenapa? Munyuk! He
buldoser yang sombong, tabrak aku kalau berani! Tabrak aku!
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 27
Published : http://banknaskah-fs.blogspot.com/ 28