Leonard Bloomfield

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

Leonard Bloomfield

21 N OVEM BER, 2010 | EDISI: #18 | KAT EGOR I: T OKOH BAHASA

Oleh Gideon Widyatmoko

waiyu.bjfu.edu.cn

Berbicara tentang ahli bahasa tanpa bicara tentang Leonard Bloomfield hampir sama dengan menyeruput

es krim yang sudah terlanjur mencair. Rasanya aneh dan tak ‘menggigit’ lagi. Maka di edisi ini,

LIDAHIBU merekomendasikan anaknongkrong untuk mengenal tokoh sakti yang satu ini: Leonard

Bloomfield.

Terlahir di Chicago, pada 1 April 1887, sebagai Bloomfield kecil tidak membuat dia takut akan megahnya

dunia ini. Tidak pula merasa benci dirinya ketika sang ayah mengganti nama keluarganya dari

Blumenfeld menjadi Bloomfield saat bermigrasi ke Amerika, tanah perjanjian. Tidak terbayang
sebelumnya akan menjadi apakah dirinya nanti. Mengikuti keluarganya yang mencari peruntungan

dengan berpindah-pindah domisili tidak membuat si kecil Bloomfield patah arang. Sampai dia sudah

cukup umur untuk bersikap dan memutuskan untuk meneruskan sekolah lanjutannya kembali ke

kampung kelahirannya di Chicago.

Kini si kecil Bloomfield sudah akil-balik dan sudah saatnya untuk jadi gaul; dia pun memutuskan untuk

belajar di Harvard. Dan masa pendidikan di Harvard pun dilaluinya hanya sekitar 3 tahun, dari tahun

1903 sampai 1906. Tidak perlu berlama-lama menunggu habis jatah studinya selama 7 tahun. Dia hanya

ingin belajar dengan tekun. Akhirnya masalah pergaulan pun menjadi urusan belakang. Ya, mungkin

motivasi si akil-balik Bloomfield sekolah di Harvard juga tidak semata untuk gaul; bisa jadi dia juga

termotivasi oleh pamannya, Maurice Bloomfield, yang juga seorang ahli bahasa dan pada saat itu

mengajar di Universitas Johns Hopkins, sehingga bocah akil-balik ini belajar dengan tekun. Dan akhirnya

memang dia menjadi bocah akil-balik yang cemerlang.

Setelah selesai di Harvard, dia kemudian bekerja di Universitas Wincosin di Madison sembari sedikit-

sedikit mengambil kursus bahasa Jerman dan belajar Filologi Jerman. Tidak cukup kehausannya akan

ilmu bahasa terobati hanya dengan mendalami bahasa Jerman, dia pun mengambil kursus bahasa Indo-

Eropa. Ketertarikannya dengan bahasa masih tidak membuatnya berfikir untuk menjadi seorang ahli

bahasa, dia hanya ingin belajar dan belajar, entah akan menjadi apa ilmunya nanti. Sampai akhirnya dia

bertemu dengan seorang petinggi Universitas Winconsin bernama Eduard Prokosch yang meyakinkan si

akil-balik Bloomfield untuk mengejar karir sebagai seorang ahli bahasa. Saat Bloomfield akhirnya yakin

pada saran Eduard Prokosch, saat itu pulalah dia menjadi Bloomfield dewasa.

Tetapi, mengikuti saran seorang maniak bahasa bernama Eduard Prokosch itu tidaklah mudah karena dia

masih harus belajar banyak hal lagi, belajar banyak bahasa lagi. Nah, karena sekarang Bloomfield sudah

dewasa, maka dia sudah tidak lagi mengeluh. Pada tahun 1908 dia pun akhirnya kembali lagi ke Chicago

dan kuliah Ilmu Bahasa Jerman dan Filologi Indo-Eropa di Universitas Chicago. Lagi-lagi, tidak perlu

lama-lama kuliah si dewasa Bloomfield ini, karena dengan desertasinya tentang sejarah linguistik bahasa

Jerman membuat dia selesai dalam waktu satu tahun. Setelah itu dia mulai kerja sebagai tentor di

Universitas Cincinnati selama satu tahun dan kemudian menjadi tentor bahasa Jerman di Universitas

Illnois. Sampai pada akhirnya, di tahun 1913, dia kembali sekolah lagi di Universitas Leipzig; dan pada
tahun 1914 di Universitas Gottingen untuk mempelajari bahasa Sanskrit. Ilmu yang telah dimilikinya

membuatnya menjadi asisten profesor bidang Comparative Philology dan bahasa Jerman di Universitas

Illinois selama hampir 8 tahun. Dan kemudian diangkat menjadi profesor linguistik Jerman di

Universitas Ohio. Di tahun 1940 Bloomfield dewasa lalu menjadi profesor linguistik di Universitas Yale.

Menjadi profesor di banyak universitas membuat Bloomfield dewasa menjadi si tua Bloomfield.

Tentu saja anaknongkrong semua tidak berfikir kalau si tua Bloomfield ini hanya belajar dan belajar

sampai menjadi profesor. Seperti halnya mahasiswa kebanyakan, dia juga sempat berorganisasi, dan

organisasinya pun tidak sembarang organisasi. Dia adalah salah satu penggagas Linguistic Society of

America yang didirikannya pada tahun 1924. Pastinya, organisasi itu adalah organisasi tentang bahasa,

dan karena menyandang nama America, pastinya organisasi itu sangat berpengaruh. Nah, kemudian

selain berorganisasi, dia pun aktif menulis seperti kebanyakan mahasiswa karena menulis itu memang

sangat penting untuk menjaga ilmu agar tetap ajeg dan terperiksa. Ada macam-macam tulisannya, seperti

artikel tentang konsonan palatal bahasa Sanskerta. Artikel tentang tata bahasa Sanskerta juga mampu

ditulisnya. Lalu, dia mulai merasa kalau artikel itu hanyalah untuk pemula. Maka dia pun lanjut dengan

membuat sebuah buku yang menjelaskan sejarah dan prinsip-prinsip dasar bahasa Indo-Eropa,

berjudul An Introduction to Language, pada tahun 1914. Saking saktinya, walaupun sudah berumur

hampir 100 tahun, buku tersebut masih saja dipakai oleh banyak universitas di Indonesia dan di mana-

mana. Tapi, jangan mentang-mentang sakti, anaknongkrong berpikir si tua Bloomfield ini tidak bisa

membuat yang lebih sakti lagi. Di tahun 1933, bukunya yang berjudul Language diterbitkan. Buku ini

berisi tentang pemahaman struktural linguistik Amerika. Ya, lewat buku ini juga akhirnya Bloomfield

diakui sebagai salah satu ahli bahasa strukturalis yang dikenang secara manis oleh orang-orang.

Tidak hanya sampai bahasa Indo-Eropa saja, Bloomfield juga mendalami Linguistik Austronesia juga,

lho. Salah satu bahasa Austronesia yang dia pelajari adalah bahasa Tagalog di Filipina. Dengan

mempelajari Tagalog selama hampir dua tahun, dia hanya menghasilkan sebuah tulisan berjudulTagalog

texts with grammatical analysis.

Masih banyak lagi sebenarnya keinginan untuk belajar yang dimiliki oleh si tua Bloomfield. Tetapi

sayang, takdir tidak mengizinkannya untuk berbuat lebih banyak lagi karena, pada tanggal 18 April 1949,

maut membawanya dan enggan untuk mengembalikannya.


Pak Tua Bloomfield, biarkanlah kami para pemuda ini yang meneruskan pemikiran dan semangatmu.

Bloomfield tak cukup dikenang; semangat belajar linguistik dan bahasanya patut kita jadikan patokan

dan, kemudian, kita lampaui.

Anda mungkin juga menyukai