Sedangkan Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi
individu terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan aktifitas
fisik yang minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fsiologis
tubuh, dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal. Hampir sepertiga
dari waktu kita, kita gunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan
bahwa tidur dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian
beraktivitas, mengurangi stress dan kecemasan, serta dapat meningkatkan
kemampuan dan konsentrasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari.
B. FISIOLOGI TIDUR
Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus yang bergantian dengan periode yang
lebih lama dari keterjagaan. Siklus tidur-terjaga mempengaruhi dan mengatur fungsi
fisiologis dan respons perilaku.
1. Circadian Rhythm (Irama Sirkadian)
Setiap makhluk hidup memiliki bioritme (jam biologis) yang berbeda. Pada
manusia, bioritme ini dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan dengan faktor
lingkungan (misal; cahaya, kegelapan, gravitasi, dan stimulus elektromagnetik).
Bentuk bioritme yang paling umum adalah ritme sirkadian yang melengkapi
siklus selama 24 jam. Dalam hal ini, fluktuasi denyut jantung, tekanan darah,
temperature, sekresi hormon, metabolisme, dan penampilan serta perasaan
individu bergantung pada ritme sirkadiannya. Tidur adalah salah satu irama
biologis tubuh yang sangat kompleks. Sinkronisasi sirkadian terjadi jika individu
memiliki pola tidur-bangun yang mengikuti jam biologisnya: individu akan
bangun pada saat ritme fisiologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur
pada saat ritme tersebut paling rendah (Lilis,Taylor,Lemone,1989).
a. Tahapan tidur
Tahap REM
b. Siklus Tidur
Selama tidur , individu melewati tahap tidur NREM dan REM. Siklus tidur yang
komplet normalnya berlangsung selama 1,5 jam, dan setiap orang biasanya
melalui emapt hingga lima siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus tersebut dimulai
dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap NREM I-III berlangsung
selama 30 menit, kemudian diteruskan ke tahap IV selama ± 20 menit.
Setelah itu, individu kembali melalui tahap III dan II selama 20 menit. Tahap I
REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit.
Kontrol dan regulasi tidur tergantung pada interrelasi antara dua mekanisme
serebral yang bekerja saling berlawanan antara yang satu dengan lainnya.
Keduanya secara intermiten mengaktivasi dan mensupresi pusat luhur di otak
yang mengontrol tidur dan terjaga. Satu mekanisme menyebabkan individu
terjaga, sedangkan mekanisme lainnya menyebabkan individu tertidur.
Tidur dapat juga ditimbulkan oleh pelepasan serotonin dari sel khusus dalam
raphe sleep system pada pons dan bagian medial dari otak depan. Area otak ini
disebut juga sebagai regio pengsinkronan bulbar (bulbar synchronizing
region/BSR). Bagaimana seseorang dapat mempertahankan keadaan terjaga atau
keadaan tidur bergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari pusat
otak (seperti, berfikir); reseptor sensori perifer seperti stimuli bunyi dan cahaya;
dan sistem limbik atau emosi (Potter & Parry,1993).
Seorang yang mencoba untuk tidur, akan menutupkan matanya dan mengatur
posisinya sehingga rilek. Stimulus pada RAS menjadi menurun. Jika ruangan
digelapkan dan tenang, maka aktivasi RAS akan semakin menurun. Pada suatu
saat BSR akan mengambil alih, sehingga menyebabkan individu menjadi tertidur
(Potter & Perry, 1993)
C. FUNGSI TIDUR
Fungsi tidur adalah restorative (memperbaiki) kembali organ – organ tubuh.
Kegiatan memperbaiki kembali tersebut berbeda saat Rapid Eye Movement
(REM) dan Nonrapid Eye Movement (NREM). Nonrapid Eye Movement akan
mempengaruhi proses anabolik dan sintesis makromolekul ribonukleic acid
RNA). Rapid Eye Movement akan mempengaruhi pembentukan hubungan baru
pada korteks dan sistem neuroendokrin yang menuju otak. Selain fungsi di atas
tidur, dapat juga digunakan sebagai tanda terdapatnya kelainan pada tubuh yaitu
terdapatnya gangguan tidur yang menjadi peringatan dini keadaan patologis
yang terjadi di tubuh.
Menurut Oswald,dkk (1983), tidur merupakan waktu pemulihan fisiologis dan
psikologis dan persiapan untuk periode jaga berikutnya.
3. Gaya hidup
Individu yang bekerja bergantian berputar (misal 2 minggu siang diikuti oleh 1
minggu malam) seringkali mempunyai kesulitan menyeseuaikan perubahan
jadwal tidur.
4. Pola tidur yang biasa dan mengantuk yang berlebihan pada siang hari
EDS seringkali menyebabkan kerusakan pada fungsi terjaga, penampilan kerja
atau sekolah yang buruk, kecelakaan saat mengemudi atau menggunakan
peralatan, dan masalah perilaku atau emosional. Perasaan mengatuk biasanya
intens saat terbangun dari, atau sesaat sebelum pergi, tidur, dan sekitar 12 jam
setelah periode tengah tidur.
5. Stress emosional
Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan seringkali
mengarah frustasi apabila tidak tidur. Stres juga menyebabkan seseorang
mencoba terlalu keras untuk tertidur, sering terbangun selam siklus tidur, atau
6. Lingkungan
Yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur
diantaranya adalah ventilasi yang baik, ukuran, kekerasan, dan posisi tempat
tidur, suara, serta tingkat cahaya.
faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak
adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat
upaya tidur. Sebagai contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang
buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Akan tetapi, seiring waktu individu
bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi trsebut.
9. Merokok
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh.
Akibatnya, perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di
malam hari.
10. Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah
seseorang. Sebaliknya, perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga
sering kali dapat mendatangkan kantuk.
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki
berbagai penyebab, seperti kelainan emosional,kelainan fisik dan pemakaian
obat-obatan. Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut;
dan seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti
kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan. Kadang seseorang sulit tidur
hanya karena badan dan otaknya tidak lelah. Dengan bertambahnya usia, waktu
tidur cenderung berkurang. Stadium tidur juga berubah, dimana stadium 4
menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menghilang, dan pada semua stadium
lebih banyak terjaga. Perubahan ini, walaupun normal, sering membuat orang
tua berfikir bahwa mereka tidak cukup tidur.
Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa
orang tertidur secara normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian dan sulit
PLMD mungkin terjadi dengan gangguan tidur lainnya. Hal itu sering dikaitkan
dengan sindrom kaki resah, tetapi mereka tidak sama. Sindrom kaki gelisah
adalah suatu kondisi yang melibatkan sensasi aneh di kaki (dan kadang-kadang
tangan) saat terjaga dan dorongan tak tertahankan untuk menggerakkan anggota
badan untuk meringankan sensasi. Setidaknya 80% orang dengan sindrom kaki
gelisah telah PLMD, tetapi sebaliknya tidak benar.
Ketika PLMD pertama kali dijelaskan pada 1950-an, ini disebut nocturnal
myoclonus. Nocturnal berarti malam, dan myoclonus merupakan kontraksi,
cepat berirama dari kelompok otot yang sama dengan yang terlihat pada kejang.
Gerakan PLMD tidak myoclonus, bagaimanapun, dan nama asli tidak digunakan
hari ini.
PLMD dapat terjadi pada semua usia. Seperti banyak gangguan tidur, PLMD lebih
umum pada orang paruh baya dan lebih tua.
Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama
tidurbangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk
bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila
irama tersebut mengalami peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi
pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur
yang irreguler (bringing irama sirkadian).
Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama sirkadian
adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian:
a. Sementara (acut work shift, Jet lag)
b. Menetap (shift worker
Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan
pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM.
5. Parasomnias
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian
episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu
antara bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan
perubahan tingkah laku danaksi motorik potensial, sehingga sangat potensial
menimbulkan angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada
usia anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan
insidensi pada usia dewasa (3%). Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya
parasomnia yaitu:
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi
antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan
sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (konfuosius), dan
diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3
dan 4.
a. Gangguan tidur berjalan (slepp walking) / Somnabulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya
automatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu,
menutup pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki,
berbicara. Tingkah laku berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur.
Gambaran tipikal gangguan tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur
yang rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur NREM
pada stadium 3 dan 4. Selama serangan, relatif tidak memberikan respon
terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan dapat
dibangunkan susah payah.
Pada gambaran EEG menunjukkan iram acampuran terutama theta dengan
gelombang rendah. Bahkan tidak didapatkan adanya gelombang alpha.
Gangguan perilaku REM paling sering terjadi pada orang dewasa, dan dapat
merupakan gejala penyakit Parkinson, sebuah gangguan saraf degeneratif.
Dokter biasanya memperlakukan kelainan dengan obat yang mengurangi
tidur REM dan membuat tubuh rileks.
Jika sleep paralysis adalah contoh dari imobilitas terlalu banyak, apa yang
disebut gangguan perilaku REM adalah contoh yang terlalu sedikit. Kadang-
kadang, otak tidak memberikan sinyal yang benar untuk tubuh selama tidur
(REM).
Bruksisme umum terjadi di masyarakat kita. 50% sampai 96% orang dewasa
pernah mengalaminya. Umumnya, kebiasaan ini tidak disadari oleh
pelakunya, karena pada tingkat ringan kebiasaan ini tidak mengganggunya.
Kebiasaan ini tidak mengganggu pelakunya, tapi justru mengganggu teman
tidurnya, karena bunyi yang dihasilkan cukup keras. Seseorang baru
menyadarinya setelah teman tidurnya memberitahu atau dokter giginya
menemukan kelainan-kelainan dalam rongga mulutnya.
Gejala klinis awal berupa retakan pada gigi akibat bruksisme baru muncul
setelah bertahun-tahun. Karena itulah sulit untuk memperkirakan, apalagi
menghitung jumlah penderita bruksisme.
Sampai saat ini, penyebab bruksisme tidak diketahui secara pasti. Diduga
penyebab paling umum adalah faktor emosional, seperti stress di siang hari,
kecemasan, kemarahan, rasa sakit dan fustrasi. Selain itu, oklusi (cara gigi
geligi rahang atas dan bawah mengatup) yang tidak normal dan gigi ompong
e. Enuresis
Dalam kondisi ini, juga disebut mengompol, orang terkena tidak dapat
mempertahankan kontrol kencing saat tidur. Ada dua jenis enuresis-primer
dan sekunder. Dalam Enuresis primer, seseorang telah mampu memiliki
kontrol kencing dari bayi seterusnya. Dalam Enuresis sekunder, seseorang
memiliki kambuh setelah sebelumnya telah mampu memiliki kontrol kemih.
Enuresis dapat disebabkan oleh kondisi medis (termasuk diabetes, infeksi
saluran kencing, atau sleep apnea) atau gangguan kejiwaan. Beberapa
pengobatan untuk mengompol mencakup modifikasi perilaku, perangkat
alarm, dan obat-obatan.
6. Narkolepsi
Narkolepsi dalam bahasa awam, bisa dikatakan sebagai serangan tidur, dimana
penderitanya amat sulit mempertahankan keadaan sadar. Hampir sepanjang
waktu ia mengantuk. Rasa kantuk biasanya hilang setelah tidur selama 15 menit,
tetapi dalam waktu singkat kantuk sudah menyerang kembali. Sebaliknya di
malam hari, banyak penderita narkolepsi yang mengeluh tidak dapat tidur.
Dengan gejala-gejala yang tidak biasa ini, tidak jarang keluarga menganggap
penderita narkolepsi mengidap gangguan jiwa.
b. Catatan tidur
Catatan tidur sangatlah bermanfaat khusus untuk klien yang memiliki
masalah tidur sebab catatan ini berisi berbagai informasi penting terkait pola
tidur klien. Catatan tidur dapat mencakup keseluruhan atau sebagian dari
informasi berikut :
1) Jumlah jam tidur total per hari.
2) Aktivitas yang dilakukan 2-3 jam sebelum tidur (jenis, durasi, dan waktu).
3) Ritual sebelum tidur (mis; minum air, obat tidur).
4) Waktu
Pergi tidur,
Mencoba tidur,
Tertidur,
Terjaga di malam hari dan durasinya, serta
Bangun tidur di pagi hari.
5) Adanya masalah yang klien yakini dapat memengaruhi tidurnya.
6) Faktor yang klien yakini member pengaruh positif atau negatif pada
tidurnya
Kemudian, perawat dapat mengembangkan data tersebut menjadi bagan
atau grafik yang berguna untuk mengidentifikasi masalah tidur yang klien
alami.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi observasi penampilan, perilaku, dan tingkat energi
klien. Penampilan yang menandakan klien mengalami masalah tidur antara
lain adanya lingkaran hitam di sekitar mata, konjungtiva kemerahan, kelopak
mata bengkak, dll. Sedangkan indikasi perilaku dapat meliputi iritabilitas,
gelisah, tidak perhatian, bicara lambat, menguap, dll.Di samping itu, klien
yang mengalami masalah tidur juga dapat terlihat lemah, letargi, atau lelah
akibat kekurangan energi.
Observasi :
1) Penampilan Wajah
Terdapat area gelap disekitar mata
Bengkak pada kelopak mata
Konjungtiva kemerahan
2) Tingkah Laku
mudah tersinggung
gelisah, bingung
sering menguap
kurang perhatian
bicara, gerakan pelan
postur tubuh tidak stabil
tangan tremor
3) Tinkat Energi
> lemah, letih, lesu
d. Pemeriksaan Diagnostik
Tidur dapat diukur secaran objektif dengan menggunakan alat yang disebut
polisomnografi. Alat ini dapat merekam elektroensefalogram (EEG),
elektromiogram (EMG), dan elektro-okulogram (EOG) sekaligus. Dengan alat
ini kita dapat mengkaji aktivitas klien selama tidur. Aktivitas yang klien
lakukan tanpa sadar tersebut bisa jadi merupakan penyebab seringnya klien
terjaga di malam hari.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pola tidur berhubungan dengan :
- kerusakan neurologi
- tempat yang asing
- prosedur invasif
- nyeri
- kencemasan
- pengobatan
dengan data :
data subjektif
perubahan pola tidur
gangguan aktivitas
data objektif
perubahan penampilan dan perilaku
hasil Pemeriksaan fisik
hasil pemeriksaan diagnostik
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.
Ganong, William F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. (hal 186 – 195)