Anda di halaman 1dari 3

1.

Muhammad Abduh (1849-1905 M)

Muhammad Abduh lahir di Mesir Hilir tahun 1849 M. Ia termasuk anak yang cerdas
meskipun ia berasal dari keluarga petani yang miskin di Mesir. Sejak kecil ia tekun belajar. Ia
melanjutkan studinya di Al-Azhar.

Ketika di Al-Azhar, ia bertemu dengan Jamaluddin Afghani yang datang ke Mesir. Ia


sangat terkesan dengan pemikiran-pemikiran Afghani. Setelah menamatkan studinya di Al-
Azhar pada tahun 1877 M, ia mengajar di Al-Azhar, Daru Ulum serta mengajar di rumahnya.
Selain itu, ia juga aktif menulis di Al-Ahram.

Akibat ketidaksenangan dan perlawanannya terhadap penguasa, ia dan Jamanuddin


diusir ke Paris. Di kota ini mereka mendirikan majalah Al-Urwatul Wutsqa. Setelah selama satu
tahun di Perancis, ia diizinkan kembali ke Mesir dan kemudian diangkat menjadi rektor Al-
Azhar, Kairo.

Sebagai rektor Al-Azhar, ia memasukkan kurikulum filsafat dalam pendidikan di Al-


Azhar. Upaya itu dilakukan untuk mengubah cara berfikir orang-orang Al-Azhar. Usahanya ini
mendapatkan tantangan keras dari para syekh Al-Azhar lainnya yang masih berfikiran kolot.
Oleh karena itu, usaha pembaharuan yang dilakukannya lewat pendidikan di Al-Azhar tidak
berhasil.

Meskipun begitu, ide-ide pembaharuan yang dibawa Muhammad Abduh, membawa


dampak positif bagi perkembangan pemikiran dalam islam. Di antara ide-ide pembaharuannya
adalah 1:

1) Penghapusan faham Jumud yang berkembang di dunia Islam saat itu.


2) Pembukaan pintu ijtihad, karena ijtihad merupakan dasar penting dalam
menginterpretasikan (menafsiran) kembali ajaran Islam.
3) Penghargaan terhadap akal. Muhammad Abduh mengatakan bahwa Islam adalah agama
rasional yang sejalan dengan akal. Sebab dengan akallah ilmu pengetahuan maju.
1
Ibid.
4) Kekuasaan negara harus dibatasi oleh konstitusi yang telah dibuat oleh negara
bersangkutan.
5) Memodernisasikan sistem pendidikan islam di Al-Azhar.

2. Muhammad Rasyid Ridla (1865-1935 M)

Rasyid Ridla dilahirkan di Al-Qalamun, di pesisir Laut Tengah, pada tanggal 23


September 1865 M. Pendidikannya bermula di Madrasah Al-Kitab di al-Qalamun. Kemudian di
Madrasah al-Rasyidiah di Tripoli. Disini ia belajar Nahwu, Sharaf, berhitung, dasar-dasar
Georafim aqidah ibadah, bahasa Arab dan Turki. Tetapi ia tidak betah di sekolah ini, karena
bahasa pengantarnya bahasa Turki.

Kemudian ia melanjutkan pendidikan tingginya di Al-Azhar tahun 1898 M dan berguru


kepada Muhammad Abduh. Bersama-sama Muhammad Abduh, Rasyid Ridla menerbitkan
majalah Al-Manar yang memiliki tujuan sama dengan al-Urwatul Wutsqa. Di antaranya adalah
pembaharuan dalam bidang agama, sosial, ekonomi, memberantas khurafat dan bid’ah,
menghilangkan faham fatalisme (pasrah terhadap nasib), serta paham-paham yang dibawa
tarekat.

Ia juga mendesak gurunya Muhammad Abduh untuk menulis Al-Qur’an secara modern,
yang kemudian dikenal dengan tafsir Al-Manar.

Diantara ide-ide pembaharuannya adalah 2 :

1) Menumbuhkan sikap aktif dan dinamis dikalangan umat.


2) Umat Islam harus meninggalkan sikap fatalisme (jabariyah).
3) Akal dapat dipergunakan untuk menafsirkan ayat maupun hadits dengan tidak
meninggalkan prinsip umum.
4) Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi jika ingin maju.

2
Ibid.
5) Kemunduran umat islam disebabkan karena banyaknya unsur bid’ah dan khurafat yang
masuk kedalam ajaran islam.
6) Kebahagiaan di dunia dan di akhirat diperoleh melalui hukum alam yang diciptakan
Allah.
7) Perlunya menghidupkan kembali sistem pemerintahan khalifah.
8) Khalifah adalah penguasa di seluruh dunia Islam yang mengurusi bidang agama dan
politik.
9) Khalifah haruslah seorang mujtahid besar yang dengan bantuan para ulama dalam
menerapkan prinsip-prinsip hukum Islam sesuai dengan tuntutan zaman.

Anda mungkin juga menyukai