Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktek Klinik

DR. Tadjuddin Chalid Leprosy Hospital

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN AKTIVITAS


FUNGSIONAL TANGAN KIRI AKIBAT DROP HAND dan CLAW HAND
KARENA MORBUS HANSEN

Oleh :

Elvira Killian
PO.7.13.241.08.1.010

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN FISIOTERAPI
2010
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktek Klinik ini atas nama : ELVIRA KILLIAN, Nim :

PO.7.13.241.08.1.010 dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Gangguan

Aktivitas Fungsional Tangan Kiri Akibat Drop Hand dan Claw Hand Karena Morbus

Hansen”, telah disetujui untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam

menyelesaikan Praktek Klinik di RS. Bhayangkara mulai tanggal 20 Desember – 31

Desember 2010.

Makassar, 29 Desember 2010

Pembimbing Klinik

Muh. Yamin, Amd.Ft


NIP. 19700512 199403 1 003
BAB I
PENDAHULUAN

Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kushtha berarti


kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus
Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard
Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus
Hansen.
Morbus Hansen (lepra atau morbus Hansen) adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh infeksi mycobacterium leprae. (Kapita Selekta Kedokteran UI,
2000).
Penyakit Morbus Hansen adalah penyakit menular yang menahun dan
disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf
tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya (Departeman Kesehatan, Dit. Jen PPM & PL,
2002)
Jadi, Morbus Hansen adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
Myrobacterium Lepra yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh
lainnya.
Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan
mukosa dari saluran pernapasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa
diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif,
menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak
seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan
anggota tubuh yang begitu mudah.
Morbus Hansen atau sering disebut Kusta telah menyerang manusia sejak
300 sm, dan telah dikenal oleh peradaban tiongkok kuno, mesir kuno, dan india.
Pada 1995, organisasi kesehatan dunia (who) memperkirakan terdapat dua
hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta. walaupun pengisolasian
atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak
etis, beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai belahan
dunia, seperti india dan vietnam.
Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940
dengan diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga, bakteri
penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi
kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan multiobat pada
awal 1980 penyakit ini pun mampu ditangani kembali.
Distribusi penyakit kusta dunia pada tahun 2003, yaitu dua hingga tiga juta
orang diperkirakan menderita kusta. India adalah negara dengan jumlah
penderita terbesar, di ikuti Brazil, dan Myanmar. Pada 1999, insidensi penyakit
kusta di dunia diperkirakan 640.000. Pada 2000, 738.284 kasus ditemukan. Pada
1999, 108 kasus terjadi di Amerika Serikat. Pada 2000, WHO membuat daftar 91
negara yang endemik kusta. 70% kasus dunia terdapat di India, Myanmar, dan
Nepal. Pada 2002, 763.917 kasus ditemukan di seluruh dunia, dan menurut WHO
pada tahun itu, 90% kasus kusta dunia terdapat di Brasil, Madagaskar,
Mozambik, Tanzania dan Nepal.
Berdasarkan data yang diperoleh dari WHO pada akhir tahun 2006
didapatkan jumlah pasien kusta yang teregistrasi sebanyak 224.727 penderita.
Dari data tersebut didapatkan jumlah pasien terbanyak dari benua Asia dengan
jumlah pasien yang terdaftar sebanyak 116.663 dan dari data didapatkan India
merupakan negara dengan jumlah penduduk terkena kusta terbanyak dengan
jumlah 82.901 penderita. Sementara Indonesia pada 2006 tercatat memiliki
jumlah penderita sebanyak 22.175 (WHO). Pada Poli Kulit dan Kelamin RSUD dr.
SOEBANDI, Jember dari tahun 1999 sampai tahun 2001 didapatkan jumlah
pasien sebanyak 140 penderita, dengan 74 pasien dengan tipe multibasiler dan
66 kasus dengan tipe pausibasiler (Erlan. J.S. et all, 21:2003).
Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah
endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air
yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain
seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta
dua kali lebih tinggi dari wanita.
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan
masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi
medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan
ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya sering dijumpai di negara-
negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan
negara dalam pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada
masyarakat. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga
termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya
pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat
yang ditimbulkannya (Hiswani, 1:2001).

Jenis Cacat Kusta


Cacat yang timbul pada penyakit Kusta dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu:
a) Kelompok pada cacat primer, ialah kelompok cacat yang disebabkan langsung
oleh aktivitas penyakit, terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap
kuman Kusta.
b) Kelompok cacat sekunder, cacat sekunder ini terjadi akibat cacat primer,
terutama akibat adanya kerusakan saraf (sensorik, motorik, otonom).
Kelumpuhan motorik menyebabkan kontraktur sehingga dapat menimbulkan
gangguan mengenggam atau berjalan, juga memudahkan terjadinya luka.
Kelumpuhan saraf otonom menyebabkan kulit kering dan elastisitas
berkurang. Akibatnya kulit mudah retak-retak dan dapat terjadi infeksi
sekunder.
BAB II
ANATOMI FISIOLOGI

Gangguan pada ekstremitas superior karena Morbus Hansen diakibatkan oleh


Mycobacterium Leprae yang hidup di dalam tubuh menyerang sistem saraf tepi
bagian superior, antara lain N. Ulnaris, N. Radialis dan N. Medianus.

1) Nervus ulnaris
N. Ulnaris merupakan cabang yang terbesar dari fasciculus medialis plexus
brachialis. Serabut saraf ini terdiri atas serabut-serabut yang berasal dari segmen
C8 dan Th1.
Pada kondisi Kusta terjadi kelemahan/ kelumpuhan pada :
 M. Flexor carpi ulnaris
 M. Flexor Digitorum Profundus (4,5)
 M. Abduktor Digiti Minimi
 M. Opponens Digitimini
 M. Lumbrikalis (3,4)
 M. Dorsal interossei
 M. Palmar interossei
Cabang sensorik mensuplai kulit, jari kelingking dan bagian medial tangan
serta jari manis.

2) Nervus radialis
N. Radialis merupakan cabang yang terbesar dari plexus barachialis, mulai
dari batas bawah M. pectoralis minor sebagai kelanjutan langsung dari fasciculus
posterior dan serabutnya berasal dari 3 segmen cervical yang terakhir dari
segmen thoracal pertama medulla spinalis.
Pada kondisi Kusta terjadi kelemahan/ kelumpuhan pada :
 M. Extensor carpi radialis longus
 M. Extensor carpi radialis brevis
Dengan demikian penderita tidak dapat mengekstensikan wristnya.

3) Nervus medianus
N. Medianus timbul dari plexus brachialis dengan 2 buah caput : caput
medial dari fasciculus medialis dan caput lateral dari faciculus lateralis. Kedua
caput itu bersatu pada tepi bawah m. pectoralis minor.
Pada kondisi Kusta terjdai kelemahan / kelumpuhan pada :
 M. Flexor Digitorum sublimis 1
 M. Flexor policis longus
 M. Abduktor policis longus
 M. Opponens policis
Cabang-cabang sensorik mensuplai kulit sisi palmar dari ibu jari dan 21/2
jari-jari tangan sebelah lateral serta ujung-ujung distal jari-jari tangan yang sama.
BAB III
PATOLOGI TERAPAN

A. Defenisi
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang sifatnya kronis pada manusia.
Biasanya menyerang saraf-saraf dan kulit. Ia dapat didiagnosis dan diobati tanpa
menimbulkan cacat sesudahnya jika ditemukan sedini mungkin serta diobati,
maka ia akan menyebabkan cacat jasmani yang berat. Ia sering menyebabkan
tekanan bathin pada penderita atau keluarganya. Sampai-sampai mengganggu
kehidupan sosial mereka secara serius. Disebabkan oleh bakteri yang disebut :
“Mycobacterium leprae”.

B. Patofisiologi
Mekanisme penularan penyakit Morbus Hansen  diawali dari  kuman
Mycobacterium Leprea. Kuman ini biasanya berkelompok dan hidup dalam sel
serta mempunyai sifat tahan asam (BTA) . Kuman Morbus Hansen ini pertama
kali menyerang saraf tepi, yang selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa
mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang,
dan testis kecuali susunan saraf pusat. Mekanisme penularan yang tepat belum
diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat
dan penularan dari udara. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang
terinfeksi oleh kuman M. leprae menderita kusta, dan diduga faktor genetika
juga ikut berperan.
Apabila N. Ulnaris yang terserang maka akan terjadi Claw Hand. Claw hand
biasa juga disebut dengan jari-jari keriting yang disebabkan oleh kerusakan
nervus ulnaris yang berada disebelah medial tangan. Nervus ulnaris letaknya di
depan dari nervus radialis dan M. latissimus dorsi selanjutnya berjalan diantara
caput ulna dan caput humeral, M. flexor carpi ulnaris berada di depan M. flexor
digitorum profundus, pada pertengahan lengan bawah cabangnya memelihara
M. flexor carpi ulnaris lalu ke distal memelihara M. flexor digitorum profundus,
M. palmar dan M. dorsal interossei, M. lumbrical III dan IV.
Atropi bisa terjadi sehingga nampak pada telapak tangan bagian medial
karena otot mengalami kelumpuhan dan otot yang terletak diantara metacarpal
akan nampak lebih cekung karena otot interossei mengalami kelumpuhan,
perubahan posisi tangan tersebut Claw Hand.
Claw Hand termasuk kecacatan fisik pada tangan, yang menurut Retard dan
Bravo menemukan bahwa ada 28% untuk kasus Claw Hand pada penderita kusta.
Claw Hand terjadi karena :
 Kelemahan/ kelumpuhan pada M. interossea dan M. lumbrical mengakibatkan
hiperextensi metacarpophalangeal joint karena tarikan otot extensor
digitorum comunis.
 Flexor interphalangeal, disini phalangs yang terakhir hanya sedikit fleksi.
Adapun otot-otot yang mengalami kelemahan/ kelumpuhan adalah :
 M. Flexor carpi ulnaris
 M. Flexor Digitorum Profundus (4,5)
 M. Abduktor Digiti Minimi
 M. Opponens Digitimini
 M. Lumbrikalis (3,4)
 M. Dorsal interossei
 M. Palmar interossei
Sedangkan apabila yang terserang adalah N. Radialis, maka posisi tangan
penderita akan selalu palmar fleksi diakibatkan lemahnya otot-otot ekstensor
wrist (M. Extensor carpi radialis longus dan M. Extensor carpi radialis brevis )
yang mana merupakan bagian yang diinervasi oleh N. Radialis. Kondisi ini disebut
Drop Hand.
STATUS KLINIK

A. Data-Data Medis RS
1. Diagnosa Medis : Claw hand dan drop hand
2. Rujukan : Mohon diberikan tindakan fisioterapi pada
Sdri. Diana dengan kelemahan otot tangan
dan jari-jari I - V tangan kanan dan kiri kondisi
Claw Hand dan Drop Hand akibat Morbus
Hansen.
3. Catatan Klinis : Vital Sign
a. Tekanan Darah : 120/90 mmHg
b. Denyut Nadi : 70 x/menit
c. Pernafasan : 17 x/menit
d. Temperatur : normal

B. Pemeriksaan Fisioterapi
1. Anamnesis
a. Umum
 Nama : Diana
 Umur : 23 Thn
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Alamat : Langkai
b. Khusus
 Keluhan Utama : Kelemahan dan kontraktur otot jari-jari
tangan
 Kapan Terjadinya : + 8 tahun yang lalu
 Sifat Keluhan : Kelemahan dan stiff pada jari I - V
 Lokasi Keluhan : Jari-jari I - V tangan kanan dan kiri.
 RPP : + 8 tahun yang lalu kaki dan tangan pasien
mengalami mati rasa dan kelemahan,
sehingga pasien tidak dapat berjalan.
Beberapa waktu kemudian pasien bisa
berjalan tetapi tetap mati rasa, pasienpun
membiarkan kodisinya seperti itu. Setelah
beberapa tahun kemudian disaat luka-luka
pada kaki pasien menjadi parah barulah
pasien ke rumah sakit dan akhirnya dirujuk
ke RS Tadjuddin Chalid setelah diamputasi.

2. Inspeksi
a. Statik
 Anterior : Telapak tangan pucat dan tampak atropi pada otot
thenar dan hipothenar.
 Lateral : Tampak fleksi PIP jari-jari tangan dengan palmar
fleksi wrist.
 Posterior : Tangan cenderung kearah ulna.
b. Dinamis
 Ketika diminta menggerakkan tangannya, pasien tidak dapat
membuka dan menutup jari-jari tangannya.
 Pasien tidak bisa mengangkat pergelangan tangannya.

3. Pemeriksaan Fungsional
a. Tes Orientasi
Pasien diminta untuk menjepit kertas dengan menggunakan jari ke 4
dan 5.
Hasil : tidak dapat dilakukan.
b. Pemeriksaan Fungsi Dasar
 Aktif
Abduksi digiti minimi : lumpuh
Abd. Jari telunjuk : lumpuh
Posisi lumbrikal : lumpuh
FDP IV : ada kelemahan
FDP V : ada kelemahan
FCU : ada kelemahan
Abd. Thumb : lumpuh
Oposisi thumb : lumpuh
FPL : lumpuh
FDS I : normal
Ekstensi wrist : lumpuh

 Pasif
Abduksi digiti minimi : tidak full ROM, tidak ada nyeri
Abd. Jari telunjuk : full ROM, tidak ada nyeri
Posisi lumbrikal : full ROM, tidak ada nyeri
FDP IV : ROM terbatas, tidak ada nyeri
FDP V : ROM terbatas, tidak ada nyeri
FCU : full ROM, tidak ada nyeri
Abd. Thumb : full ROM, tidak ada nyeri
Oposisi thumb : full ROM, tidak ada nyeri
FPL : full ROM, tidak ada nyeri
FDS I : full ROM, tidak ada nyeri
Ekstensi wrist : full ROM, tidak ada nyeri

 TIMT
Abductor digitiminimi : lumpuh
Abductor jari telunjuk : lumpuh
Posisi lumbrikal : lumpuh
FDP IV : ada kelemahan
FDP V : ada kelemahan
FCU : ada kelemahan
ABD Thumb : lumpuh
Oposisi Thumb : lumpuh
FPL : lumpuh
FDS I : normal
Wrist Ekstensi : lumpuh

4. Pemeriksaaan Spesifik

1. VMT (Voluntary Muscle Testing)


Tujuan : Untuk mengetahui kekuatan otot
Hasil : Terlampir

2. Palpasi saraf

Tujuan : Untuk mengetahui adaya


neuritis
Hasil : Terlampir

3. Pemeriksaan sensorik
Tujuan : Untuk mengetahui kualitas sensorik pasien
Hasil : Terlampir
4. ROM test
Tujuan : Untuk mengetahui luas
gerak sendi jari ke I – V
tangan kanan dan kiri
Hasil : Terlampir

5. Kontraktur test
Tujuan : Untuk mengetahui adanya
kontraktur pada jari ke III, IV
dan V pada tangan kanan dan
kiri
Hasil : Sudah mulai ada kontraktur

C. Diagnosa Fisioterapi
Gangguan Fungsional Tangan Kanan dan Kiri akibat Drop Hand dan Claw
Hand karena Morbus Hansen.

D. Problematik Fisioterapi
1. Kelemahan otot-otot tangan dan otot-otot jari-jari tangan
2. Kontraktur otot fleksor jari-jari tangan
3. Keterbatasan ROM PIP joint
4. Atropi otot thenar dan otot hypothenar
5. Gangguan ADL tangan dan jari-jari tangan.

E. Perencanaan Fisioterapi

1. Tujuan jangka panjang

Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional tangan dan

jari-jari tangan penderita seperti sebelumnya.


2. Tujuan jangka pendek
 Meningkatkan kekuatan otot
 Mengurangi kontraktur
 Memperbaiki ADL tangan dan jari-jari tangan

F. Penatalaksanaan Fisioterapi

1. Hydrotherapy
Tujuan : Melembabkan kulit dan melemaskan atau melenturkan otot-
otot jari-jari tangan.
Teknik : Ambil air dingin, tuang dalam baskom, kemudian pasien
merendam tangannya.
Dosis : F : 1 x sehari
I : Air dingin
T : Kontak langsung
T : 15 – 20 menit

2. IRR (Infra Red Rays)


Tujuan : Pre- elemenary exercise
Teknik : Pasien duduk kemudian disinari pada kedua tangan dengan
menggunakan IRR.
Dosis : F : 1 x sehari
I : 40 cm
T : Non Luminous
T : 15 – 20 menit

3. Stretching
Tujuan : Mengurangi kontraktur
Teknik : Pasien meletakkan tangan pada bantal kecil yang empuk,
Kemudian fisioterapi memegang tangan pasien dan membantu
meluruskan selurus mungkin dengan tekanan yang tetap.
Dosis : F : 1 x sehari
I : Penguluran maksimal
T : Passive stretching
T : 3 x repetisi 8 hitungan

4. Strengthening
Tujuan : Meningkatkan kekuatan otot
Teknik : Pasien meletakkan tangan pada bantal kecil yang empuk,
Kemudian fisioterapi memegang tangan pasien dan membantu
meluruskan selurus mungkin dengan tekanan yang tetap.
Kemudian lemas lagi dan setelah itu pasien diminta
meluruskan sendiri jari-jarinya.
Dosis : F : 1 x sehari
I : sesuai kemampuan pasien
T : Kontak langsung
T : 20 x repetisi, 8 hitungan

5. Latihan ADL
Latihan menggerakan jari-jari seperti mengepal dan membuka jari-jari.

6. Support mental
Dengan mengajak pasien berbincang sambil memberikan semangat, agar
rasa percaya dirinya tetap ada jika bertemu dengan orang lain.
G. Home Program

Penderita disarankan untuk tidak bekerja berat, menjaga kelembaban kulit


dan selalu melatih otot jari-jarinya. Serta istirahat total jika terjadi reaksi. Selain
itu, penderita juga disarankan untuk selalu optimis dan berfikir positif agar dapat
memelihara kondisi kesehatanya secara umum. diminta untuk melakukan
latihan.

H. Evaluasi

1) Sesaat : Setelah intervensi, pasien tidak merasakan


perubahan yang signifikan.
2) Berkala : Setelah beberapa kali intervensi terdapat
perubahan ROM dan nilai otot. Hasil terlampir.

LAPORAN KEPANITERAAN KLINIK


RUMAH SAKIT / PUSAT PELAYANAN KESEHATAN : RSUD SALEWANGANG
PERIODE : IV (EMPAT)
TANGGAL : 3–29 JANUARI 2011
PEMBIMBING : MUH. YAMIN, S.St.Ft

Elvira Killian
PO.7.13.241.08.1.010

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN FISIOTERAPI
2010

Anda mungkin juga menyukai