Anda di halaman 1dari 4

Perkembangan Politik Luar Negeri Indonesia

Politik luar negeri adalah suatu kebijakan dalam rangka membina hubungan dengan
bangsa-bangsa atau Negara-negara lain dengan tujuan untuk saling bekerja sama dan saling
menguntungkan.

1. Landasan
Landasan politik luar negeri Indonesia adalah sesuai dengan salah satu tujuan nasional yang
terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4.
Sedangkan prinsip politik luar negeri yang di jalankan adalah Politik Luar negeri Bebas
Aktif. Bebas berarti Indonesia ingin secara bebas berhubungan dengan Negara lain.
Politik luar negeri Indonesia harus di tentukan oleh kepentingannya sendiri dan di jalankan
menurut keadaan dan kenyataan yang di hadapi.
Pada tahun 1952, Kabinet Soekiman juga memberikan keterangan tentang politik luar negeri
Indonesia, bahwa politik luar negeri Indonesia tetap berdasarkan Pancasila yang berpandangan
hidup menghendaki perdamaian dunia.

Tujuan politik luar negeri Indonesia adalah sebagai berikut :


a. Memperoleh barang-barang dari luar negeri yang di perlukan untuk meningkatkan
kemakmuran rakyat
b. Perdamaian internasional
c. Persaudaraan antara semua bangsa
2. Masa revolusi fisik (1945-1949)
Tujuan utama politik luar negeri Indonesia pada masa revolusi fisik adalah mempertahankan
kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan Negara.
Pemerintah RI juga mengirim H. Agus Salim ke New Delhi untuk menghadiri Konferensi
Internasional yang kemudian diteruskan ke negara-negara Arab. Diplomasi ke Timur Tengah
telah berhasil mendapatkan pengakuan de jure atas RI.
Selanjutnya, PBB membentuk United Nation Commision for Indonesia (UNCI) yang
bertugas menjadi penengah perundingan penyelesaian masalah Indonesia-Belanda. Dalam
Konferensi Meja Bundar di KMB pada tahun 1949, Belanda akhirnya mengakui kedaulatan
Indonesia dan dibentuk Negara Republik Indonesia Serikat pada tahun tanggal 27 Desember
1949.

3. Masa Demokrasi Liberal (1959)


Pada mas Demokrasi Liberal, posisi Indonesia dalam dunia internasional makin mantap,
yakni setelah negara kita diterima menjadi anggota PBB ke-60 pada tanggal 27 Desember 1950.
Dengan demikian pengakuan internasional pada RI semakin banyak dan langsung dalam forum
internasional yang memungkinkan garis politik luar negeri RI dapat dilaksanakan.
Konfigurasi politik dunia setelah Perang Dunia II ditandai dengan munculnya dua kekuatan
raksasa, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai negara adidaya. Kedua negara super
power tersebut, masing-masing mempunyai ideologi dan sistem pemerintahan yang berbeda.
Keduanya saling berlomba dalam menyusun dan mengembangkan kekuatan secara ideologis,
politis, ekonomis, dan militer.
Pada tanggal 18-25 April 1955, Indonesia beserta India, Pakistan, Birma dan Srilangka
menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang dihadiri oleh 29 negara dari
kawasan Asia Afrika. Konferensi ini telah menghasilkan Dasa Sila Bandung.

4. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)


Pada masa demokrasi terpimpin kebijaksanaan politik luar negeri banyak terpusat di tangan
Presiden Soekarno sendiri. Pelaksanaan politik luar negeri menyimpang dari garis politik bebas
dan aktif. Menurut Presiden Soekarno, kekuatan politik dunia di bagi menjadi dua, yaitu New
Emerging Forses (Nefo) yang terdiri atas Indonesia bersama-sama Negara komunis, Negara-
negara Asia-Afrika, dan Negara-negara Amerika Latin dan Old Estabilished Forces (Oldefo).
Pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta Presiden Soekarno mengucapkan Dwi Komando Rakyat
(Dwikora) sebagai berikut :
1. Perhebat ketahanan Revolusi Indonesia
2. Bantu Perjuangkan revolusioner rakyat Malaysia, Singapura, Sabah. Serawak, Brunei
untuk membubarkan Negara Boneka Malaysia.
5. Masa Orde Baru
Sejak tanggal 11 Maret 1966 bangsa Indonesia mengisi lembaran baru dalam sejarahnya,
yaitu memasuki suatu masa baru yang di kenal Masa Orde Baru.
Pemerintah Orde Baru memurnikan kembali politik luar negeri yang bebas-aktif sebagai
pelaksanaan ketetapan MPRS NO. XII/MPRS/1966. Yaitu landasan idiilnya adalah Pancasila,
sedangkan landasan strukturilnya adalah UUD 1945. Sifatnya bebas-aktif, anti imperialism dan
kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mengabdi
kepentingan nasional dan amanat penderitaan rakyat. Tujuannya adalah mempertahankan
kebebasan Indonesia terhadap imperialism dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya.
Ketetapan MPRS No.XII/MPRS/1966, maka pemerintah Orde Baru melakukan perubahan-
perubahan di bidang politik luar negeri yaitu :
1. Politik konfrontasi dengan Malaysia dihentikan, Bahkan normalisasi hubungan
Indonesia-Malaysia berhasil dicapai dengan ditandatanganinya Jakarta Accord pada
tanggal 11 Agustus 1966.
2. Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1966, dalam usaha
mengembalikan kepercayaan dunia internasional serta menumbuhkan saling pengertian
yang sangat bermanfaat bagi pembangunan nasional.
3. Dalam rangka mempererat dan memperluas kerja sama regional bangsa-bangsa Asia
Tenggara, pada tanggal 8 Agustus 1967 berhasil ditandatangani Deklarasi Bangkok yang
melahirkan organisasi ASEAN.
4. Hubungan dengan RRC dibekukan, karena Negara tersebut dituduh terlibat dan aktif
membantu PKI. Dengan Negara-negara sosialis terasa adanya hubungan dingin, terutama
setelah PKI dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang di Indonesia.
5. Hubungan dengan Negara-negara Barat normal kembali setelah pada masa sebelumnya
diliputi suasana konfrontasi.
Dalam bidang politik, ikut serta dalam Gerakan Nonblok, ikut menyelesaikan masalah
kamboja, bahkan di bidang kemanusiaan, Indonesia aktif dalam menampung dan
menyalurkan pengungsi Vietnam, serta membantu Negara-negara yang dilanda bencana
kelaparan atau bencana alam sesuai kemampuan Negara Indonesia.
6. Masa Reformasi
Setelah berakhirnya perang dingin kebijakan politik luar negeri Indonesia lebih difokuskan
kepada kepentingan ekonomi nasional Indonesia dalam rangka menghadapi era globalisasi
dan perdagangan bebas.

Anda mungkin juga menyukai