Anda di halaman 1dari 7

Penelitian (Research) – Syarat

Penelitian (Research) – Syarat

Muhammad Faiq Dzaki

Seiap penelitian harus memenuhi beberapa syarat, di antaranya adalah:


1. Sebuah penelitian harus mengikuti metode yang ketat, “rigorous”, yang secara
berdisiplin berpegang teguh pada aturan-aturan tertentu agar mencapai hasil yang
objektif.
2. Dalam pelaksanaan penelitian harus sedapat mungkin membatasi kekeliruan atau
kesalahan dalam data yang dikumpulkan maupun dalam penafsirannya.
3. Peneliti harus mempublikasikan hasil penelitiannya agar membuka kesempatan untuk
mendapatkan kritik dari semua pihak, pembantahan, ditolak, diterima, atau penerimaan
dukungan.

Penelitian Tindakan Kelas – Definisi

Penelitian Tindakan Kelas – Definisi

Muhammad Faiq Dzaki

Penelitian tindakan kelas berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action Research,
yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat
tindakan yang diterapkan pada suatu subyek penelitian di kelas tersebut. Pertama kali
penelitian tindakan kelas diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946, yang
selanjutnya dikembangkan oleh Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliot, Dave
Ebbutt dan lainnya.

Pada awalnya penelitian tindakan menjadi salah satu model penelitian yang dilakukan
pada bidang pekerjaan tertentu dimana peneliti melakukan pekerjaannya, baik di bidang
pendidikan, kesehatan maupun pengelolaan sumber daya manusia. Salah satu contoh
pekerjaan utama dalam bidang pendidikan adalah mengajar di kelas, menangani
bimbingan dan konseling, dan mengelola sekolah. Dengan demikian yang menjadi
subyek penelitian adalah situasi di kelas, individu siswa atau di sekolah. Para guru atau
kepala sekolah dapat melakukan kegiatan penelitiannya tanpa harus pergi ke tempat lain
seperti para peneliti konvensional pada umumnya.

Secara lebih luas penelitian tindakan diartikan sebagai penelitian yang berorientasi pada
penerapan tindakan dengan tujuan peningkatan mutu atau pemecahan masalah pada
sekelompok subyek yang diteliti dan mengamati tingkat keberhasilan atau akibat
tindakannya, untuk kemudian diberikan tindakan lanjutan yang bersifat penyempurnaan
tindakan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih
baik.

Dalam konteks pekerjaan guru maka penelitian tindakan yang dilakukannya disebut
Penelitian Tindakan Kelas, dengan demikian Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu
kegiatan penelitian dengan mencermati sebuah kegiatan belajar yang diberikan tindakan,
yang secara sengaja dimunculkan dalam sebuah kelas, yang bertujuan memecahkan
masalah atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas tersebut. Tindakan yang secara
sengaja dimunculkan tersebut diberikan oleh guru atau berdasarkan arahan guru yang
kemudian dilakukan oleh siswa. Dalam hal ini arti Kelas tidak terikat pada pengertian
ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik, yaitu kelas adalah sekelompok
siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama
juga (Suharsimi: 2005).

Penelitian Tindakan Kelas - Tahapan PTK

Penelitian Tindakan Kelas - Tahapan PTK

Muhammad Faiq Dzaki

Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan kelas seperti
dinyatakan sebelumnya, namun secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim
dilalui, yaitu tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi.
Namun perlu diketahui bahwa tahapan pelaksanaan dan pengamatan sesungguhnya
dilakukan secara bersamaan. Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap
adalah sebagai berikut.

Tahap 1: Perencanaan tindakan


Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa,
dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal sebetulnya
dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang
mengamati proses jalannya tindakan (apabaila dilaksanakan secara kolaboratif). Cara ini
dikatakan ideal karena adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat
serta mutu kecermatan amatan yang dilakukan. Bila dilaksanakan sendiri oleh guru
sebagai peneliti maka instrumen pengamatan harus disiapkan disertai lembar catatan
lapangan. Yang perlu diingat bahwa pengamatan yang diarahkan pada diri sendiri
biasanya kurang teliti dibanding dengan pengamatan yang dilakukan terhadap hal-hal
yang berada di luar diri, karena adanya unsur subjektivitas yang berpengaruh, yaitu
cenderung mengunggulkan dirinya. Dalam pelaksanaan pembelajaran rencana tindakan
dalam rangka penelitian dituangkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP).

Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan


Adalah pelaksanaan, yaitu implementasi atau penerapan isi rencana tindakan di kelas
yang diteliti. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap 2 ini pelaksana guru harus
ingat dan berusaha mentaati apa yang sudah dirumuskan dalam rencana tindakan, tetapi
harus pula berlaku wajar, tidak kaku dan tidak dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan
antara pelaksanaan dengan perencanaan perlu diperhatikan.

Tahap 3: Pengamatan terhadap tindakan


Yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat (baik oleh orang lain maupun
guru sendiri). Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan pengamatan ini tidak
terpisah dengan pelaksanaan tindakan karena pengamatan dilakukan pada waktu tindakan
sedang dilakukan. Jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Sebutan tahap 2
dan 3 dimaksudkan untuk memberikan peluang kepada guru pelaksana yang berstatus
juga sebagai pengamat, yang mana ketika guru tersebut sedang melakukan tindakan tentu
tidak sempat menganalisis peristiwanya ketika sedang terjadi. Oleh karena itu kepada
guru pelaksana yang berstatus sebagai pengamat ini untuk melakukan "pengamatan
balik" terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung. Sambil melakukan
pengamatan balik ini guru pelaksana mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi.

Tahap 4: Refleksi terhadap tindakan


Merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah
"refleksi" dari kata bahasa Inggris reflection, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
pemantulan. Kegiatan refleksi ini sebetulnya lebih tepat dikenakan ketika guru pelaksana
sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk
mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan,
yaitu ketika guru pelaku tindakan mengatakan kepada peneliti pengamat tentang hal-hal
yang dirasakan sudah berjalan baik dn bagian mana yang belum. Apabila guru pelaksana
juga berstatus sebagai pengamat, maka refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan
kata lain guru tersebut melihat dirinya kembali, melakukan "dialog" untuk menemukan
hal-hal yang sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rancangan dan
mengenali hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Dalam hal seperti ini maka guru
melakukan ”self evaluation” yang diharapkan dilakukan secara obyektif. Untuk menjaga
obyektifitas tersebut seringkali hasil refleksi ini diperiksa ulang atau divalidasi oleh orang
lain, misalnya guru/teman sejawat yang diminta mengamati, ketua jurusan, kepala
sekolah atau nara sumber yang menguasai bidang tersebut. Jadi pada intinya kegiatan
refleksi adalah kegiatan evaluasi, analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan
identifikasi tindak lanjut dalam perencanaan siklus selanjutnya.

Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk membentuk sebuah
siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari tahap penyusunan rancangan sampai
dengan refleksi, yang tidak lain adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan "bentuk
tindakan" sebagaimana disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk
tindakan adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak pernah merupakan
kegiatan tunggal tetapi selalu berupa rangkaian kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu
dalam bentuk siklus.

Teori Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran Fisika

Teori Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran Fisika

Muhammad Faiq Dzaki


Salah satu landasan teoretik pendidikan IPA (fisika) modern termasuk pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah teori
pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar
mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher
centered. Sebagian besar waktu proses belaJar mengajar beriangsung dengan berbasis
pada aktivitas siswa.

Ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah
digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran
kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan. Salah satu prinsip kunci yang
diturunkan dari teorinya adalah menekankan pada hakikat sosial dan pembelajaran. Ia
mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau ternan
sebaya yang lebih mampu (Slavin, 2000). Berdasarkan teori ini dikembangkan
pembelajaran kooperatif, yaitu siswa lebih mudah menemukan dan memahami
konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan
temannya. Dalam mengubah miskonsepsi siswa menuju konsepsi ilmiah dalam
pembelajaran fisika, diperlukan strategi pengubahan konsep (conceptual change) yang
tepat dan diberikan pada saat yang tepat pula. Pengubahan konsepsi dapat dilakukan
dengan menyajikan konflik kognitif (cognitive conflict). Hal ini dilakukan secara
hati-hati jangan sampal konflik kognitif yang disampaikan justru akan memperkuat
stabilitas miskonsepsi siswa.

Konflik kognitif yang disajikan dalam proses pembelajaran harus mampu menggoyahkan
stabilitas miskonsepsi siswa. Jika siswa sudah menjadi ragu terhadap kebenaran
gagasannya, maka dapat diharapkan mereka akan mau merekonstruksi gagasan atau
konsepsinya sehingga pada akhir proses pembelajaran di kepala siswa hanya terdapat
sains guru yang berupa pengetahuan ilmiah (Sadia, 1997: 12). Implikasi penting dalam
pembeiajaran fisika menurut piaget (Slavin,1994:45) adalah (a) Memusatkan perhatian
pada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. (b) Memperhatikan
peranan dan inisiatif siswa, serta keterlibatannya secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran. (c) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan intelektual.

Sedangkan implikasi utama dalam pembelajaran fisika berdasarkan teori Vygotsky


adalah dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa,
sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing
zone of proximal development mereka.

Tahapan-tahapan penerapan model konstruktivis dapat mengikuti langkah-langkah


sebagai berikut:

(1) Identifikasi awal terhadap prior knowledge dan miskonsepsi siswa tentang konsep
tekanan Pada tahap ini guru mengidentifikasi pengetahuan awal siswa tentang konsep
tekanan, guna untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya
miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan
dengan tes diagnostik (pra tes) dan interview klinis yang dilaksanakan sebelum
pernbelajaran;

(2) Penyusunan Program Pembelaiaran dan Strategi Pengubahan Miskonsepsi. Program


pernbelajaran dijabarkan dalam bentuk Satuan Pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan
miskonsepsi diwujudkan dalam bentuk modul tentang konsep-konsep esensial yang
mengacu pada konsepsi awal siswa yang telah dijaring sebelum pernbelajaran
dilaksanakan;

(3) Orientasi dan Elicitasi. Situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan
sangatlah perlu diciptakan pada awal pembelajaran guna membangkitkan minat mereka
terhadap topik yang akan dibahas Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan
gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati
dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Pengungkapan gagasan tersebut dapat rnelalui
diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Suasana pembeiajaran dibuat santai,
agar siswa tidak khawatir dicemoohkan dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah;

(4) Refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat
miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direfleksikan dengan
miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasikan
berdasarkan tingkat kesalahan untuk memudahkan merestrukturisasinya;

(5) Restrukturisasi Ide, berupa: (a) Tantangan. Siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan


tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum.
Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alasan untuk
mendukung ramalannya itu; (b) Konflik Kognitif dan Diskusi Kelas. Siswa akan dapat
melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji
keyakinan dengan. melakukan percobaan di laboratorium. Bila ramalan mereka meleset,
mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka.
Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi rnelalui diskusi
dengan ternan atau guru yang pada kapasitasnya sebagai fasilitator dan mediator; (c)
Membangun Ulang Kerangka Konseptual Siswa dituntun untuk menemukan sendiri
bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menuniukkan bahwa
konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama;

(6) Aplikasi. Meyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi
menuju konsepi ilmiah. Menganjurkan rnereka untuk menerapkan konsep iimiahnya
tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan
kemudian menguji penyelesaiaanya secara ernpiris;
(7) Review. Review dilaksanakan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran
yang telah beriangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal
pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang
muncul kembali bersifat sangat resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang
resisten tersebut tidak selarnanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya
akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa yang bersangkutan.
Constructivist Learning Theory in Learning Physics
Constructivist Learning Theory in Learning Physics

Muhammad Faiq Dzaki

One of the theoretical foundation of science education (physics), including learning with
modern contextual approach (Contextual Teaching and Learning / CTL) is a
constructivist learning theory. This approach basically emphasizes the importance of
students construct their own knowledge through active involvement in teaching and
learning. Teaching and learning process is more marked than teacher centered student
centered. Most of the time the learning process beriangsung based on student activity.

Modern constructivist ideas much based on the theory of Vygotsky that has been used to
support teaching methods that emphasize cooperative learning, activity-based learning,
and discovery. One of the key principles derived from theory is the emphasis on the
social nature and learning. He argues that students learn through interaction with adults or
more capable peer ternan (Slavin, 2000). Based on this theory developed cooperative
learning, ie students more easily find and understand the concepts that are difficult if they
were discussing the issue with his friend. In changing students' misconceptions into
scientific conceptions in physics learning, changing concepts necessary strategies
(conceptual change) is appropriate and provided in good time as well. The conversion can
be done with the present conception of cognitive conflict (cognitive conflict). This is
done be careful not sampal delivered cognitive conflict will only strengthen the stability
of student misconceptions.

Cognitive conflict that is presented in the learning process must be able to shake the
stability of student misconceptions. If students have become skeptical about the truth of
his ideas, it can be expected that they would want to reconstruct the notion or conception,
so at the end of the learning process in student's head there is only science teacher in the
form of scientific knowledge (Sadie, 1997: 12). Important implications in physics
pembeiajaran according to Piaget (Slavin, 1994:45) is (a) Focusing on thinking or mental
processes of children, not just the results. (B) Noting the role and initiatives of students,
as well as active involvement in learning activities. (C) would tolerate the existence of
individual differences in terms of the progress of intellectual development.

While the main implication in the learning of physics based on Vygotsky theory is the
class structure of wants in the form of cooperative learning among students, so students
can interact in the vicinity of the tasks that are difficult and led to mutual problem-
solving strategies are effective in each of their zone of proximal development .

The stages of implementation of constructivist models can follow the steps as follows:

(1) early identification of students 'prior knowledge and misconceptions about the
concept of pressure at this stage teachers identify students' prior knowledge about the
concept of pressure, in order to determine the possibilities for the emergence of cognitive
structures descend misconceptions students. Identification is performed by diagnostic
tests (pre test) and clinical interviews conducted before pernbelajaran;

(2) Preparation Program and Strategy Pembelaiaran Changing misconceptions.


Pernbelajaran programs are translated in the form of Units of Learning. While the
strategy of changing the misconception embodied in the form of modules on essential
concepts that refer to the initial conception of students who have been enmeshed before
pernbelajaran implemented;

(3) Orientation and Elicitasi. Learning situation that is conducive and necessary to create
a very exciting at the beginning of learning in order to arouse their interest in the topic to
be discussed Students will be guided to express their intuitive ideas as much as possible
about the physical symptoms they observe in everyday life environment. Disclosure of
these ideas can rnelalui discussion, writing, drawing illustrations and so forth.
Pembeiajaran created a relaxed atmosphere, so students are not worried about ridicule
and laughed when one of his ideas;

(4) Reflection. In this phase, various ideas are misconceptions which appear on the stage
of orientation and elicitasi reflected by the misconception that has been enmeshed in the
early stages. Such misconceptions are classified according to facilitate
merestrukturisasinya error rate;

(5) Restructuring of Ideas, in the form of: (a) challenge. Students are given the questions
about symptoms which can then be demonstrated or investigated in the lab. They were
asked to predict the results of the experiment and provide reasons to support his
prediction that; (b) Cognitive Conflict and Class Discussions. Students will be able to see
for themselves whether they are right or wrong predictions. They are encouraged to test
with confidence. perform experiments in the laboratory. If their prediction is missed, they
will experience cognitive conflict and the start was not satisfied with their ideas.
Attempts to find this explanation made by the process of confrontation rnelalui ternan or
discussion with the teacher who in his capacity as facilitator and mediator, (c) Building a
Conceptual Framework Birthdays Students are led to discover for yourself that the new
concepts that have internal consistency. Menuniukkan that new scientific concept that has
the advantage of an old idea;

(6) Applications. Convincing students of the benefits to move toward konsepi conception
of scientific misconceptions. Rnereka recommend to apply concepts such iimiahnya in a
variety of situations to solve problems and then test penyelesaiaanya instructive in
ernpiris;
(7) Review. Review undertaken to review the success of the learning strategies that have
been beriangsung in an effort to reduce the misconceptions that appear in early learning.
Revision of learning strategy performed when misconceptions are highly resistant
reappear. This is important for these misconceptions are resistant selarnanya not descend
cognitive structure, which in turn will lead to learning difficulties and low student
achievement is concerned....

Anda mungkin juga menyukai