Anda di halaman 1dari 98

Indonesia

Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang
dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara
Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di
dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, oleh karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara
(Kepulauan Antara).[5] Dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006,[6]
Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang
berpenduduk Muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara Islam.
Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih langsung. Ibukota negara ialah
Jakarta. Indonesia berbatasan dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua
Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya
adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan
Nikobar di India.

Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan Indonesia menjadi
wilayah perdagangan penting setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya
di Palembang menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India.
Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para
pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling
bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era
penjelajahan samudra. Setelah berada di bawah penjajahan Belanda, Indonesia yang saat
itu bernama Hindia Belanda menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II.
Selanjutnya Indonesia mendapat berbagai hambatan, ancaman dan tantangan dari
bencana alam, korupsi, separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan
ekonomi yang pesat.

Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa dan agama
yang berbeda. Suku Jawa adalah grup etnis terbesar dan secara politis paling dominan.
Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika" ("Berbeda-beda tetapi tetap satu"),
berarti keberagaman yang membentuk negara. Selain memiliki populasi padat dan
wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat
keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.

Etimologi
Lihat pula: Sejarah nama Indonesia

Kata "Indonesia" berasal dari kata dalam bahasa Latin yaitu Indus yang berarti "Hindia"
dan kata dalam bahasa Yunani nesos yang berarti "pulau".[7] Jadi, kata Indonesia berarti
wilayah Hindia kepulauan, atau kepulauan yang berada di Hindia, yang menunjukkan
bahwa nama ini terbentuk jauh sebelum Indonesia menjadi negara berdaulat.[8] Pada tahun
1850, George Earl, seorang etnolog berkebangsaan Inggris, awalnya mengusulkan istilah
Indunesia dan Malayunesia untuk penduduk "Kepulauan Hindia atau Kepulauan
Melayu".[9] Murid dari Earl, James Richardson Logan, menggunakan kata Indonesia
sebagai sinonim dari Kepulauan India.[10] Namun, penulisan akademik Belanda di media
Hindia Belanda tidak menggunakan kata Indonesia, tetapi istilah Kepulauan Melayu
(Maleische Archipel); Hindia Timur Belanda (Nederlandsch Oost Indië), atau Hindia
(Indië); Timur (de Oost); dan bahkan Insulinde (istilah ini diperkenalkan tahun 1860
dalam novel Max Havelaar (1859), ditulis oleh Multatuli, mengenai kritik terhadap
kolonialisme Belanda).[5]

Sejak tahun 1900, nama Indonesia menjadi lebih umum pada lingkungan akademik di
luar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia menggunakannya untuk ekspresi politik.
[5]
Adolf Bastian dari Universitas Berlin memasyarakatkan nama ini melalui buku
Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipels, 1884–1894. Pelajar Indonesia
pertama yang menggunakannya ialah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), yaitu
ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda yang bernama Indonesisch Pers Bureau di
tahun 1913.[8]

Sejarah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Indonesia
Lihat pula: Sejarah Nusantara

Peninggalan fosil-fosil Homo erectus, yang oleh antropolog juga dijuluki "Manusia
Jawa", menimbulkan dugaan bahwa kepulauan Indonesia telah mulai berpenghuni pada
antara dua juta sampai 500.000 tahun yang lalu.[11] Bangsa Austronesia, yang membentuk
mayoritas penduduk pada saat ini, bermigrasi ke Asia Tenggara dari Taiwan. Mereka tiba
di sekitar 2000 SM, dan menyebabkan bangsa Melanesia yang telah ada lebih dahulu di
sana terdesak ke wilayah-wilayah yang jauh di timur kepulauan.[12] Kondisi tempat yang
ideal bagi pertanian, dan penguasaan atas cara bercocok tanam padi setidaknya sejak
abad ke-8 SM,[13] menyebabkan banyak perkampungan, kota, dan kerajaan-kerajaan kecil
tumbuh berkembang dengan baik pada abad pertama masehi. Selain itu, Indonesia yang
terletak di jalur perdagangan laut internasional dan antar pulau, telah menjadi jalur
pelayaran antara India dan Cina selama beberapa abad.[14] Sejarah Indonesia selanjutnya
mengalami banyak sekali pengaruh dari kegiatan perdagangan tersebut.[15]

Sejak abad ke-1 kapal dagang Indonesia telah berlayar jauh, bahkan sampai ke Afrika.
Sebuah bagian dari relief kapal di candi Borobudur, k. 800 M.

Di bawah pengaruh agama Hindu dan Buddha, beberapa kerajaan terbentuk di pulau
Kalimantan, Sumatra, dan Jawa sejak abad ke-4 hingga abad ke-14. Kutai, merupakan
kerajaan tertua di Nusantara yang berdiri pada abad ke-4 di hulu sungai Mahakam,
Kalimantan Timur. Di wilayah barat pulau Jawa, pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M
berdiri kerajaan Tarumanegara. Pemerintahan Tarumanagara dilanjutkan oleh Kerajaan
Sunda dari tahun 669 M sampai 1579 M. Pada abad ke-7 muncul kerajaan Malayu yang
berpusat di Jambi, Sumatera. Sriwijaya mengalahkan Malayu dan muncul sebagai
kerajaan maritim yang paling perkasa di Nusantara. Wilayah kekuasaannya meliputi
Sumatera, Jawa, semenanjung Melayu, sekaligus mengontrol perdagangan di Selat
Malaka, Selat Sunda, dan Laut Cina Selatan.[16] Di bawah pengaruh Sriwijaya, antara
abad ke-8 dan ke-10 wangsa Syailendra dan Sanjaya berhasil mengembangkan kerajaan-
kerajaan berbasis agrikultur di Jawa, dengan peninggalan bersejarahnya seperti candi
Borobudur dan candi Prambanan. Di akhir abad ke-13, Majapahit berdiri di bagian timur
pulau Jawa. Di bawah pimpinan mahapatih Gajah Mada, kekuasaannya meluas sampai
hampir meliputi wilayah Indonesia kini; dan sering disebut "Zaman Keemasan" dalam
sejarah Indonesia.[17]

Kedatangan pedagang-pedagang Arab dan Persia melalui Gujarat, India, kemudian


membawa agama Islam. Selain itu pelaut-pelaut Tiongkok yang dipimpin oleh
Laksamana Cheng Ho (Zheng He) yang beragama Islam, juga pernah menyinggahi
wilayah ini pada awal abad ke-15.[18] Para pedagang-pedagang ini juga menyebarkan
agama Islam di beberapa wilayah Nusantara. Samudera Pasai yang berdiri pada tahun
1267, merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia.

Ketika orang-orang Eropa datang pada awal abad ke-16, mereka menemukan beberapa
kerajaan yang dengan mudah dapat mereka kuasai demi mendominasi perdagangan
rempah-rempah. Portugis pertama kali mendarat di dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu
Banten dan Sunda Kelapa, tapi dapat diusir dan bergerak ke arah timur dan menguasai
Maluku. Pada abad ke-17, Belanda muncul sebagai yang terkuat di antara negara-negara
Eropa lainnya, mengalahkan Britania Raya dan Portugal (kecuali untuk koloni mereka,
Timor Portugis). Pada masa itulah agama Kristen masuk ke Indonesia sebagai salah satu
misi imperialisme lama yang dikenal sebagai 3G, yaitu Gold, Glory, and Gospel.[19]
Belanda menguasai Indonesia sebagai koloni hingga Perang Dunia II, awalnya melalui
VOC, dan kemudian langsung oleh pemerintah Belanda sejak awal abad ke-19.

Johannes van den Bosch, pencetus Cultuurstelsel

Di bawah sistem Cultuurstelsel (Sistem Penanaman) pada abad ke-19, perkebunan besar
dan penanaman paksa dilaksanakan di Jawa, akhirnya menghasilkan keuntungan bagi
Belanda yang tidak dapat dihasilkan VOC. Pada masa pemerintahan kolonial yang lebih
bebas setelah 1870, sistem ini dihapus. Setelah 1901 pihak Belanda memperkenalkan
Kebijakan Beretika,[20] yang termasuk reformasi politik yang terbatas dan investasi yang
lebih besar di Hindia-Belanda.

Pada masa Perang Dunia II, sewaktu Belanda dijajah oleh Jerman, Jepang menguasai
Indonesia. Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa para
pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia
mengerahkan prajurit bila diperlukan. Soekarno, Mohammad Hatta, KH. Mas Mansur,
dan Ki Hajar Dewantara diberikan penghargaan oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943.

Pada Maret 1945 Jepang membentuk sebuah komite untuk kemerdekaan Indonesia.
Setelah perang Pasifik berakhir pada tahun 1945, di bawah tekanan organisasi pemuda,
Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945. Setelah kemerdekaan, tiga pendiri bangsa yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan
Sutan Sjahrir masing-masing menjabat sebagai presiden, wakil presiden, dan perdana
menteri. Dalam usaha untuk menguasai kembali Indonesia, Belanda mengirimkan
pasukan mereka.

Usaha-usaha berdarah untuk meredam pergerakan kemerdekaan ini kemudian dikenal


oleh orang Belanda sebagai 'aksi kepolisian' (Politionele Actie), atau dikenal oleh orang
Indonesia sebagai Agresi Militer.[21] Belanda akhirnya menerima hak Indonesia untuk
merdeka pada 27 Desember 1949 sebagai negara federal yang disebut Republik Indonesia
Serikat setelah mendapat tekanan yang kuat dari kalangan internasional, terutama
Amerika Serikat. Mosi Integral Natsir pada tanggal 17 Agustus 1950, menyerukan
kembalinya negara kesatuan Republik Indonesia dan membubarkan Republik Indonesia
Serikat. Soekarno kembali menjadi presiden dengan Mohammad Hatta sebagai wakil
presiden dan Mohammad Natsir sebagai perdana menteri.

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pemerintahan Soekarno mulai mengikuti sekaligus
merintis gerakan non-blok pada awalnya, kemudian menjadi lebih dekat dengan blok
sosialis, misalnya Republik Rakyat Cina dan Yugoslavia. Tahun 1960-an menjadi saksi
terjadinya konfrontasi militer terhadap negara tetangga, Malaysia ("Konfrontasi"),[22] dan
ketidakpuasan terhadap kesulitan ekonomi yang semakin besar. Selanjutnya pada tahun
1965 meletus kejadian G30S yang menyebabkan kematian 6 orang jenderal dan sejumlah
perwira menengah lainnya. Muncul kekuatan baru yang menyebut dirinya Orde Baru
yang segera menuduh Partai Komunis Indonesia sebagai otak di belakang kejadian ini
dan bermaksud menggulingkan pemerintahan yang sah serta mengganti ideologi nasional
menjadi berdasarkan paham sosialis-komunis. Tuduhan ini sekaligus dijadikan alasan
untuk menggantikan pemerintahan lama di bawah Presiden Soekarno.
Hatta, Sukarno, dan Sjahrir, tiga pendiri Indonesia

Jenderal Soeharto menjadi presiden pada tahun 1967 dengan alasan untuk mengamankan
negara dari ancaman komunisme. Sementara itu kondisi fisik Soekarno sendiri semakin
melemah. Setelah Soeharto berkuasa, ratusan ribu warga Indonesia yang dicurigai terlibat
pihak komunis dibunuh, sementara masih banyak lagi warga Indonesia yang sedang
berada di luar negeri, tidak berani kembali ke tanah air, dan akhirnya dicabut
kewarganegaraannya. Tiga puluh dua tahun masa kekuasaan Soeharto dinamakan Orde
Baru, sementara masa pemerintahan Soekarno disebut Orde Lama.

Soeharto menerapkan ekonomi neoliberal dan berhasil mendatangkan investasi luar


negeri yang besar untuk masuk ke Indonesia dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi
yang besar, meski tidak merata. Pada awal rezim Orde Baru kebijakan ekomomi
Indonesia disusun oleh sekelompok ekonom lulusan Departemen Ekonomi Universitas
California, Berkeley, yang dipanggil "Mafia Berkeley".[23] Namun, Soeharto menambah
kekayaannya dan keluarganya melalui praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang
meluas dan dia akhirnya dipaksa turun dari jabatannya setelah aksi demonstrasi besar-
besaran dan kondisi ekonomi negara yang memburuk pada tahun 1998.

Dari 1998 hingga 2001, Indonesia mempunyai tiga presiden: Bacharuddin Jusuf (BJ)
Habibie, Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri. Pada tahun 2004 pemilu satu
hari terbesar di dunia[24] diadakan dan dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono.

Indonesia kini sedang mengalami masalah-masalah ekonomi, politik dan pertikaian


bernuansa agama di dalam negeri, dan beberapa daerah berusaha untuk mendapatkan
kemerdekaan, terutama Papua. Timor Timur akhirnya resmi memisahkan diri pada tahun
1999 setelah 24 tahun bersatu dengan Indonesia dan 3 tahun di bawah administrasi PBB
menjadi negara Timor Leste.

Pada Desember 2004 dan Maret 2005, Aceh dan Nias dilanda dua gempa bumi besar
yang totalnya menewaskan ratusan ribu jiwa. (Lihat Gempa bumi Samudra Hindia 2004
dan Gempa bumi Sumatra Maret 2005.) Kejadian ini disusul oleh gempa bumi di
Yogyakarta dan tsunami yang menghantam Pantai Pangandaran dan sekitarnya, serta
banjir lumpur di Sidoarjo pada 2006 yang tidak kunjung terpecahkan.

Politik dan pemerintahan


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Politik Indonesia
Gedung MPR-DPR.

Istana Negara, bagian dari Istana Kepresidenan Jakarta.

Indonesia menjalankan pemerintahan republik presidensial multipartai yang demokratis.


Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan
pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan
legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR).

MPR pernah menjadi lembaga tertinggi negara unikameral, namun setelah amandemen
ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi, dan komposisi keanggotaannya juga berubah.
MPR setelah amandemen UUD 1945, yaitu sejak 2004 menjelma menjadi lembaga
bikameral yang terdiri dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang
merupakan wakil rakyat melalui Partai Politik, ditambah dengan 132 anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan wakil provinsi dari jalur independen.[25]
Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu dan dilantik untuk masa jabatan lima
tahun. Sebelumnya, anggota MPR adalah seluruh anggota DPR ditambah utusan
golongan dan TNI/Polri. MPR saat ini diketuai oleh Taufiq Kiemas. DPR saat ini diketuai
oleh Marzuki Alie, sedangkan DPD saat ini diketuai oleh Irman Gusman.

Lembaga eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di
Indonesia adalah Kabinet Presidensial sehingga para menteri bertanggung jawab kepada
presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen. Meskipun demikian,
Presiden saat ini yakni Susilo Bambang Yudhoyono yang diusung oleh Partai Demokrat
juga menunjuk sejumlah pemimpin Partai Politik untuk duduk di kabinetnya. Tujuannya
untuk menjaga stabilitas pemerintahan mengingat kuatnya posisi lembaga legislatif di
Indonesia. Namun pos-pos penting dan strategis umumnya diisi oleh menteri tanpa
portofolio partai (berasal dari seseorang yang dianggap ahli dalam bidangnya).
Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan
oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, termasuk
pengaturan administrasi para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan.

Pembagian administratif
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Provinsi Indonesia

Aceh
Sumatera
Utara
Sumatera
Barat
Riau
Kep.
Riau
Kep. Bangka
Belitung
Jambi
Sumatera
Selatan
Bengkulu
Lampung
Banten
DKI Jakarta
Jawa
Barat
Jawa
Tengah
DI Yogyakarta
Jawa
Timur
Bali
Nusa Tenggara
Barat
Nusa Tenggara
Timur
Kalimantan
Barat
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Timur
Kalimantan
Selatan
Sulawesi
Utara
Maluku
Utara
Sulawesi
Tengah
Gorontalo
Sulawesi
Barat
Sulawesi
Selatan
Sulawesi
Tenggara
Maluku
Papua
Barat
Papua

Indonesia saat ini terdiri dari 33 provinsi, lima di antaranya memiliki status yang berbeda.
Provinsi dibagi menjadi 399 kabupaten dan 98 kota yang dibagi lagi menjadi kecamatan
dan lagi menjadi kelurahan, desa, gampong, kampung, nagari, pekon, atau istilah lain
yang diakomodasi oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Tiap provinsi memiliki DPRD Provinsi dan gubernur;
sementara kabupaten memiliki DPRD Kabupaten dan bupati; kemudian kota memiliki
DPRD Kota dan walikota; semuanya dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilu dan
Pilkada. Bagaimanapun di Jakarta tidak terdapat DPR Kabupaten atau Kota, karena
Kabupaten Administrasi dan Kota Administrasi di Jakarta bukanlah daerah otonom.

Provinsi Aceh, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua Barat, dan Papua memiliki hak
istimewa legislatur yang lebih besar dan tingkat otonomi yang lebih tinggi dibandingkan
provinsi lainnya. Contohnya, Aceh berhak membentuk sistem legal sendiri; pada tahun
2003, Aceh mulai menetapkan hukum Syariah.[26] Yogyakarta mendapatkan status Daerah
Istimewa sebagai pengakuan terhadap peran penting Yogyakarta dalam mendukung
Indonesia selama Revolusi.[27] Provinsi Papua, sebelumnya disebut Irian Jaya, mendapat
status otonomi khusus tahun 2001.[28] DKI Jakarta, adalah daerah khusus ibukota negara.
Timor Portugis digabungkan ke dalam wilayah Indonesia dan menjadi provinsi Timor
Timur pada 1979–1999, yang kemudian memisahkan diri melalui referendum menjadi
Negara Timor Leste.[29]

Provinsi di Indonesia dan ibukotanya


Sumatera

• Aceh - Banda Aceh


• Sumatera Utara - Medan
• Sumatera Barat - Padang
• Riau - Pekanbaru
• Kepulauan Riau - Tanjung Pinang
• Jambi - Jambi
• Sumatera Selatan - Palembang
• Kepulauan Bangka Belitung - Pangkal Pinang
• Bengkulu - Bengkulu
• Lampung - Bandar Lampung
Jawa

• Daerah Khusus Ibukota Jakarta


• Banten - Serang
• Jawa Barat - Bandung
• Jawa Tengah - Semarang
• Daerah Istimewa Yogyakarta - Yogyakarta
• Jawa Timur - Surabaya

Kepulauan Sunda Kecil

• Bali - Denpasar
• Nusa Tenggara Barat - Mataram

• Nusa Tenggara Timur - Kupang

Politik Indonesia
Indonesia adalah sebuah negara hukum yang berbentuk kesatuan dengan pemerintahan
berbentuk republik dan sistem pemerintahan presidensial dengan sifat parlementer,
karena dominannya peran Dewan Perwakilan Rakyat/DPR dalam beberapa urusan
eksekutif. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian
kekuasaan, hal ini tercermin dari dimilikinya sebagian kekuasaan yudikatif dan
kekuasaan legislatif oleh eksekutif (Presiden). Kekuasaan yang dimiliki eksekutif dalam
bidang yudikatif meliputi pemberian grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan
Mahkamah Agung/MA serta abolisi dan amnesti dengan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat. Sedangkan kekuasaan eksekutif dalam bidang legislatif meliputi
menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam keadaan darurat dan
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana teknis dari sebuah Undang-Undang
yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Cabang eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden yang merupakan kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan yang dibantu oleh seorang Wakil Presiden yang
kedudukannya sebagai pembantu presiden diatas para menteri yang juga pembantu
presiden. Kekuasaan legislatif dibagi diantara dua kamar didalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat/MPR yaitu, Dewan Perwakilan Rakyat/DPR dan Dewan
Perwakilan Daerah/DPD. Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah Agung/MA yang dan
badan peradilan dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan tata usaha negara, dan peradilan militer serta sebuah Mahkamah
Konstitusi/MK. Kekuasaan Inspektif dikendalikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang
memiliki perwakilan disetiap Provinsi dan Kabupaten/Kota diseluruh wilayah Republik
Indonesia.

Indonesia terdiri dari 33 provinsi yang memiliki otonomi, 5 diantaranya memiliki status
otonomi yang berbeda, terdiri dari 3 Daerah Otonomi Khusus yaitu Aceh, Papua, dan
Papua Barat; 1 Daerah Istimewa yaitu Yogyakarta; dan 1 Daerah Khusus Ibukota yaitu
Jakarta. Setiap propinsi dibagi-bagi lagi menjadi kota/kabupaten dan setiap
kota/kabupaten dibagi-bagi lagi menjadi kecamatan/distrik kemudian dibagi lagi menjadi
keluarahan/desa/nagari hingga terakhir adalah rukun tetangga.

Pemilihan Umum diselenggarakan setiap 5 tahun untuk memilih anggota DPR, anggota
DPD, dan anggota DPRD yang disebut pemilihan umum legislatif (Pileg) dan untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden atau yang disebut pemilihan umum presiden
(Pilpres). Pemilihan Umum di Indonesia menganut sistem multipartai.

Ada perbedaan yang besar antara sistem politik Indonesia dan negara demokratis lainnya
didunia. Diantaranya adalah adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan
ciri khas dari kearifan lokal Indonesia, Mahkamah Konstitusi yang juga berwenang
mengadili sengketa hasil pemilihan umum, bentuk negara kesatuan yang menerapkan
prinsip-prinsip federalisme seperti adanya Dewan Perwakilan Daerah, dan sistem
multipartai berbatas dimana setiap partai yang mengikuti pemilihan umum harus
memenuhi ambang batas 2.5% untuk dapat menempatkan anggotanya di Dewan
Perwakilan Rakyat maupun di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD
Kabupaten/Kota.

Pemerintahan Daerah

Indonesia dibagi-bagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota yang diatur dengan undang-undang tersendiri mengenai pembentukan
daerah tersebut.

Pemerintahan daerah terdiri dari Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah/DPRD yang merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang keduanya
merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintah daerah memiliki
kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan, pemerintah daerah juga berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintah daerah berhak menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali mengenai urusan
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, fiskal-moneter, dan agama.
Reformasi

Reformasi dalam kancah politik Indonesia telah berjalan sejak 1998[rujukan?] dan telah
menghasilkan banyak perubahan penting.

Di antaranya adalah pengurangan masa jabatan menjadi 2 kali masa bakti dengan masing-
masing masa bakti selama 5 tahun untuk presiden dan wakil presiden, serta
dilaksanakannya langkah-langkah untuk memeriksa institusi bermasalah dan keuangan
negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang fungsinya meliputi: melantik
presiden dan wakil presiden (sejak 2004 presiden dipilih langsung oleh rakyat),
menciptakan Garis Besar Haluan Negara (GBHN), mengamandemen UUD dan
mengesahkan undang-undang. MPR beranggotakan 695 orang yang meliputi seluruh
anggota DPR yang beranggotakan 560 orang ditambah 132 orang dari perwakilan daerah
yang dipilih dari masing-masing DPRD tiap-tiap provinsi serta 65 anggota yang ditunjuk
dari berbagai golongan profesi.

DPR, yang merupakan institusi legislatif, mencakup 462 anggota yang terpilih melalui
sistem perwakilan distrik maupun proporsional (campuran). Sebelum pemilu 2004, TNI
dan Polri memiliki perwakilan di DPR dan perwakilannya di MPR akan berakhir pada
tahun 2009. Perwakilan kelompok golongan di MPR telah ditiadakan pada 2004.
Dominasi militer di dalam pemerintahan daerah perlahan-lahan menghilang setelah
peraturan yang baru melarang anggota militer yang masih aktif untuk memasuki dunia
politik.

Pemerintahan daerah di Indonesia


Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi
itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-
undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan


yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Susunan dan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur,
Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi,
Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-
undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan,
pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara
pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras berdasarkan undang-undang.

Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat


khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah


Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

• Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan


DPRD Provinsi.
• Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kotaterdiri atas Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota

Pembentukan dan Penghapusan

Pembentukan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota ditetapkan dengan
undang-undang. Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau
bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah
atau lebih. Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang
bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. Penghapusan dan
penggabungan daerah beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-undang. Untuk
menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan
nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau
kabupaten/kota.

Pembagian Urusan Pemerintahan

Urusan Pemerintahan Pusat Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan


pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
Undang-undang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan yang
menjadi urusan Pemerintah Pusat meliputi:

1. politik luar negeri;


2. pertahanan;
3. keamanan;
4. yustisi;
5. moneter dan fiskal nasional; dan
6. agama.

Urusan Pemerintahan Daerah

Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas,


akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan
pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah,
yang diselenggarakan berdasarkan kriteria di atas terdiri atas urusan wajib dan urusan
pilihan.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan


urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 buah urusan. Urusan pemerintahan provinsi
yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten atau daerah
kota merupakan urusan yang berskala kabupaten atau kota meliputi 16 buah urusan.
Urusan pemerintahan kabupaten atau kota yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah,


pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan


dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut
meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras.
Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antarsusunan
pemerintahan.

Penyelenggaraan Pemerintahan

Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara


yang terdiri atas:

1. asas kepastian hukum;


2. asas tertib penyelenggara negara;
3. asas kepentingan umum;
4. asas keterbukaan;
5. asas proporsionalitas;
6. asas profesionalitas;
7. asas akuntabilitas;
8. asas efisiensi; dan
9. asas efektivitas.

Penyelenggara Pemerintahan

Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh wakil presiden, dan oleh
menteri negara.Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan
DPRD. Untuk pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi
dan DPRD provinsi. Untuk pemerintahan daerah kabupaten atau daerah kota yang terdiri
atas pemerintah daerah kabupaten atau kota dan DPRD kabupaten atau kota.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas


desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah
menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada


daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah
kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau
desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas
tertentu.

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada


Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundangundangan.

Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan
kewajiban tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan
dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola
dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud
dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada
peraturan perundang-undangan.

Pemerintah Daerah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemerintah Daerah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kepala Daerah
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah.
Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan
untuk kota adalah walikota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah,
untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk
kota disebut wakil walikota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang
dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk
memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan
memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.

Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah pusat di
wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan
memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata
pemerintahan kabupaten dan kota.Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat
sebagaimana dimaksud, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.

Perangkat Daerah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perangkat Daerah

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya
urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan
urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi
perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan;
kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan,
jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan
kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani;
sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi
perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah,
dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat
daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan
kelurahan. Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan
memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas
dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan
mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat DPRD dipimpin
oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD mempunyai tugas: (a). menyelenggarakan
administrasi kesekretariatan DPRD; (b). menyelenggarakan administrasi keuangan
DPRD; (c). mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan (d). menyediakan dan
mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya
sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah
bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Lembaga teknis
daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah
sakit umum daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah tersebut
bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada


Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani
sebagian urusan otonomi daerah. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda
berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.

Susunan

Pemerintah Daerah adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang terdiri dari
Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah.

Pemerintah Daerah dapat berupa:

• Pemerintah Daerah Provinsi (Pemprov), yang terdiri atas Gubernur dan


Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga
Teknis Daerah
• Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Pemkab/Pemkot) yang terdiri atas
Bupati/Walikota dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas
Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan.

Kepala Daerah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kepala Daerah

Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah.
Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan
untuk kota adalah walikota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah,
untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk
kota disebut wakil walikota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang
dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk
memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan
memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.

Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:

1. meninggal dunia;
2. permintaan sendiri; atau
3. diberhentikan.
Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud
karena:

1. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;


2. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap
secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
3. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;
4. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah;
5. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;
6. melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

Apabila kepala daerah berhenti dalam masa jabatannya maka kepala daerah diganti oleh
wakil kepala daerah sampai berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya
dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden.
Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah dalam masa jabatannya dan sisa
masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan, kepala daerah mengusulkan 2 (dua)
orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD berdasarkan
usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dalam hal kepala daerah dan wakil
kepala daerah berhenti atau diberhentikan secara bersamaan dalam masa jabatannya,
Rapat Paripurna DPRD memutuskan dan menugaskan KPUD untuk menyelenggarakan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah paling lambat 6 (enam) bulan terhitung
sejak ditetapkannya penjabat kepala daerah.

Wakil Pemerintah Pusat

Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di


wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan
memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata
pemerintahan kabupaten dan kota. Wakil pemerintah sebagaimana dimaksud adalah
perangkat pemerintah pusat dalam rangka dekonsentrasi.

Tugas dan wewenang Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat adalah:

1. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah


kabupaten/kota;
2. koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan
kabupaten/kota;
3. koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di
daerah provinsi dan kabupaten/kota.

Dalam kedudukannya tersebut, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.


Perangkat Daerah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perangkat Daerah

Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah,
dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat
daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan
kelurahan.

Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris Daerah diangkat dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Sekretaris Daerah Provinsi diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur
atas usul Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris
Daerah karena kedudukannya sebagai pembina pengawai negeri sipil di daerahnya.

Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD Provinsi diangkat
dan diberhentikan oleh Gubernur dengan persetujuan DPRD Provinsi. Sekretaris DPRD
Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota dengan persetujuan
DPRD Kabupaten/Kota.

Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas daerah dipimpin oleh
kepala dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah dari pegawai negeri
sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.

Lembaga Teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan,
kantor, atau rumah sakit umum daerah. Badan, kantor atau rumah sakit umum daerah
sebagaimana dimaksud dipimpin oleh kepala badan, kepala kantor, atau kepala rumah
sakit umum daerah yang diangkat oleh kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang
memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.

Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan Perda Kabupaten/Kota yang


berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh seorang camat yang
dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau
walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Camat diangkat oleh
Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang
menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda Kabupaten/Kota yang


berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh seorang lurah yang
dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota. Lurah
diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai
pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Kepegawaian Daerah

Pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah dalam satu
kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. Manajemen
pegawai negeri sipil daerah tersebut meliputi penetapan formasi, pengadaan,
pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan,
kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan
pengendalian jumlah.

Tugas dan Wewenang

Pemerintah daerah bersama-sama DPRD mengatur (regelling) urusan pemerintahan


daerah yang menjadi kewenangannya. Pemerintah daerah mengurus (bestuur) urusan
pemerintahan daerah yang menjadi kewenangannya. Pemerintah daerah wajib
menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan
Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.

Pada saat pemilihan kepala daerah pemerintah daerah memberikan kesempatan yang
sama kepada pasangan calon untuk menggunakan fasilitas umum. KPUD berkoordinasi
dengan pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk
keperluan kampanye.

Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah,


pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan
masyarakat untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah
dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari
Menteri Keuangan atas nama Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri
Dalam Negeri. Perjanjian penerusan pinjaman tersebut dilakukan antara Menteri
Keuangan dan Kepala Daerah.

Pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk
membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah. Pemerintah daerah dalam
meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan
kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.

Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik
Pemerintah dan/atau milik swasta. Penyertaan modal tersebut dapat ditambah, dikurangi,
dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik daerah.
Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan
kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada
peraturan perundangundangan.

Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu
yang dananya tidak dapat disediakan dalam satu tahun anggaran. Pengaturan tentang dana
cadangan daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berjalan.
Pemerintah daerah mengajukan rancangan Perda tentang perubahan APBD, disertai
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.

Pemerintah daerah dapat membentuk badan pengelola pembangunan di kawasan


perdesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan perkotaan. Pemerintah
daerah mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan.

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintah_daerah_di_Indonesia"

DPRD
Artikel utama untuk bagian ini adalah: DPRD

DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan. DPRD mempunyai tugas dan wewenang. DPRD mempunyai hak: (a).
interpelasi; (b). angket; dan (c). menyatakan pendapat.

Alat kelengkapan DPRD terdiri atas: (a). pimpinan; (b). komisi; (c). panitia musyawarah;
(d). panitia anggaran; (e). Badan Kehormatan; dan (f). alat kelengkapan lain yang
diperlukan. Anggota DPRD mempunyai hak dan kewajiban. Anggota DPRD mempunyai
larangan dan dapat diganti antar waktu. Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur
dalam Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah berlaku ketentuan Undang-
Undang yang mengatur Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang
kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa
diantara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar,
artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah
berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah
Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah
untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar
kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung
bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi
masing-masing.

Pilkada
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pilkada

Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil. Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik
Indonesia yang memenuhi syarat tertentu.
Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari
50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
Apabila ketentuan tersebut tidak terpenuhi,pasangan calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai
pasangan calon terpilih.

Apabila tidak ada yang mencapai 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah,
dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang
kedua. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara
terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.

Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden
dalam sebuah sidang DPRD Provinsi. Bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil
walikota dilantik oleh Gubernur atas nama Presiden dalam sebuah sidang DPRD
Kabupaten atau Kota.

Kepegawaian Daerah

Pemerintah pusat melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah


dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional.
Manajemen pegawai negeri sipil daerah meliputi penetapan formasi, pengadaan,
pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan,
kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan
pengendalian jumlah. Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil
daerah dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada
tingkat daerah oleh Gubernur.

Perda dan Perkada


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Peraturan Daerah

Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama
DPRD. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/
kabupaten/kota dan tugas pembantuan. Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas
masing-masing daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum
dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundangundangan.


Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka
penyiapan atau pembahasan rancangan Perda. Persiapan pembentukan, pembahasan, dan
pengesahan rancangan Perda berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.

Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah. Perda disampaikan kepada
Pemerintah pusat paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Perda yang bertentangan
dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
dapat dibatalkan oleh Pemerintah pusat.

Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah
menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah. Peraturan kepala
daerah dan atau keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
umum, Perda, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan
dalam Berita Daerah. Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan
Kepala Daerah dalam Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Untuk membantu
kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja.

Perencanaan Pembangunan

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan pembangunan


daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.
Perencanaan pembangunan daerah disusun oleh pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten atau daerah kota sesuai dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah.

1. Rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJP Daerah) untuk jangka waktu
20 (dua puluh) tahun yang ditetapkan dengan Perda;
2. Rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJM Daerah) untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun yang ditetapkan dengan Perda
3. Rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari RPJM
daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dengan mengacu kepada rencana kerja
Pemerintah pusat.

Keuangan Daerah

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila


penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber
penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang yang
mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,
dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara
Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan
pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.

Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa :
kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang
diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan
hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di
daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan
mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber
pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya Pemerintah
menerapkan prinsip uang mengikuti fungsi.

Di dalam Undang-Undang yang mengatur Keuangan Negara, terdapat penegasan di


bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara
adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan
keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota
selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili
pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu


bahwa Kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) adalah pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah dan bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dalam melaksanakan kekuasaannya,
kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaan keuangan daerah kepada
para pejabat perangkat daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan
pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah.

Sumber pendapatan daerah terdiri atas:

1. pendapatan asli daerah ( PAD), yang meliputi: (a) hasil pajak daerah; (b) hasil
retribusi daerah; (c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan (d)
lain-lain PAD yang sah;
2. dana perimbangan yang meliputi: (a). Dana Bagi Hasil; (b). Dana Alokasi Umum;
dan (c). Dana Alokasi Khusus; dan
3. lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman
hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah pusat setelah
memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Pemerintah daerah dapat melakukan
penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta.
Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan
kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada
peraturan perundangundangan.

Anggaran pendapatan dan belanja daerah ( APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1
Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Kepala daerah mengajukan rancangan
Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada
DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama. Rancangan Perda provinsi tentang APBD
yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran
APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada
Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD
yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang
Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari
disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.

Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam APBD dan
dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah.
Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan
pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman
pada Peraturan Pemerintah.

Kerjasama dan Perselisihan

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerja sama
dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas
pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan. Kerja sama tersebut dapat
diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan
bersama. Dalam penyediaan pelayanan publik, daerah dapat bekerja sama dengan pihak
ketiga. Kerja sama yang membebani masyarakat dan daerah harus mendapatkan
persetujuan DPRD.

Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar


kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud.
Apabila terjadi perselisihan antarprovinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di
wilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam
Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud. Keputusan Guberneur atau Menteri Dalam
Negeri sebagaimana dimaksud bersifat final.

Kawasan Perkotaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: kota

Kawasan perkotaan dapat berbentuk :

1. Kota sebagai daerah otonom yang dikelola oleh pemerintah kota;


2. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan yang dikelola oleh daerah
atau lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada pemerintah
kabupaten.;
3. bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri
perkotaan yang dikelola bersama oleh daerah terkait.

Dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan,


pemerintah daerah mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat.

Desa atau nama lain


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Desa
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Nagari
Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari
pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa. Pembentukan, penghapusan, dan/atau
penggabungan Desa dengan memperhatikan asal usulnya atas prakarsa masyarakat.
Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah
mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada
desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari
Pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu.
Sedang terhadap desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif
seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun
karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka
otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti
perkembangan dari desa itu sendiri.

Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Desa yang dimaksud dalam
ketentuan ini termasuk antara lain Nagari di Sumatera Barat, Gampong di provinsi NAD,
Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan dan Papua, Negeri di
Maluku. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Yang
dimaksud dengan Perangkat Desa lainnya dalam ketentuan ini adalah perangkat
pembantu Kepala Desa yang terdiri dari Sekretariat Desa, pelaksana teknis lapangan
seperti kepala urusan, dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan
lain.

Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Republik
Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang
berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Calon kepala desa yang memperoleh suara
terbanyak dalam pemilihan kepala desa sebagaimana dimaksud, ditetapkan sebagai
kepala desa. Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali
hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Masa jabatan kepala desa dalam
ketentuan ini dapat dikecualikan bagi kesatuan masyarakat hukum adat yang
keberadaannya masih hidup dan diakui yang ditetapkan dengan Perda.

Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala


desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Di desa dapat dibentuk lembaga
kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada
peraturan perundangundangan. Yang dimaksud dengan lembaga kemasyarakatan desa
dalam ketentuan ini seperti: Rukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, karang taruna,
lembaga pemberdayaan masyarakat.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:

1. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa;


2. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan
pengaturannya kepada desa;
3. tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota;
4. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-perundangan
diserahkan kepada desa.

Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Desa dapat mendirikan badan
usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Desa dapat mengadakan
kerja sama untuk kepentingan desa yang diatur dengan keputusan bersama dan
dilaporkan kepada Bupati/Walikota melalui camat.

Pembinaan dan Pengawasan

Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan


untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Pembinaan atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah dan atau Gubernur
selaku Wakil Pemerintah di Daerah. Koordinasi pembinaan dilaksanakan secara berkala
pada tingkat nasional, regional, atau provinsi.

Pembinaan tersebut meliputi

1. koordinasi pemerintahan antarsusunan pemerintahan;


2. pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;
3. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan
pemerintahan;
4. pendidikan dan pelatihan; dan
5. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan
urusan pemerintahan.

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang


ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi:

1. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah;


2. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

Pemerintah memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.


Sanksi diberikan oleh Pemerintah dalam rangka pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan daerah apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh
penyelenggara pemerintahan daerah tersebut. Sanksi dimaksud antara lain dapat berupa
penataan kembali suatu daerah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat, penangguhan
dan pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah baik peraturan daerah, keputusan
kepala daerah, dan ketentuan lain yang ditetapkan daerah serta dapat memberikan sanksi
pidana yang diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut secara
nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh
Gubernur. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa
dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota.

Pertimbangan Otonomi

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, Presiden dapat membentuk suatu


dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi
daerah. Dewan ini dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri yang susunan organisasi
keanggotaan dan tata laksananya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Dewan
tersebut bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden antara lain
mengenai rancangan kebijakan:

1. pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah serta pembentukan


kawasan khusus;
2. perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah,

Ketentuan Lain-lain

Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur
dengan Undang-Undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam
undang-undang lain. Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Papua termasuk
provinsi hasil pemekarannya, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sepanjang tidak
diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersendiri.

Yang dimaksud dengan Undang-Undang tersendiri adalah Undang-Undang Nomor 29


Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN Tahun 2007 Nomor 93; TLN 4744);
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi
Daerah Istimewa Aceh (LN Tahun 1999 Nomor 172; TLN 3893) dan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN Tahun 2006 Nomor 62; TLN
4633); dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua (LN Tahun 2001 Nomor 135; TLN 4151). Karena Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta belum memiliki Undang-Undang tersendiri, maka keistimewaan
untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan
pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta didasarkan pada Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah yang


didekonsentrasikan, dilaksanakan oleh instansi vertikal di daerah. Instansi vertikal
tersebut jumlah, susunan dan luas wilayah kerjanya ditetapkan Pemerintah. Semua
instansi vertikal yang diserahkan dan menjadi perangkat daerah, kekayaannya dialihkan
menjadi milik daerah.

Batas daerah provinsi atau kabupaten/kota yang berbatasan dengan wilayah negara lain,
diatur berdasarkan peraturan perundang- undangan dengan memperhatikan hukum
internasional yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Pemerintah.

Anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
tidak menggunakan hak memilihnya dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah sepanjang belum diatur dalam undang-undang.

Referensi

• UUD 1945
• UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
• UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi
Daerah Istimewa Aceh
• UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua
• UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
• UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia

EKONOMI

Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan
menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan
antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang
jumlahnya terbatas. Permasalahan tersebut kemudian menyebabkan timbulnya
kelangkaan (Ingg: scarcity).
Adam Smith diakui sebagai bapak dari ilmu ekonomi

Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga,
rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis
besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga."
Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan
konsep ekonomi dan data dalam bekerja.

Secara umum, subyek dalam ekonomi dapat dibagi dengan beberapa cara, yang paling
terkenal adalah mikroekonomi vs makroekonomi. Selain itu, subyek ekonomi juga bisa
dibagi menjadi positif (deskriptif) vs normatif, mainstream vs heterodox, dan lainnya.
Ekonomi juga difungsikan sebagai ilmu terapan dalam manajemen keluarga, bisnis, dan
pemerintah. Teori ekonomi juga dapat digunakan dalam bidang-bidang selain bidang
moneter, seperti misalnya penelitian perilaku kriminal, penelitian ilmiah, kematian,
politik, kesehatan, pendidikan, keluarga dan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena pada
dasarnya ekonomi — seperti yang telah disebutkan di atas — adalah ilmu yang
mempelajari pilihan manusia. Banyak teori yang dipelajari dalam ilmu ekonomi
diantaranya adalah teori pasar bebas, teori lingkaran ekonomi, invisble hand, informatic
economy, daya tahan ekonomi, merkantilisme, briton woods, dan sebagainya.

Ada sebuah peningkatan trend untuk mengaplikasikan ide dan metode ekonomi dalam
konteks yang lebih luas. Fokus analisa ekonomi adalah "pembuatan keputusan" dalam
berbagai bidang dimana orang dihadapi pada pilihan-pilihan. misalnya bidang
pendidikan, pernikahan, kesehatan, hukum, kriminal, perang, dan agama. Gary Becker
dari University of Chicago adalah seorang perintis trend ini. Dalam artikel-artikelnya ia
menerangkan bahwa ekonomi seharusnya tidak ditegaskan melalui pokok persoalannya,
tetapi sebaiknya ditegaskan sebagai pendekatan untuk menerangkan perilaku manusia.
Pendapatnya ini kadang-kadang digambarkan sebagai ekonomi imperialis oleh beberapa
kritikus.

Banyak ahli ekonomi mainstream merasa bahwa kombinasi antara teori dengan data yang
ada sudah cukup untuk membuat kita mengerti fenomena yang ada di dunia. Ilmu
ekonomi akan mengalami perubahan besar dalam ide, konsep, dan metodenya; walaupun
menurut pendapat kritikus, kadang-kadang perubahan tersebut malah merusak konsep
yang benar sehingga tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Hal ini menimbulkan
pertanyaan "apa seharusnya dilakukan para ahli ekonomi?" The traditional Chicago
School, with its emphasis on economics being an empirical science aimed at explaining
real-world phenomena, has insisted on the powerfulness of price theory as the tool of
analysis. On the other hand, some economic theorists have formed the view that a
consistent economic theory may be useful even if at present no real world economy bears
out its prediction.

Sejarah perkembangan ilmu ekonomi

Adam Smith sering disebut sebagai yang pertama mengembangkan ilmu ekonomi pada
abad 18 sebagai satu cabang tersendiri dalam ilmu pengetahuan. Melalui karya besarnya
Wealth of Nations, Smith mencoba mencari tahu sejarah perkembangan negara-negara di
Eropa. Sebagai seorang ekonom, Smith tidak melupakan akar moralitasnya terutama yang
tertuang dalam The Theory of Moral Sentiments. Perkembangan sejarah pemikiran
ekonomi kemudian berlanjut dengan menghasilkan tokoh-tokoh seperti Alfred Marshall,
J.M. Keynes, Karl Marx, hingga peraih hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 2006,
Edmund Phelps.

Secara garis besar, perkembangan aliran pemikiran dalam ilmu ekonomi diawali oleh apa
yang disebut sebagai aliran klasik. Aliran yang terutama dipelopori oleh Adam Smith ini
menekankan adanya invisible hand dalam mengatur pembagian sumber daya, dan oleh
karenanya peran pemerintah menjadi sangat dibatasi karena akan mengganggu proses ini.
Konsep invisble hand ini kemudian direpresentasikan sebagai mekanisme pasar melalui
harga sebagai instrumen utamanya.

Aliran klasik mengalami kegagalannya setelah terjadi Depresi Besar tahun 1930-an yang
menunjukkan bahwa pasar tidak mampu bereaksi terhadap gejolak di pasar saham.
Sebagai penanding aliran klasik, Keynes mengajukan teori dalam bukunya General
Theory of Employment, Interest, and Money yang menyatakan bahwa pasar tidak selalu
mampu menciptakan keseimbangan, dan karena itu intervensi pemerintah harus
dilakukan agar distribusi sumber daya mencapai sasarannya. Dua aliran ini kemudian
saling "bertarung" dalam dunia ilmu ekonomi dan menghasilkan banyak varian dari
keduanya seperti: new classical, neo klasik, new keynesian, monetarist, dan lain
sebagainya.

Namun perkembangan dalam pemikiran ini juga berkembang ke arah lain, seperti teori
pertentangan kelas dari Karl Marx dan Friedrich Engels, serta aliran institusional yang
pertama dikembangkan oleh Thorstein Veblen dkk dan kemudian oleh peraih nobel
Douglass C. North

Metodologi

Sering disebut sebagai The queen of social sciences, ilmu ekonomi telah mengembangkan
serangkaian metode kuantitatif untuk menganalisis fenomena ekonomi. Jan Tinbergen
pada masa setelah Perang Dunia II merupakan salah satu pelopor utama ilmu ekonometri,
yang mengkombinasikan matematika, statistik, dan teori ekonomi. Kubu lain dari metode
kuantitatif dalam ilmu ekonomi adalah model General equilibrium (keseimbangan
umum), yang menggunakan konsep aliran uang dalam masyarakat, dari satu agen
ekonomi ke agen yang lain. Dua metode kuantitatif ini kemudian berkembang pesat
hingga hampir semua makalah ekonomi sekarang menggunakan salah satu dari keduanya
dalam analisisnya. Di lain pihak, metode kualitatif juga sama berkembangnya terutama
didorong oleh keterbatasan metode kuantitatif dalam menjelaskan perilaku agen yang
berubah-ubah.

Sejarah teori ekonomi


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sejarah Perkembangan Teori Ekonomi adalah suatu pemikiran kapitalisme yang


terlebih dahulu yang harus dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi
dari era Yunani kuno sampai era sekarang. Aristoteles adalah yang pertama kali
memikirkan tentang transaksi ekonomi dan membedakan diantaranya antara yang bersifat
"natural" atau "unnatural". Transaksi natural terkait dengan pemuasan kebutuhan dan
pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya oleh tujuan yang dikehendakinya.
Transaksi un-natural bertujuan pada pengumpulan kekayaan yang secara potensial tak
terbatas. Dia menjelaskan bahwa kekayaan unnatural tak berbatas karena dia menjadi
akhir dari dirinya sendiri ketimbang sebagai sarana menuju akhir yang lain yaitu
pemenuhan kebutuhan. Contoh dati transaksi ini disebutkan adalah perdagangan moneter
dan retail yang dia ejek sebagai "unnatural" dan bahkan tidak bermoral. Pandangannya ini
kelak akan banyak dipuji oleh para penulis Kristen di Abad Pertengahan.

Aristotles juga membela kepemilikan pribadi yang menurutnya akan dapat memberi
peluang seseorang untuk melakukan kebajikan dan memberikan derma dan cinta sesama
yang merupakan bagian dari “jalan emas” dan “kehidupan yang baik ala Aristotles.

Chanakya (c. 350-275 BC) adalah tokoh berikutnya. Dia sering mendapat julukan sebagai
Indian Machiavelli. Dia adalah professor ilmu politik pada Takshashila University dari
India kuno dan kemudian menjadi Prime Minister dari kerajaan Mauryan yang dipimpin
oleh Chandragupta Maurya. Dia menulis karya yang berjudul Arthashastra (Ilmu
mendapatkan materi) yang dapat dianggap sebagai pendahulu dari Machiavelli's The
Prince. Banyak masalah yang dibahas dalam karya itu masih relevan sampai sekarang,
termasuk diskusi tentang bagaiamana konsep manajemen yang efisien dan solid, dan juga
masalah etika di bidang ekonomi. Chanakya juga berfokus pada isu kesejahteraan seperti
redistribusi kekayaan pada kaum papa dan etika kolektif yang dapat mengikat
kebersamaan masyarakat.

Tokoh pemikir Islam juga memberikan sumbangsih pada pemahaman di bidang ekonomi.
ibn Khaldun dari Tunis (1332–1406) menulis masalah teori ekonomi dan politik dalam
karyanya Prolegomena, menunjukkan bagaimana kepadatan populasi adalah terkait
dengan pembagian tenaga kerja yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang
sebaliknya mengakibatkan pada penambahan populasi dalam sebuah lingkaran. Dia juga
memperkenalkan konsep yang biasa disebut dengan Khaldun-Laffer Curve (keterkaitan
antara tingkat pajak dan pendapatan pajak dalam kurva berbentuk huruf U).

Perintis pemikiran barat di bidang ekonomi terkait dengan debat scholastic theological
selama Middle Ages. Masalah yang penting adalah tentang penentuan harga barang.
Penganut Katolik dan Protestan terlibat dalam perdebatan tentang apa itu yang disebut
“harga yang adil” di dalam ekonomi pasar. Kaum skolastik Spanyol di abad 16
mengatakan bahwa harga yang adil tak lain adalah harga pasar umum dan mereka
umumnya mendukung filsafat laissez faire.

Selanjutnya pada era Reformation pada 16th century, ide tentang perdagangan bebas
muncul yang kemudian diadopsi secara hukum oleh Hugo de Groot atau Grotius.
Kebijakan ekonomi di Europe selama akhir Middle Ages dan awal Renaissance adalah
memberlakukan aktivitas ekonomi sebagai barang yang ditarik pajak untuk para
bangsawan dan gereja. Pertukaran ekonomi diatur dengan hukum feudal seperti hak
untuk mengumpulkan pajak jalan begitu juga pengaturan asosiasi pekerja (guild) dan
pengaturan religious dalam masalah penyewaan. Kebijakan ekonomi seperti itu didesain
untuk mendorong perdagangan pada wilayah tertentu. Karena pentingnya kedudukan
sosial, aturan-aturan terkait kemewahan dijalankan, pengaturan pakaian dan perumahan
meliputi gaya yang diperbolehkan, material yang digunakan dan frekuensi pembelian
bagi masing-masing kelas yang berbeda.

Niccolò Machiavelli dalam karyanya The Prince adalah penulis pertama yang menyusun
teori kebijakan ekonomi dalam bentuk nasihat. Dia melakukannya dengan menyatakan
bahwa para bangsawan dan republik harus membatasi pengeluarannya, dan mencegah
penjarahan oleh kaum yang punya maupun oleh kaum kebanyakan. Dengan cara itu maka
negara akan dilihat sebagai “murah hati” karena tidak menjadi beban berat bagi
warganya. Selama masa Early Modern period, mercantilists hampir dapat merumuskan
suatu teori ekonomi tersendiri. Perbedaan ini tercermin dari munculnya negara bangsa di
kawasan Eropa Barat yang menekankan pada balance of payments.

Tahap ini kerapkali disebut sebagai tahap paling awal dari perkembangan modern
capitalism yang berlangsung pada periode antara abad 16th dan 18th, kerap disebut
sebagai merchant capitalism dan mercantilism. Babakan ini terkait dengan geographic
discoveries oleh merchant overseas traders, terutama dari England dan Low Countries;
European colonization of the Americas; dan pertumbuhan yang cepat dari perdagangan
luar negeri. Hal ini memunculkan kelas bourgeoisie dan menenggelamkan feudal system
yang sebelumnya.

Merkantilisme adalah sebuah sistem perdagangan untuk profit, meskipun produksi masih
dikerjakan dengan non-capitalist production methods. Karl Polanyi berpendapat bahwa
capitalism belum muncul sampai berdirinya free trade di Britain pada 1830s.

Di bawah merkantilisme, European merchants, diperkuat oleh sistem kontrol dari negara,
subsidies, and monopolies, menghasilkan kebanyakan profits dari jual-beli bermacam
barang. Dibawah mercantilism, guilds adalah pengatur utama dari ekonomi. Dalam
kalimat Francis Bacon, tujuan dari mercantilism adalah :

"the opening and well-balancing of trade; the cherishing of manufacturers; the banishing
of idleness; the repressing of waste and excess by sumptuary laws; the improvement and
husbanding of the soil; the regulation of prices…"

Diantara berbagai mercantilist theory salah satunya adalah bullionism, doktrin yang
menekankan pada pentingnya akumulasi precious metals. Mercantilists berpendapat
bahwa negara seharusnya mengekspor barang lebih banyak dibandingkan jumlah yang
diimport sehingga luar negeri akan membayar selisihnya dalam bentuk precious metals.
Mercantilists juga berpendapat bahwa bahan mentah yang tidak dapat ditambang dari
dalam negeri maka harus diimport, dan mempromosikan subsidi, seperti penjaminan
monopoli protective tariffs, untuk meningkatkan produksi dalam negeri dari
manufactured goods.

Para perintis mercantilism menekankan pentingnya kekuatan negara dan penaklukan luar
negeri sebagai kebijakan utama dari economic policy. Jika sebuah negara tidak
mempunyai supply dari bahan mentahnnya maka mereka harus mendapatkan koloni
darimana mereka dapat mengambil bahan mentah yang dibutuhkan. Koloni berperan
bukan hanya sebagai penyedia bahan mentah tapi juga sebagai pasar bagi barang jadi.
Agar tidak terjadi suatu kompetisi maka koloni harus dicegah untuk melaksanakan
produksi dan berdagang dengan pihak asing lainnya.

Selama the Enlightenment, physiocrats Perancis adalah yang pertama kali memahami
ekonomi berdiri sendiri. Salah satu tokoh yang terpenting adalah Francois Quesnay.
Diagram ciptaannya yang terkenal, tableau economique, oleh kawan-kawannya dianggap
sebagai salah satu temuan ekonomi terbesar setelah tulisan dan uang. Diagram zig-zag ini
dipuji sebagai rintisan awal bagi pengembangan banyak tabel dalam ekonomi modern,
ekonometrik, multiplier Keynes, analisis input-output, diagram aliran sirkular dan model
keseimbangan umum Walras.

Tokoh lain dalam periode ini adalah Richard Cantillon, Jaques Turgot, dan Etienne
Bonnot de Condillac. Richard Cantillon (1680-1734) oleh beberapa sejarawan ekonomi
dianggap sebagai bapak ekonomi yang sebenarnya. Bukunya Essay on the Naturof
Commerce ini General (1755, terbit setelah dia wafat) menekankan pada mekanisme
otomatis dalam pasar yakni penawaran dan permintaan, peran vital dari kewirausahaan,
dan analisis inflasi moneter “pra-Austrian” yang canggih yakni tentang bagaimana inflasi
bukan hanya menaikkan harga tetapi juga mengubah pola pengeluaran.

Jaques Turgot (1727-81) adalah pendukung laissez faire, pernah menjadi menteri
keuangan dalam pemerintahan Louis XVI dan membubarkan serikat kerja (guild),
menghapus semua larangan perdagangan gandum dan mempertahankan anggaran
berimbang. Dia terkenal dekat dengan raja meskipun akhirnya dipecat pada 1776.
Karyanya Reflection on the Formation and Distribution of Wealth menunjukkan
pemahaman yang mendalam tentang perekonomian. Sebagai seorang physiocrats, Turgot
membela pertanian sebagai sektor paling produktif dalam ekonomi. Karyanya yang
terang ini memberikan pemahaman yang baik tentang preferensi waktu, kapital dan suku
bunga, dan peran enterpreneur-kapitalis dalam ekonomi kompetetitif.

Etienne Bonnot de Condillac (1714-80) adalah orang yang membela Turgot di saat-saat
sulit tahun 1775 ketika dia menghadapi kerusuhan pangan saat menjabat sebagai menteri
keuangan. Codillac juga merupakan seorang pendukung perdagangan bebas. Karyanya
Commerce and Government (terbit sebulan sebelum The Wealth of Nation, 1776)
mencakup gagasan ekonomi yang sangat maju. Dia mengakui manufaktur sebagai sektor
produktif, perdagangan sebagai representasi nilai yang tak seimbang dimana kedua belah
pihak bisa mendapat keuntungan, dan mengakui bahwa harga ditentukan oelh nilai guna,
bukan nilai kerja.

Tokoh lainnya, Anders Chydenius (1729–1803) menulis buku The National Gain pada
1765 yang menerangkan ide tentang kemerdekaan dalam perdagangan dan industri dan
menyelidiki hubungan antara ekonomi dan masyarakat dan meletakkan dasar liberalism,
sebelas tahun sebelum Adam Smith menulis hal yang sama namun lebih komprehensif
dalamThe Wealth of Nations. Menurut Chydenius, democracy, kesetaraan dan
penghormatan pada hak asasi manusia adalah jalan satu-satunya untuk kemajuan dan
kebahagiaan bagi seluruh anggota masyarakat.

Mercantilism mulai menurun di Great Britain pada pertengahan 18th, ketika sekelompok
economic theorists, dipimpin oleh Adam Smith, menantang dasar-dasar mercantilist
doctrines yang berkeyakinan bahwa jumlah keseluruhan dari kekayaan dunia ini adalah
tetap sehingga suatu negara hanya dapat meningkatkan kekayaannya dari pengeluaran
negara lainnya. Meskipun begitu, di negara-negara yang baru berkembang seperti Prussia
dan Russia, dengan pertumbuhan manufacturing yang masih baru, mercantilism masih
berlanjut sebagai paham utama meskipun negara-negara lain sudah beralih ke paham
yang lebih baru.

Pemikiran ekonomi modern biasanya dinyatakan dimulai dari terbitnya Adam Smith's
The Wealth of Nations, pada 1776, walaupun pemikir lainnya yang lebih dulu juga
memberikan kontribusi yang tidak sedikit. Ide utama yang diajukan oleh Smith adalah
kompetisi antara berbagai penyedia barang dan pembeli akan menghasilkan kemungkinan
terbaik dalam distribusi barang dan jasa karena hal itu akan mendorong setiap orang
untuk melakukan spesialisasi dan peningkatan modalnya sehingga akan menghasilkan
nilai lebih dengan tenaga kerja yang tetap. Smith's thesis berkeyakinan bahwa sebuah
sistem besar akan mengatur dirinya sendiri dengan menjalankan aktivits-aktivitas
masing-masing bagiannya sendiri-sendiri tanpa harus mendapatkan arahan tertentu. Hal
ini yang biasa disebut sebagai "invisible hand" dan masih menjadi pusat gagasan dari
ekonomi pasar dan capitalism itu sendiri.

Smith adalah salah satu tokoh dalam era Classical Economics dengan kontributor utama
John Stuart Mill and David Ricardo. John Stuart Mill, pada awal hingga pertengahan
abad 19th, berfokus pada "wealth" yang didefinisikannya secara khusus dalam kaitannya
dengan nilai tukar obyek atau yang sekarang disebut dengan price.

Pertengahan abad 18th menunjukkan peningkatan pada industrial capitalism, memberi


kemungkinan bagi akumulasi modal yang luas di bawah fase perdagangan dan investasi
pada mesin-mesin produksi. Industrial capitalism, yang dicatat oleh Marx mulai dari
pertigaan akhir abad 18th, menandai perkembangan dari the factory system of
manufacturing, dengan ciri utama complex division of labor dan routinization of work
tasks; dan akhirnya memantapkan dominasi global dari capitalist mode of production.

Hasil dari proses tersebut adalah Industrial Revolution, dimana industrialist


menggantikan posisi penting dari merchant dalam capitalist system dan mengakibatkan
penurunan traditional handicraft skills dari artisans, guilds, dan journeymen. Juga selam
masa ini, capitalism menandai perubahan hubungan antara British landowning gentry dan
peasants, meningkatkan produksi dari cash crops untuk pasar lebih daripada yang
digunakan untuk feudal manor. Surplus ini dihasilkan dengan peningkatan commercial
agriculture sehingga mendorong peningkatan mechanization of agriculture.

Peningakatan industrial capitalism juga terkait dengan penurunan mercantilism.


Pertengahan hingga akhir abad sembilan belas Britain dianggap sebagai contoh klasik
dari laissez-faire capitalism. Laissez-faire mendapatkan momentum oleh mercantilism di
Britain pada 1840s dengan persetujuan Corn Laws dan Navigation Acts. Sejalan dengan
ajaran classical political economists, dipimpin oleh Adam Smith dan David Ricardo,
Britain memunculkan liberalism, mendorong kompetisi dan perkembangan market
economy.

Pada abad 19th, Karl Marx menggabungkan berbagai aliran pemikiran meliputi distribusi
sosial dari sumber daya, mencakup karya Adam Smith, juga pemikiran socialism dan
egalitarianism, dengan menggunakan pendekatan sistematis pada logika yang diambil
dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel untuk menghasilkan Das Kapital. Ajarannya banyak
dianut oleh mereka yang mengkritik ekonomi pasar selama abad 19th dan 20th. Ekonomi
Marxist berlandaskan pada labor theory of value yang dasarnya ditanamkan oleh classical
economists (termasuk Adam Smith) dan kemudian dikembangkan oleh Marx. Pemikiran
Marxist beranggapan bahwa capitalism adalah berlandaskan pada exploitation kelas
pekerja: pendapatan yang diterima mereka selalu lebih rendah dari nilai pekerjaan yang
dihasilkannya, dan selisih itu diambil oleh capitalist dalam bentuk profit.

Pada akhir abad 19th, kontrol dan arah dari industri skala besar berada di tangan
financiers. Masa ini biasa disebut sebagai "finance capitalism," dicirikan dengan
subordination proses produksi ke dalam accumulation of money profits dalam financial
system. Penampakan utama capitalism pada masa ini mencakup establishment of huge
industrial cartels atau monopolies; kepemilikan dan management dari industry oleh
financiers berpisah dari production process; dan pertumbuhan dari complex system
banking, sebuah equity market, dan corporate memegang capital melalui kepemilikan
stock. Tampak meningkat juga industri besar dan tanah menjadi subject of profit dan loss
oleh financial speculators. Akhir abad 19th juga muncul "marginal revolution" yang
meningkatkan dasar pemahaman ekonomi mencakup konsep-konsep seperti marginalism
dan opportunity cost. Lebih lanjut, Carl Menger menyebarkan gagasan tentang kerangka
kerja ekonomi sebagai opportunity cost dari keputusan yang dibuat pada margins of
economic activity.

Akhir 19th dan awal 20th capitalism juga disebutkan segagai era "monopoly capitalism,"
ditandai oleh pergerakan dari laissez-faire phase of capitalism menjadi the concentration
of capital hingga mencapai large monopolistic atau oligopolistic holdings oleh banks and
financiers, dan dicirikan oleh pertumbuhan corporations dan pembagian labor terpisah
dari shareholders, owners, dan managers.

Perkembangan selanjutnya ekonomi menjadi lebih bersifat statistical, dan studi tentang
econometrics menjadi penting. Statistik memperlakukan price, unemployment, money
supply dan variabel lainnya serta perbandingan antar variabel-variabel ini, menjadi
sentral dari penulisan ekonomi dan menjadi bahan diskusi utama dalam lapangan
ekonomi. Pada quarter terakhir abad 19th, kemunculan dari large industrial trusts
mendorong legislation di U.S. untuk mengurangi monopolistic tendencies dari masa ini.
Secara berangsur-angsur, U.S. federal government memainkan peranan yang lebih besar
dalam menghasilkan antitrust laws dan regulation of industrial standards untuk key
industries of special public concern. Pada akhir abad 19th, economic depressions dan
boom and bust business cycles menjadi masalah yang tak terselesaikan. Long Depression
dari 1870s dan 1880s dan Great Depression dari 1930s berakibat pada nyaris keseluruhan
capitalist world, dan menghasilkan pembahasan tentang prospek jangka panjang
capitalism. Selama masa 1930s, Marxist commentators seringkali meyakinkan
kemungkinan penurunan atau kegagalan capitalism, dengan merujuk pada kemampuan
Soviet Union untuk menghindari akibat dari global depression.

Macroeconomics mulai dipisahkan dari microeconomics oleh John Maynard Keynes


pada 1920s, dan menjadi kesepakatan bersama pada 1930s oleh Keynes dan lainnya,
terutama John Hicks. Mereka mendapat ketenaran karena gagasannya dalam mengatasi
Great Depression. Keynes adalah tokoh penting dalam gagasan pentingnya keberadaaan
central banking dan campur tangan pemerintah dalam hubungan ekonomi. Karyanya
"General Theory of Employment, Interest and Money" menyampaikan kritik terhadap
ekonomi klasik dan juga mengusulkan metode untuk management of aggregate demand.
Pada masa sesudah global depression pada 1930s, negara memainkan peranan yang
penting pada capitalistic system di hampir sebagian besar kawasan dunia. Pada 1929,
sebagai contoh, total pengeluaran U.S. government (federal, state, and local) berjumlah
kurang dari sepersepuluh dari GNP; pada 1970s mereka berjumlah mencapai sepertiga.
Peningkatan yang sama tampak pada industrialized capitalist economies, sepreti France
misalnya, telah mencapai ratios of government expenditures dari GNP yang lebih tinggi
dibandingkan United States. Sistem economies ini seringkali disebut dengan "mixed
economies."

Selama periode postwar boom, penampakan yang luasa dari new analytical tools dalam
social sciences dikembangkan untuk menjelaskan social dan economic trends dari masa
ini, mencakup konsep post-industrial society dan welfare statism. Phase dari capitalism
sejak awal masa postwar hingga 1970s memiliki sesuatu yang kerap disebut sebagai
“state capitalism”, terutama oleh Marxian thinkers.

Banyak economists menggunakan kombinasi dari Neoclassical microeconomics dan


Keynesian macroeconomics. Kombinasi ini, yang sering disebut sebagai Neoclassical
synthesis, dominan pada pengajaran dan kebijakan publik pada masa sesudah World War
II hingga akhir 1970s. pemikiran neoclassical mendapat bantahan dari monetarism,
dibentuk pada akhir 1940s dan awal 1950s oleh Milton Friedman yang dikaitkan dengan
University of Chicago dan juga supply-side economics.

Pada akhir abad 20th terdapat pergeseran wilayah kajian dari yang semula berbasis price
menjadi berbasis risk, keberadaan pelaku ekonomi yang tidak sempurna dan perlakuan
terhadap ekonomi seperti biological science, lebih menyerupai norma evolutionary
dibandingkan pertukaran yang abstract. Pemahaman akan risk menjadi signifikan
dipandang sebagai variasi price over time yang ternyata lebih penting dibanding actual
price. Hal ini berlaku pada financial economics dimana risk-return tradeoffs menjadi
keputusan penting yang harus dibuat.

Masa postwar boom yang lama berakhir pada 1970s dengan adanya economic crises
experienced mengikuti 1973 oil crisis. “stagflation” dari 1970s mendorong banyak
economic commentators politicians untuk memunculkan neoliberal policy diilhami oleh
laissez-faire capitalism dan classical liberalism dari abad 19th, terutama dalam pengaruh
Friedrich Hayek dan Milton Friedman. Terutama, monetarism, sebuah theoretical
alternative dari Keynesianism yang lebih compatible dengan laissez-faire, mendapat
dukungan yang meningkat increasing dalam capitalist world, terutama dibawah
kepemimpinan Ronald Reagan di U.S. dan Margaret Thatcher di UK pada 1980s.

Area perkembangan yang paling pesat kemudian adalah studi tentang informasi dan
keputusan. Contoh pemikiran ini seperti yang dikemukakan oleh Joseph Stiglitz.
Masalah-masalah ketidakseimbangan informasi dan kejahatan moral dibahas disini
seperti karena mempengaruhi modern economic dan menghasilkan dilema-dilema seperti
executive stock options, insurance markets, dan Third-World debt relief.

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_teori_ekonomi"


Penulis :KEVIN P. CLEMENTS

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE
MicrosoftInternetExplorer4 <![endif]--><!--[if gte mso 9]> <![endif]-->Buku ini
membahas perdebatan teori-teori pembangunan antara teori-toeri Neo klasik,
strukturalis dan teori-teori ketergantungan, dimana antara teori pembangunan
Marxis dan Neo Marxis memberikan penjelasan teoritis yang paling baik tentang
pembangunan dan keterbelakangan di tingkat nasional dan internasional. Namun
karena teori-teori ini radikal, mereka tidak menawarkan banyak pemecahan yang
spesifik bagi masalah sehari-hari yang dihadapi oleh para pembuat keputusan,
sehingga terciptalah ruang kosong teoritis yang cenderung diisi dengan teori
yang cenderung diisi dengan teori yang lebih konservatif dan tak memadai.para
pembuat keputusan yang menerapkan teori-teori konservatif sebagi pemandu
seiring menampilkan keputusan mereka dengan retorika yang lebih radikal.
Akibatnya terciptalah tindakan yang menyesatkan. Penerapan teori-teori
moneteris/neo klasik yang konservatif atau teori strukturalis yang nasionalis
borjuis cenderung memperlebar jurang antara yang kaya dan yang miskin. Jadi,
hal tersebut malah menciptakan masalah baru yang dilematis, bukan
menyelesaikan permasalahan.

Saya akan menjelaskan buku ini secara per bab gar lebih mudah kita memahaminya.

BAB I

Teori Pertumbuhan Neo Klasik


Teori-teori dari pertumbuhan Neo Klasik menitik beratkan pada pasar bebas sebagai
syarat mutlak untuk mencapai kesejahteraan. Mengacu pada pendapat M. Friedman yang
mewakili ujung ekstrem dalam kubu Neo Klasik, penulis-penulis lain seperti J.R Hicks,
P. samuelson, H.G. Johnson, dalam karya-karya mereka yang diakui secara luas juga
menyakini keunggulan-keunggulan sosial dan ekonomi sistem kapitalis yang
membenarkan pemilikan sumber alam oleh swasta dan alokasinya melalui pasar bebas.
Semua tokoh ini menyebut diri mereka sebagi “intervensionis yang enggan” di pasar dan
akan melakukannya hanya agar pasar bekerja seefisien mungkin.

Karena hampir semua pembuat keputusan ekonomi dalam sistem ekonomi yang yang
kapitalis berbuat menurut asumsi-asumsi kompetitif pasar bebas, maka tidaklah
mengherankan jika teori-teori neo klasik terus-menerus dengan kuat mempengaruhi
kebijaksanaan ekonomi baik negara maju maupun berkembang. Prinsip kunci pandangan
neo klasik tentang pembangunan adalah, memaksimalkan keuntungan bagi konsumen dan
produsen secara individual, keuntungan bersama yang bisa diperoleh dari perdaganngan
internasional, serta pencapaian kemajuan ekonomi dan sosial dengan cara mengejar
kepentingan pribadi yang senantiasa dicerahkan.

Beberapa akibat politik dan konsekuensi dari ideologi pembangunan ini :

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Campur tangan negara dalam


kegiatan ekonomi menjadi sangat kecil.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Menurut pandangan neo klasik


yang ideal, intervensi negara hanya diperbolehkan untuk menyingkirkan
distorsi harga.

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Adalah tidak rasional jika


pemerintah mendukung industri yang tidak efisien yang dalam persaingan
“normal” seharusnya telah mati.

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Cenderung menyetujui


pengendalian militansi serikat buruh, sehingga kaum buruh menjadi
komponen produksi yang sangat murah.

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Dalam konteks perdagangan


internasional, sejalan dengan keuntungan komparatif, teoritisi neo klasik
menyerukan diberlakukannya perdagangan bebas, meniadakan tarif dan
hambatan-hambatan perdagangan yang bersifat melindungi.

BAB II

Model Strukturalis
Model pembangunan strukturalis pada awalnya muncul sebagai tantangan terhadap
“kebijaksanaan konvensional” model monoteris neo klasik, karena jelas bahwa model
konservatif yang mengemuka ini tidak menjelaskan ketidakmampuan negara-negara
Amerika Latin berkembang sendiri. (penting juga diketahui bahwa gagasan strukturalis
yang diformulasikan di negara-negara pinggiran dan mendominasi ECLA dari awal tahun
1950-an baru diterima oleh kalangan akademik barat pada awal tahun 1960-an).

Presbich dan “kaum strukturalis” lainnya memusatkan perhatian pada berbagai ragam
hambatan “struktural” yang menghambat pertumbuhan negara-negara Amerika Latin.

Berbeda dengan neo klasik yang mengecilkan dampak negatif faktor-faktor eksternal dan
menekankan segi positif dari perdagangan internasional. Strukturalis sejak awal telah
pesimis menanggapi keuntungan yang mengalir dari perdagangan bebas yang dinyatakan
oleh neo klasik. Teoritisisi srukturalis menekankan pemecahan masalah pada tingkat
lokal masing-masing negara.
Bagi sebagian besar teoritisi strukturalis, ketergantungan pada negara luar merupakan
hambatan yang sampai pada tingkat tertentu, bisa diatasi dengan usaha masing-masing
tingkat tertentu, bisa diatasi dengan usaha masing-masing negara melalui penerapan
teknologi modern. Strukturalis cenderung menggunakan pandangan tentang pembanguan
yang stagnasionis untuk menjelaskan keprihatinan mereka mengindentifikasikan
hambatan-hambatan struktural yang menghambat “faktor-faktor dinamis : atau kekuatan-
kekuatan yang mampu mentransformasikan negara-negara tertentu. Dibandingkan dengan
teori neo klasik, teori strukturalis lebih konsisten pada ekonomi politik tradisional. Selain
menuntut redistribusi pendapatan, dan berharap bahwa strategi ini akan mengurangi
ketidakpuasan dan menyalurkan energi ke usaha-usaha yang lebih produktif, teori
strukturalis masih melihat perubahan dan pembangunan yang terjadi dalam kerangka
konseptual kapitalisme yang longgar. Oleh karena itu, teori strukturalis melihat struktur
sosial yng menghambat pembangunan sebagi konsekuensi cara kerja sistem ekonomi
yang cacat dan bukan merupakan penyimpanan intrinsik dari sistem itu sendiri.

Teori strukturalis dan teori neo klasik sama-sama menyakini prinsip-prinsip usaha bebas
dan persaingan bebas. Perbedaan menyolok dari keduanya adalah, bahawa teori
strukturalis memiliki pengertian yang lebih rinci dan secara empiris lebih mendasar
mengenai, mengapa suatu pembangunan berhasil atau gagal. Teori strukturalis juga
menyakini bahwa menjalankan perubahan pasar secara mendasar bisa dilaksanakan dan
memang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang mendasar seperti redistribusi
pendapatan dan untuk mempertahankan perekonomian yasng padat karya (full
employment). Teoritisi strukturalis menjelaskan ketidakmampuan negara bangsa
mengembangkan industri yang mandiri dalam konteks cara kerja sistem internasional dan
nasional yang cacat. Tindakan tegas pada tingkat nasional lebih banyak tergantung pada
faktor-faktor seperti pembatasan pertumbuhan penduduk, peningkatan tabungan nasional,
penerapan teknologi yang tepat, pengurangan kantong-kantong modal asing yang tidak
sejalan dengan pembangunan nasional tanpa menghentikan modal asing yang dinamis.

BAB III

Beberapa Akibat Politik

Di balik beberapa persamaan, kebijaksanaan ekonomi dan politik strukturalis


pada umumnya dipandang sebagi kebijaksanaan moneteris neo klasik bahwa :

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Tujuan utama kebijaksanaan


pembangunan yang bertolak dari model strukturalis adalah
pertumbuhan ekonomi agar pendapatan riil meningkat dan
redistribusi berlangsung, sehingga akhirnya muncul kekuatan-
kekuatan dinamis.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Dalam rangka


meningkatkan pertumbuhan, hambatan struktural yang menghadang
pertumbuhan tersebut harus disingkirkan melalui campur tangan
pemerintah yang bersifat tidak memaksa. Pemerintah harus
memegang peranan yang menentukan dalam pembangunan
ekonnomi negara, karena pasar tidak mampu melahirkan keputusan
dan kebijaksanaan yang bisa mengatasi hambatan struktural
pembangunan dan menjamin pencapaian industrialisasi mandiri
dengan cepat.

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Secara khusus, teoritisi


strukturalis menghendaki percepatan mobilisasi semua bentuk
sumber daya (tanah, tenaga, kerja, dan modal). Akibat-akibat yang
akan timbul dari penekanan ini adalah :

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Dalam sektor pertanian :


kebijakan reformasi pemilikan tanah, menaikkan insentif harga,
transportasi, fasilitas pemsran dan irigasi.

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Dalam sektor industri


pengolahan : diversivikasi ekspor dan konskuensinya adalah
berkembangnya industri substitusi impor.

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Sebagai akibat logis dari


akibat diatas maka, redistribusi pendapatan berperan besar sekali
dalam memepertinggi tingkat tabungan kelompok kaya dan miskin.
Sehingga kelompok kaya berhenti mengkonsumsi barang mewah
yang tidak prroduktif.

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Campur tangan


pemerintah dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan
institusi negara meningkatkan pajak langsung dan tidak
langsung serta memanfaatkannya secara efisien.
Kemampuan meningkatkan pendapatan merupakan inti dari
kemampuan negara untuk berperan dalam banyak bidang.

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Kebijakan luar negeri yang


menyertai upaya nasional agar terjadi transformasi struktural,
kebijakan khusus ini meliputi ;

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Sistem lalu lintas


keuangan yang fleksibel untuk memacu diversifikasi ekspor
dan industri substitusi impor.

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Menjamin harga-


harga barang ekspor melalui dana-dana tak terduga dan
penyediaan barang-barang penyanggga.
Dalam kenyataannya masih ada pro kontra dengan adanya pemecahan reformis ini, di
Amerika Latin. Hal itu menunjukkan kuatnya kepentingan politik dan ekonomi dominan
yang berakar di dunia bagian ini.

BAB IV

Teori keterbelakangan Dan Ketergantungan Marxis Dan Neo Marxis

Implikasi politik dan sosial perspektif marxis dan neo marxis ini jauh lebih luas
jangkauannya daripada implikasi politik dan sosial perspektif strukturalis dan neo
klasik, karena perspektif marxis dan neo marxis juga secara radikala menantang
kelompok elit penguasa ekonomi dan politik baik di negara berkembang maupun
di negara-negara pusat sendiri. Teori pembangunan dan keterbelakangan marxis
dan neo marxis memiliki akar historis yang sangat kuat dan, yang pokok,
preposisi teoritis pendekatan ini dibuat secara induktif dari analisis berbagai
keadaan historis yang konkret ini berarti bahwa sejumlah besar perhatian telah
dipusatkan pada dampak khusus dan nyata dari imperialisme dan kolonialisme di
negara-negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Berbeda dengan
teori strukturalis yang melihat hambatan eksternal pembangunan sebagai
masalah perdagangan luar negeri yang relatif ringan dan bisa diatasi dengan
persetujuan perdagangan yang sederajat, teori pembangunan marxis dan neo
marxis menjadikan ekonomi dunia atau sistem kapitalis global sebagai unit
analisis utama.

Mulai dengan Paul baran, para penulis marxis dan neo marxis yang menulis tentang
pembangunan/keterbelakangan menekankan kebutuhan-kebutuhan yang bertentangan
dari negara-negara pusat yang imperialis dengan negara-negara pinggiran yang dijajah,
A. Gunder Frank dan O. Sunkel dengan jelas menunjukkan bagaimana pada
kenyataannnya pembangunan dan keterbelakangan merupakan dua dari satu mata uang.

Semua studi teoritisi tersebut memiliki kesamaan pendirian bahwa pembangunan


kapitalis di negara-negara pinggiran tidak berkembang secepat seperti di Eropa barat,
Amerika Utara, dan Jepang. Pada kenyataannya mereka menegaskan bahwa kapitalisme
dunia ketiga yang terutama muncul karena di dikte oleh negara-negara industri besar dan
bisnis internasional, menumbuhkan ketimpangan regional dan sektoral, berakibat pada
meningkatnya ketimpangan pendapatan dan kekayaan, menciptakan pengangguran dan
berkurangnya kesempatan kerja yang kronis, serta hanya memberikan keuntungan kepada
sekelompok kecil elit eknomi dan politik. Proporsisi marxis dan neo marxisyang pertama
menyatakan, bahwa motor utama pembangunan (teknologi dan industri) terpusat di luar
ekonomi negara-negara pinggiran di dalam pusat-pusat negara-negara industri kapitalis.
Adapun hubungan eksploitatif yang dimaksud tersebut adalah :

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Aksioma dasar teori marxis


menyatakan bahawa ada kesamaan kepentingan dan untuk saling
mengembangkan.
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Bahwa peran negara dalam
masyarakat kapitalis lebih berperan demi kepentingan modal (kapital)
daripada demi mayoritas penduduk.

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Karena negara-negara industri yang


dominan mengembangkan, memiliki dan mengontrol teknologi yang
diinginkan oleh setiap negara yang ingin maju atau, ingin menyebut diringa
telah maju.

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Adanya konsentrasi modal, baik


keuangan sampai modal industri, di negara-negara pusat.

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Peran perusahaan multinasional


sebagi sarana utama untuk mengorganisasi dan memusatkan modal di
tingkat internasional.

<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->Faktor penting lainnya yang


menjamin bertahannya kelangsungan pertukaran internasional yang sangat
tidak seimbang itu adalah ketergantungan kultural dan ideologi yang
menyertai ketergantungan ekonomi.

<!--[if !supportLists]-->7. <!--[endif]-->Hampir semua teoritisi marxis


mengakui bahwa imperialisme dan pertukaran tidak seimbang yang
diakibatkannya (baik pada tahap kolonialisme maupun neo kolonialisme)
adalah fenomena multidimensional.

BAB V

Beberapa Akibat Politik


Konsekuensi politik teori pembangunan/keterbelakangan marxis dan neo marxis jauh
lebih radikal daripada akibat politik dari teori neo klasik dan strukturalis, dan hanya
dipraktikkan disebagian kecil negara. Karena diagnosis marxis dan neo marxis mengenai
sebab-sebab pembangunan dan keterbelakangan menekankan pada hubungan ekonomi
dan politik yang eksploitatif. Beberapa konsekuensi politik teori marxis dan neo marxis
adalah :

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Pembentukan sebuah atau beberapa


partai politik untuk mengekspresikan kepentingan mereka secara konkret.

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Keterlibatan kaum intelektual dan


kaum buruh terlibat bersama dalam studi yang mendalam mengenai situasi
sosial, ekonomi, dan politik lokal yang mereka alami.
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Terjadinya pergeseran
keseimbangan kekuasaan di tingkat internal dan internasional.

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Campur tangan negara dalam


perekonomian menjadi tema sentralbagi setiap partai sosialis.

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]--> Partai-partai sosialis yang


memegang kekuasaan atas institusi negara masih harus menentukan
bagaimana menyediakan kesempatan kerja, infrastruktur, dan menentukan
cara dan sarana mencapai pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial, tanpa
menyebutka pencarian cara-cara dan sarana untuk membuat rakyat turut
serta dalam pembuatan keputusan.

Memang para pengamat juga dengan jelas mengetahui bahwa kaum kiri di dunia ketiga
tidak terorganisasi dan tidak mampu memberikan reaksi semacam ini. Kita selalu
mendapati suatu pengakuan yang meluas terhadap diagnosis radikal atas sifat mendua
pembangunan/keterbelakangan, namun hanya beberapa sarana politik yang mampu
memberikan ungkapan organisasionaldari ideologi radikal ini. Dalam ketiadaan prasarana
tersebut, gerakan keagamaan dan nasional populis mengalami kebangkitan dramatis di
Iran, Malaysia, Indonesia, dan di tempat-tempat lain. Apakah gerakan tersebut akan
berhasil atau tidak tergantung dari kemampuan dari gerakan tersebut memberikan
ungkapan konkret terhadap akibat-akibat politik teori pembangunan marxis dan neo
marxis yang radikal, karena teori neo klasik dan struktural telah mencoba dan
mendapatkannya.

Sejarah Pemikiran Ekonomi Praklasik, Klasik, Sosialis dan Neoklasik

Sejarah Pemikiran Ekonomi Kaum Perintis Sosialis

1. Konsep-konsep ekonomi dari kaum perintis ditemukan terutama dalam


ajaran-ajaran agama, kaidah-kaidah hukum, etika atau aturan-aturan
moral. Misalnya dalam kitab Hammurabi dari Babilonia tahun 1700 sM,
masyarakat Yunani telah menjelaskan tentang rincian petunjuk-petunjuk
tentang cara-cara berekonomi.
2. Plato hidup pada abad keempat sebelum Masehi mencerminkan pola pikir
tradisi kaum ningrat. Ia memandang rendah terhadap para pekerja kasar
dan mereka yang mengejar kekayaan. Plato menyadari bahwa produksi
merupakan basis suatu negara dan penganekaragaman (diversivikasi)
pekerjaan dalam masyarakat merupakan keharusan, karena tidak seorang
pun yang dapat memenuhi sendiri berbagai kebutuhannya. Inilah awal
dasar pemikiran Prinsip Spesialisasi kemudian dikembangkan oleh Adam
Smith.
3. Aristoteles merupakan tokoh pemikir ulung yang sangat tajam, dan menjadi
dasar analisis ilmuwan modern sebab analisisnya berpangkal dari data.
Konsep pemikiran ekonominya didasarkan pada konsep pengelolaan rumah
tangga yang baik, melalui tukar-menukar. Aristoteleslah yang membedakan
dua macam nilai barang, yaitu nilai guna dan nilai tukar. Ia menolak
kehadiran uang dan pinjam-meminjam uang dengan bunga, uang hanya
sebagai alat tukar-menukar saja, jika menumpuk kekayaan dengan jalan
minta/mengambil riba, maka uang menjadi mandul atau tidak produktif.
4. Xenophon seorang prajurit, sejarawan dan murid Socrates yang mengarang
buku Oikonomikus (pengelolaan rumah tangga). Inti pemikiran Xenophon
adalah pertanian dipandang sebagai dasar kesejahteraan ekonomi,
pelayaran dan perniagaan yang dianjurkan untuk dikembangkan oleh
negara, modal patungan dalam usaha, spesialisasi dan pembagian kerja,
konsep perbudakan dan sektor pertambangan menjadi milik bersama.
5. THOMAS AQUINAS (1225-1274) seorang filosof dan tokoh pemikir
ekonomi pada abad pertengahan, mengemukakan tentang konsep keadilan
yang dibagi dua menjadi keadilan distributife dan keadilan konvensasi,
dengan menegakkan hukum Tuhan maka dalam jual-beli harus dilakukan
dengan harga yang adil (just-price) sedang bunga uang adalah riba. Tetapi
masalah riba, upah yang adil dan harga yang layak ini merupakan masalah
yang terus-menerus diperdebatkan dalam ilmu ekonomi.

Sejarah Pemikiran Ekonomi Kaum Merkantilis


1. Merkantilis merupakan model kebijakan ekonomi dengan campur tangan
pemerintah yang dominan, proteksionisme serta politik kolonial, ditujukan
dengan neraca perdagangan luar negeri yang menguntungkan .
2. Pemikiran-pemikiran ekonomi lahir pada kaum merkantilis disebabkan
adanya pembagian kerja yang timbul di dalam masyarakat, pembagian
kerja secara teknis dan pembagian kerja teritorial, yang selanjutnya akan
mendorong perdagangan internasional.
3. Pemikiran ekonomi kaum merkantilis merupakan suatu kebijakan yang
sangat melindungi industri, dalam negeri, tetapi menganjurkan persaingan,
sementara itu terjadi pembatasan-pembatasan yang terkontrol dalam
kegiatan perdagangan luar negeri, kebijakan kependudukan yang
mendorong keluarga dengan banyak anak, kegiatan industri di dalam negeri
dengan tingkat upah yang rendah. Proteksi industri yang menganjurkan
persaingan dalam negeri, dan tingkat upah yang rendah mendorong ekspor.
4. Teori kuantitas uang didasarkan pada jumlah uang yang beredar
mempengaruhi tingkat bunga dan tingkat harga barang. Ke luar masuknya
logam-logam mulia mempengaruhi tingkat harga di dalam negeri serta
jumlah uang yang beredar, dan kecepatan uang beredar.
5. Kebijakan ekonomi lebih bersifat makro, hal ini berhubungan dengan
tujuan proteksi industri di dalam negeri, dan menjaga rencana perdagangan
yang menguntungkan, hal ini dilakukan dalam usaha meningkatkan
peranannya dalam perdagangan internasional dan perluasan-perluasan
kolonialisme.

Sejarah Pemikiran Ekonomi Kaum Pisiokrat

1. Mazhab Pisiokrat tumbuh sebagai kritik terhadap pemikiran ekonomi


Merkantilis, tokoh pemikir yang paling terkenal pada mazhab ini adalah
Francois Quesnay. Sumbangan pemikiran yang terbesar dalam
perkembangan ilmu ekonomi adalah hukum-hukum alamiah, dan
menjelaskan arus lingkaran ekonomi.
2. Inti pemikiran utama dalam mazhab Pisiokrat adalah dituangkan dalam
tabel ekonomi yang terdiri dari classe productive dari kaum petani, classe
des froprietaires dari kaum pemilik tanah, classe sterile atau classe stipendile
yang meliputi kaum pedagang dan industriawan dan classe passieve adalah
kaum pekerja.
3. Pemikiran ekonomi kaum Pisiokrat yang menonjol dalam perkembangan
ilmu ekonomi selain lingkaran arus ekonomi dalam tabel ekonomi yaitu
tentang teori nilai dan harga yang terbagi menjadi tiga yaitu harga dasar
barang-barang, harga penjualan dan harga yang harus dibayar konsumen.
Teori uang yang dikemukakannya adalah sebagai tabir uang (money is veil)
dan perlunya pengenaan pajak untuk kepentingan ekonomi.
4. Sumbangan pemikiran ahli Pisiokrat lain yaitu Jaques Turgot mempunyai
dua sumbangan utama terhadap pemikiran ekonomi yakni teori uang
sebagai tabir, dan teori fruktifikasi. Teori uang sebagai tabir yang
mempersulit pengamatan fenomena ekonomi. Namun demikian pemikiran
ini merupakan gagasan ke arah menemukan dasar satuan perhitungan yang
ia, tetapi dikemukakan atas transaksi barter dengan nilai alat tukar dapat
berubah-ubah karena jumlahnya.

Sejarah Pemikiran Ekonomi Kaum Klasik

1. Filsafat kaum klasik mengenai masyarakat, prinsipil tidak berbeda dengan


filsafat mazhab pisiokrat, kaum klasik mendasarkan diri pada tindakan-
tindakan rasional, dan bertolak dari suatu metode alamiah. Kaum klasik
juga memandang ilmu ekonomi dalam arti luas, dengan perkataan lain
secara normatif.
2. Politik ekonomi kaum klasik merupakan politik ekonomi laissez faire. Politik
ini menunjukkan diri dalam tindakan-tindakan yang dilakukan oleh mazhab
klasik, dan dengan keseimbangan yang bersifat otomatis, di mana
masyarakat senantiasa secara otomatis akan mencapai keseimbangan pada
tingkat full employment.
3. Asas pengaturan kehidupam perekonomian didasarkan pada mekanisme
pasar. Teori harga merupakan bagian sentral dari mazhab klasik, dan
mengajarkan bahwa proses produksi dan pembagian pendapatan ditentukan
oleh mekanisme pasar. Dan dengan melalui mekanisme permintaan dan
penawaran itu akan menuju kepada suatu keseimbangan (equilibrium). Jadi
dalam susunan kehidupan ekonomi yang didasarkan atas milik
perseorangan, inisiatif dan perusahaan orang-perorangan.
4. Ruang lingkup pemikiran ekonomi klasik meliputi kemerdekaan alamiah,
pemikiran pesimistik dan individu serta negara. Landasan kepentingan
pribadi dan kemerdekaan alamiah, mengritik pemikiran ekonomi
sebelumnya, dan kebebasan individulah yang menjadi inti pengembangan
kekayaan bangsa, dengan demikian politik ekonomi klasik pada prinsip
laissez faire.

Pemikiran Ekonomi Kaum Klasik Adam Smith (1723-1790)

1. Adam Smith adalah seorang pemikir besar dan ilmuwan kelahiran Kirkaldy
Skotlandia tahun 1723, guru besar dalam ilmu falsafah di Universitas
Edinburgh, perhatiannya bidang logika dan etika, yang kemudian semakin
diarahkan kepada masalah-masalah ekonomi. Ia sering bertukar pikiran
dengan Quesnay dan Turgot dan Voltaire.
2. Adam Smith adalah pakar utama dan pelopor dalam mazhab Klasik. Karya
besar yang disebut di atas lazim dianggap sebagai buku standar yang
pertama di bidang pemikiran ekonomi gagasannya adalah sistem ekonomi
yang mengoperasionalkan dasar-dasar ekonomi persaingan bebas yang
diatur oleh invisible hand, pemerintah bertugas melindungi rakyat,
menegakkan keadilan dan menyiapkan sarana dan prasarana kelembagaan
umum.
3. Teori nilai yang digunakan Adam Smith adalah teori biaya produksi,
walaupun semula menggunakan teori nilai tenaga kerja. Barang mempunyai
nilai guna dan nilai tukar. Ongkos produksi menentukan harga relatif
barang, sehingga tercipta dua macam harga, yakni harga alamiah dan harga
pasar dalam jangka panjang harga pasar akan cenderung menyamai harga
alamiah, dan dengan teori tersebut timbul konsep paradoks tentang nilai.
4. Sumber kekayaan bangsa adalah lahan, tenaga kerja, keterampilan dan
modal. Dengan demikian, timbul persoalan pembagian pendapatan yakni
upah untuk pekerja, laba bagi pemilik modal dan sewa untuk tuan tanah.
Tingkat sewa tanah akan meningkat, sedangkan tingkat upah menurun,
dengan asumsi berlaku dana upah, dan lahan lama-kelamaan menjadi
kurang subur, sedangkan persaingan tingkat laba menurun yang akhirnya
mencapai kegiatan ekonomi yang stationer. Smith berpendapat bahwa
pembagian kerja sangat berguna dalam usaha meningkatkan produktivitas.
Pembagian kerja akan mengembangkan spesialisasi. Pertambahan
penduduk berarti meningkatkan tenaga kerja, dalam hal ini meningkatkan
permintaan dan perluasan pasar.

Pemikiran Ekonomi Kaum Klasik: J.B. Say, Malthus dan David Ricardo

1. Jean Batiste Say adalah seorang pakar ekonomi kelahiran Perancis yang
berasal dari keluarga saudagar dan menjadi pendukung pemikiran Adam
Smith. Say memperbaiki sistem Adam Smith dengan cara yang lebih
sistematis serta logis. Karya Say yaitu theorie des debouchees (teori tentang
pasar dan pemasaran) dan dikenal sebagai Hukum Say (Say’s Law) yaitu
supply creats its oven demand tiap penawaran akan menciptakan
permintaanya sendiri. Menurut Say dalam perekonomian bebas atau liberal
tidak akan terjadi “produksi berlebihan” (over production) yang sifatnya
menyeluruh, begitu juga pengangguran total tidak akan terjadi. Yang
mungkin terjadi menurut Say ialah kelebihan produksi yang sifatnya
sektoral dan juga pengangguran yang sifatnya terbatas (pengangguran
friksi).
2. Thomas Robert Malthus dilahirkan tahun 1766 di Inggris, sepuluh tahun
sebelum Adam Smith menerbitkan The Wealth of Nations dan meninggal
tahun 1834. Malthus adalah seorang ilmuwan di bidang teologi yang
kemudian memusatkan perhatiannya kepada masalah-masalah ekonomi
dalam perkembangan masyarakat. Malthus adalah alumnus dari University
of Cambridge, Inggris, tempat ia menyelesaikan pelajaran dalam ilmu
matematika dan ilmu sejarah klasik. Malthus diangkat menjadi Profesor of
History and Political Economy di East India College. Bagian yang paling
penting dalam pola dasar pemikiran Malthus dan kerangka analisisnya ialah
menyangkut teori tentang sewa tanah dan teori tentang penduduk dengan
bukunya yang berjudul An Essay on the Principle of Population. Teori
Malthus pada dasarnya sederhana saja. Kelahiran yang tidak terkontrol
menyebabkan penduduk bertambah menurut deret ukur padahal persediaan
bahan makanan bertambah secara deret hitung.
3. Ricardo adalah seorang Pemikir yang paling menonjol di antara segenap
pakar Mazhab Klasik. Ia sangat terkenal karena kecermatan berpikir,
metode pendekatannya hampir seluruhnya deduktif. David Ricardo telah
mengembangkan pemikiran-pemikiran Adam Smith secara lebih terjabar
dan juga lebih sistematis. Dan pendekatannya teoretis deduktif,
pemikirannya didasarkan atas hipotesis yang dijadikan kerangka acuannya
untuk mengkaji berbagai permasalahan menurut pendekatan logika. Teori
yang dikembangkan oleh Ricardo menyangkut empat kelompok
permasalahan yaitu: teori tentang distribusi pendapatan sebagai pembagian
hasil dari seluruh produksi dan disajikan sebagai teori upah, teori sewa
tanah, teori bunga dan laba, teori tentang nilai dan harga, teori perdagangan
internasional dan, teori tentang akumulasi dan perkembangan ekonomi.

PEMIKIRAN EKONOMI MAZHAB SOSIALIS

Sejarah Pemikiran Mazhab Sosialis dan Kritik terhadap Pemikiran Ekonomi


Klasik

1. Kritik yang dikemukakan oleh mazhab sosialis berhubungan dengan doktrin


laissez faire dengan pengendalian tangan tak kentara (invisible hand) dan
intervensi pemerintah. Pemikiran yang dibahas adalah tentang teori nilai,
pembagian kerja, teori kependudukan, dan the law of deminishing return,
dan kritiknya karena asumsi bahwa negaralah yang berhak untuk mengatur
kekayaan bangsa.
2. Para pengritik mazhab klasik terutama dari Lauderdale, Sismonde, Carey,
List dan Bastiat. Lauderdale mengajukan kritik bahwa nilai barang
ditentukan oleh kelangkaan dan permintaan, sedangkan Muller dan List
melihat bahwa nilai barang ditentukan juga tidak hanya oleh modal fisik,
tetapi juga oleh modal spiritual dan modal mental. Demikian juga Carey
melihat tentang teori nilai dari segi teori biaya reproduksi, sedangkan
Bastiat bahwa faktor-faktor yang menentukan nilai barang adalah besarnya
tenaga kerja yang dikorbankan pada pembuatan barang, menurut beliau
hal-hal yang menjadi karunia alam tidak mempunyai nilai, kecuali telah
diolah manusia.
3. Sismonde mengajukan keberatan terhadap teori kependudukan Malthus,
dan tidak mungkin dapat dikendalikan dengan cara-cara yang dikemukakan
Malthus, sebab sangat tergantung pada kemauan manusia dan kesempatan
kerja, dan kawin yang selalu dikaitkan dengan kemampuan ekonomi. Mesin
mempunyai fungsi untuk menggantikan tenaga kerja manusia, aspek mesin
tidak selalu mempunyai keuntungan dalam meningkatkan kekayaan bangsa.
Carey berpendapat pertambahan modal lebih cepat dari pertambahan
penduduk.
4. Sismonde berpendapat bahwa pembagian kerja skala produksi menjadi
semakin besar dan tidak dapat dikendalikan sehingga terjadi kelebihan
produksi. Muller berpendapat bahwa pembagian kerja telah membawa
pekerjaan ke dalam perbudakan dan tenaga kerja menjadi mesin. Pemikiran
List bukan pembagian kerja yang paling penting tetapi mengetahui dan
menggunakan kekuatan-kekuatan produktif dalam usaha meningkatkan
kekayaan bangsa.
5. Pemikiran John Stuart Mill banyak dipengaruhi oleh Jeremy Bentam yang
beraliran falsafah utilitarian, bebannya sangat berat dalam mempelajari
falsafah, politik dan ilmu sosial, yang menjadikan mental breakdown. Kritik
terhadap ekonomi klasik terutama pada Smith, Malthus dan Ricardo,
dipelajari oleh Mill. Sementara itu pemikiran ekonomi sosialis mulai
berkembang, dasar sistem ekonomi klasik adalah laissez faire, hipotesis
kependudukan Malthus, hukum lahan yang semakin berkurang, teori dana
upah mendapat tantangan. Dalam era inilah pemikiran Mill dituangkan
dalam bukunya yang berjudul Principle of Political Economy, dengan
pemikiran yang eklektiknya.
6. Sumbangan yang paling besar Mill adalah metode ilmu ekonomi yang
bersifat deduktif dan bersama dengan metode induktif. Karena hipotesisnya
belum didukung dengan data empirik, di samping itu pembahasannya
tentang teori nilai tidak melihat dari biaya produksi, tetapi telah
menggunakan sisi permintaan melalui teori elastisitas. Mill menjelaskan
bahwa hukum yang mengatur produksi lain dengan hukum distribusi
pendapatan, juga memperkenalkan human capital investment yaitu
keterampilan, kerajinan dan moral tenaga kerja dalam meningkatkan
produktivitas.

Ekonomi Mazhab Sosialis Utopis

1. Dari pandangan pemikiran yang revolusioner Karl Marx dan Enggel


pemikiran ini biasa disebut kaum sosialis ilmiah dan ada yang tetap
mempertahankan dengan cara-cara yang bersifat ideal dan terlepas dari
kekuasaan politik disebut sosialis utopis dengan dipelopori oleh Thomas
More, Francis Bacon, Thomas Campanella, Oliver Cromwell, Gerard
Winstanley, James Harrington..
2. Perkataan Utopis berasal dari judul buku Thomas More dalam tahun 1516
Tentang Keadaan Negara yang Sempurna dan Pulau Baru yang Utopis.
Francis Bacon dalam bukunya Nova Atlantis (1623), dan Thomas
Campanella (1623) dalam bukunya Negara Matahari (Civitas Solis).
3. Saint Simon (1760-1825), dari Perancis bukunya The New Christianity dan
Charles Fourier (1772-1837) bercita-cita menciptakan tata dunia baru yang
lebih baik bukan dengan kotbah tetapi dengan model percontohan. Louis
Blanc mengusahakan agar didirikan ateliers sociesux yakni pabrik-pabrik
yang dihimpun negara. Pierre Joseph Proudhom (1809-1865 ) Beliau yakin
akan asas persamaan dan lama sekali tidak setuju dengan hak milik pribadi
terhadap perusahaan.

Ekonomi Mazhab Sosialis Ilmiah

1. Karl Marx dilahirkan di Treves Jerman dan seorang keturunan Yahudi. Ia


seorang ilmuwan dan pemikir besar bidang filosof serta Pemimpin
Sosialisme Modern. Ia belajar di Universitas Bonn kemudian di Universitas
Berlin di Jerman dan memperoleh sarjana bidang Filsafat. Dalam masa
studinya ia banyak dipengaruhi oleh Friedrich Hegel seorang Filosof Besar
Jerman bidang falsafah murni.
2. Friedrich Engels, berasal dari kalangan usahawan besar di Jerman,
keluarganya memiliki sejumlah perusahaan industri tekstil di Jerman
maupun di Inggris. Sejak usia muda Engels menaruh minat terhadap ilmu
falsafah dan ilmu pengetahuan masyarakat. Nalurinya tergugah oleh apa
yang diamatinya dan disaksikannya sendiri mengenai kehidupan
masyarakat dalam lingkungan kawasan industri di Jerman dan di Inggris.
Engels bertemu dengan Marx tahun 1840 di Paris, sewaktu Marx hidup
dalam pembuangan.
3. Teori tentang perkembangan ekonomi menurut Marx sebenarnya dapat
dibagi menjadi tiga bagian, pertama pemikirannya tentang proses akumulasi
dan konsentrasi, kedua teori tentang proses kesengsaraan/pemiskinan yang
meluas (die verelendung atau increasing misery), ketiga teori tentang tingkat
laba yang cenderung menurun.
4. Menurut teori konsentrasi perusahaan-perusahaan makin lama makin
besar, sedangkan jumlahnya makin sedikit. Perusahaan-perusahaan besar
bersaing dengan perusahan kecil maka perusahaan kecil akan kalah dalam
persaingan dan kemudian perusahaan kecil lenyap. Timbullah perusahaan-
perusahaan raksasa. Para pengusaha kecil dan golongan menengah menjadi
orang miskin.
5. Sedangkan teori akumulasi menyatakan bahwa para pengusaha raksasa
semakin lama semakin kaya dan menumpuk kekayaan yang terkonsentrasi
pada beberapa orang, dan para pengusaha kecil akhirnya jatuh miskin dan
pengusaha kecil yang berdiri sendiri menjadi proletariat. Sejauhmana proses
akumulasi yang dimaksud di atas bisa berjalan tergantung dari a) tingkat
nilai surplus, b) tingkat produktivitas tenaga kerja, dan c) perimbangan
bagian nilai surplus untuk konsumsi terhadap bagian yang disalurkan
sebagai tambahan modal.

PEMIKIRAN EKONOMI NEOKLASIK

Perintis Analisis Marjinal

1. Mazhab neoklasik telah mengubah pandangan tentang ekonomi baik dalam


teori maupun dalam metodologinya. Teori nilai tidak lagi didasarkan pada
nilai tenaga kerja atau biaya produksi tetapi telah beralih pada kepuasan
marjinal (marginal utility). Pendekatan ini merupakan pendekatan yang
baru dalam teori ekonomi.
2. Salah satu pendiri mazhab neoklasik yaitu Gossen, dia telah memberikan
sumbangan dalam pemikiran ekonomi yang kemudian disebut sebagai
Hukum Gossen I dan II. Hukum Gossen I menjelaskan hubungan kuantitas
barang yang dikonsumsi dan tingkat kepuasan yang diperoleh, sedangkan
Hukum Gossen II, bagaimana konsumen mengalokasikan pendapatannya
untuk berbagai jenis barang yang diperlukannya. Selain Gossen, Jevons dan
Menger juga mengembangkan teori nilai dari kepuasan marjinal. Jevons
berpendapat bahwa perilaku individulah yang berperan dalam menentukan
nilai barang. Dan perbedaan preferences yang menimbulkan perbedaan
harga. Sedangkan Menger menjelaskan teori nilai dari orde berbagai jenis
barang, menurut dia nilai suatu barang ditentukan oleh tingkat kepuasan
terendah yang dapat dipenuhinya. Dengan teori orde barang ini maka
tercakup sekaligus teori distribusi.
3. Pemikiran yang sangat mengagumkan yang disusun oleh Walras tentang
teori keseimbangan umum melalui empat sistem persamaan yang serempak.
Dalam sistem itu terjadi keterkaitan antara berbagai aktivitas ekonomi
seperti teori produksi, konsumsi dan distribusi. Asumsi yang digunakan
Walras adalah persaingan sempurna, jumlah modal, tenaga kerja, dan lahan
terbatas, sedangkan teknologi produksi dan selera konsumen tetap. Jika
terjadi perubahan pada salah satu asumsi ini maka terjadi perubahan yang
berkaitan dengan seluruh aktivitas ekonomi

Teori Produktivitas Marjinal

1. Dasar pemikiran mazhab neoklasik pada generasi kedua lebih akurasi dan
tajam karena bila dibandingkan dengan pemikiran ekonomi pada kelompok
generasi pertama neoklasik. Hal ini dapat terjadi karena pemikiran generasi
kedua menjabarkan lebih lanjut perilaku variabel-variabel ekonomi yang
sudah dibahas sebelumnya. Lingkupan telah berkembang dari produksi,
konsumsi, dan distribusi yang lebih umum beralih pada penjelasan yang
lebih tajam.
2. Pertentangan pemikiran antara para ahli neoklasik seperti J.B. Clark dapat
menjadi sumber inspirasi dari perkembangan ilmu ekonomi dalam
menjelaskan teori distribusi fungsional, ditafsirkan oleh J.B Clark
mempunyai nilai etik, yang secara langsung membantah teori eksploitasi.
Dengan teori produktivitas marjinal upah tenaga kerja, laba serta lahan dan
bunga ditetapkan dengan objektif dan adil. Tetapi masalahnya, apakah
setiap pekerja mendapat upah sama dengan PPMt nya?
3. Penggunaan pendekatan matematis dalam analisis ekonomi terutama dalam
fungsi produksi semakin teknis, dan dengan penggunaan asumsi-asumsi
yang dialaminya juga bertambah seperti dalam kondisi skala tetap,
meningkat atau menurun. Hal ini dikaitkan pula dengan bentuk kurva
ongkos rata-rata, oleh Wicksell. Hal ini merupakan sumbangan besar dalam
pembahasan ongkos perusahaan dan industri. Pada saat kurva ongkos rata-
rata menurun, sebenarnya pada fungsi produksi terjadi proses increasing
returns, dan pada saat kurva ongkos naik, pada kurva produksi terjadi
keadaan decreasing returns. Selanjutnya, pada saat ongkos rata-rata sampai
pada titik minimum, pada fungsi produksi berlaku asumsi constant return to
scale.
4. Pemikiran lain yang menjadi sumber kontroversi seperti pandangan Bohm
Bawerk telah menimbulkan kontroversi pula tentang hubungan antara
modal dan bunga. Kontroversi ini pun timbul dari pandangan J.B. Clark.
Clark mempunyai pendapat bahwa barang-barang sekarang mempunyai
nilai lebih tinggi daripada masa depan, karena itu timbullah bunga. Tetapi,
bunga juga dipengaruhi oleh produktivitas melalui keunggulan teknik.
Bohm Bawerk memberikan adanya premium atau agio, karena kebutuhan
sekarang lebih tinggi daripada masa datang. Tetapi, Fisher melihat dari arus
pendapatan masa depan perlu dinilai sekarang, yang dipengaruhi oleh
kekuatan subjektif dan objektif. Fisher menjelaskan pula terjadinya bunga
melalui permintaan dan penawaran terhadap tabungan dan investasi. Fisher
memberi sumbangan pula pada tingkat bunga. Tingkat bunga merupakan
marginal rate of return over cost.

Pemikiran Marshall sebagai Bapak Ekonomi Neoklasik

1. Sumbangan yang paling terkenal dari pemikiran Marshall dalam teori nilai
merupakan sitetis antara pemikiran pemula dari marjinalis dan pemikiran
Klasik. Menurutnya, bekerjanya kedua kekuatan, yakni permintaan dan
penawaran, ibarat bekerjanya dua mata gunting. Dengan demikian, analisis
ongkos produksi merupakan pendukung sisi penawaran dan teori kepuasan
marjinal sebagai inti pembahasan permintaan. Untuk memudahkan
pembahasan keseimbangan parsial, maka digunakannya asumsi ceteris
paribus, sedangkan untuk memperhitungkan unsur waktu ke dalam
analisisnya, maka pasar diklasifikasikan ke dalam jangka sangat pendek,
jangka pendek, dan jangka panjang. Dalam membahas kepuasan marjinal
terselip asumsi lain, yakni kepuasan marjinal uang yang tetap.
2. Pemikiran Alfred Marshall mahir dalam menggunakan peralatan
matematika ke dalam analisis ekonomi. Dia memahami, bahwa untuk
memudahkan pembaca, maka catatan-catatan matematikanya diletakkan
pada bagian catatan kaki dan pada lampiran bukunya. Pembahasannya
tentang kepuasan marjinal telah mulai sebelum 1870, sebelum buku Jevons
terbit, tetapi karena orangnya sangat teliti dan modes, dia tidak mau cepat-
cepat menerbitkan bukunya.
3. Dalam pembahasan sisi permintaan, Marshall telah menghitung koefisien
barang yang diminta akibat terjadinya perubahan harga secara relatif. Nilai
koefisien ini dapat sama dengan satu, lebih besar dan lebih kecil dari satu.
Tetapi, ada dua masalah yang belum mendapat penyelesaian dalam hal sisi
permintaan, yakni aspek barang-barang pengganti dan efek pendapatan.
Robert Giffen telah dapat membantu penyelesaian kaitan konsumsi dan
pendapatan dengan permintaannya terhadap barang-barang, sehingga
ditemukan Giffen Paradox. Peranan substitusi kemudian diselesaikan oleh
Slurtky.
4. Marshall menemukan surplus konsumen. Pengertian ini dikaitkan pula
dengan welfare economics. Bahwa konsumen keseluruhan mengeluarkan
uang belanja lebih kecil daripada kemampuannya membeli. Jika itu terjadi
maka terjadi surplus konsumen. Selama pajak yang dikenakan pada
konsumen lebih kecil daripada surplusnya itu, maka kesejahteraannya tidak
menurun. Tetapi, pajak juga dapat digunakan untuk subsidi, terutama bagi
industri-industri yang struktur ongkosnya telah meningkat. Marshall
menjelaskan pula mengapa kurva ongkos total rata-rata menurun dan
meningkat. Hal ini berkaitan dengan faktor internal dan eksternal
perusahaan atau industri.
5. Mekanisme permintaan dan penawaran dapat mendatangkan
ketidakstabilan, karena setiap usaha yang dilakukan untuk kembali ke posisi
seimbang ternyata membuat tingkat harga dan jumlah barang menjauhi
titik keseimbangan. Keadaan tidak stabil itu terjadi jika kurva penawaran
berjalan dari kiri-atas ke kanan-bawah. Jika variabel kuantitas independen,
terjadi kestabilan, tetapi jika berubah harga menjadi independen, maka
keadaan menjadi tidak stabil.

Mazhab Institusionalisme

1. Inti pemikiran Veblen dapat dinyatakan dalam beberapa kenyataan


ekonomi yang terlihat dalam perilaku individu dan masyarakat tidak hanya
disebabkan oleh motivasi ekonomi tetapi juga karena motivasi lain (seperti
motivasi sosial dan kejiwaan), maka Veblen tidak puas terhadap gambaran
teoretis tentang perilaku individu dan masyarakat dalam pemikiran
ekonomi ortodoks. Dengan demikian, ilmu ekonomi menurut Veblen jauh
lebih luas daripada yang ditemukan dalam pandangan ahli-ahli ekonomi
ortodoks.
2. Revolusi perkembangan pemikiran yang dikemukakan Veblen yaitu dengan
memperluas lingkup pengkajian ilmu ekonomi, membawa akibat perluasan
dan perubahan dalam metodologi, andaian-andaian, dan perilaku variabel-
variabel ekonomi. Veblen melihat pengkajian ilmu ekonomi dari berbagai
aspek ilmu sosial sehingga diperlukan interdisiplin. Oleh karena itu pula
Veblen mendapat tuduhan bukan sebagai seorang pemikir ekonomi, tetapi
sebagai seorang sociologist.
3. Pandangan pemikiran Veblen yang utama bahwa teori-teori ekonomi
ortodoks, seperti teori konsumsi, perilaku bisnis, andaian-andaian laba
maksimal, persaingan sempurna ditolaknya. Persaingan sempurna hampir
tidak terjadi, yang banyak terjadi adalah monopoli, bukan persaingan
harga, tetapi harga ditetapkan lebih tinggi. Konflik-konflik yang terjadi
bukan lagi antara tenaga kerja dan pemilik modal, tetapi antara bisnismen
dengan para teknisi. Karena dunia bisnis telah dikuasai oleh mesin, maka
peranan teknisilah yang menentukan proses produksi.
4. Selanjutnya pandangan Veblen pada tahap awal sukar dipahami oleh ahli-
ahli ekonomi, karena dia menggunakan istilah-istilah yang datang dari
disiplin lain. Namun demikian, pandangan-pandangannya telah mendorong
berkembangnya aliran ekonomi kelembagaan Amerika Serikat. Murid-
muridnya melanjutkan dan melakukan pengembangan terhadap pemikiran-
pemikirannya.

Tindakan Kolektif dan Surplus yang tidak Produktif

1. Mitchell seorang ilmuwan sejati yang tidak terpengaruh oleh pemikiran lain
ia mempunyai pandangan sendiri. Oleh karena itu tidak semua pandangan
Veblen disetujuinya, bahkan di samping pemikiran ekonomi ortodoks,
pandangan Veblen mendapat kritik. Mitchell berkeberatan terhadap
asumsi-asumsi, logika yang abstrak ekonomi ortodoks, karena itu dia tidak
pernah menggunakannya sebagai teori dalam penelitian. Dia lebih
menekankan penelitian empirik dan menjelaskan data dengan deskriptif.
Pendekatan sejarah, dengan mempelajari sebab-sebab yang menjadi
kumulatif secara evolusioner digunakannya dalam analisis siklus bisnis.
Fluktuasi kegiatan ekonomi dapat diamati dari keputusan-keputusan
pengusaha, reaksi-reaksi pengusaha terhadap perubahan laba. Siklus-bisnis
terdiri beberapa tahap, yakni resesi, depresi, pemulihan dan masa-masa
makmur (boom).
2. John R. Commons seorang pelopor ajaran ekonomi kelembagaan di
Universitas Wisconsin. Commons mencoba untuk melakukan perubahan
sosial, penyempurnaan struktur dan fungsi pendidikan di kampusnya, dan
banyak memberikan sumbangan dalam ekonomi perburuhan.
Pandangannya terhadap ekonomi ortodoks adalah penolakannya pada
lingkungan ekonomi yang sempit, statik, dan mencoba memasukkan segi-
segi kejiwaan, sejarah, hukum, sosial dan politik dalam pembahasannya.
Teori harga dalam ekonomi ortodoks hanya berlaku dalam kondisi-kondisi
khusus. Dalam pasar ekonomi ortodoks terjadi pertukaran, tetapi bukan
hubungan pertukaran. Dia membagi tiga macam transaksi dalam pasar,
yakni transaksi pengalihan hak milik kekayaan, transaksi kepemimpinan,
dan transaksi distribusi. Dalam transaksi tersebut, melibatkan aspek-aspek
kebiasaan, adat, hukum dan kejiwaan.
3. Pandangan pemikiran J.A. Hobson tentang kritiknya terhadap ekonomi
ortodok, yaitu ada tiga kelemahan teori ekonomi ortodoks yang
ditemukannya, yakni tidak dapat menyelesaikan masalah full employment
yang dijanjikan teori ekonomi ortodoks, distribusi pendapatan yang senjang,
dan pasar bukanlah ukuran terbaik untuk menentukan ongkos sosial.
Adanya ekonomi normatif dan positif tidak disetujuinya, oleh karena
keduanya mengandung unsur etika, hipotesis tentang timbulnya
imperialisme, karena terjadi under consumption dan over saving di dalam
negeri, maka diperlukan penanaman modal ke daerah-daerah baru.
Pengeluaran pemerintah dan pajak dapat mendorong ekonomi ke arah full
employment, dan meningkatkan pendapatan pekerja dan peningkatan
produktivitas. Pembayaran terhadap faktor-faktor produksi dapat
ditentukan atas kebutuhan cukup untuk meningkatkan produktivitas dan
dengan memberikan kelebihan yang tidak produktif. Dengan semakin
meratanya pembagian pendapatan akan mendorong peningkatan
produktivitas, meningkatnya konsumsi, dan akan terhindarlah ekonomi dari
resesi.

Inovasi, Drama Asia dan Kapitalisme Amerika

1. Pemikiran yang paling menonjol dari Schumpeter tentang pembahasan


ekonomi jangka panjang terlihat dalam analisisnya baik mengenai
terjadinya inovasi komoditi baru, maupun dalam menjelaskan terjadinya
siklus-bisnis. Keseimbangan ekonomi yang statik dan stasioner itu
mengalami gangguan dengan adanya inovasi, namun gangguan itu berusaha
mencari keseimbangan baru. Inovasi akan terhenti kalau kapten industri
(wiraswasta) telah terlihat dengan persoalan-persoalan rutin. Walaupun
Schumpeter menggunakan andaian-andaian ekonomi ortodoks, tetapi dia
memasukkan aspek dinamik dengan mengkaji terjadinya fluktuasi bisnis, di
mana terjadi resesi, depresi, recovery, dan boom. Invensi dan inovasi
merupakan kreativitas yang bersifat destruktif. Penemuan hari ini dapat
dihancurkan oleh penemuan esok, tetapi ekonomi tetap tumbuh.
2. Pemikiran Gunnar Myrdal seorang ekonomi Swedia yang terbesar dewasa
ini tertarik dengan pengkajian sosiologi. Dia mempelajari sebab-sebab
terjadinya kemiskinan di negeri-negeri maju dan yang sedang berkembang.
Dalam mengatasi persoalan-persoalan itu tidak dapat hanya dengan teori-
teori ekonomi ortodoks, oleh karena teori itu terlalu sempit. Perencanaan
ekonomi di negeri-negeri yang sedang berkembang akan mengarahkan
pembangunan yang jelas, dan perencanaan itu meliputi segala aspek, yakni
ekonomi, pendidikan, kesehatan, kependudukan, dan semua sektor. Alat
analisisnya seperti yang dilakukan oleh Mitchell, yakni sebab-musabab yang
bersifat kumulatif. Jadi, kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, sosial dan
kejiwaan dapat berhimpun menjadi sebab kejadian yang merugikan atau
yang menguntungkan pembangunan.
3. John Keyneth Galbraith menjelaskan perkembangan ekonomi kapitalis di
AS, yang tidak sesuai dengan ramalan-ramalan yang bersifat manipulatif
dari teori ekonomi ortodoks. Andaian-andaian ekonomi ortodoks menurut
Galbraith ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya. Tidak ada lagi
persaingan sempurna, pasar telah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan
besar. Perusahaan ini menentukan selera konsumen. Kekuasaan konsumen
telah tidak berarti sehingga timbul dependent-effect pemilik modal telah
terpisah dengan para manajer yang profesional, dan para manajer ini telah
menjadi technostructure masyarakat. Konsumsi masyarakat telah menjadi
tinggi, tetapi sebaliknya terjadi pencemaran lingkungan, dan kualitas
barang-barang swasta tidak dapat diimbangi oleh barang-barang dan jasa
publik. Kekuatan-kekuatan perusahaan besar dikontrol oleh kekuatan
pengimbang seperti kekuatan buruh, pemerintah, dan lembaga-lembaga
konsumen. Namun demikian, untuk menjamin kelanjutan kekuasaan
perusahaan- perusahaan ini, mereka meminta pemerintah untuk
menstabilkannya.

Sumber Buku Sejarah Teori-teori Ekonomi Karya Disman


TEORI KETERGANTUNGAN

Sejarah Perkembangan Teori Dependensi.


Pendekatan teori dependensi pertama kali muncul di Amerika Latin. Pada
awal kelahirannya, teori ini lebih merupakan jawaban atas kegagalan
program yang telah dijalankan oleh Komisi Ekonomi Perserikatan Bangsa-
Bangsa untuk Amerika Latin. (United Nation Economic Commission for Latin
Amerika)ECLA/KEPBBAL) pada masa awal tahun 1960-an. Pada tahun 1950-
an banyak pemerintahan di Amerika Latin, yang dikenal cukup “populis”,
mencoba untuk menerapkan strategi pembangunan dari KEPBBAL yang
menitik beratkan pada proses industrialisasi melalui program industrialisasi
subsitusi impor (ISI). Dari padanya diharapkan akan memberikan
keberhasilanyang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi sekaligus
pemerataan hasil pembangunan, peningkatan kesejahtaraan rakyat, dan
pada akhirnya akan memberikan suasana yang mendorong pembangunan
politik yang lebih demokratis. Yang terjadi adalah sebaliknya, ekspansi
ekonomi amat singkat, dan segera berubah menjadi stagnasi ekonomi.
Disamping itu, lahirnya teori dependensi ini juga dipengaruhi dan
merupakan jawaban atas krisis teori Marxis ortodoks di Amerika Latin.
Menurut pandangan Marxis ortodoks, Amerika Latin harus mempunyai
tahapan revolusi industri “borjuis” sebelum melampaui revolusi sosialis
proletar. Namun demikian Revolusi Repuplik Rakyat Cina (RRC) tahun 1949
dan revolusi Kuba pada akhir tahun 1950-an mengajarkan pada kaum
cendikiawan, bahwa negara dunia ketiga tidak harus mengikuti tahapan-
tahapan perkembangan tersebut. Tertarik pada model pembanguan RRC dan
Kuba, banyak intelektual radikal di Amerika Latin berpendapat, bahwa
negara-negara Amerika Latin dapat saja langsung menuju dan berada pada
tahapan revolusi sosialis.
Teori Ketergantungan muncul melalui Teori Struktural hal ini terjadi karena
Teori Ketergantungan memakai pendekatan struktural Teori Struktural
berpendapat bahwa kemiskinan yang terdapat di negara Dunia Ketiga yang
mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur
perekonomian dunia yang bersifat eksploitatif, dimana yang kuat melakukan
eksploitasi terhadap yang lemah, maka surplus dari negara-negara Dunia
Ketiga beralih ke negara-negara industri maju sehingga perdagangan dunia
yang bebas justru merupakan wadah untuk praktek eksploitasi ini.
Teori Struktural merupakan teori yang memakai pendekatan struktural yaitu
menekankan lingkungan material manusia, yakni organisasi kemasyarakatan
besertasistem imbalan-imbalan yang metrial yang diberikannya, perubahan-
perubahan pada lingkungan material manusia termasuk perubahan
teknologi. Lingkungan material ini dianggap sebagai faktor yang lebih
penting daripada keadaan psikologi dan nilai-nilai kemasyarakatan yang ada
dalam mempengaruhi tingkahlaku manusia.
Dengan demikian dalam menjelaskan tingkahlaku manusia dan gejala atau
proses sosial yang terjadi, teori struktural mencari faktor-faktor lingkungan
material manusia sebagai faktor yang menyebabkannya.
Teori Struktur sendiri memang berpangkal pada filsafat materialisme yang
dikembangkan oleh Karl Max. Teori Ketergantungan membantah tesis Marx
yang menyatakan bahwa kapitalisme akan menjadi produksi tunggal dan
menciptakan proses maupun struktur masyarakat yang sama di semua
negara yang ada di dunia ini.
Teori Ketergantungan mempunyai dua induk pertama adalah teori tentang
imprealisme dan kolonialisme, kedua datang dari studi-studi empiris tentang
pembangunan di negara-negara pinggiranjuga dari para pemikir Marxis (Paul
Baran) maupun yang bukan (Raul Prebisch).

Tokoh-Tokoh Teori Ketergantungan


1. Karl Marx

Karl Marx mengatakan bahwa negara-negara kapitalis maju akan menularkan


sistem kapitalisme ke negara-negara berkembang dan ini mengakibatkan
kemajuan negara-negara berkembang.
2. Paul Baran

Paul Baran mengatakan bahwa negara-negara pinggiran yang disentuh oleh


negara-negara maju tidak mengalami kemajuan karena negara maju bukan
industrialisasi yang dijalankan di negara pinggiran tetapi mempertahankan
sektor pertanian, bukan akumulasi modal yang terjadi, tetapi penyusutan.
Negara-negara yang terbelakang dikuasai oleh kepentingan modal asing dan
agen –agen di negara tersebut dan oleh kepentingan kaum pedagang dan
tuan tanah.
3. Raul Prebisch

Raul Prebisch merupakan yang tidak setuju dengan pemikiran Marxis.


4. Theotonio Dos Santos

Theotonio Dos Santos memberikan definisi ketergantungan adalah keadaan


dimana kehidupan ekonomi negara-negara tertentu dipengaruhi oleh
perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara-negara lain
dimana negara-negara tertentu ini hanya berperan sebagai penerima
akibatnya saja. Ketergantungan diatas diatas mempunyai derajat
ketergantungan yang berbeda negara pinggiran jelas lebih tergantung
kepada negara pusat daripada sebaliknya keduanya saling membutuhkan
tetapi tidak saling ketergantungan dengan derajat yang sama.
5. Andre Gunder Frank

Ia berpendapat bahwa adanya hubungan tidak sehat antara negara-negara


pusat dengan negara pinggiran. Keadaan itu yaitu adanya ketergantungan
yang akan menghasilkan keterbelakangan di masa lalu dan terus
mengembangkan keterbelakangan di masa sekarang, jadi keterbelakangan
bukan suatu kondisi yang alamiah dari sebuah masyarakat dan bukan juga
karena kekurangan modal keterbelakangan merupakan sebuah proses
ekonomi, polotik dan sosial yang terjadi akibat globalisasi dari sistem
kapitalisme.

6. Robert A Packenham

Ia berpendapat bahwa ketergantungan sebagai suatu yang dianggap negatif,


ketergantungan juga sepenuhnya didefinisikan sebagai konsep dikotomi
padahal semua negara tidak ada yang sepenuhnya tergantung juga tidak
semuanya otonom. Ia mempertanyakan keluwesan dan mengukur derajat
ketergantungan.

Asumsi dasar teori dependensi klasik.


Keadaan ketergantungan dilihat dari satu gejala yang sangat umum, berlaku
bagi seluruh negara dunia ketiga. Teori dependensi berusaha
menggambarkan watak-watak umum keadaan ketergantungan di Dunia
Ketiga sepanjang perkembangan kapitalisme dari Abad ke-16 sampai
sekarang.
• Ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh “faktor
luar”, sebab terpenting yang menghambat pembangunan karenanya tidak
terletak pada persoalan kekurangan modal atau kekurangan tenaga dan
semangat wiraswasta, melainkan terletak pada diluar jangkauan politik
ekonomi dalam negeri suatu negara. Warisan sejarah kolonial dan
pembagian kerja internasional yang timpang bertanggung jawab terhadap
kemandekan pembangunan negara Dunia Ketiga.
• Permasalahan ketergantungan lebih dilihatnya sebagai masalah ekonomi,
yang terjadi akibat mengalir surplus ekonomi dari negara Dunia Ketiga ke
negara maju. Ini diperburuk lagi kerena negara Dunia Ketiga mengalami
kemerosotan nilai tukar perdagangan relatifnya.
• Situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses
polarisasi regional ekonomi global. Disatu pihak, mengalirnya surplus
ekonomi dari Dunia Ketiga menyebabkan keterbalakangannya, satu faktor
yang mendorong lajunya pembangunan dinegara maju.
• Keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang mutlak bertolak
belakang dengan pembangunan. Bagi teori dependensi, pembangunan di
negara pinggiran mustahil terlaksana. Sekalipun sedikit perkembangan dapat
saja terjadi dinegara pinggiran ketika misalnya sedang terjadi depresi
ekonomi dunia atau perang dunia. Teori dependensi berkeyakinan bahwa
pembangunan yang otonom dan berkelanjutan hampir dapat dikatakan tidak
mungkin dalam situasi yang terus menerus terjadi pemindahan surplus
ekonomi ke negara maju.

Implikasi kebijiaksanaan teori dependensi klasik


Secara filosofis, teori dependensi menghendaki untuk meninjau kembali
pengertian “pembangunan”. Pembangunan tidak harus dan tidak tepat
untuk diartikan sebagai sekedar proses industrialisasi, peningkatan keluaran
(output), dan peningkatan produktivitas. Bagi teori dependensi,
pembangunan lebih tepat diartikan sebagai peningkatan standar hidup bagi
setiap penduduk dinegara Dunia Ketiga. Dengan kata lain, pembangunan
tidak sekedar pelaksanaan program yang melayani kepentingan elite dan
penduduk perkotaan, tetapi lebih merupakan program yang dilaksanakan
untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk pedesaan, para pencari kerja,
dan sebagian besar kelas sosial lain yang dalam posisi memerlukan bantuan.
Setiap program pembangunan yang hanya menguntungkan sebagian kecil
masyarakat dan membebani mayoritas masyarakat tidaklah dapat dikatakan
sebagai program pembangunan sebenarnya.
Teori ini teori dependensi berupaya secara terus menerus untuk
mengurangi keterkaitannya negara pinggiran dengan negara sentral,
sehingga memungkinkan tercapainya pembangunan yang dinamis dan
otonom, sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan
revolusi sosialis.

Kajian teori dependensi klasik.


a. Tenaga teori depandensi klasik
Ketergantungan dan keterbelakangan Indonesia mencerminkan kerakteristik
yang khas teori dependensi dalam usahanya menguji persoalan
pembangunan Dunia Ketiga. Dari padanya diharapkan dapat dilihat secara
lebih jelas dan karena itu dapat dicari kekuatan teori dependensi dalam
mengarahkan pola pikir peneliti, para perencana kebijaksanaan, dan
pengambil keputusan untuk mengikuti tesis-tesis yang diajukan. Dalam hal
ini teori dependensi dibanding dengan dua pendekatan pokok yang lain.
Namun lebih ditujukan untuk menggali sejauh mana tenaga yang dimiliki
teori dependensi dalam mempengaruhi peta pemikiran persoalan
pembangunan.
Nampaknya ketiga hasil kajian tersebut memiliki asumsi yang sama, yakni
ketergantungan pembangunan yang terjagi di negara-negara tersebut
disebabkan oleh faktor luar, yang tidak berada didalam jangkauan
pengendaliannya, yang pada akhirnya posisi ketergantungan ini akan
membawa akibat jauh berupa keterbelakangan pembangunan ekonomi.
b. Ketergantungan dan faktor luar.
Tenaga inti yang dimiliki oleh teori dependensi klasik dapat diketahui dari
kemampuannya untuk mengarahkan peneliti dan pengambil keputusan
untuk menguji sejauh mana dominasi asing telah secara signifikan
mempengaruhi roda pembangunan nasional.
c. Ketergantungan ekonomi.
Dengan merumuskan ketergantungan sebagai akibat dari adanya
ketimpangan nilai tukar barang dalam transaksi ekonomi, teori dependensi
telah mampu mengarahkan para pengikutnya untuk lebih memperhatikan
dimensi ekonomi dari situasi ketergantungan. Dalam hal ini, sekalipun teori
dependensi sama sekali tidak mengesampingkan dimensi politik dan budaya,
persoalan ini hanya dilihat sebagai akibat lanjutan dari dimensi ekonomi.
d. Ketergantungan dan pembangunan.
Teori dependensi klasik hampir secara ”sempurna” menguraikan akibat
negatif yang harus dialami negara Dunia Ketiga sebagai akibat situasi
ketergantungannya. Bahkan terkadang tarasa agak berlebihan, ketika teori
dependensi menyebutkan bahwa hanya dengan menghilangkan sama sekali
situasi ketergantungan, negara Dunia Ketiga baru akan mampu mencapai
pembangunan ekonomi.

KONDISI SOSIAL INDONESIA

Berdasarkan isu-isu penting dalam berbagai film dokumenter menjelaskan


tentang fakta berbagai permasalahan kemiskinan dan keterpurukan yang
menimpa bangsa Indonesia. Kemiskinan dan keterpurukan di Indonesia
sudah ada sejak masa perjuangan bangsa Indonesia terdahulu, dimana
bangsa Indonesia mengalami berbagai penindasan dari kaum penjajah,
menjadi sasaran para kaum penjajah untuk mempekerjakan rakyat
Indonesia sebagai buruh lembur dengan upah kecil, penguasaan tanah
rakyat secara paksa, pembelian hasil alam Indonesia dengan harga rendah,
perampasan harkat dan martabat bangsa Indonesia pada umumnya. Pada
masa G30S-PKI para tokoh nasionalis dan pejuang bangsa Indonesia
pemberontak kaum penjajah dibunuh secara kejam. Menjadi bukti
keterpurukan bangsa Indonesia di mata dunia.
Kemunduran bangsa Indonesia merupakan dampak dari rezim penguasa
sebelumnya, dimana pada saat lengsernya Ir. Soekarno sebagai presiden
Indonesia digantikan oleh Soeharto sebagai presiden Indonesia yang baru.
Tabiat Presiden Soeharto yang menggambarkan kemajuan bangsa Indonesia
dengan kepemimpinan otoriternya dan menjalankan kerjasama dengan
negara adikuasa Amerika Serikat dan Inggris, memberikan bukti memajukan
pertanian Indonesia, pembelian berbagai perlengkapan militer, nilai rupiah
atas dolar berada antara di bawah Rp 2.000,- dan sebagainya, hingga
Indonesia disebut sebagai calon Macan Asia pada masanya. Namun ternyata
dibalik itu lambat laun berdampak buruk terhadap bangsa Indonesia, karena
menyimpan hutang luar negeri yang sangat besar jumlahnya. Disamping
pihak Soeharto, terdapat juga para pejabat elite politik Indonesia yang
korup, pembayaran pajak yang pada kenyataannya dibebankan kepada
rakyat ternyata sebagian besar bukan untuk pembayaran hutang negara
melainkan masuk kantong keluarga Soeharto. Dalam fakta yang terungkap
1/3 utang Indonesia atas World Bank sebesar 8 Milyar Dolar berada ditangan
Soeharto untuk kepentingan pribadi, hingga pada akhirnya pada tahun 1997
Soeharto lengser dengan berhasil merampok 15 Milyar Dolar selama masa
kepemimpinannya, sehingga menjadi tanggungan utang luar negeri
Indonesia di era selanjutnya yang dibebankan kepada rakyat Indonesia.
Pada masa krisis moneter dan krisis kepercayaan melanda bumi Indonesia
tercinta banyak sekali permasalahan yang timbul akibat dari hal ini.
Dampaknya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adalah makin
meningkatnya jumlah angka kemiskinan yang seharusnya turun dengan
adanya priogram-program yang dilaksanakan pemerintah bukan menjadi
semakin terpuruk.
Hal itupun dirasakan oleh pemerintah Indonesia sebagai masalah baru yang
harus diselesaikan secepatnya. Jika tidak kondisi atau keadaan akan
semakin terpuruk dan akan menimbulkan kekacauan, konflik, tIndak
kriminal, dan lain sebagainya. Pada awal-awal terjadinya krisis moneter
pemerintah Indonesia sangat bergantung sekali dengan pihak luar. Karena
pemerintah harus membangun negara ini dari tahap yang terkecil hingga
tahap yang terbesar. Kebijakan pemerintah pada saat itu adalah dengan
menerima bantuan dana dari IMF (International Monetary Foundation)
berupa bantuan pinjaman dana yang harus dikembalikan pada waktu yang
telah ditentukan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.
Setelah krisis moneter telah berlalu yang ditandai dengan membaiknya
kondisi ekonomi dan segala aspek kegiatan di segala bidang serta hutang
bantuan dana yang telah dilunasi, negara ini tetap masih mengantungkan
perputaran roda pemerintahan ini kepada negara-negara luar. Hal ini dapat
dilihat dengan masih banyaknya investor asing yang menduduki peringkat
atas dalam pemegang kekuasaan di industri-industri. Saham-saham yang
dimiliki indonesia pun ada sebagian dijual kepiha asing misalnya, Indosat,
HM Sampoerna, dan lain-lainnya. Hal ini, dapat membuktikan bahwa
perekonomian negara ini masih bergantung dengan negara-negara asing,
dalam ini mengenai penanaman dana investor untuk industri-industri di
Indonesia, yang berakibat pemerintah Indonesia sangat sulit lepas dari
ketergantungan.
Permasalahan yang menimpa bangsa Indonesia disebabkan oleh pelaku elite
politik Indonesia terdahulu yang cenderung kurang bertanggung jawab
dengan kecenderungan korup berdampak terhadap rakyat Indonesia hingga
saat ini dan sulit terpecahkan. Indonesia pada dasarnya mempunyai potensi
lebih yang dapat dikembangkan, pada kenyataannya kekayaan di Indonesia
ternyata bertolak belakang terhadap kemajuan namun lebih akrab pada
kemiskinan karena tidak ada karakter di Indonesia. Bisa dilihat banyaknya
pengusaha kaya yang menghambur-hamburkan uang untuk mengadakan
suatu macam pesta perayaan, tetapi di lain pihak di luar sana masih
terdapat kurang lebih 70 juta rakyat miskin di Indonesia yang membutuhkan
santunan, sehingga terdapat kesenjangan sosial. Selain itu permasalahan
tempat tinggal tidak layak huni, sanitasi kumuh, penghasilan dan
pengeluaran tidak seimbang merupakan masalah yang seringkali menimpa
rakyat Indonesia.
Fenomena yang terjadi di Indonesia, miskin makin miskin, pelayanan publik
tidak maksimal karena dana lebih dialokasikan untuk pembayaran hutang
negara akibat ulah elite politik korup terdahulu. Kaya makin kaya karena
terdapat investasi tinggi di Indonesia dan upah buruh relatif murah sehingga
menarik minat investor asing untuk menguasai pangsa pasar di Indonesia.
Etika perusahaan di Indonesia tidak dapat diterapkan dengan baik, karena
pemerintah sendiri (elite politik) mengatakan “buruh murah” untuk
menarik investor asing, sehingga banyak pengangguran terutama bagi
investor dalam negeri. Seperti pada kenyataannya kasus beberapa
perusahaan asing Nike, Reebok, Adidas, serta GAP yang mempekerjakan
buruh Indonesia bisa lebih dari 24 jam/hari tergantung target pesanan.
Tidak seimbang dengan upah kerja yang diterima, disamping itu juga para
pekerja Indonesia juga rentan terhadap bahaya kekerasan karena
kecenderungan tidak menghargai hak berserikat dan hak-hak pekerja.
Berpedoman Dependency Theory (Teori Ketergantungan) dijelaskan bahwa
ketergantungan adalah keadaan di mana kehidupan ekonomi negara
tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan
ekonomi negara lain. Negara tersebut tersebut hanya berperan sebagai
penerima akibat saja. Konsep ketergantungan memperlihatkan bahwa
situasi internal suatu negara sebagai bagian dari ekonomi dunia.
Imperialisme merupakan akar dari ketergantungan karena surplus ekonomi
negara terjajah dibawa ke negara imperialist. Ekspansi kaum kapitalis dunia
menciptakan ketergantungan karena menciptakan pasar yang monopolistik,
misal: World Bank dan IMF menerapkan hutang untuk membantu penerapan
kebijakan terutama kepada negara berkembang, privatisasi BUMN oleh IMF
dan World Bank.
Daftar Negara/Bank Kreditor Utang Terbesar Indonesia (2009 Maret 25)
1. Jepang 45,5% atau 29.8 miliar USD* atau Rp 358 triliun
2. ADB (Asian Development Bank)16,4% atau 10.8 miliar USD atau Rp 129
triliun
3. World Bank (Bank Dunia) 13.6% atau 8.9 miliar USD atau Rp 107 triliun
4. Jerman 4.7% atau 3.1 miliar USD atau Rp 37 triliun
5. Amerika Serikat 3.7% atau 2.3 miliar USD atau Rp 28 triliun
6. Inggris 1.7% atau 1.1 miliar USD atau Rp 13 triliun
7. Negara/lembaga lain 14.6% atau 9.6 miliar USD atau Rp 115 triliun
DIPOSKAN OLEH RUKMANSYAH DI 00.56
Ekonomi Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ekonomi Indonesia

Mata uang Rupiah

Tahun fiskal Tahun kalender

Organisasi APEC, ASEAN, WTO


perdagangan

Statistik [1]

Peringkat PDB ke-15

PDB $863,6 milyar (2005)

Pertumbuhan 4,8% (2004)


PDB

PDB per kapita $3.200 (2004)

PDB pertanian (16.6%), industri


berdasarkan (43.6%), jasa (39.9%) (2004)
sektor

Inflasi 6.6% (2004)

Pop di bawah 8.% (1998)


garis kemiskinan

Tenaga kerja 105,7 juta (2004)

Tenaga kerja produksi 46%, pertanian 16%,


berdasarkan jasa 39% (1999)
pekerjaan

Pengangguran 8.7% (2004)

Industri utama minyak bumi dan gas alam;


tekstil, perlengkapan, dan
sepatu; pertambangan, semen,
pupuk kimia, plywood; karet;
makanan; pariwisata

Perdagangan Internasional[2]

Ekspor $113,99 milyar (2007)

Komoditi utama minyak dan gas, plywood,


tekstil, karet

Mitra dagang Jepang 22,3%, Amerika


Serikat 12,1%, Singapura
8,9%, Korea Selatan 7,1%,
Cina 6.2% (2003)

Impor $74,40 milyar (2007)

Komoditi utama mesin dan peralatan; kimia,


bahan bakar, makanan

Mitra dagang Jepang 13%, Singapura


12,8%, Cina 9,1%, Amerika
Serikat 8,3%, Thailand 5,2%,
Australia 5,1%, Korea Selatan
4,7%, Arab Saudi 4,6%
(2003)

Keuangan publik [3]

Utang $454.3 milyar (56.2% dari


pemerintah GDP)

Pendapatan $40.91 milyar (2004)

Belanja $44,95 milyar (2004)

Bantuan $43 milyar dari IMF (1997–


ekonomi 2000)

Sunting

Indonesia memiliki ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan


penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa
barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial Asia yang
dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta
melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses
penstrukturan hutang.
Latar belakang

Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, ekonomi
Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui
kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, rupiah stabil
dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari
anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing.

Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas


ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan
dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-
minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 1987-1997, dan banyak
analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang
berkembang.

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997 menutupi beberapa


kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Sistem legal sangat lemah, dan tidak ada
cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas
kebangkrutan. Aktivitas bank sangat sederhana, dengan peminjaman
berdasarkan-"collateral" menyebabkan perluasan dan pelanggaran peraturan, termasuk
batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi
domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan hambatan ekspor seluruhnya
menciptakan gangguan ekonomi.

Krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir 1997 dengan cepat
berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Respon pertama Indonesia terhadap
masalah ini adalah menaikkan tingkat suku bunga domestik untuk mengendalikan
naiknya inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya.
Pada Oktober 1997, Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) mencapai
kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan
ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai merusak,
antara lain Program Permobilan Nasional dan monopoli, yang melibatkan anggota
keluarga Presiden Soeharto. Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup
lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei
1998. Di bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di
bawah Presiden B.J Habibie. Presiden Gus Dur yang terpilih sebagai presiden pada
Oktober 1999 kemudian memperpanjang program tersebut.

Kajian Pengeluaran Publik

Sejak krisis keuangan Asia di akhir tahun 1990-an, yang memiliki andil atas jatuhnya
rezim Suharto pada bulan Mei 1998, keuangan publik Indonesia telah mengalami
transformasi besar. Krisis keuangan tersebut menyebabkan kontraksi ekonomi yang
sangat besar dan penurunan yang sejalan dalam pengeluaran publik. Tidak mengherankan
utang dan subsidi meningkat secara drastis, sementara belanja pembangunan dikurangi
secara tajam.

Saat ini, satu dekade kemudian, Indonesia telah keluar dari krisis dan berada dalam
situasi dimana sekali lagi negara ini mempunyai sumber daya keuangan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Perubahan ini terjadi karena kebijakan
makroekonomi yang berhati-hati, dan yang paling penting defisit anggaran yang sangat
rendah. Juga cara pemerintah membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui
"perubahan besar" desentralisasi tahun 2001 yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari
keseluruhan anggaran belanja pemerintah beralih ke pemerintah daerah pada tahun 2006.
Hal lain yang sama pentingnya, pada tahun 2005, harga minyak internasional yang terus
meningkat menyebabkan subsidi minyak domestik Indonesia tidak bisa dikontrol,
mengancam stabilitas makroekonomi yang telah susah payah dicapai. Walaupun terdapat
risiko politik bahwa kenaikan harga minyak yang tinggi akan mendorong tingkat inflasi
menjadi lebih besar, pemerintah mengambil keputusan yang berani untuk memotong
subsidi minyak.

Keputusan tersebut memberikan US$10 milyar [4] tambahan untuk pengeluaran bagi
program pembangunan. Sementara itu, pada tahun 2006 tambahan US$5 milyar [5] telah
tersedia berkat kombinasi dari peningkatan pendapatan yang didorong oleh pertumbuhan
ekonomi yang stabil secara keseluruhan dan penurunan pembayaran utang, sisa dari krisis
ekonomi. Ini berarti pada tahun 2006 pemerintah mempunyai US$15 milyar [6] ekstra
untuk dibelanjakan pada program pembangunan. Negara ini belum mengalami 'ruang
fiskal' yang demikian besar sejak peningkatan pendapatan yang dialami ketika terjadi
lonjakan minyak pada pertengahan tahun 1970an. Akan tetapi, perbedaan yang utama
adalah peningkatan pendapatan yang besar dari minyak tahun 1970-an semata-mata
hanya merupakan keberuntungan keuangan yang tak terduga. Sebaliknya, ruang fiskal
saat ini tercapai sebagai hasil langsung dari keputusan kebijakan pemerintah yang hati
hati dan tepat.

Walaupun demikian, sementara Indonesia telah mendapatkan kemajuan yang luar biasa
dalam menyediakan sumber keuangan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan, dan
situasi ini dipersiapkan untuk terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, subsidi
tetap merupakan beban besar pada anggaran pemerintah. Walaupun terdapat pengurangan
subsidi pada tahun 2005, total subsidi masih sekitar US$ 10 milyar [7] dari belanja
pemerintah tahun 2006 atau sebesar 15 persen dari anggaran total.

Berkat keputusan pemerintahan Habibie (Mei 1998 - Agustus 2001) untuk


mendesentralisasikan wewenang pada pemerintah daerah pada tahun 2001, bagian besar
dari belanja pemerintah yang meningkat disalurkan melalui pemerintah daerah. Hasilnya
pemerintah propinsi dan kabupaten di Indonesia sekarang membelanjakan 37 persen [8]
dari total dana publik, yang mencerminkan tingkat desentralisasi fiskal yang bahkan lebih
tinggi daripada rata-rata OECD.

Dengan tingkat desentralisasi di Indonesia saat ini dan ruang fiskal yang kini tersedia,
pemerintah Indonesia mempunyai kesempatan unik untuk memperbaiki pelayanan
publiknya yang terabaikan. Jika dikelola dengan hati-hati, hal tersebut memungkinkan
daerah-daerah tertinggal di bagian timur Indonesia untuk mengejar daerah-daerah lain di
Indonesia yang lebih maju dalam hal indikator sosial. Hal ini juga memungkinkan
masyarakat Indonesia untuk fokus ke generasi berikutnya dalam melakukan perubahan,
seperti meningkatkan kualitas layanan publik dan penyediaan infrastruktur seperti yang
ditargetkan. Karena itu, alokasi dana publik yang tepat dan pengelolaan yang hati-hati
dari dana tersebut pada saat mereka dialokasikan telah menjadi isu utama untuk belanja
publik di Indonesia kedepannya.

Sebagai contoh, sementara anggaran pendidikan telah mencapai 17.2 persen [9] dari total
belanja publik- mendapatkan alokasi tertinggi dibandingkan sektor lain dan mengambil
sekitar 3.9 persen [10] dari PDB pada tahun 2006, dibandingkan dengan hanya 2.0 persen
dari PDB pada tahun 2001[11] - sebaliknya total belanja kesehatan publik masih dibawah
1.0 persen dari PDB [12]. Sementara itu, investasi infrastruktur publik masih belum
sepenuhnya pulih dari titik terendah pasca krisis dan masih pada tingkat 3.4 persen dari
PDB [13]. Satu bidang lain yang menjadi perhatian saat ini adalah tingkat pengeluaran
untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sebesar 15 persen pada tahun 2006
[14], menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas sumber daya publik.

EKONOMI INDONESIA
Sistem ekonomi Indonesia awalnya didukung dengan diluncurkannya Oeang Repoeblik
Indonesia (ORI) yang menjadi mata uang pertama Republik Indonesia, yang selanjutnya
berganti menjadi Rupiah.

Pada masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi sistem
ekonomi kapitalis, namun juga memadukannya dengan nasionalisme ekonomi.
Pemerintah yang belum berpengalaman, masih ikut campur tangan ke dalam beberapa
kegiatan produksi yang berpengaruh bagi masyarakat banyak. Hal tersebut, ditambah
pula kemelut politik, mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan pada ekonomi negara.[37]

Pemerintahaan Orde Baru segera menerapkan disiplin ekonomi yang bertujuan menekan
inflasi, menstabilkan mata uang, penjadualan ulang hutang luar negeri, dan berusaha
menarik bantuan dan investasi asing.[37] Pada era tahun 1970-an harga minyak bumi yang
meningkat menyebabkan melonjaknya nilai ekspor, dan memicu tingkat pertumbuhan
ekonomi rata-rata yang tinggi sebesar 7% antara tahun 1968 sampai 1981.[37] Reformasi
ekonomi lebih lanjut menjelang akhir tahun 1980-an, antara lain berupa deregulasi sektor
keuangan dan pelemahan nilai rupiah yang terkendali,[37] selanjutnya mengalirkan
investasi asing ke Indonesia khususnya pada industri-industri berorientasi ekspor pada
antara tahun 1989 sampai 1997[38] Ekonomi Indonesia mengalami kemunduran pada akhir
tahun 1990-an akibat krisis ekonomi yang melanda sebagian besar Asia pada saat itu,[39]
yang disertai pula berakhirnya masa Orde Baru dengan pengunduran diri Presiden
Soeharto tanggal 21 Mei 1998.
Saat ini ekonomi Indonesia telah cukup stabil. Pertumbuhan PDB Indonesia tahun 2004
dan 2005 melebihi 5% dan diperkirakan akan terus berlanjut.[40] Namun demikian,
dampak pertumbuhan itu belum cukup besar dalam mempengaruhi tingkat pengangguran,
yaitu sebesar 9,75%.[41][42] Perkiraan tahun 2006, sebanyak 17,8% masyarakat hidup di
bawah garis kemiskinan, dan terdapat 49,0% masyarakat yang hidup dengan penghasilan
kurang dari AS$ 2 per hari.[43]

Uang rupiah

Gedung pusat Bank Indonesia.

Indonesia mempunyai sumber daya alam yang besar di luar Jawa, termasuk minyak
mentah, gas alam, timah, tembaga, dan emas. Indonesia pengekspor gas alam terbesar
kedua di dunia, meski akhir-akhir ini ia telah mulai menjadi pengimpor bersih minyak
mentah. Hasil pertanian yang utama termasuk beras, teh, kopi, rempah-rempah, dan karet.
[44]
Sektor jasa adalah penyumbang terbesar PDB, yang mencapai 45,3% untuk PDB
2005. Sedangkan sektor industri menyumbang 40,7%, dan sektor pertanian menyumbang
14,0%.[45] Meskipun demikian, sektor pertanian mempekerjakan lebih banyak orang
daripada sektor-sektor lainnya, yaitu 44,3% dari 95 juta orang tenaga kerja. Sektor jasa
mempekerjakan 36,9%, dan sisanya sektor industri sebesar 18,8%.[46]

Rekan perdagangan terbesar Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat, dan negara-
negara jirannya yaitu Malaysia, Singapura dan Australia.
Meski kaya akan sumber daya alam dan manusia, Indonesia masih menghadapi masalah
besar dalam bidang kemiskinan yang sebagian besar disebabkan oleh korupsi yang
merajalela dalam pemerintahan. Lembaga Transparency International menempatkan
Indonesia sebagai peringkat ke-143 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi, yang
dikeluarkannya pada tahun 2007.[47]

Sosial Budaya

Pluralisme Dan Multikultural


Anjrah Lelono Broto
| 10 Januari 2010 | 10:32

1380
2

1 dari 1 Kompasianer menilai Bermanfaat.

Pluralisme Dan Multikultural


Oleh : Anjrah Lelono Broto*)

Dalam pidato pemakaman tokoh besar Nahdlatul Ulama’ (NU) KH


Abdurrahman Wahid yang akrab dengan panggilan Gus Dur di Ponpes
Tebuireng Jombang Kamis kemarin (31/12/2009), Presiden SBY menyematkan
penghargaan kepada almarhum sebagai Bapak Pluralisme dan Multikultural
Indonesia. Berbeda dengan pernyataan-pernyataan presiden dalam
beberapa bulan kemarin yang senantiasa menuai tanggapan miring,
pernyataan dalam pidato pemakaman ini justru mendapat sambutan positif
dari publik tanah air. Seluruh elemen bangsa Indonesia secara
berjamaah seakan mengamini pernyataan ini dan mengakui sosok cucu
Pendiri NU Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari ini memang layak
menyandang penghargaan tersebut.
Di mata penulis, pluralisme adalah faham yang memberikan ruang nyaman
bagi paradigma perbedaan sebagai salah satu entitas mendasar
kemanusiaan seorang manusia. Sedangkan, Parsudi Suparlan (2001)
mengatakan bahwa multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang
mengagungkan perbedaaan kultur, atau sebuah keyakinan yang mengakui
pluralisme kultur sebagai corak kehidupan masyarakat.
Multikulturalisme akan menjadi jembatan yang mengakomodasi perbedaan
etnik dan budaya dalam masyarakat yang plural. Perbedaan itu dapat
terakomodasi dalam berbagai dimensi kehidupan, seperti dunia kerja,
pasar, hukum, ekonomi, sosial, dan politik. Dengan demikian, pemahaman
bahwa penempatan perbedaan antar individu, kelompok, suku, maupun
bangsa sebagai perspektif tunggal merupakan sebuah kesalahan besar.
Realitanya, Indonesia dengan segala perbedaan yang melekat pada
geografinya, demografinya, religiusitasannya, serta kulturalnya tetap
bertahan dalam persatuan dan kesatuan hingga mencapai usia 64 tahun
sejak diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta.

In-Eksistensi Pluralisme Dan Multikultural


Tumbangnya rezim Orde Baru dengan doktrin penyeragamannya melahirkan
euforia perbedaan yang mengarah pada pembentukan paradigma dan
aksi-aksi yang irrasional. Bukan rahasia lagi, kalau di masa Orde Baru
ada masyarakat etnik dan kultur tertentu yang cenderung diberi ruang
nyaman di segala sektor kehidupan sementara di satu pihak ada etnik
dan kultur tertentu yang mengalami marjinalisasi (peminggiran).
Tentang bentuk-bentuk konkret ’penyamanan’ dan ’peminggiran’ tersebut
tidaklah perlu kita gali dalam tulisan ini, toh tetap saja materi
tersebut memang berpotensi untuk memunculkan konflik.
Namun, jika kita tengok di awal bergulirnya reformasi ketika kursi
kepresidenan Indonesia ditempati oleh Bapak Pluralisme dan
Multikultural Indonesia, Gus Dur, euforia kebebasan dari rezim Orde
Baru disinyalir menjadi pemicu terjadinya konflik-konflik antar etnik,
antar agama, maupun antar golongan. Tentu saja, terjadinya konflik ini
menimbulkan keterkejutan publik tanah air yang telah 32 tahun dibuai
dengan kebijakan in-eksistensi pluralisme dan multikultural karakter
kebhinekaan Indonesia.
32 tahun bukanlah rentang waktu yang pendek untuk mengeliminasi
paradigma in-eksistensi pluralisme dan multikultural dalam benak
bangsa. Sekian banyak lakuan kebijakan pemerintah, maupun
fenomena-fenomena sosial-budaya yang berkembang secara umum masih
menampakkan keengganan untuk menempatkan pluralisme dan multikultural
sebagai dasar pemikiran. Paradigma in-eksistensi pluralisme dan
multikultural telah terlanjur mapan dan mengakar, sehingga sebagaimana
umumnya konsep perubahan, pluralisme dan multikultural seakan
terbentur dengan tembok-tembok kemapanan yang sukar untuk
didekonstruksi.
Mengapa paradigma in-eksistensi pluralisme dan multikultural begitu
mengakar dalam benak publik tanah air?
Hal ini tidak bisa dilepaskan dari pola pendidikan yang berkembang di
lembaga-lembaga sekolah dan lingkungan masyarakat Indonesia. Dalam
pengelolaan pendidikan secara holistik, pemerintah seakan telah
menciptakan kelas-kelas dan diikuti dengan penerapan sistem yang tidak
menghargai perbedaan (pluralisme). Salah satunya adalah kebijakan
pelaksanaan UNAS (Ujian Nasional) yang terkesan ’memaksa’.
Secara esensial, penyeragaman mekanisme ujian nasional secara
terang-terangan telah menunjukkan ketidakpengakuan terhadap pluralisme
kemampuan, minat, dan bakat siswa di satu sisi. Sedangkan di sisi
lain, pelaksaan UNAS juga jelas menunjukkan ketidakpengakuan tehadap
karakter, potensi, serta infrastruktur masing-masing-masing lembaga
pendidikan, mengingat luasnya wilayah geografis serta kemajemukan
karakter demografis masyarakat Indonesia.

Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural merupakan gerakan reformasi pendidikan di
Amerika yang muncul dan berkembang berlatarbelakang perjuangan hak-hak
kaum sipil Afro-Amerika di tahun 60-an. Perubahan demografi masyarakat
Amerika akibat peningkatan populasi imigran memberikan signifikansi
ekses pada lembaga-lembaga pendidikan (Kuper, 2000).
Sedangkan, Banks (1993) menyatakan bahwa evolusi pendidikan
multikultural terdiri dari empat tahapan, yaitu: (1) upaya untuk
menyatukan kajian-kajian etnik pada kurikulum; (2) hal ini diikuti
oleh pendidikan multietnik sebagai usaha untuk menciptakan persamaan
hak pendidikan; (3) kelompok marginal, seperti perempuan, penyandang
cacat, dan lain sebagainya mulai menuntut perubahan-perubahan mendasar
dalam lembaga pendidikan; dan (4) perkembangan peradaban budaya
menuntut perhatian pada relasi antar-ras, antar-etnik, antar-kultur,
dan antar-kelas. Gerakan reformasi pada dunia pendidikan mengupayakan
transformasi pendidikan pada semua tingkatan sehingga semua orang akan
menikmati akses yang sama untuk menikmati pendidikan.
Secara historis, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep pada
awalnya sangat bias karena memiliki keterkaitan dengan perjuangan HAM
dari kelompok-kelompok marjinal di Amerika. Asal-usul pendidikan
multikultural acapkali bermuara pada gerakan sosial Afro-Amerika dan
kelompok kulit berwarna lain yang mengalami diskriminasi di
lembaga-lembaga publik, salah satunya adalah lembaga pendidikan.
Konsep pendidikan multikultural menjadi komitmen global sejalan dengan
rekomendasi UNESCO, Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi UNESCO
tersebut memuat empat seruan, meliputi; (1) pendidikan seyogyanya
mengembangkan kesadaran untuk memahami dan menerima sistem nilai dalam
kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, ras, etnik, dan kultur; (2)
pendidikan seyogyanya mendorong konvergensi gagasan yang memperkokoh
perdamaian, persaudaraan dan solidaritas dalam masyarakat; (3)
pendidikan seyogyanya membangun kesadaran untuk menyelesaikan konflik
secara damai; dan (4) pendidikan seyogyanya meningkatkan pengembangan
kualitas toleransi dan kemauan untuk berbagi secara mendalam.
Dalam perkembangannya, konsep pendidikan multikultural pun menyebar ke
wilayah di luar Amerika, khususnya di negara yang memiliki kebhinekaan
etnik, ras, agama dan kultural seperti Indonesia. Dewasa ini,
pendidikan multikultural juga mencakup gagasan pluralisme-kultural;
yang memberi ruang kajian bagi pemahaman dan penghargaan budaya dalam
keberagaman kelompok masyarakat.
Paradigma bahwa pendidikan multikultural memberikan kebermanfaatan
untuk membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas antar etnik, ras,
agama, dan budaya telah memberikan dorongan bagi lembaga pendidikan
nasional untuk ’sudi’ menanamkan kesadaran kepada siswa untuk
menghargai orang, budaya, dan agama, lain. Harapannya, pendidikan yang
berwawasan multikultural akan membantu siswa memahami dan menghargai
orang lain yang berbeda suku, budaya dan kepribadian.
Agar harapan ini menjadi sebuah kenyataan maka seyogyanya pendidikan
multikultural disosialisasikan dan didoktrinasikan melalui lembaga
pendidikan, serta ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan
di berbagai jenjang. Toh, paradigma multikultural juga menjadi salah
satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pasal ini menjelaskan bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan
bangsa. Merujuk pada materi UU Sisdiknas ini maka tujuan pendidikan
multikultural adalah menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan
empati terhadap penganut agama dan kultural yang berbeda.
Sejatinya, pendidikan multikultural adalah sebuah konsep yang dibuat
dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi
semua siswa yang berbhineka ras, etnik, kelas sosial dan kelompok
budaya. Salah satu tujuan dari konsep pendidikan multikultural adalah
untuk membangun konstruksi pengetahuan, sikap dan kemampuan siswa agar
dapat berperan aktif dalam masyarakat demokrasi-pluralistik.
Konstruksi pengetahuan, sikap, dan kemampuan ini dibutuhkan siswa
ketika mereka berinteraksi dan berkomunikasi dalam masyarakat yang
pluralis.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut
untuk berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini: (1) pendidikan
multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang
merepresentasikan perspektif pluralistik; (2) pendidikan multikultural
harus berpijak pada pandangan bahwa tidak ada penafsiran tunggal
terhadap kebenaran sejarah; (3) kurikulum dicapai sesuai dengan
penekanan analisis komparatif dengan kebhinekaan perspektif kultural;
dan (4) pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinsip pokok
dalam memberantas pandangan klise tentang ras, kultur, dan agama.
Elemen-elemen kunci dalam aplikasi pendidikan multikultural adalah
tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi. Lembaga pendidikan
juga dituntut untuk mampu menumbuhkan kepekaan terhadap kebhinekaan,
di antaranya pakaian, musik, hobby, bakat, minat, hingga kemampuan
ekonomi.

Dimensi Implementasi
Pendidikan multikultural dapat diimplementasikan dalam beragam
dimensi, tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat
dimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun keluarga. Dalam
pendidikan formal pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan
dalam sistem pendidikan melalui kurikulum mulai pendidikan usia dini
(PAUD), pendidikan dasar, pendidikan menengah, bahkan perguruan
tinggi. Sebagai wacana baru, Pendidikan Multikultural ini tidak harus
dirancang sebagai muatan substansi yang berdiri sendiri dan
teralienasi, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang telah
berlangsung. Tentu saja melalui materi ajar dan atau metode
pembelajaran yang memungkinkan.
Di Perguruan Tinggi misalnya, secara substansif, pendidikan
multikultural dapat dinitegrasikan dalam kurikulum yang berlandaskan
konsep multikulturalisme, misalnya melalui mata kuliah
Kewarganegaraan, ISBD, Agama dan Bahasa. Pada pendidikan anak usia
dini, pendidikan multikultural dapat diintegrasikan dalam Out Bond
Program, Jigsaw, dll. Sedangkan pada pendidikan dasar dan menengah,
pendidikan multikultural dapat diintegrasikan dalam materi
pembelajaran bidang studi PKn, Agama, Sosiologi dan Antropologi, dan
atau melalui metode pembelajaran cooperative learning, contextual
learning, dsb.
Dalam ranah pendidikan non-formal, wacana pendidikan multikultural
dapat diintegrasikan dalam format-format pelatihan dengan model
pembelajaran yang responsive multikultural yang mengedepankan
penghargaan terhadap pluralisme.
Wacana pendidikan multikultural juga dapat diimplementasikan dalam
lingkungan keluarga. Kita semua menyadari bahwa keluarga sebagai
institusi sosial terkecil merupakan media pembelajaran yang paling
efektif dalam proses internalisasi, transformasi, dan sosialisasi
sebuah tata nilai. Orang tua berperan besar dalam menanamkan
nilai-nilai yang lebih responsive multikultural dengan mengedepankan
penghargaan terhadap pluralisme di sekitar lingkungannya (agama, ras,
golongan) terhadap anggota keluarga yang lain.
Implementasi konsep pendidikan multikultural tidak akan diikuti dengan
perubahan mendasar dalam konstruksi infrastruktur pendidikan di
Indonesia. Merujuk pada konsep tri pusat pendidikan Ki Hadjar
Dewantoro, yang mana memposisikan keluarga, lembaga pendidikan, dan
lingkungan sebagai media pendidikan maka implementasi pendidikan
multikultural dalam tiga ranah tersebut tidak akan pengorbanan yang
berlebih. Hanya kesudian yang berpijak pada ketulusanlah yang akan
mengiringi capaian-capaian dalam implementasinya.
Apabila pemerintah serta publik Indonesia sudi memahami konsep
pendidikan multikultural secara holistik maka besar kemungkinan
penyematan penghargaan Bapak Pluralisme dan Multikultural kepada Gus
Dur oleh Presiden SBY di penghujung tahun 2009 kemarin tidak berhenti
menjadi simbol nir follow up. Akan tetapi, penyematan penghargaan
tersebut bakal diikuti dengan tumbuhnya kesadaran dalam diri akan
perbedaan yang senantiasa ada di antara umat manusia.
Semoga.
************

*) Litbang Lembaga Baca-Tulis Indonesia

Dimuat di Harian Lampung Post, edisi 07 Januari 2010

Pluralisme dalam Sosiologi Indonesia


Ditulis oleh Raudhatul Jannah
Sabtu, 21 Maret 2009 19:41

Latar Belakang

Sebuah konsep yang paling pas untuk dijadikan rujukan dalam


menggambarkan betapa harmonisasi dapat diwujudkan, walaupun
kenyataannya belum sampai pada taraf yang ideal adalah pluralisme.
Pluralisme itu sendiri adalah keadaan masyarakat yang majemuk yang
berkaitan dengan sistem sosial dan politik. Sebagian orang ada yang
mengatakan bahwa pluralisme sebuah pengakuan akan hukum tuhan yang menciptakan manusia
yang tidak hanya terdiri dari satu kelompok, suku, warna kulit, dan agama saja. Jadi pluralisme
mengakui perbedaan-perbedaan sebuah realitas yang pasti ada dimana saja.

Masalah-masalah yang ada dalam masyarakat dianggap sangat penting dan menarik bagi negara
di dunia pada saat ini. Sifatnya yang majemuk kepada keragaman bahasa, agama, lapisan sosial
dan kasta, ras serta kebudayaan suku bangsa. Keragaman itu pada umumnya terdapat di negara-
negara yang sedang berkembang, tetapi ada juga terdapat di negara-negara maju.

Indonesia merupakan negara yang mempunyai masyarakat yang multietnik, jadi di Indonesia
memiliki kebudayaan dan masyarakat beragam sehingga terkait dengan masalah keamanan dan
ketentraman yang tentu lebih sulit menjaganya dari pada ketentraman dan keamanan masyarakat
yang homogen.

Asumsi terhadap negara yang maju ekonominya, mereka tidak masalah dengan keamanan dan
ketentraman karena penduduknya sudah merasa puas dengan kemakmuran yang dicapai serta
dapat berfikir secara rasional dan praktis. Pada di negara-negara berkembang dimana
pemerintahnya belum mampu menjamin kesejahteraan dan keamanan hidup negaranya secara
penuh dengan masyarakat yang multietnik yang terdiri dari beberapa ragam suku, maka akan
lebih sulit diatur.

Negara-negara seperti itu biasanya menjadi jajahan negara lain dan batas-batas wilayahnya
biasanya tidak mengikuti batas-batas wilayah dari suku yang ada. Pluralisme atau kemajemukan
suatu masyarakat dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu: secara horizontal
dan vertikal. Melihat dari sudut pandang horizontal, pluralisme menunjukan adanya satuan-satuan
sosial yang keragamannya dicirikan oleh perbedaan suku bangsa, agama, adat istiadat atau
tradisi, serta unsur-unsur kedaerahan lainnya. Sedangkan dalam sudut pandang secara vertikal,
pluralisme adalah suatu kemajemukan yang dipandang sebagai dasar-dasar perbedaan dari
unsur-unsur yang membuat keragaman tersebut dapat diukur berdasarkan kualitas atau
bobotnya.

Indonesia merupakan negara yang plural, sehingga banyak sekali suku, budaya, adat istiadat,
bahasa, dan agama. Dengan pluralnya Negara Indonesia timbul sebuah konflik yang terjadi di
beberapa daerah, misalnya saja Ambon. Dengan keragaman etnis dan agama di Ambon
merupakan potensi untuk menimbulkan sebuah konflik yang laten sejak puluhan tahun lalu.
Sejarah panjang Ambon selalu diwarnai dengan persaingan terselubut umat Islam dan Kristen.
Tak heran jika keretakan hubungan antar warga di Ambon disebabkan oleh isu agama. Sikap
individu atau kelompok masyarakat yang dirasakan merendahkan dan menghinakan agama atau
keyakinan warga masyarakat lainnya. Itulah sumber keretakan hubungan antar warga Ambon.

Kecenderungan psikologis masyarakat Ambon khususnya sangat menjunjung tinggi martabat dan
harga diri, justru ini yang menjadi faktor utama terjadinya berbagai keretakan hubungan antar
warga. Hal ini terjadi jika seseorang atau kelompok merasa terhina atas sikap dan perkataan
orang atau kelompok lainnya.

Permasalahan

Menurut pakar sosiologi barat, semboyan Bhineka Tunggal Ika yang ditunjukan kepada Indonesia
merupakan cita-cita bangsa Indonesia yang harus diperjuangkan dan diwujudkan oleh segenap
bangsa Indonesia. Mengenai persatuan nasional kerap kali bangsa Indonesia diancam oleh
berbagai pertentangan pendapat diberbagai kekuatan sosial politik tertentu, jadi memang benar
Bhineka Tunggal Ika harus diperjuangkan secara terus menerus. Konflik juga kerap kali mewarnai
upaya-upaya dalam mewujudkan integrasi nasional, tetapi konflik yang dialami belumlah separah
konflik yang ada di Malaysia atau India.

Konflik pada hakikatnya merupakan suatu gejala sosial yang melekat pada kehidupan
masyarakat. Akan tetapi berbagai konflik sosial yang ada di masyarakat memiliki pola dan
intensitasnya sendiri-sendiri. Dan ada pula konflik yang bersifat laten yang menimbulkan berbagai
konflik sosial. Memang Indonesia kerap kali memiliki konflik.

Pada konsep primordialisme cenderung memunculkan unsur-unsur yang negatif dan sering sekali
menimbulkan konflik antar kelompok masyarakat. Khususnya di Indonesia. Banyak unsur-unsur
didalam elemen masyarakat, seperti unsur keagamaan, unsure sosial, unsur politik dan lain-lain.
Banyak peristiwa kerusuhan yang melibatkan masyarakat dalam sekala luas yang terjadi di
berbagai daerah di Indonesia. Misalnya saja, peristiwa yang terjadi di Aceh, Riau, Kalimantan
Barat (konflik etnik di Singkawang dan Sambas), Banjarmasin, Jakarta, Tasikmalaya, Banyumas,
Pekalongan Solo, Situbondo, Madura, Banyuwangi, Denpasar, Kupang, Maluku, Ambon,
Makkasar dan Papua. Sebagian dari konflik tersebut dilatarbelakangi etnik atau agama. Lihat saja
peristiwa yang terjadi di Ambon yang belum dapat dihentikan sampai sekarang.

Peristiwa-peristiwa yang belum terselesaikan sampai sekarang disebabkan karena persoalan-


persoalan etnik dan persoalan agama, berbagai persoalan yang menyangkut dengan kehidupan
sosial, politik dan ekonomi yang kemudian justru berlanjut menjadi masalah yang besar karena
dikait-kaitkan dengan persoalan yang dianggap sangat sensitif, yaitu masalah SARA.

Namun ada juga upaya-upaya yang dilakukan oleh daerah (propinsi) tertentu yang bermula dari
persoalan-persoalan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah. Ini adalah masalah ketidakpuasan dan masalah mendapatkan perlakuan tidak adil dari
pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah, dimana pemerintah pusat tidak aspiratif terhadap
keinginan daerah. Jadi, selain masalah SARA juga ada masalah-masalah yang menyangkut
kesenjangan sosial-ekonomi dan sosial-politik antara pusat dan daerah.

Konflik Yang Terjadi Di Ambon

Suatu kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari kolektivitas kelompok-kelompok


masyarakat yang bersifat majemuk. Dari segi etnisitas, terdapat 656 suku bangsa dengan tidak
kurang dari 300 jenis bahasa-bahasa lokal (daerah) yang terdapat di Indonesia dengan bahasa
dan identitas budaya yang berbeda-beda satu sama lain. Tetapi kemajemukan itu tidak
menghalangi keinginan untuk bersatu.

Indonesia di perkuat dengan simbol Bhinneka Tunggal Ika, yang maknanya adalah pluralisme
didalam kesatuan. Oleh karenanya, pluralitas masyarakat bangsa Indonesia sebagai suatu
realitas sosial budaya dan realitas sejarah harus dilihat sebagai sesuatu yang seimbang. Dalam
arti bahwa semua konsep, semua wancana, dan semua realitas mengenai pluralitas suku-suku
bangsa itu di tempatkan pada tingkatan yang sederajat,. Di sini, kompleksitas permasalahan
kesukubangsaan tidak direfleksikan oleh besarnya warga komunitas, tetapi lebih memfokuskan
pada substansi masalah yang dihadapi dalam rangka menegakkan perasaan kebangsaan dan
semangat persatuan.

Jika kita berbcara tentang primordialisme, cenderung muncul hal-hal yang negatif yang sering
menimbulkan konflik antar kelompok masyarakat. terutama di Indonesia. Hal-hal yang berbau
agama, budaya, sosial, politik, dll.

Banyak sekali peristiwa yang terjadi di Indonesia yang melibatkan masyarakat dalam ruang
lingkup luas. contohnya saja, peristiwa yang terjadi di Ambon yang dilatarbelakangi konflik agama
yang belum dapat terselesaikan sampai sekarang. Ambon merupakan gugusan pulau-pulau yang
terdiri atas empat buah pulau yang letaknya ditengah-tengah kepulauan propinsi Maluku.
Keempat gugus pulau tersebut adalah pulau Ambon dengan beberapa pulau kecil disekitarnya,
meliputi pulau Haruku disebelah barat, pulau Saparua dan pulau Nusalaut di Ujung Timur.

Luas pulau Ambon 761 km, pulau Haruku 289 km, pulau Saparua dan Nusalaut 202km.
Punggung-punggung dari gunung-gunungnya terbentuk oleh belahan batu granit yang berbutir-
butir halus. Pulau-pulau Ambon Lease terletak diatas lintasan gunung berapi dari pulau Banda ke
Maluku Utara diantaranya pulau Ternate. Masyarakat Ambon umumnya menganut sistem
kekerabatan patrilineal, dimana garis keturunan ditarik dari garis ayah (laki-laki).

Jika kita melihat komposisi pemeluk agama terlihat bahwa Ambon merupakan contoh wilayah
dengan tingkat heterogenitas pemeluk agama yang tinggi. Pemeluk agama Islam dan Kristen
mempunyai proporsi yang cukup berimbang. Sementara itu, pemeluk agama Hindu dan Budha
meskipun sedikit, namun tersebar di separoh lebih jumlah kabupaten Ambon.

Hal tersebut yang membuat sumber keretakan hubungan antar warga Ambon. Tak heran jika isu
agama yang paling dominan terhadap keretakan yang terjadi di Ambon. Pada umumnya warga
masyarakat Ambon percaya bahwa konflik berkepanjangan tidak dapat dilepaskan dari motif
politik. Kasus penyerangan desa Soya (mayoritas berpenduduk Kristen), yang kemudian
berangkai dengan penghancuran café Robot (milik seorang Muslim dan biasa dijadikan tempat
mangkal aktivis mahasiswa Islam) di desa Batu Merah.

Dampak konflik yang disertai dengan kekerasan yang berlarut-larut yang terjadi di kodya Ambon
telah menelan ribuan korban jiwa dan kerugian materiil yang luar biasa banyaknya. Kerusakan
infrastruktur yang parah membuat roda perekonomian berjalan sangat lambat. Warga masyarakat
terfragmentasi dalam dua kelompok besar, yakni umat Islam dam Kristen.

Sejak terjadinya konflik secara teritorial, desa-desa di Ambon terbagi kedalam desa-desa yang
menjadi kekuasaan warga muslim dan desa-desa kelurahan yang menjadi kekuasaan warga
kristiani. Selain pada tataran territorial, dampak konflik di Ambon merambah pada polarisasi
wilayah kerja formal. Bukan hanya pasar yang terpisah tetapi juga kantor-kantor pemerintahpun,
karena alasan keamanan para pegawainya yang juga terpaksa dipisah.

Sektor lain yang terpukul akibat konflik berkepanjangan di Ambon adalah sektor pariwisata.
Ambon yang indah, sesungguhnya mempunyai cukup banyak lokasi wisata. Tetapi lokasi-lokasi
wisata tersebut telah sepi pengunjung, bahkan yang tampak saat peneliti melakukan observasi
hanyalah tinggal puing-puing dan bangunan yang tak lagi bertuan.

Selain kerugian materiil, sebagaimana yang telah diutarakan diatas, Ambon juga mengalami
kerugian non-materiil yaitu hilangnya rasa kepercayaan antar warga masyarakat yang berbeda
agama, munculnya rasa ketakutan, saling mencurigai dan rasa tidak aman.

Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah mengambil berbagai langkah penanganan
konflik di Ambon, yaitu dengan cara menggunakan pola pendekatan top down. Berbagai inisiatif
program penanganan selalu muncul dari ‘atas’, baik dari pejabat birokrasi sipil maupun militer.
Akibatnya keterlibatan warga masyarakat yang notabene nya terlibat konflik kurang maksimal
dalam penanganan tersebut.

Sudah sepatutnya pemerintah melibatkan seluruh aspek dan lapisan masyarakat untuk terlibat
dalam proses rekonsiliasi dan penyelesaian masalah di Ambon. Penyelesaian masalah melalui
jalur cultural dengan memaksimalkan fungsi pranata-pranata sosial yang ada pada masyarakat
Ambon, seyogianya menjadi prioritas karena dengan itu berarti pemerintah membatasi peran
terhadap masalah yang semestinya mampu diselesaikan oleh warga masyarakatnya sendiri.

Kesimpulan

Indonesia merupakan negara yang kaya akan suku, bahasa, agama, adat istiadat, dll. Sehingga
Indonesia dapat disebut sebagai negara yang plural artinya bersifat majemuk. Dengan pluralisme
itu, Indonesia mudah sekali terjadi konflik, diakibatkan karena kurangnya kesadaran terhadap
simbol Bhineka Tunggal Ika yang menjunjung persatuan dan kesatuan.

Dengan mempunyai masyarakat yang bersifat heterogen, maka Indonesia selalu terjadi
pemberontakan-pemberontakan disetiap daerah. Dapat dicontohkan misalnya konflik yang terjadi
di Ambon. Sampai sekarang kasus atau konflik yang terjadi di Ambon belum dapat terselesaikan.
Diakibatkan masalah tentang isu agama antara Islam dan Kristen.

Konflik yang laten sejak puluhan tahun lalu ini, selalu diwarnai persaingan terselubut antara umat
Islam dan Kristen. Tak heran jika keretakan hubungan antar warga di Ambon disebabkan oleh isu
agama. Sikap individu atau kelompok masyarakat yang dirasakan merendahkan dan
menghinakan agama atau keyakinan warga masyarakat lainnya. Itulah sumber keretakan
hubungan antar warga Ambon.

Masyarakat Ambon sangat menjunjung tinggi martabat dan harga diri, sehingga inilah yang
menjadi faktor utama terjadinya berbagai keretakan hubungan antar warga di Ambon. Hal ini
terjadi jika seseorang atau kelompok merasa terhina atas sikap dan perkataan orang atau
kelompok lainnya yang saling menjatuhkan.

Insiden Tarakan dan Sekat Etnis Otda


Jumat, 1 Oktober 2010 | 03:13 WIB
Laode Ida

Konflik berbau etnik kembali terjadi di Tarakan, Kalimantan Timur (28/9). Peristiwa dipicu oleh pembunuhan
Abdullah (56), salah satu pemangku suku Tidung, suku asli Tarakan, oleh sekelompok orang keturunan
suku Bugis (Sulawesi Selatan).

Solidaritas emosional ikatan etnis spontan bangkit, ”diorganisir” oleh Persatuan Suku Asli Kalimantan
(Pusaka), terlebih setelah aparat keamanan (polisi) lamban bertindak untuk menemukan pembunuh
Abdullah.

Bentrok dua kelompok etnik akhirnya tak terhindarkan. Warga dari komunitas Bugis pun melawan fisik
secara terbuka. Pihak aparat keamanan tampaknya kewalahan atau tak mampu mengantisipasinya
sehingga saat artikel ini ditulis, korban meninggal dari kedua belah pihak bertambah menjadi lima orang.
Sungguh memprihatinkan.

Peristiwa konflik terbuka antarkomunitas etnik yang berbeda dengan emosi yang tak terkendali tampaknya
memang masih selalu tak terelakkan. Para warga yang bertikai larut atau terjebak dalam emosi kesukuan.
Bahkan, dalam skala besar dan rentang waktu yang relatif panjang, pertikaian antarsuku pernah beberapa
kali terjadi di negeri ini.

Kita masih ingat antara lain konflik ”segitiga” suku di Sambas, Kalimantan Barat, antara etnik Dayak dan
Melayu versus Madura; konflik di Ambon, Maluku, melibatkan etnik asli Ambon versus pendatang (Bugis,
Makassar, Buton, dan Muna); serta konflik Sampit, Kalimantan Tengah, Madura versus Dayak.

Jumlah korban jiwa dan materi dalam beberapa peristiwa ”perang sipil” itu sungguh sangat besar, dengan
dampak psikososial berupa trauma dan rasa khawatir bisa terulang lagi atau bahkan rasa kebencian
antarsuku yang bertikai. Ini adalah bagian yang melekat dalam jiwa sosial, termasuk di dalamnya generasi
muda. Ini berarti, derajat sensitivitas sosial pasca-bentrokan akan sangat tinggi.

Dampak psikososial

Kondisi psikososial pascakonflik memang akan berdampak, bisa negatif ataupun positif. Negatif kalau
muncul dendam sosial yang diwariskan dari generasi ke generasi atau melekat secara berkepanjangan. Hal
ini bisa membuat hubungan sosial di antarkomunitas etnik yang berbeda juga tidak sehat. Singkatnya,
modal sosial berbasis keragaman etnik dan budaya akan retak, padahal itulah yang menjadi bagian dari
kekuatan dasar bangsa ini.

Dampak positif bisa terjadi apabila strategi dan pendekatan dalam proses pemulihan mengena. Di antara
sesama masyarakat lokal akan lebih saling mengenal karakter sehingga memungkinkan terbangunnya sikap
toleransi satu sama lain. Pada saat yang sama, derajat kematangan warga dalam menjalani kehidupan
antarkomunitas dengan latar yang beragam akan semakin tinggi, sekaligus menjadi bagian dari proses
membangun masyarakat berperadaban pluralisme.

Akan tetapi, penjelasan yang terakhir bukan merupakan cara terbaik dalam manajemen heterogenitas
bangsa yang ideal. Membangun peradaban pluralisme tidak harus dan bahkan tidak boleh dipicu dengan
konflik, apalagi dengan korban jiwa dan materi. Di sinilah peran pemerintah, yang dalam konteks Indonesia
sekarang jelas merupakan bagian dari fungsi utama manajemen pemerintahan lokal atau otonomi daerah,
termasuk di dalamnya aparat keamanan pada tingkat lokal.

Manajemen otonomi

Persoalannya, manajemen otonomi daerah sekarang lebih berbasis pada kepentingan politik yang sarat
dengan orientasi pragmatis, terutama jabatan dan materi. Komunitas etnik justru dimanfaatkan sebagai
basis kepentingan politik, di mana para elite politik (baik yang bertarung untuk terpilih menjadi kepala
daerah maupun yang berupaya mempertahankan kekuasaan), sadar atau tidak, selalu membangkitkan
semangat etnisitas.
Paguyuban etnis terutama dalam suatu wilayah otonomi dengan komunitas suku yang beragam, seperti
Kota Tarakan atau Kalimantan Timur, dalam konteks ini sering dijadikan basis pengorganisasian massa
atau suara untuk mendukung calon kepala daerah, anggota DPRD, serta anggota DPR dan juga DPD
tertentu. Tidak heran kalau yang muncul adalah sekat-sekat etnik yang hubungan sosialnya tidak semakin
cair, tetapi semakin meruncing satu sama lain.

Ketegangan sosial seperti ini semakin bertahan lama ketika kekuasaan lokal mengabaikan manajemen
sosial budaya. Pada saat yang sama, istilah ”penduduk asli” atau ”putra daerah” dan ”pendatang” masih
tetap menjadi bagian dari semangat sosial di tingkat lokal. Apalagi kalau kekuasaan politik dan ekonomi
berada bergeser ke tangan ”kaum pendatang”, maka ketegangan dan bahkan konflik terbuka di tingkat lokal
sangat mudah terpicu. Dengan demikian, kegagalan mengelola otonomi daerah dengan basis elemen
komunitas etnik dan budaya yang beragam menjadi faktor penyebab munculnya konflik terbuka, seperti
yang baru saja terjadi di Tarakan.

Keadaan akan semakin parah apabila jajaran aparat keamanan lambat bertindak, yang disebabkan oleh
sistem komando yang kaku dengan daya tanggap yang rendah. Apalagi jika masih ditambah jebakan
”budaya orientasi uang” (ada uang baru mau menangani masalah). Maka, rakyatlah yang selalu menjadi
korban.

Laode Ida Sosiolog; Wakil Ketua DPD

PLURALISME KAJIAN SOSIOLOGI AGAMA


Tulisan ini akan berangkat dari dua premis (1) Pluralisme bukan suatu aliran agama dan (2). Perbedaan itu
rahmat. Pernyataan pertama mengandung arti bahwa pluralisme mencerminkan suatu kajian ilmu sosiologi-
antropologi. Konsep pluralisme awalnya dikemukan oleh Christian Wolf dan Immanuel Kant sebagai filosof
pencerahan yang menekankan pada doktrin tentang adanya kemungkinan pandangan-pandangan dunia
dikombinasikan dengan kebutuhan untuk mengadopsi sudut pandang universal penduduk dunia. Berikut ini
beberapa pengertian pluralisme.
Pertama, menurut sosiologi fungsional, pluralisme adalah diferensiasi (perbedaan) masyarakat yang dapat
diamati pada level individu sebagai diferensiasi peran, pada level organisasional sebagai kompetisi
organisasi-organisasi formal, dan pada level masyarakat sebagai pembatasan-pembatasan terhadap fungsi
institusi.
Kedua, dalam wacana ilmu sosial, pluralisme dalam arti pengakuan terhadap keragaman dalam masyarakat
dan berbagai prasyarat bagi pilihan dan kebebasan individu, dihadapkan pada dua ekstrem yang
berlawanan. (1) pluralisme berhadapan dengan berbagai monisme, seperti teokrasi, negara absolut,
monopoli,
masyarakat total, kesadaran terasing, dan kebudayaan monolitik, (2) pluralisme mengimplikasikan struktur
yang dapat diidentifikasi. Di mana pluralisme dapat secara simultan dihadapkan pada sesuatu tanpa bentuk
seperti anarki, anomie dalam arti kognitif maupun normatif, relativisme epistimologis, dan posmodernisme
yang tidak koheren.
Dengan kalimat lain, pluralisme menekankan pengertian deskriptif dan evaluatif, di satu sisi, konsep
pluralisme berarti kesadaran akan banyaknya subentitas, sebaliknya di sisi lain mengungkapkan pengakuan
positif terhadap pluralisme. Dari beberapa definisi tentang pluralisme di atas, adapun yang dimaksud
dengan pluralisme agama adalah adanya pengakuan bahwa seluruh manusia di bumi ini tidak hanya
menganut satu agama tetapi menganut banyak agama
.
Pluralisme manjadi situasi nyata sebagai masalah yang harus dihadapi oleh manusia. Sebagai reaksi
terhadap pluralisme yang menekan, ada beberapa macam reaksi yang timbul, yaitu: (1) Fundamentalis,
yaitu reaksi menolak pluralisme dan memperkukuh posisi sendiri; (2) Proselitisme, yaitu usaha mentobatkan
pengikut agama lain agar masuk agama sendiri dengan cara-cara yang tidak wajar; (3) Sinkretisme, yaitu
reaksi kompromis dengan cara mencampur adukkan kedua keyakinan agama yang bertemu.
Munculnya fenomena pluralisme agama yang dapat ditelusuri dari tiga mazhab teori besar dalam sosiologi
agama diantaranya teori fungsionalisme (Emile Durkheim), kognitivisme (Max Webber) dan teori kritis (Karl
Marx). Pandangan tiga mazhab teori itu tentang agama misalnya fungsionalisme melihat bahwa agama
sebagai institusi yang dibangun demi integrasi sosial. Kognitifisme memandang agama sebagai pandangan
dunia yang memberi makna bagi individu dan kelompok. Sementara teori kritis menginterpretasikan agama
sebagai ideologi yang melegetimasi struktur kekuasaan masyarakat.
Fenomena pluralisme seperti yang dikemukakan oleh Talcot Parson (1967) adalah sebagai pembedaan
sistematik pada semua level, baik itu level pembedaan peran maupun level pembedaan sosial dan budaya.
Bagi kaum kognitivis, seperti yang diwakili oleh Peter L. Berger mengemukakan fenomena pluralisme
sebagai gejala sosio-struktural yang pararel dengan sekularisasi kesadaran (Berger, 1967:127). Menurut
Berger, sekularisasi membawa pada demonopolisasi tradisi-tradisi agama dan pada peningkatan peran
rakyat jelata. Sementara di kalangan teoritisi kritis seperti yang diwakili oleh Houtart, Habermas atau
Bourdieu menganalisis pluralisme agama bukan suatu tema yang menarik perhatian, karena dalam tradisi
Marxis, agama bukanlah penyebab penting bagi perubahan struktural dan emansipasi manusia.
Saat ini pluralisme yang dipahami dan dipraktekkan oleh sebagian manusia adalah “pluralisme semu”
(pseudo pluralism). Di mana pluralisme hanya sebatas dan belum sepenuhnya menjadi entitas yang harus
disadari dan diakui sebagai kenyataan sosial dalam masyarakat. Pluralisme semu adalah bentuk
pengakuan terhadap keragaman masyarakat (toleransi) yang terdiri dari budaya, suku, dan agama yang
berbeda-beda, namun tidak bersedia menyikapi dan menerima suatu keberagaman sebagai kenyataan
sejarah (historical necessity) dan kenyatan sosio-kultural (socio-cultural necessity).
Dengan kalimat lain, pluralisme semu merupakan bentuk pengakuan atas perbedaan yang ada, namun
penerimaan akan adanya suatu perbedaan belum sepenuhnya nampak dari sebagian sikap sebagian
manusia. Sikap mendua atau standar ganda (double standard) dapat berimplikasi pada keretakan hubungan
antarumat beragama, yang lambat laun berpotensi melahirkan konflik agama. Semestinya, pluralisme harus
dipahami sebagai bentuk kesedian menerima kelompok lain secara sama sebagai suatu kesatuan. Adanya
komunitas-komunitas yang berbeda saja tidak cukup, sebab yang terpenting adalah bahwa komunitas-
komunitas itu harus diperlakukan sama oleh negara. Di sinilah konsep pluralisme memberikan kontribusi
nyata terhadap agenda demokrasi dan anti-diskriminasi. Perhatian yang besar terhadap persamaan
(equality) dan anti-diskriminasi kaum minoritas telah menghubungkan pluralisme dengan demokrasi. Dua
kondisi inilah yang diperjuangkan oleh Cak Nur dan Gus Dur.
Jadi, Pluralisme bukan hanya mempresentasikan adanya kemajemukan (suku atau etnik, bahasa, budaya
dan agama) dalam masyarakat yang berbeda-beda. Akan tetapi, pluralisme harus memberikan penegasan
bahwa dengan segala keperbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang publik.
Geopolitik di Indonesia
Geopolitik berasal dari kata geo dan politik.[1] Geo berarti bumi dan politik berasal dari
bahasa Yunani politeia.[1] Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri dan teia
artinya urusan.[1] Geopolitik biasa juga di sebut dengan wawasan nusantara.[1

Latar Belakang, Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Wawasan


Nusantara

Pandangan geopolitik Indonesia berlandaskan pada pemikiran kewilayahan dan


kehidupan bangsa Indonesia.[2] Wawasan nusantara mempunyai latar belakang,
kedudukan, fungsi, dan tujuan filosofis sebagai dasar pengembangan wawasan nasional
Indonesia.[2]

Latar Belakang Wawasan Nusantara

• Falsafah Pancasila

Nilai-nilai pancasila mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai-nilai tersebut


adalah:[2]

1. Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan menjalankan


ibadah sesuai dengan agama masing- masing.[2]
2. Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan.[2]
3. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.[2]

• Aspek Kewilayahan Nusantara


Pengaruh geografi merupakan suatu fenomena yang perlu diperhitungkan, karena
Indonesia kaya akan aneka Sumber Daya Alam (SDA) dan suku bangsa.[2]

• Aspek Sosial Budaya

Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing - masing memiliki adat istiadat,
bahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda - beda, sehingga tata kehidupan nasional
yang berhubungan dengan interaksi antargolongan mengandung potensi konflik yang
besar.[2]

• Aspek Kesejarahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan wawasan nasional Indonesia yang


diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan
dalam lingkungan bangsa dan negara Indonesia.[2] Hal ini dikarenakan kemerdekaan yang
telah diraih oleh bangsa Indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan
yang sangat tinggi bangsa Indonesia sendiri.[2] Jadi, semangat ini harus tetap
dipertahankan untuk persatuan bangsa dan menjaga wilayah kesatuan Indonesia.[2]

Kedudukan Wawasan Nusantara

1. Wawasan nusantara sebagai ajaran yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat


dalam mencapai dan mewujudkan tujuan nasional.[3]
2. Wawasan nusantara dalam paradigma nasional memliki spesifikasi:[3]

• Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa, dan dasar negara berkedudukan


sebagai landasan idiil.
• Undang - Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan
sebagai landasan idiil.
• Wawasan nasional sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan
konsepsional.
• Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan
konsepsional.
• GBHN sebagai politik dan strategi nasional, berkedudukan sebagai landasan
operasional.

Fungsi Wawasan Nusantara

Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu


dalam menentukan segala kebijakan, keputusan, tindakan, dan perbuatan bagi
penyelenggaraan negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.[3]

Tujuan Wawasan Nusantara

Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu:[4] :


• Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa
tujuan kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan
sosial".[4]
• Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik
alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia
adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk
menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta
martabat manusia di seluruh dunia.[4]

Kedudukan (Status) Wawasan Nusantara

Kedudukan (status) wawasan nusantara adalah posisi, cara pandang, dan perilaku bangsa
Indonesia mengenai dirinya yang kaya akan berbagai suku bangsa, agama, bahasa, dan
kondisi lingkungan geografis yang berwujud negara kepulauan, berdasarkan pancasila
dan UUD 1945.[5] Secara hierarki, posisi atau status wawasan nusantara menempati
urutan ketiga setelah UUD 1945.[5] Urutan sistem kehidupan nasional Indonesia adalah:[5]

1. Pancasila sebagai filsafat, ideologi bangsa, dan dasar negara.[5]


2. UUD 1945 sebagai konstitusi negara.[5]
3. Wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia.[5]
4. Ketahanan nasional sebagai geostrategi bangsa dan negara Indonesia.[5]
5. Politik dan strategi nasional sebagai kebijaksanaan dasar nasional dalam
pembangunan nasional.[5]

Bentuk Wawasan Nusantara

Gambaran dari isi Deklarasi Djuanda

• Wawasan nusantara sebagai landasan konsepsi ketahanan nasional

Wawasan nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional berarti bahwa wawasan


nusantara dijadikan konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan
kewilayahan.[5]
• Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan

Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai arti cara pandang dan
sikap bangsa Indonesia mengenai diri serta lingkungannya selalu mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara mencakup:[5]

1. Perwujudan kepuluan nusantara sebagai satu kesatuan politik.[5]


2. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi.[5]
3. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan ekonomi.[5]
4. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan politik.[5]
5. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan dan keamanan.
[5]

• Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara

Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara mempunyai arti
pandangan geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan
yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.[5]

• Wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan

Wilayah nasional perlu ditentukan batasannya, agar tidak terjadi sengketa dengan negara
tetangga.[5] Batasan dan tantangan negara Republik Indonesia adalah:[5]

• Risalah sidang BPUPKI tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 tentang negara Republik
Indonesia dari beberapa pendapat para pejuang nasional.[5] Dr. Soepomo
menyatakan Indonesia meliputi batas Hindia Belanda, Muh. Yamin menyatakan
Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Sunda Kecil, Borneo, Selebes, Maluku -
Ambon, Semenanjung Melayu, Timor, Papua, Ir. Soekarno menyatakan bahwa
kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.[5]
• Ordonantie (UU Belanda) 1939, yaitu penentuan lebar laut sepanjang 3 mil laut
dengan cara menarik garis pangkal berdasarkan garis air pasang surut atau
countour pulau / darat.[5] Ketentuan ini membuat Indonesia bukan sebagai negara
kesatuan, karena pada setiap wilayah laut terdapat laut bebas yang berada di luar
wilayah yurisdiksi nasional.[5]
• Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 merupakan pengumuman pemerintah RI
tentang wilayah perairan negara RI, yang isinya:[5]

1. Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low
water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang
diukur dari garis yang menghubungkan titik - titik ujung yang terluar dari pulau-
pulau yang termasuk dalam wilayah RI.[5]
2. Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.[5]
3. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum Internasional, di mana
batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia.
[5]
Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi
utuh dan tidak terpecah lagi.[5]

Pemikir Geopolitik (Wawasan Nusantara)

• Friederich Ratzel (1844 - 1904) dengan Teori Ruang.[1] Ia menyatakan "bangsa


yang berbudaya tinggi akan membutuhkan sumber daya manusia yang tinggi dan
akhirnya mendesak wilayah bangsa yang primitif".[1] Pendapat ini dipertegas oleh
Rudolf Kjellen (1864 - 1922) dengan Teori Kekuatan yang mengatakan bahwa
"negara adalah kesatuan politik yang menyeluruh serta sebagai satuan biologis
yang memiliki intelektualitas.[1]
• Karl Haushofer (1869 - 1946) dengan Teori Pan Region, berpendapat bahwa pada
hakikatnya dunia dapat dibagi dalam empat kawasan benua (pan region) dan
dipimpin oleh negara unggul.[1] Isi teori pan regional adalah:[1]

1. Lebensraum (ruang hidup) yang cukup.[1]


2. Autarki (swasembada).[1]
3. Dunia dibagi empat Pan Region, yaitu Pan Amerika, Pan Asia Timur, pan Rusia
India, dan Pan Eropa Afrika.[1]

• Sir Halford Mackinder (1861 - 1947) dengan Teori Daerah Jantung (Heartland).[1]

Teorinya berbunyi "siapa pun yang menguasai Heartland maka ia akan menguasai
World Island".[1] Heartland (Jantung Bumi) merupakan sebutan bagi kawasan Asia
Tengah, sedangkan World Island mengacu pada kawasan Timur Tengah.[1] Kedua
kawasan ini merupakan kawasan vital minyak bumi dan gas dunia.[1]

• Sir Walter Raleigh (1554 - 1618) dan Alfred T. Mahan (1840 - 1914) dengan
Teori Kekuatan Maritim.[1] Isi teorinya adalah:[1]

1. Sir Walter Raleigh mengatakan "siapa yang menguasai laut akan menguasai
perdagangan dunia dan akhirnya akan menguasai dunia".[1]
2. Alfred T. Mahan mengatakan "laut untuk kehidupan, sumber daya alam banyak
terdapat di laut.[1] Oleh karena itu, harus dibangun armada laut yang kuat untuk
menjaganya".[1]

• Giulio Douhet (1869 - 1930) dan William Mitchel (1879 - 1936) dengan Teori
Kekuatan di Udara mengatakan, "kekuatan udara mampu beroperasi hingga
garis belakang lawan serta kemenangan akhir ditentukan oleh kekuatan udara".
[1]
.
• Nicholas J. Spykman (1869 - 1943) dengan Teori Daerah Batas(Rimland Theory).
Dalam teorinya tersirat:[1]

1. Dunia terbagi empat, yaitu daerah jantung (Heartland), bulan sabit dalam
(rimland), bulan sabit luar, dan dunia baru (benua Amerika).[1]
2. Menggunakan kombinasi kekuatan darat, laut, dan udara untuk menguasai dunia.
[1]

3. Daerah bulan sabit dalam (Rimland) akan lebih besar pengaruhnya dalam
percaturan politik dunia daripada daerah jantung.[1]
4. Wilayah Amerika yang paling ideal dan menjadi negara terkuat.[1]
5. Bangsa Indonesia.[1]

Para Pemikir Geopolitik

Karl HaushoferSir Halford MackinderSir Walter RaleighGiulio Douhet

Wadah Wawasan Nusantara


Batas Ruang Lingkup

Wawasan nusantara mempunyai bentuk sebagai:[6]

• Nusantara

Batas - batas negara ditentukan oleh lautan yang di dalamnya pulau - pulau serta gugusan
pulau yang saling berhubungan, tidak dipisahkan oleh air, baik yang berupa laut, maupun
selat.[6]

• Manunggal - utuh menyeluruh, meliputi:[6]

1. Wilayah Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau besar maupun kecil dan
dipisahkan serta dihubungkan oleh lautan, pulau, dan selat yang harus dijaga serta
diusahakan tetap menjadi satu kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan
kekayaannya.[6]
2. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa, berbicara dalam
berbagai macam bahasa daerah, dan agama.[6] Oleh karena itu, harus diusahakan
terwujudnya satu kesatuan bangsa yang bulat.[6]

Tata susunan pokok

Sumber pokok wawasan nusantara adalah UUD 1945, yang menyangkut:[6]

• Bentuk dan kedaulatan Bab I Pasal (1)


1. Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik.:/[6]
2. Kedaulatan ada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut UUD.[6]

• Kekuasaan pemerintah negara, Bab III Pasal (4) dan (5), Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD 1945.[6]
• Sistem pemerintahan dalam UUD 1945:[6]

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka.[6]
2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi dan tidak berdasarkan
absolutisme.[6]

Tata susunan pelengkap

• Aparatur negara

Aparatur negara harus mampu mendorong, mengerakkan, serta mengarahkan usaha


pembangunan ke sasaran yang telah ditetapkan, untuk kepentingan rakyat banyak.[6]

• Kesadaran politik masyarakat dan kesadaran bernegara

Dalam pemantapan stabilitas nasional diperlukan kesadaran politik seluruh masyarakat,


setiap orang, organisasi, juga seluruh komponen pemerintahan.[6]

• Pers

Pers yang bebas bertanggung jawab, jujur, dan efektif dengan tulisan - tulisan yang
memberikan penjelasan yang jujur, dedikatif, dan bertanggung jawab.[6]

Implementasi Wawasan Nusantara

Imlementasi wawasan nusantara bertujuan untuk menerapkan wawasan nusantara dalam


kehidupan sehari-hari yang mencakup bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta
pertahanan nasional.[7]

Implementasi dalam Kehidupan Politik

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan


nusantara, yaitu:[7]

1. Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang - undang, seperti UU


Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden.[7] Pelaksanaan
undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan
bangsa.[7] Contohnya seperti dalam pemilihan presiden, anggota DPR, dan kepala
daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan keadilan, sehingga tidak
menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.[7]
2. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai
denga hukum yang berlaku.[7] Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar
hukum yang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia
terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan
kabupaten dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku secara nasional.[7]
3. Mengembagkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk
mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga
menumbuhkan sikap toleransi.[7]
4. Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan
untuk menigkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan.[7]
5. Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps
diplomatik ebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau
terluar dan pulau kosong.[7]

Implementasi dalam Kehidupan Ekonomi

1. Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi


khatulistiwa, wilayah laut yang luas, hutan tropis yang besar, hasil tambang dan
minyak yang besar, serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar.[7] Oleh
karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sektor
pemerintahan, pertanian, dan perindustrian.[7]
2. Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan
antardaerah.[7] Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan
upaya dalam keadilan ekonomi.[7]
3. Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan
memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil.[7]

[Implementasi dalam Kehidupan Sosial

Tari pendet dari Bali merupakan budaya Indonesia yang harus dilestarikan sebagai
implementasi dalam kehidupan sosial.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan sosial, yaitu :[7]

1. Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda,


dari segi budaya, status sosial, maupun daerah.[7] Contohnya dengan pemerataan
pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi
daerah tertinggal.[7]
2. Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta
dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan
nasional maupun daerah.[7] Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan
museum, dan cagar budaya.[7]

Implementasi dalam Kehidupan Pertahanan dan Keamanan

Membagun TNI Profesional merupakan implementasi dalam kehidupan pertahanan


keamanan.l

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu :
[7]

1. Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan


kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut
merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat
tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang menganggu
keamanan kepada aparat dan belajar kemiliteran.[7]
2. Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga
menjadi ancaman bagi daerah lain.[7] Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan
membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda
daerah dengan kekuatan keamanan.[7]
3. Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang
memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan
wilayah terluar Indonesia.[7]

Referensi

1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab Suradinata,Ermaya. (2005). Hukum Dasar Geopolitik dan


Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI.. Jakarta: Suara Bebas. Hal 12-14.
2. ^ a b c d e f g h i j k Sunardi, R.M. (2004). Pembinaan Ketahanan Bangsa dalam Rangka
Memperkokoh Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta:Kuaternita Adidarma.
ISBN 979-98241-0-9,9789799824103.Hal 179-180.
3. ^ a b c Srijanti.,Rahman A.,K.S,Purwanto. (2006). Etika Berwarga Negara. Jakarta: Salemba
Empat. Hal 137-139.
4. ^ a b c Hidayat, I. Mardiyono, Hidayat I.(1983). Geopolitik, Teori dan Strategi Politik dalam
Hubungannya dengan Manusia, Ruang dan Sumber Daya Alam. Surabaya:Usaha Nasional.Hal
85-86.
5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa Alfandi, Widoyo. (2002). Reformasi Indonesia: Bahasan
dari Sudut Pandang Geografi Politik dan Geopolitik. Yogyakarta:Gadjah Mada University. ISBN
979-420-516-8, 9789794205167.
6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p Harsawaskita, A.(2007). Great Power Politics di Asia Tengah Suatu
Pandangan Geopolitik, dalam Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional.
Bandung:Graha Ilmu. Hal 17-19.
7. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y Sumarsono, S, et.al. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 12-17.

Ekonomi Perdagangan Bebas – Perjanjian dan Perdagangan Internasional

WTO atau Organisasi Pedagangan Dunia adalah badan antar-pemerintah, yang


mulai berlaku 1 Januari 1995. WTO merupakan metamorfosis dari Perjanjian
Umum Bea Masuk dan Perdagangan atau GATT (General Agreement on Tariff
and Trade) yang didirikan tahun 1947, sebagai bagian dari kesepakatan di
Bretton Woods, Amerika. Sejak 1947 ada delapan perundingan dagang dimana
Putaran Uruguay adalah perundingan paling akhir yang terpanjang (berlangsung
dari September 1986 hingga April 1994), rumit dan penuh kontroversi sebelum
melahirkan WTO. Berbeda dengan GATT yang menyusun aturan main di bidang
perdagangan internasional, tetapi bukan sebuah institusi; sementara
metamorfosisnya yaitu WTO adalah sebuah institusi dengan aturan yang jelas
serta daya penegakan yang kuat. Dengan disahkan berdirinya WTO, maka
semua kesepakatan perjanjian GATT kemudian diatur di dalam WTO plus isu-isu
baru yang sebelumnya tidak diatur seperti perjanjian TRIPs (Hak atas Kekayaan
Intelektual yang terkait dengan perdagangan), Jasa (GATS lihat penjelasan
mengenai sektor jasa), dan aturan investasi (TRIMs). Perjanjian WTO mengikat
secara hukum. Negara anggota yang tidak mematuhi perjanjian bisa diadukan
oleh negara anggota lainnya karena merugikan mitra dagang, serta menghadapi
sanksi perdagangan yang diberlakukan oleh WTO. Karena itu sistem WTO bisa
sangat berkuasa terhadap negara-negara anggota dan mampu memaksakan
aturan-aturannya, karena anggota terikat secara legal (legally-binding) dan
keputusannya bersifat irreversible artinya tidak bisa ditarik kembali.

Tugas WTO World


Trade Organization
(WTO)
1. Mendorong perdagangan bebas, dengan mengurangi
dan menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan
seperti tarif dan non tarif (misalnya regulasi);
2. Menyediakan forum perundingan perdagangan
internasional ;
3. Penyelesaian sengketa dagang; dan

4. Memantau kebijakan perdagangan di negara-negara


anggota.

Anda mungkin juga menyukai