Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Oseanografi merupakan suatu ilmu yang mempelajari lautan dimana

semata-mata bukanlah merupakan satuan ilmu yang murni, tetapi merupakan

suatu ilmu-ilmu dasar yang lain. Dalam hal ini salah satu diantaranya adalah ilmu

fisika dimana dalam oseanografi dikenal dengan nama oseanografi fisika

(Effendi, 2003).

Fisika oseanografi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara

sifat-sifat yang terjadi dalam lautan sendiri dan yang terjadi dalam lautan sendiri

dan yang terjadi antara lautan dengan atmosfir dan daratan. Hal ini termasuk

kejadian-kejadian pokok seperti terjadinya tenaga pembangkit pasang surut dan

gelombang, iklim dan sistem arus-arus yang terdapat di lautan dunia. Lautan

tidak tersebar merata dipermukaan bumi. Lautan menutupi lebih dari 80 persen

belahan bumi selatan tetapi hanya menutupi 61 persen belahan bumi utara

dimana terdapat sebagian besar daratan dunia (Hutabarat dan Evans, 2000).

Air laut dalam keadaan bergerak. Gerakan-gerakan air laut disebabkan

oleh beberapa faktor, seperti angin yang berhembus di atas permukaan laut,

pengadukan yang terjadi karena perbedaan suhu air dari dua lapiasan

permukaan laut, pasang surut, dan lain-lain. Gerakan air laut ini sangat penting

bagi berbagai proses alam laut, baik itu biologis atau non-biologis (Hutabarat dan

Evans, 2000).

Sebagai negara kepulauan pelaksanaan pembangunan di Indonesia tidak

lepas dari penelolaan wilayah pesisir. Permasalahan yang timbul oleh cepatnya

perubahan lingkungan pantai akibat ketidakseimbangan antara sifat dinamika

pantai yang telahterjadi akibat kepentingan manusia dan proses alam itu sendiri

(Nontji, 1987).

1
Pulau Samalona merupakan tempat yang cocok untuk dijadikan lokasi

praktek oseanografi fisika. Sebab pada daerah tersebut memiliki parameter-

parameter fisika oseanografi yang akan digunakan dalam praktek.

B. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari praktek lapang Oseanografi Fisika adalah sebagai

berikut :

1. Mengetahui prosedur pengambilan dan pengolahan data oseanografi

fisika dengan menggunakan persamaan empiris.

2. Mengetahui dan memahami karakteristik oseanografi fisika pada lokasi

sampling

Sedangkan, kegunaan dari praktek lapang ini adalah untuk

membandingkan teori yang ada dengan yang terjadi di lapangan, dan menjadi

sumber data dan bahan informasi mengenai kondisi lokasi.

C. Ruang Lingkup

Dalam praktek ini, kegiatan dibatasi pada pengukuran faktor-faktor

oseanografi yang ada di laut seperti pasang surut, suhu, salinitas, gelombang,

arus, serta kedalaman, sebagai suatu parameter dalam menentukan karakteristik

dari lokasi sampling.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Arus

Arus air laut adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horisontal

sehingga menuju keseimbangannya, atau gerakan air yang sangat luas yang

terjadi di seluruh lautan dunia. Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa hal

antara lain arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya

Coriolis dan arus ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwellng ,

downwelling (Bonner, 1995).

Arus merupakan gerakan horizontal atau vertikal dari massa air menuju

kestabilan yang terjadi secara terus menerus. Gerakan yang terjadi merupakan

hasil resultan dari berbagai macam gaya yang bekerja pada permukaan, kolom,

dan dasar perairan. Hasil dari gerakan massa air adalah vector yang mempunyai

besaran kecepatan dan arah. Ada dua jenis gaya yang bekerja yaitu eksternal

dan internal Gaya eksternal antara lain adalah gradien densitas air laut, gradient

tekanan mendatar dan gesekan lapisan air (Gross,1990).

Selain angin, arus dipengaruhi oleh paling tidak tiga faktor, yaitu

(Nybakken, 1992) :

1. Bentuk Topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya :

Beberapa sistem lautan utama di dunia dibatasi oleh massa daratan dari tiga

sisi dan pula oleh arus equatorial counter di sisi yang keempat. Batas-batas

ini menghasilkan sistem aliran yang hampir tertutup dan cenderung membuat

aliran mengarah dalam suatu bentuk bulatan.

2. Gaya Coriollis dan arus ekman : Gaya Corriolis mempengaruhi aliran

massa air, di mana gaya ini akan membelokkan arah mereka dari arah yang

lurus. Gaya corriolis juga yangmenyebabkan timbulnya perubahan-

3
perubahan arah arus yang kompleks susunannya yang terjadi sesuai dengan

semakin dalamnya kedalaman suatu perairan.

3. Perbedaan Densitas serta upwelling dan sinking : Perbedaan densitas

menyebabkan timbulnya aliran massa air dari laut yang dalam di daerah

kutub selatan dan kutub utara ke arah daerah tropik.

Adapun jenis- jenis arus dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu (Nybakken,

1988) :

1. Berdasarkan penyebab terjadinya Arus ekman : Arus yang dipengaruhi

oleh angin. Arus termohaline : Arus yang dipengaruhi oleh densitas dan

gravitasi. Arus pasut : Arus yang dipengaruhi oleh pasut. Arus geostropik :

Arus yang dipengaruhi oleh gradien tekanan mendatar dan gaya coriolis.

Wind driven current : Arus yang dipengaruhi oleh pola pergerakan angin dan

terjadi pada lapisan permukaan.

2. Berdasarkan Kedalaman Arus permukaan : Terjadi pada beberapa ratus

meter dari permukaan, bergerak dengan arah horizontal dan dipengaruhi oleh

pola sebaran angin. Arus dalam : Terjadi jauh di dasar kolom perairan, arah

pergerakannya tidak dipengaruhi oleh pola sebaran angin dan mambawa

massa air dari daerah kutub ke daerah ekuator.

B. Pasang Surut

Pasang surut yang disingkat dengan Pasut adalah gerakan naik turunnya

muka air laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan

matahari. Matahari mempunyai massa 27 kali lebih besar dari massa bulan,

tetapi jaraknya pun sangat jauh dari bumi (rata-rata 149,6 juta km). Dalam

mekanika alam semesta, jarak menentukan daripada massa. Oleh karena itulah

bulan mempunyai peranan yang lebih besar dari matahari dalam menentukan

pasang surut (Nontji, 1987).

4
Dalam oseanografi pasang surut diberbagai daerah dapat dibedakan dalam

empat tipe pasang surut (Triatmodjo, 1999), yaitu :

a. Pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), pada tipe ini dalam satu hari

terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama

dengan pasang surut yang terjadi berurutan secara teratur. Periode pasang

surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.

b. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), dalam satu hari terjadi satu kali

pasang dan satu kali surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit.

c. Pasang surut condong keharian ganda (mixed tide preavailling semidiurnal),

dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut tetapi tinggi

periodenya berbeda.

d. Pasang surut condong ke harian tunggal (mixed tide preavailling diurnal),

pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut,

tetapi kadang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan

periode yang berbeda-beda.

Perbedaan salinitas terjadi karena perbedaan dalam penguapan dan

presipitasi. Salinitas larutan di daerah tropik lebih tinggi karena evaporasinya

lebih tinggi, sedangkan di daerah beriklim sedang salinitasnya rendah karena

evaporasinya rendah. Di daerah pantai dan laut yang tertutup sebagian, salinitas

lebih bervariasi dan mungkin mendekati nol dimana sungai-sungai besar

mengalirkan air tawar, sedangkan di Laut Merah dan Teluk Persia salinitasnya

hampir 400/00. (Nybakken, 1992).

C. Gelombang

Gelombang adalah gerakan naik turun sebuah tubuh perairan yang

dinyatakan dengan naik turunnya permukaan air secara bergantian. Sedangkan

5
ombak adalah suatu gangguan yang bergerak melalui air tetapi tidak

menyebabkan partikel-partikel air bergerak karenanya (Triatmodjo, 1999).

Setiap gelombang mempunyai tiga unsur yang penting yakni panjang,

tinggi dan periode. Panjang gelombang adalah jarak mendatar antara dua

puncak yang berurutan, tinggi gelombang adalah jarak vertikal antara puncak

dan lembah, sedangkan periode adalah waktu yang diperlukan oleh dua puncak

yang berurutan untuk melalui suatu titik (Nontji, 1987).

Sifat-sifat gelombang paling tidak dipengaruhi oleh tiga bentuk angin

(Hutabarat dan Evans, 2000) :

a. Kecepatan angin. Umumnya makin kencang angin yang bertiup makin

besar gelombang yang terbentuk dan gelombang ini mempunyai kecepatan

yang tinggi dan panjang gelombang yang besar.

b. Waktu di mana angin sedang bertiup. Tinggi, kecepatan dan panjang

gelombang seluruhnya cenderung untuk meningkat sesuai dengan

meningkatnya waktu pada saat angin pembangkit gelombang mulai bergerak

bertiup.

c. Jarak tanpa rintangan di mana angin sedang bertiup (dikenal sebagai

fetch). Pentingnya fetch dapat digambarkan dengan membandingkan

gelombang yang terbentuk poada kolom air yang relatif kecil seperti danau di

daratan dengan terbentuk di lautan bebas.

D. Salinitas

Salinitas air laut didefinisikan sebagai jumlah total material padat yang

dinyatakan dalam gram yang terdapat dalam satu kilogram air laut, jika semua

karbonat telah teroksidir, bromine dan iodine dirubah menjadi kholorine dan

semua unsur organic telah teroksidir (Olii, 2003).

6
Menurut Nybakken (1992), salinitas adalah banyaknya zat yang terlarut di

dalam air. Selanjutnya dikatakan bahwa salinitas merupakan ukuran bagi

sejumlah zat padat yang larut dalam satu satuan volume air yang dinyatakan

dalam per mil. Konsentrasi garam ini jumlahnya relative sama dalam setiap

contoh air laut sekalipun sample air laut diambil ditempat yang berbeda.

Perbedaan salinitas terjadi karena ada perbedaan penguapan dan

prespotaso. Salinitas lautan di daerah yang beriklim tropic jauh lebih tinggi

karena evavorasi lebih tinggi, sedangkan pada lautan yang beriklim sedang

salinitasnya rendah karena evavorasi lebih rendah, salinitasnya lebih bervariasi

dan mungkin mendekati nol dimana sungai mensuplai air tawar (Nybakken,

1992).

E. Suhu

Suhu dilaut adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan

organisme dilautan, karena suhu mempengaruhi baik aktifitas metabolisme

maupun perkembangbiakan dari suatu organisme. Pada saat perubahan musim

pancaroba, suhu air seringkali merupakan faktor utama penyebab kematian

organisme. Pada kondisi ini suhu yang berubah-ubah nafsu makan organisme

laut akan menurun, sedangkan pergerakan sehari-hari memerlukan energi

(Fardiaz, 1992).

Suhu dilautan adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan

organisme dilautan, karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun

perkembangan dari organisme. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak

dijumpai bermacam macam jenis hewan yang terdapat diberbagai tempat di

dunia (Hutabarat dan Evans, 2000).

7
F. Kedalaman

Kedalaman suatu perairan akan membatasi penetrasi cahaya matahari

yang secara langsung membatasi kehidupan biota dasar. Peninaran cahay

matahari berkurang secara cepat sesuai dengan makin tingginya kedalamn

lautan (Nybakken, 1988).

Tingkat kedalaman yang sangat tinggi akan mengurangi penyerapan

cahaya matahri oleh badan air, dimana cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh

tumbuh-tumbuhan hijau dalam proses fotosintesis yang akan menghasilkan

oksigen yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan hewan khususnya

makrozoobentos. Pada daerah yang dalam tingkat kecerahan menetukan mutu

perairan sebagai daerah asuhan bentos, tetapi pada tingkat kedalaman 15–40

meter masih tergolong baik sebagai habitat makrozoobentos (Hutabarat dan

Evans, 2000).

G. Kecerahan

Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan, semakin

tinggi suatu kecerahan perairan semakin dalam cahaya menembus ke dalam air.

Kecerahan air menentukan ketebalan lapisan produktif. Berkurangnya kecerahan

air akan mengurangi kemampuan fotosintesis tumbuhan air, selain itu dapat pula

mempengaruhi kegiatan fisiologi biota air, dalam hal ini bahan-bahan ke dalam

suatu perairan terutama yang berupa suspensi dapat mengurangi kecerahan air

(Effendi, 2000).

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan

merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan

menggunakan secchi disk yang dikembangkan oleh Profesor Secchi pada abad

ke-19. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat

dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, padatan tersuspensi dan

8
kekeruhan serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Tingkat

kecerahan air dinyatakan dalam suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan

secchi disk (Effendi, 2000).

9
III. METODE PRAKTIK

A. Waktu dan Tempat

Praktek lapang Oseanografi Fisika ini dilaksanakan pada hari Jumat –

Minggu, 23 – 25 April 2010. Tempat pelaksanaan praktek lapang Oseanografi

Fisika yaitu di Pulau Samalona.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat yang dihunakan dalam praktikum ini antara lain : GPS

(Global Positining System befungsi untuk menentukan titik lokasi pengambilan

data. Thermometer berfungsi untuk mengukur suhu. Secchi disk berfungsi untuk

mengukur kecerahan. Layang-layang arus berfungsi untuk mengukur arus. Tiang

skala berfungsi untuk mengukur tinggi pasang surut dan gelombang. Stopwatch

berfungsi untuk mengukur kecepatan arus. Kompas bidik befungsi untuk

mengukur sudut layang-layang arus terhadap arus. Sabak berfungsi alat menulis

dalam air laut agar tidak mudah terhapus di dalam air laut. Alat tulis menulis

menulis data dari hasil pengamatan dilapangan.

Prosedur Praktek

Adapun prosedur kerja yang akan dilakukan dalam praktek ini yaitu

sebagai berikut :

1. Pasang Surut

1. Menentukan lokasi yang representatif untuk pemasangan rambu

pasut dan mencatat posisi dengan GPS.

2. Memasang rambu pasut pada daerah yang telah diperkirakan

tetap tergenang air surut, jika lokasi tersebut kering pada saat surut maka

perlu memasang rambu pasut yang lain pada daerah yang tergenang air

(perlu diingat untuk mengukur beda tinggi antara rambu pasut pertama dan

rambu pasut kedua).

10
3. Mencatat tinggi muka air dengan interval 1 jam selama 39 jam,

yang dimulai pada pukul 17.00 WITA.

Metodologi :

1. Mencatat posisi dan melakukan pengukuran arah dan kecepatan arus

pada stasiun yang telah ditentukan.

2. Untuk penentuan kecepatan arus menggunakan layang-layang arus,

yakni dengan menetapkan jarak tempuh layang-layang arus (5 meter)

kemudian mengukur waktu tempuh layang-layang arus tersebut. Arah arus

ditentukan dengan mengunakan kompas.

2. Arus

1. Mencatat posisi dan melakukan pengukuran arah dan kecepatan arus

pada beberapa stasiun di daerah laut dangkal maupun dalam.

2. menentukan kecepatan arus dengan menggunakan layang-layang

arus, yakni dengan menetapkan jarak tempuh layang – layang arus (5 meter)

kemudian mengukur waktu tempuh layang – layang arus tersebut dengan

menggunakan stopwatch atau alat penghitung waktu sejenisnya. Arah arus

ditentukan dengan menggunakan kaompas bidik.

3. Untuk mengontrol perubahan arah dan kecepatan arus diperlukan

astasiun permanent dekat pantai ( sebaiknya di stasiun pasut ), pengukuran

dilakukan setiap interval 1 jam selama 24 jam, yang dimulai pada pukul

00.00 waktu setempat.

3. Ombak/Gelombang

Gelombang dapat disebabkan oleh angin biasanya sebagai campuran

ombak yang bergerak searah angin. Bila memasuki daerah tak berangin maka

ombak akan lebih teratur. Karena adanya ombak, maka terjadi pula arus laut.

11
Besar kecilnya kecepatan ombak tergantung pada kecepatan angin yang

berhembus dan jarak tempuh angin tersebut .

Metodologi :

1. Menentukan stasiun pengambilan data ombak pada stasiun yang telah

ditentukan.

2. Pengamatan dilakukan dengan mencatat tinggi dan lembah ombak yang

datang pada tiang skala selama masing-masing 51 kali (ombak signifikan).

Setelah itu menentukan arah datang ombak dengan menggunakan kompas

bidik.

a) Pengukuran lapangan :

1. Menentukan stasiun pengambilan data ombak berdasarkan

bentuk geomorfologi lokasi praktek

2. Mencatat posisi dan melakukan pengukuran ombak pada lokasi

yang ditentukan (ombak sebelum pecah) meliputi : tinggi ombak, arah

datang, lama pengukuran, dan arah puncak ombak. Selain itu, posisi

stasiun dan arah garis pantai perlu diukur.

3. Pengamatan dilakukan dengan mencatat tinggi dan lembah

ombak yang datang pada tiang skala selama masing-masing 51 kali

(ombak signifikan). Setelah itu dengan menggunakan kompas geologi

untuk mengukur arah datang ombak dan arah kepantai.

4. Pengukuran ombak ini dilakukan pada waktu pasang dan pada

waktu surut.

b) Prediksi dari data sekunder :

1. Menyiapkan peta yang menunjukkan lokasi

praktek dan sekitarnya (skala 1 : 500.000 atau skala 1 : 250.000).

12
2. Menyiapkan data arah dan kecepatan angin

selama 5 tahun yang mewakili kondisi angin lokasi praktek.

3. Menghitung Fetch length (Jarak pembangkitan

ombak) pada peta.

4. Menghitung tinggi periode ombak menurut

metode Wilson.

4. Kedalaman

Faktor kedalaman sangat berpengaruh dalam pengamatan dinamika

oseanografi dan morfologi pantai, Seperti kondisi arus, ombak, dan transpor

sedimen.

Metodologi :

1. Pengukuran kedalaman perairan dilakukan pemeruman menggunakan

echosounder pada beberapa titik (representatif) yang membentuk lintasan

(tracking) sepanjang lokasi.

2. posisi setiap pemeruman dicatat danran menggunakan GPS (global

positioning sistem). Hasil pemeruman ini dikoreksi dengan hasil pengukuran

pasang surut sehingga dapat diketahui kedalaman sesungguhnya terhadap

referensi Mean Sea Level.

5. Kecerahan

Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan. Semakin

tinggi suatu kecerahan perairan semakin dalam cahaya menembus kedalam air.

Kecerahan air menentukan ketebalan lapisan produktif.

Metodologi :

1. Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan secchi disk yang

diikat dengan tali kemudian diturunkan perlahan-lahan kedalam perairan

hingga tidak terlihat lagi.

13
2. Kedalaman pada saat secchi disk tidak terlihat ditambah dengan

kedalamanpada saat secchi disk mulai nampak pada saat ditarik kemudian

dibagi dua merupakan tingkat kecerahan perairan.

3. Mengukur kedalaman secchi disk dan mencatat posisi stasiun.

6. Suhu dan salinitas

Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting dilaut. Bersama-sama

dengan salinitas merteka dapat digunakan untuk mengidentifikasi massa air

tertentu dan bersama-sama dengan salinitas merteka dapat digunakan untuk

menentukan densitas air laut. Densitas ini selanjutnya dapat digunakan untuk

mentukan kejenuhan dimana suatu massa air akan menetap dalam

keseimbangan.

Salinitas adalah berat zat padat terlarut dalam per kilogram air laut.

Sebaran salinitas dilaut dipengaruhi oleh berbagai fektor seperti pola sirkulasi air,

penguapan, curah hujan, dan aliran sungai.

Metodologi :

1. Mengukur suhu dan salinitas secara vertikal maupun horizontal. Secara

horizontal, dilakukan pada beberapa stasiun di daerah laut dangkal hingga

ke laut dalam. Secara vertikal, dilakukan pada stasiun yang berada di laut

dalam dengan kedalaman 1 m, 10 m, dan seterusnya hingga kedalaman

maksimal.

2. Mencatat posisi dan mengambil sampel air laut dengan menggunakan

alat pengambil sampel air, kemudian memasang salinometer kedalam

sampel yang dituangkan ke ember, membiarkan hingga beberapa saat, lalu

membaca skala yang ditunjuk oleh salinometer. Dan untuk suhunya,

mencelupkan thermometer kedalam kolam perairan.

14
C. Analisis Data

1. Pasang surut

MSL =
∑HixCi
∑Ci
Keterangan: MSL = Tinggi muka air rata-rata (Cm)

H = Tinggi muka air (Cm)

Ci = Konstanta Doodson

2. Arus

S
V =
t

Keterangan :

S = Panjang lintasan layang – layang arus(m)

t = Waktu tempuh layang – layang arus (detik)

3. Ombak/Gelombang

a. Tinggi ombak :

H = (Puncak ombak – lembah ombak)

b. Tinggi ombak signifikan (H1/3) :

H 1/3 = 1/3 rata-rata dari gelombang terbesar

c. Periode ombak (T) :

T = t/n

Keterangan : n = Jumlah ombak

t = Lamanya pengukuran n ombak

d. Periode ombak signifikan (H1/3) :

T 1/3 = 1,1 . T

e. Panjang ombak (Lo) :

L = 1,56 T2

15
f. Prediksi ombak (metode Wilson) :

gH 1 / 3 gF 1/2 -2
= 0,3 [1-{1+0,004( ) } ]
U2 U2

gT gF
= 1,37 [1-{1+0,008( 2 )1/3 }-5]
2πU U

g. Tinggi Ombak Pecah (Hb) :

0,563
Hb = H1/3 [ H 1 / 3 0, 2 ]
[ ]
L

h. Kedalaman ombak pecah dari data prediksi :

Hb = 0,78 Hb

Keterangan :

F = Fetch Length (m)

U = Kecepatan Angin (m/s)

g = Percepatan gravitasi Bumi (9,8 m/s)

T =Periode Ombak (detik)

t = Waktu pengamatan

N = Banyaknya ombak

Hi = Tinggi ombak (m)

L = Panjang ombak (m)

H1/3 = Tinggi ombak signifikan

T1/3 = Periode ombak signifikan

4. Kedalaman

Ds = DT + (MSL-hT)

Keterangan : Ds = Kedalaman sebenarnya (m)

DT = Kedalaman yang teratur (m)

MSL = Nilai muka air rata-rata

hT = Kedalaman di rambu pasut saat pengukuran (m)

16
5. Kecerahan

Kondisi secchi disk tidak terlihat + secchi disk terli hat


Kecerahan perairan =
2

17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Kondisi Pasang Surut Pulau Samalona


Posisi
Lokasi Hmax (cm) Hmin (cm) MSL TP
mT mU
Dermaga 759784 9432954

DAFTAR PUSTAKA

Bonner, N, E. 1995.Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. ITB Press. Bogor

Effendi, H. 2003. Telaah Kualita Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisus. Yogyakarta

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.

Gross,M.G.1990.Oceanography : A View of Earth. Prentice Hall, Inc. Englewood


Cliff. New Jersey.

Hutabarat, Sahala dan Evans. 2000. Pengantar Oseanografi. Universitas


Indonesia. Jakarta.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Nybakken, J,W. 1992. Biologi laut suatu pendekatan ekologi, Djambatan,


Jakarta.

............................ 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia,


Jakarta.

Olii, Hafidz A. 2003. Kajian Faktor Fisik Yang Mempengaruhi Distribusi


Ichtyoplankton (Awal Daur Hidup Ikan). Program Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Triatmodjo, 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.

Wikipedia. 2004.http://ms.wikipedia.org/wiki/Arus. Diakses Tanggal 26 April


2010, Pukul 15.00 WITA.

18

Anda mungkin juga menyukai