Anda di halaman 1dari 12

PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN

AKTUALISASI IDENTITAS NASIONAL INDONESIA DIBIDANG


TEKNIK MESIN

Disusun Oleh :

Nama : Nova Arief Setiyanto

NIM : L2E607040

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITA DIPONEGORO

SEMARANG

2010
AKTUALISASI PENERAPAN PANCASILA PADA
APARADIGMA PEMBANGUNAN DAN IPTEK
DIBIDANG TEKNIK MESIN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas
bangsanya. Agar dapat memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih
dulu arti Identitas Nasional Indonesia. Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat
khas yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya
serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata nasion
yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural
tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama.
Jadi, yang dimaksud dengan Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau
sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-
bangsa lain di dunia. Uraiannya mencakup :
1. Identitas manusia Manusia merupakan makhluk yang multidimensional,
paradoksal dan monopluralistik. Keadaan manusia yang multidimensional,
paradoksal dan sekaligus monopluralistik tersebut akan mempengaruhi
eksistensinya. Eksistensi manusia selain dipengaruhi keadaan tersebut juga
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya atau pedoman hidupnya. Pada
akhirnya yang menentukan identitas manusia baik secara individu maupun
kolektif adalah perpaduan antara keunikan-keunikan yang ada pada dirinya
dengan implementasi nilai-nilai yang dianutnya.
2. Identitas nasional Indonesia bersifat pluralistik (ada keanekaragaman) baik
menyangkut sosiokultural atau religiositas. Identitas fundamental/ ideal =
Pancasila yang merupakan falsafah bangsa. Identitas instrumental =
identitas sebagai alat untuk menciptakan Indonesia yang dicita-citakan.
Alatnya berupa UUD 1945, lambang negara, bahasa Indonesia, dan lagu
kebangsaan.- Identitas religiusitas = Indonesia pluralistik dalam agama dan
kepercayaan.- Identitas sosiokultural = Indonesia pluralistik dalam suku
dan budaya.- Identitas alamiah = Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia.
3. Nasionalisme IndonesiaNasionalime merupakan situasi kejiwaan dimana
kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa.
Nasionalisme sangat efektif sebagai alat merebut kemerdekaan dari
kolonial. Nasionalisme menurut Soekarno adalah bukan yang berwatak
chauvinisme, bersifat toleran, bercorak ketimuran, hendaknya dijiwai oleh
nilai-nilai Pancasila.
4. Integratis NasionalMenurut Mahfud M.D integrasi nasional adalah
pernyataan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masayarakat menjadi
suatu keseluruhan yang lebih untuh , secara sederhana memadukan
masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu
bangsa. Untuk mewujudkan integrasi nasional diperlukan keadilan,
kebijaksanaan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak
membersakan SAR. Ini perlu dikembangkan karena pada hakekatnya
integrasi nasional menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan
bangsa.
Kesimpulan Identitas Nasional Indonesia adalah sifat-sifat khas bangsa
Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama dan pulau-pulau
yang dipisahkan oleh lautan.
Oleh karena itu, nilai-nilai yang dianut masyarakatnya pun berbeda-
beda. Nilai-nilai tersebut kemudian disatupadukan dan diselaraskan dalam
Pancasila. Nilai-nilai ini penting karena merekalah yang mempengaruhi
identitas bangsa. Oleh sebab itu, nasionalisme dan integrasi nasional sangat
penting untuk ditekankan pada diri setiap warga Indonesia agar bangsa
Indonesia tidak kehilangan identitas.
1.2 TUJUAN PENULISAN
Pembuatan makalah ini dibuat dengan memiliki tujuan dan maksud
tertentu. Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Menuntaskan tugas mata kuliah kewarganegaraan,
2. Mahasiswa/i dapat mengetahui makna dan hakikat identitas nasional di
lingkungan teknik mesin.
3. Lebih berkompetensi di pelajaran mata kuliah Pancasila.
4. Sebagai sarana yang lebih baik.

1.3 RUANG LINGKUP


Adapun penulisan ini mencakup pembahasan mengenai aktualisasi yang
berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam bidang Pembangunan, Iptek.
Dan juga contoh aktualisasi yang tidak sesuai dengan amanat pancasila dan
UUD 1945.
BAB II
PEMBAHASAN

Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu


pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah
tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam
bukunya yang berjudul "The Structure Of Scientific Revolution", paradigma
adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu
sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta
penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri
serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan pada
suatu hasil penelitian ilmiah yang mendasarkan pada metode kuantitatif yang
mengkaji manusia dan masyarakat berdasarkan pada sifat-sifat yang parsial,
terukur, korelatif dan positivistik, maka hasil dari ilmu pengetahuan tersebut
secara epistemologis hanya mengkaji satu aspek saja dari obyek ilmu
pengetahuan yaitu manusia. Dalam masalah yang populer istilah paradigma
berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian
sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta tujuan dari
suatu perkembangan, perubahan serta proses dari suatu bidang tertentu
termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan.

2.1 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN


Tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai berikut "Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia" hal ini merupakan tujuan negara hukum formal, adapun rumusan
"Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa" hal ini
merupakan tujuan negara hukum material, yang secara keseluruhan sebagai
tujuan khusus atau nasional. Adapun tujuan umum atau internasional adalah
"ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial".
Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala
aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai
Pancasila. Karena nilai- nilai Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis
manusia sebagai subyek pendukung Pancasila sekaligus sebagai subyek
pendukung negara. Unsur-unsur hakikat manusia "monopluralis" meliputi
susunan kodrat manusia, terdiri rohani (jiwa) danjasmani (raga), sifat kodrat
manusia terdiri makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan kodrat
manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan makhluk Tuhan YME.

2.2 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PENGEMBANGAN IPTEK


Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pada hakikatnya merupakan
suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur rohani (jiwa) manusia meliputi
aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia
dalam hubungannya dengan intelektualitas, rasa dalam bidang estetis, dan
kehendak dalam bidang moral (etika).
Tujuan yang esensial dari Iptek adalah demi kesejahteraan umat
manusia, sehingga Iptek pada hakekatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh
nilai. Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan
pada moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu
pengetahuan, mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional, antara
akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila ini Iptek tidak hanya memikirkan
apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan
maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia dengan sekitarnya.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar
moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan Iptek harus bersifat
beradab. Iptek adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan
bermoral.
Sila Persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalia dan
internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan
Iptek hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa
serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mendasari pengembangan Iptek secara
demokratis. Artinya setiap ilmuwan harus memiliki kebebasan untuk
mengembangkan Iptek juga harus menghormati dan menghargai kebebasan
orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik, dikaji ulang
maupun dibandingkan dengan penemuan ilmuwan lainnya.
Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,
mengkomplementasikan pengembangan Iptek haruslah menjaga
keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan
keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan
Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan masyarakat
bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Secara pertimbangan politik, Pancasila perlu diaktualisasikan dalam
kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan mengingat Pancasila
sebagai ideologi nasional yang merupakan visi kebangsaan Indonesia (yang
membina persatuan bangsa) yang dipandang sebagai sumber demokrasi yang baik di
masa depan dan yang lahir dari sejarah kebangsaan Indonesia. Visi kebangsaan dan
sumber demokrasi Indonesia ini perlu diterapkan sebagai nilai-nilai, prinsip-prinsip,
dan etika untuk melandasi dan mengawal perubahan politik dan pemerintahan yang
sedang terjadi dari model sentralistik (otoriter yang birokratis dan executive-heavy)
menuju model desentralistik (demokrasi yang multipartai dan legislative-heavy).
Latarbelakang seperti itu didorong pula oleh realita penerapan Pancasila selama ini
yang dipersepsi publik sebagai untuk kepentingan (alat) penguasa, yang ditantang
oleh globalisasi ideologi asing (terutama Liberalisme), yang gagal dalam mengatasi
penyakit korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sebagai akibat adanya salah-urus
mengelola negara, serta yang perwujudan praktek demokrasinya berkonotasi buruk.
Ini semua seringkali diarahkan pada Pancasila yang dijadikan ‘kambinghitam’-nya.
Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila adalah dasar-negara NKRI yang
dirumuskan dalam (Pembukaan) UUD 1945 dan yang kelahirannya ditempa
dalam proses perjuangan kebangsaan Indonesia sehingga perlu dipertahankan
dan diaktualisasikan walaupun konstitusinya berubah. Di samping itu, Pancasila
perlu memayungi proses reformasi untuk diarahkan pada ‘reinventing and
rebuilding’ Indonesia dengan berpegangan pada perundang-undangan yang juga
berlandaskan Pancasila dasar negara. Melalui UUD 1945 sebagai payung hukum,
Pancasila perlu diaktualisasikan agar dalam praktek berdemokrasinya tidak
kehilangan arah dan dapat meredam konflik yang tidak produktif .
Dimensi pertahanan dan keamanan memandang bahwa keberadaan
Pancasila erat kaitannya dengan sejarah lahirnya Tentara Nasional Indonesia
(TNI), sehingga pelaksanaan Pancasila secara murni dan konsekuen
merupakan landasan idiil dan konstitusional bagi ketahanan nasional serta
merupakan filter untuk tantangan liberalisme-kapitalisme di Indonesia yang
semakin menguat. Pancasila perlu diaktualisasikan oleh dan bagi bangsa
Indonesia karena banyaknya dampak negatif kebijakan otonomi daerah
(seperti timbul ego daerah, primordialisme sempit) sebagai akibat dari
sempitnya pemahaman Pancasila, terjadinya degradasi nilai-nilai
kekeluargaan dan tenggang-rasa di masyarakat, serta disalahgunakan
implementasinya oleh penguasa sehingga legitimasinya sudah pada titik nadir
(antiklimaks).
Dimensi sosial ekonomi memandang perlunya diaktualisasikan oleh dan bagi
bangsa Indonesia karena Pancasila sebagai falsafah negara yang mewujudkan sistem
ekonomi Pancasila serta sebagai sumber sistem ekonomi kerakyatan. Pandangan ini
diperkuat oleh realita tentang keadaan negara yang labil yang telah berdampak pada
efektifnya pengaruh globalisasi terhadap penguatan campurtangan asing (badan-
badan internasional) terhadap perekonomian nasional.
Begitu pula dimensi kesejahteraan rakyat yang memandang perlunya
Pancasila diaktualisasikan oleh dan bagi bangsa Indonesia karena
kemampuan ideologi Pancasila yang bersimetris dengan tingkat kesejahteraan
rakyat dan kedaulatan rakyat serta yang perlu dianalisis substansi ideologinya
pada segi ontologi dan epistemologinya. Di samping itu didorong pula oleh
realita tentang bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis-diri (dekadensi
moral), krisis kepercayaan, mengalami gangguan (disrupsi) toleransi, masih
memiliki kelemahan filsafat-ilmiahnya, serta belum merasakan terpenuhinya
harapan bangsa atau lemah aktualisasinya dalam usaha kecil, menengah, dan
mikro-pedesaan.
Dimensi lingkungan hidup memandang perlunya diaktualisasikan oleh dan
bagi bangsa Indonesia karena Pancasila sebagai jiwa rakyat Indonesia. Untuk itu
maka diperlukan pedomannya untuk menghayati sila-sila Pancasila serta untuk
mengejawantahkan Pancasila yang diselaraskan, diserasikan, dan diseimbangkan
dengan lingkungan hidup (Sumber Daya Alam: SDA). Demikian pula hal itu
diperlukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi nasional serta untuk
memperbaiki dampak dari eksploitasi SDA dan lingkungan hidup terutama pada
sektor-sektor strategisnya (kehutanan, pertanian, dan pertambangan).
Dimensi pendidikan memandang Pancasila perlu diaktualisasikan dengan
alasan bahwa ia perlu difahami dan dihayati kembali oleh seluruh komponen bangsa.
Sehubungan dengan ini, anak sebagai harapan bangsa dan generasi penerus sudah
seharusnya menyerap nilai-nilai Pancasila sejak dini dengan cara diasah, diasih, dan
diasuh. Di samping itu dalam realita kehidupan sehari-hari selama ini Pancasila telah
dijadikan alat-penguasa untuk melegitimasi perilaku yang menyimpang yang tidak
mendidik, dihilangkannya Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK)
Pendidikan Pancasila dalam kurikulum nasional (UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional), hancurnya pembangunan karena moral yang serakah
dibiarkan merajalela, serta menguatnya desakan konsumerisme untuk
membeli gengsi (kehidupan semu).
Dimensi budaya memandang perlunya Pancasila diaktualisasikan (dikinikan)
oleh dan bagi bangsa Indonesia dengan pertimbangan perlunya visi NKRI 2020
untuk menjadi negara Industri Maju Baru. Dengan demikian rumusan Pancasila pada
Pembukaan UUD 1945 tak perlu dipermasalahkan lagi tetapi justru diperlukan
pengembangan budaya Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
(kreatif, berbudi, berdaya, perdamaian, dll). Hal ini dianggap penting mengingat
sejak reformasi, persatuan dan kesatuan menjadi tidak kokoh serta kondisi bangsa
yang masih menghadapi tingkat kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.
Terakhir, dimensi keagamaan memandang perlunya Pancasila diaktualisasikan
oleh dan bagi bangsa Indonesia mengingat keragaman agama perlu disikapi sebagai
permata-indah untuk dipilih. Hal ini sebagai pewujudan terhadap hasil penelusuran
sejarah perumusannya. Di samping itu Pancasila dan Agama— serta nilai-nilai
lainnya—telah membentuk ideologi Pancasila yang bila dijaga dan
diimplementasikan dengan baik dan benar maka negara akan tegak dan kokoh.
Pertimbangan lainnya adalah karena selama ini terkesan masyarakat telah trauma
bila diajak bicara Pancasila karena dianggap Orde Baru. Selain itu pada pengalaman
telah diimplementasikan secara indoktrinatif melalui P-4, yang dalam prakteknya
justru Pancasila yang seharusnya berfungsi sebagai perekat bangsa mulai diabaikan,
sehingga ada fenomena untuk mendirikan negara dengan prinsip Islam atau dengan
ideologi-alternatif lainnya sehingga memicu konflik yang mengatasnamakan
agama, etnis, bahkan separatisme yang mengancam NKRI.
3.2 SARAN
Pancasila sebagai aktualisasi diri yang berarti betul-betul ada, terjadi
atau sesungguhnya. Sehingga terbentuklah aktualisasi objektif dan subjektif.
Aktualisasi Pancasila yang objektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam
bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik di bidang
legislatif, eksekutif, yudikatif maupun semua bidang kenegaraan lainnya.
Aktualisasi Pancasila yang subyektif adalah pelaksanaan dalam sikap pribadi,
perorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap
penguasa, dan setiap orang Indonesia.
Aktualisasi diripun meliputi mencakup dalam tridarma perguruan
tinggi, budaya akademik dan lingkungan kampus sebagai moral force
pengembangan hukum dan ham. Yang mencerminkan bahwa aktualisasi diri
itupun benar-benar ada dan terjadi disekitar kita.
REFERENSI

Kansil. 2006. Modul Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran. Jakarta:


Pradnya Paramita.

Budiono(Ed.). 2007. Bumi Pancasila untuk Semua. Jakarta: Perum


Percetakan Negara Indonesia.

Gunadarma. 2009. BAB VII PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA


DALAM PEMBANGUAN NASIONAL DAN AKTUALISASI
DIRI. BAB VII PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA DALAM
PEMBANGUAN NASIONAL DAN AKTUALISASI DIRI. (Online). (
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pendidikan_pancasila/b
ab7-
pancasila_sebagai_paradigma_dalam_pembangunan_nasional_dan_
aktualisasi_diri.pdf

Arifin, Masyhuri. 2008. Hanya Sekedar Kreasi Sendiri » Pancasila


Sebagai Paradigma Pembangunan. Pancasila sebagai
Paradigma Pembangunan. (Online). (
http://exalute.wordpress.com/2008/07/24/pancasila-sebagai-
paradigma-pembangunan/

Anda mungkin juga menyukai