Anda di halaman 1dari 18

Sutrah dalam Shalat

Pengertian Sutrah
Sutrah adalah sesuatu yang dijadikan sebagai penghalang, apa pun bentuk/jenisnya. Sutrah
orang yang shalat adalah apa yang ditancapkan dan dipancangkan di hadapannya berupa
tongkat atau yang lainnya ketika hendak mendirikan shalat atau sesuatu yang sudah tegak
dengan sendirinya yang sudah ada di hadapannya, seperti dinding atau tiang, guna mencegah
orang yang hendak berlalu-lalang di depannya saat ia sedang shalat. Sutrah harus ada di
hadapan orang yang sedang shalat karena dengan shalatnya berarti ia sedang bermunajat
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga, bila ada sesuatu yang lewat di hadapannya
akan memutus munajat tersebut serta mengganggu hubungan ia dengan Allah Subhanahu wa
Ta'ala dalam shalatnya. Oleh sebab itu, siapa yang sengaja lewat di depan orang shalat, ia
telah melakukan dosa yang besar. (Al-Mausu¶atul Fiqhiyah, 24/178, Al-Fiqhul Islami wa
Adillatuh, 2/939, Taudhihul Ahkam, 2/58)

Hukum Sutrah
Hukum sutrah diperselisihkan oleh ahlul ilmi, antara yang berpendapat wajib dengan yang
berpendapat sunnah. Jumhur ulama berpendapat hukumnya sunnah, sehingga berdasarkan
pendapat ini bila ada yang lewat di hadapan orang yang shalat sementara tidak ada sutrah di
hadapannya tidaklah membatalkan shalatnya1, namun hanya mengurangi (nilai) shalatnya.
Di samping itu, sutrah merupakan penyempurna shalat yang dikerjakan, ia tidak masuk
dalam amalan shalat. Dengan begitu, hal ini merupakan indikasi (qarinah) yang
mengeluarkan perkaranya dari wajib kepada mustahab. (Asy-Syarhul Mumti¶1/728, Al-
Fiqhul Islami wa Adillatuh, 2/939-940, Taudhihul Ahkam, 2/58).
Pendapat jumhur ini berdalil dengan:
- Hadits Abu Sa¶id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu secara marfu¶:
ˬ˶αΎ͉Ϩϟ΍ Ϧ
˴ ϣ˶ ϩ˵ ή˵ Θ˵ ˸δϳ˴ ˯˳ ˸ϲη
˴ ϰ˴ϟ·˶ ˸Ϣϛ˵ Ϊ˵ Σ
˴ ΃˴ ϰ͉Ϡλ
˴ ΍˴Ϋ·˶ ˸ϥΈ˶ ϓ˴ ˬ˵Ϫ˸όϓ˴ ˸Ϊϴ˴ ˸Ϡϓ˴ Ϫ˶ ˸ϳΪ˴ ϳ˴ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ί˴ Ύ˴Θ˸Πϳ˴ ˸ϥ΃˴ ˲ΪΣ
˴ ΃˴ Ω˴ ΍˴έ΄˴ ϓ˴ Ϫ˵ ˸ϠΗ˶ Ύ˴Ϙϴ˵ ˸Ϡϓ˴ ϰΑ˴΃
˲ϥΎ˴τ˸ϴη
˴ Ϯ˴ ϫ˵ Ύ˴Ϥϧ͉ Έ˶ ϓ˴
³Apabila salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang bisa menghalanginya dari
manusia, lalu ada seseorang ingin lewat di hadapannya, hendaknya ia menolak/mencegahnya.
²ila orang yang hendak lewat itu enggan tetap memaksa untuk lewat maka hendaknya ia
memeranginya karena dia itu setan.´ (HR. Al-²ukhari no. 509 dan Muslim no. 1129)
Ucapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: ³Apabila salah seorang dari kalian shalat
menghadap sesuatu yang bisa menghalanginya dari manusia,´ menunjukkan bahwa orang
yang shalat bisa jadi di depannya ada sesuatu yang menghalanginya dan bisa pula tidak ada.
Karena konteks seperti ini menunjukkan demikian, tidak semua orang shalat menghadap
sutrah.
- Hadits Ibnu µAbbas radhiyallahu 'anhuma:
˸Ϊϗ˴ ά˳ Ό˶ ϣ˴ ˸Ϯϳ˴ Ύ˴ϧ΃˴ϭ˴ ϥ
˳ Ύ˴Η΃˴ έ˳ Ύ˴ϤΣ
˶ ϰ˴Ϡϋ
˴ Ύ˱Βϛ˶ ΍˴έ Ζ
˵ ˸ϠΒ˴ ˸ϗ΃˴ Ϣ˴ Ϡ͉γ
˴ ϭ˴ Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ ϋ
˴ Ϳ
˵ ΍ ϰ͉Ϡλ
˴ Ϳ
˶ ΍ ϝ˵ Ϯγ˴έϭ˴ ϡ˴ ϼ
˴ Θ˶ Σ˶Ύ˸ϟ΍ Ε
˵ ˸ΰϫ˴ Ύ˴ϧ ϲ˷Ϡ˶ μ
˴ ϳ˵
Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ Ε
˵ ˸έή˴ Ϥ˴ ϓ˴ ˬ˳έ΍˴ΪΟ
˶ ή˶ ˸ϴϏ
˴ ϰ˴ϟ·˶ ϰ˱ϨϤ˶ ˰˶Α α
˶ Ύ͉ϨϟΎ˶Α ϊ˵ Η˴ ˸ήΗ˴ ϥ
˴ Ύ˴ Η˴΄˸ϟ΍ Ζ
˵ ˸Ϡγ
˴ ˸έ΃˴ϭ˴ Ζ
˵ ˸ϟΰ˴ Ϩ˴ ϓ˴ ˬ˷ϒ
˶ μ͉ ϟ΍ ξ
˶ ˸όΑ˴ ˸ϱΪ˴ ϳ˴ ϲ
˶ ϓΖ
˵ ˸ϠΧ
˴ Ω˴ ϭ˴
˲ΪΣ
˴ ΃˴ ϲ
͉ Ϡ˴ ϋ
˴ Ϛ
˴ ϟ˶ Ϋ˴ ˸ήϜ˶ ˸Ϩϳ˵ ˸ϢϠ˴ ϓ˴ ˬ˷ϒ
˶ μ͉ ϟ΍
³Aku datang dengan menunggang keledai betina, saat itu aku menjelang ihtilam (mimpi
basah/baligh) sementara Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang shalat mengimami
manusia di Mina tanpa ada tembok/dinding di hadapan beliau. Lalu aku lewat di hadapan
sebagian shaf, setelahnya aku turun dari keledai tersebut dan aku membiarkannya pergi
merumput. Kemudian aku masuk (bergabung) ke dalam shaf. Tidak ada seorang pun yang
mengingkari perbuatanku tersebut.´ (HR. Al-²ukhari no. 493 dan Muslim no. 1124 namun
tanpa lafadz: έ˳ ΍˴ΪΟ
˶ ή˶ ˸ϴϏ
˴ ϰ˴ϟ·˶)
Dari lafadz έ˳ ΍˴ΪΟ
˶ ή˶ ˸ϴϏ
˴ ϰ˴ϟ·˶ (tanpa ada tembok/dinding di hadapan beliau) dipahami bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat tanpa ada sutrah di hadapannya.
- Hadits Ibnu µAbbas radhiyallahu 'anhuma juga, ia berkata:
˲˯˸ϲη
˴ Ϫ˶ ˸ϳΪ˴ ϳ˴ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ β
˴ ˸ϴϟ˴ ˯˳ Ύ˴πϓ˴ ϲ˶ϓ Ϣ˴ Ϡ͉γ
˴ ϭ˴ Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ ϋ
˴ Ϳ
˵ ΍ ϰ͉Ϡλ
˴ ϲ
͊ Β˶ Ϩ͉ ϟ΍ ϰ͉Ϡλ
˴
³Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat di tanah lapang sementara tidak ada sesuatu
di hadapan beliau.´ (HR. Ahmad 1/224 dan Al-²aihaqi 2/273)
Pendapat yang lain adalah sutrah hukumnya wajib. Dalilnya antara lain sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam:
Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ή͊ Ϥ˵ ϳ˴ ΍˱ΪΣ
˴ ΃˴ ˸ωΪ˴ Η˴ ϻ˴ ϭ˴ ˬ˳Γή˴ ˸Θγ
˵ ϰ˴ϟ·˶ ͉ϻ·˶ Ϟ˶˷ μ
˴ Η˵ ϻ˴ Ϧ
˴ ˸ϳή˶ Ϙ˴ ˸ϟ΍ Ϫ˵ ό˴ ϣ˴ ϥ
͉ Έ˶ ϓ˴ ˬ˵Ϫ˸ϠΗ˶ Ύ˴ϘΘ˵ ˸Ϡϓ˴ ϰ˴Α΃˴ ˸ϥΈ˶ ϓ˴ Ϛ
˴ ˸ϳΪ˴ ϳ˴
³Janganlah engkau shalat melainkan ke arah sutrah (di hadapanmu ada sutrah) dan jangan
engkau biarkan seseorang pun lewat di depanmu. ²ila orang itu menolak (tetap ngotot ingin
lewat, ±pent.), perangilah karena bersamanya ada qarin (setan).´ (HR. Ibnu Khuzaimah
dalam Shahih-nya dan berkata Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ashlu Shifah
Shalatin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, 1/115: ³Sanadnya jayyid.´)
Demikian pula perintah beliau untuk menancapkan tombak sebagai sutrah untuk shalat yang
ditunjukkan dalam hadits Ibnu µUmar radhiyallahu 'anhuma yang diriwayatkan oleh Al-
²ukhari (no. 494) dan Muslim (no. 1115) dalam Shahih keduanya. Dan inilah pendapat yang
rajih dan menenangkan hati kami. Wallahu a¶lam bish-shawab.

dapun dalil yang dipakai oleh jumhur dijawab sebagai berikut:


1. Hadits Abu Sa¶id radhiyallahu 'anhu yang menunjukkan bahwa seseorang yang shalat
terkadang di hadapannya ada sutrah dan terkadang tidak ada, hal ini terjawab dengan adanya
hadits di atas yang sharih (jelas) yang melarang shalat tanpa sutrah, dan juga perintah beliau
untuk menancapkan tombak sebagai sutrah.
2. Hadits Ibnu µAbbas radhiyallahu 'anhuma:
έ˳ ΍˴ΪΟ
˶ ή˶ ˸ϴϏ
˴ ϰ˴ϟ·˶ ϰ˱ϨϤ˶ ˰˶Α α
˶ Ύ͉ϨϟΎ˶Α ϲ˷Ϡ˶ μ
˴ ϳ˵ Ϣ˴ Ϡ͉γ
˴ ϭ˴ Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ ϋ
˴ Ϳ
˵ ΍ ϰ͉Ϡλ
˴ Ϳ
˶ ΍ ϝ˵ Ϯγ˴έϭ˴
³Sementara Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang shalat mengimami manusia di
Mina tanpa ada tembok/dinding di hadapan beliau.´
Tidaklah menampik kemungkinan beliau shalat menghadap selain tembok/dinding. Ibnu
Daqiqil µId tmenyatakan bahwa tidak adanya tembok/dinding bukan berarti meniadakan
sutrah. (Ihkamul Ahkam fi Syarhi µUmdatil Ahkam, bab Al-Murur baina Yadayil Mushalli,
hadits no. 109)
Hadits ini diberi judul oleh Al-Imam Al-²ukhari rahimahullahu dengan ²ab: Sutrah imam
adalah sutrah bagi makmum/orang yang shalat di belakangnya. Dengan demikian, berarti Al-
Imam Al-²ukhari rahimahullahu tidak memahami tidak adanya sutrah dari hadits ini. Al-
Hafizh Ibnu Hajar Al-¶Asqalani rahimahullahu menjelaskan, ³Seakan-akan Al-²ukhari
membawa perkara ini pada kebiasaan yang ma¶ruf dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, yaitu tidaklah beliau melakukan shalat di tanah lapang melainkan sebuah
tombak ada di hadapan beliau (sebagai sutrahnya).´ (Fathul ²ari, 1/739)
Di samping itu, ada perselisihan para rawi yang membawa riwayat dari Al-Imam Malik
rahimahullahu pada lafadz έ
˳ ΍˴ΪΟ
˶ ή˶ ˸ϴϏ
˴ ϰ˴ϟ·˶ (tanpa ada tembok/dinding di hadapan beliau). Ada
di antara mereka yang menyebutkannya dan ada yang tidak. Dan ternyata rawi yang tidak
menyebutkan lafadz ini lebih banyak jumlahnya dan lebih tinggi kedudukannya dibanding
rawi yang menyebutkannya.
Karena itulah kebanyakan penyusun kitab hadits shahih seperti Al-Imam Muslim, Abu
µAwanah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan selainnya, tidak membawakan lafadz ini.
²ahkan Ibnu Khuzaimah rahimahullahu dalam Shahih-nya mengisyaratkan tidak tsabit
(shahih)nya lafadz ini dengan adanya kepastian bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam shalat bersutrah dengan tombak. (Adh-Dha¶ifah oleh Al-Imam Al-Albani,
pembicaraan pada hadits 5814)
Ä. Sedangkan hadits:
˲˯˸ϲη
˴ Ϫ˶ ˸ϳΪ˴ ϳ˴ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ β
˴ ˸ϴϟ˴ ˯˳ Ύ˴πϓ˴ ϲ˶ϓ Ϣ˴ Ϡ͉γ
˴ ϭ˴ Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ϋ
˴ Ϳ
˵ ΍ ϰ͉Ϡλ
˴ ϲ
͊ Β˶ Ϩ͉ϟ΍ ϰ͉Ϡλ
˴
³Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat di tanah lapang sementara tidak ada sesuatu
di hadapan beliau.´
adalah hadits yang lemah karena dalam sanadnya ada Al-Hajjaj bin Arthah, seorang rawi
yang lemah. Kata Al-Hafizh rahimahullahu dalam Taqrib-nya hal.92, ³Ia adalah rawi yang
shaduq, namun banyak salahnya dan melakukan tadlis.´ (Adh-Dha¶ifah no. 5814)
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu ketika membantah ucapan Sayyid Sabiq dalam Fiqhus
Sunnah-nya berkata, ³Pendapat yang mengatakan sutrah itu mustahab menentang nash yang
berisi perintah shalat di hadapan sutrah yang disebutkan dalam sejumlah hadits, salah satunya
bahkan dibawakan oleh penulis (Sayyid Sabiq). Pada sebagian hadits tersebut ada larangan
mengerjakan shalat bila di depan seorang yang shalat tidak ada sutrah. Ibnu Khuzaimah
menjadikan hadits ini sebagai judul bab dalam kitab Shahih-nya. ²eliau dan Al-Imam
Muslim meriwayatkan dari Ibnu µUmar radhiyallahu 'anhuma secara marfu¶:
Γ˳ ή˴ ˸Θγ
˵ ϰ˴ϟ·˶ ϻ͉ ·˶ Ϟ˶˷ μ
˴ Η˵ ϻ˴ ...
³Jangan engkau shalat kecuali menghadap sutrah«.´
²eliau rahimahullahu juga berkata, ³Termasuk perkara yang menguatkan kewajiban sutrah,
adanya sutrah di hadapan orang yang shalat merupakan sebab syar¶i tidak batalnya shalat
orang tersebut dengan lewatnya wanita yang sudah baligh, keledai, dan anjing hitam di
hadapan sutrahnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang shahih. Juga dengan adanya
sutrah, orang yang shalat tersebut berhak menahan orang yang ingin lewat di hadapannya.
Demikian pula hukum-hukum lain yang berkaitan dengan sutrah. Al-Imam Asy-Syaukani
rahimahullahu dalam Nailul Authar (3/2) dan As-Sailul Jarar (1/176) memegang pendapat
yang mewajibkan sutrah ini. Dan pendapat ini merupakan dzahir ucapan Ibnu Hazm
rahimahullahu dalam Al-Muhalla (4/8-15).´ (Tamamul Minnah, hal. 300)
endekat kepada Sutrah
Orang yang meletakkan sutrah atau menjadikan sesuatu yang ada di hadapannya sebagai
sutrah, harus mendekat dengan sutrahnya tersebut agar setan tidak mengganggu shalatnya.
Sebagaimana hal ini diperintahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
Ϫ˵ Η˴ ϼ
˴λ
˴ Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ ϋ
˴ ϥ
˵ Ύ˴τ˸ϴθ
͉ ϟ΍ ϊ˵ τ
˴ ˸Ϙϳ˴ ϻ˴ ˬΎ˴Ϭ˸Ϩϣ˶ ϥ
˵ ˸Ϊϴ˴ ˸Ϡϓ˴ Γ˳ ή˴ ˸Θγ
˵ ϰ˴ϟ·˶ ˸Ϣϛ˵ Ϊ˵ Σ
˴ ΃˴ ϰ͉Ϡλ
˴ ΍˴Ϋ·˶
³Apabila salah seorang dari kalian shalat menghadap sutrahnya (yang ada di hadapannya),
hendaklah ia mendekat ke sutrah tersebut agar setan tidak memutus shalatnya.´ (HR. Abu
Dawud no. 695, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud)2
Yang dimaksud dengan ³agar setan tidak memutus shalatnya´ adalah agar setan tidak
meluputkan konsentrasinya dengan mendatangkan was-was dan menguasainya dalam
shalatnya.
Kata Asy-Syaikh µAli Al-Qari t, ³Diambil faedah dari hadits ini bahwa sutrah dapat
mencegah berkuasanya setan terhadap seseorang yang sedang shalat dengan memasukkan
was-was ke dalam hatinya. ²isa jadi seluruh shalatnya dikuasai oleh setan, bisa pula sebagian
shalatnya. Semuanya tergantung kejujuran orang yang shalat tersebut serta bagaimana
penghadapan hatinya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam shalatnya. Sementara, tidak
memakai sutrah akan memungkinkan setan untuk menghilangkan apa yang sedang
dihadapinya berupa perasaan khusyuk, tunduk, tadabbur Al-Qur`an, dan dzikir.´ (Ashlu
Shifah Shalatin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, 1/115)
Sahl bin Sa¶d As-Sa¶idi radhiyallahu 'anhu berkata:
Γ˶ Ύ͉θϟ΍ ή͊ Ϥ˴ ϣ˴ έ˶ ΍˴ΪΠ
˶ ˰˸ϟ΍ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ϭ˴ Ϣ˴ Ϡ͉γ
˴ ϭ˴ Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ ϋ
˴ Ϳ
˵ ΍ ϰ͉Ϡλ
˴ Ϳ
˶ ΍ ϝ˶ Ϯ˵γέ˴ ϰ͉Ϡμ
˴ ϣ˵ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ϥ
˴ Ύ˴ϛ
³Jarak antara tempat berdirinya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam shalatnya3
dengan tembok/dinding adalah sekadar lewatnya seekor kambing.´ (HR. Al-²ukhari no. 496
dan Muslim no. 1134)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menyatakan, ³Dalam hadits ini menunjukkan bahwa
merupakan perkara sunnah seorang yang shalat mendekat dengan sutrahnya.´ (Al-Minhaj,
4/449)
Salamah ibnul Akwa¶ radhiyallahu 'anhu menyebutkan:
Ύ˴ϫί˵ ˸ϮΠ
˵ Η˴ Γ˵ Ύ͉θϟ΍ Ε
˶ Ω˴ Ύ˴ϛ Ύ˴ϣ ˬή˴Β˸ϨϤ˶ ˰˸ϟ΍ Ϊ˴ ˸Ϩϋ
˶ Ϊ˶ Π
˶ ˸δϤ˴ ˰˸ϟ΍ έ˵ ΍˴ΪΟ
˶ ϥ
˴ Ύ˴ϛ
³Dinding masjid Rasulullah di sisi mimbar, hampir-hampir seekor kambing tidak dapat
melewatinya.´ (HR. Al-²ukhari no. 497)
Maksudnya, jarak antara mimbar dengan dinding masjid dekat, sementara ketika shalat
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri di samping mimbar, karena tidak ada mihrab
dalam masjid beliau. Sehingga, jarak antara beliau dengan dinding sama dengan jarak antara
mimbar dengan dinding, yaitu sekadar hanya bisa dilewati seekor kambing.
Ibnu ²aththal rahimahullahu berkata, ³Ini jarak minimal seseorang yang shalat dengan
sutrahnya, yaitu sekadar bisa dilewati seekor kambing.´ Ada yang mengatakan jaraknya tiga
hasta dan ini pendapat kebanyakan ahlul µilmi. (Raddul Mukhtar Hasyiyatu Ibnu µAbidin
2/402, Al-Mughni Kitabus Shalah, fashl Dunu minas Sutrah, Al-Hawil Kabir 2/209, Al-
Majmu` 3/226)
Dalilnya adalah hadits ²ilal radhiyallahu 'anhu:
ω
˳ έ˵ ˸Ϋ΃˴ Δ˵ Λ˴ ϼ
˴ Λ˴ έ˶ ΍˴ΪΠ
˶ ˰˸ϟ΍ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ϭ˴ Ϫ˵ Ϩ˴ ˸ϴΑ˴ ϭ˴ ˶ΔΒ˴ ˸όϜ˴ ˸ϟ΍ ϲ˶ϓ ϰ͉Ϡλ
˴ Ϣ˴ Ϡ͉γ
˴ ϭ˴ Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ ϋ
˴ Ϳ
˵ ΍ ϰ͉Ϡλ
˴ ϲ
͉ Β˶ Ϩ͉ ϟ΍ ϥ
͉ ·˶
³Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat di Ka¶bah, jarak antara beliau dan
dinding sejauh tiga hasta.´ (Al-Imam Ibnu Abdil ²arr rahimahullahu berkata: ³Hadits ini
diriwayatkan Ibnul Qasim dan Jama¶ah dari Malik, dan sanad hadits ini lebih shahih4 dari
sanad hadits Sahl ibnu Sa¶d.´ Lihat At-Tamhid 5/37, 38 dan Al-Istidzkar 6/171)
Ad-Dawudi ketika mengompromikan pendapat yang ada menyatakan bahwa yang paling
minim adalah sekadar lewatnya seekor kambing dan maksimalnya tiga hasta. Sebagian ulama
yang lain juga mengompromikan dengan menyatakan bahwa jarak yang awal adalah pada
keadaan berdiri dan duduk, sedangkan jarak yang kedua pada keadaan ruku¶ dan sujud.
(Fathul ²ari, 1/743, Adz-Dzakhirah, 2/157-158)
Al-²aghawi rahimahullahu berkata, ³Ahlul ilmi menganggap mustahab untuk mendekat
kepada sutrah, di mana jarak antara orang yang shalat dengan sutrahnya sekadar
memungkinkan untuk sujud. Demikian pula jarak antar shaf.´ (Syarhus Sunnah, 2/447)

Faedah
Al-Imam Malik rahimahullahu berkata, ³Apabila seseorang masbuq dalam shalatnya,
sementara tiang masjid ada di sebelah kanan atau kirinya, maka boleh dia bergeser ke kanan
atau ke kiri mengarah ke tiang itu untuk dijadikan sutrah, jika memang tiang itu dekat
dengannya. ²egitu pula jika tiang itu ada di depannya atau di belakangnya, dia boleh maju
atau mundur sedikit ke arah tiang tersebut selama tidak jauh darinya. Adapun bila tiang itu
jauh, maka dia tetap shalat di tempatnya dan berusaha mencegah segala sesuatu yang lewat di
hadapannya semampunya.´ (Al-Mudawwanatul Kubra, 1/202)
²ergeser seperti ini dengan mencari sesuatu yang menghalanginya lebih ringan daripada
mencegah orang yang lewat di hadapannya. (Adz-Dzakhirah, 2/156). Wallahu a¶lam.

1 Di antara mereka juga terdapat silang pendapat dalam batal atau tidaknya shalat seorang
yang dilewati oleh wanita, keledai, dan anjing hitam.
2 Dipahami dari hadits di atas adalah bila seseorang shalat sementara di hadapannya ada
sutrah namun jarak antara dia dengan sutrahnya jauh, berarti dia memberi peluang kepada
setan untuk mengganggu shalatnya. Sehingga bagaimana kiranya bila ada orang yang shalat
sementara di hadapannya tidak ada sutrah? Hadits ini bisa menjadi dalil tentang wajibnya
sutrah.
Ä Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menafsirkan mushalla dalam hadits di atas dengan
tempat sujud. (Al-Minhaj, 4/449)
4 Karena rangkaian sanadnya adalah dari Malik, dari Nafi¶, dari Ibnu µUmar, dari ²ilal.

Sutrah dalam Shalat

- Tiang masjid
Tiang yang ada di masjid dapat dijadikan sebagai sutrah sebagaimana ditunjukkan dalam
riwayat berikut. Yazid bin Abi µUbaid berkata, ³Adalah Salamah ibnul Akwa¶ radhiyallahu
'anhu memilih shalat di sisi tiang masjid tempat menyimpan mushaf. Maka aku tanyakan
kepadanya, µWahai Abu Muslim, aku melihatmu menyengaja memilih shalat di sisi tiang
ini.¶ ²eliau menjawab:
Ύ˴ϫΪ˴ ˸Ϩϋ
˶ Γ˴ ϼ
˴μ
͉ ϟ΍ ϯ͉ήΤ
˴ Θ˴ ϳ˴ Ϣ˴ Ϡ͉γ
˴ ϭ˴ Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ ϋ
˴ Ϳ
˵ ΍ ϰ͉Ϡλ
˴ ϲ
͉ Β˶ Ϩ͉ ϟ΍ Ζ
˵ ˸ϳ΃˴έ˴
³Aku melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memilih shalat di sisinya.´ (HR. Al-²ukhari
no. 502 dan Muslim no. 1136)

- Tongkat yang ditancapkan


Ibnu µUmar radhiyallahu 'anhuma memberitakan:
Ϳ
˶ ΍ ϝ˴ ˸Ϯγ
˵ έ˴ ϥ
͉ ΃˴ Ν
˴ ή˴ Χ
˴ ΍˴Ϋ·˶ ϥ
˴ Ύ˴ϛ Ϣ˴ Ϡ͉γ
˴ ϭ˴ Ϫ˶ ˸ϴ˴Ϡϋ
˴ Ϳ
˵ ΍ ϰ͉Ϡλ
˴ Ϫ˶ ˸ϳΪ˴ ϳ˴ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ϊ˵ ο
˴ ˸ϮΘ˵ ϓ˴ Δ˶ Α˴ ˸ήΤ
˴ ˰˸ϟΎ˶Α ή˴ ϣ˴ ΃˴ Ϊ˶ ˸ϴό˶ ˸ϟ΍ ϡ˴ ˸Ϯϳ˴ Ύ˴Ϭ˸ϴϟ˴ ·˶ ϲ˷Ϡ˶ μ
˴ ϴ˵ ϓ˴
ϲ˶ϓ Ϛ
˴ ϟ˶ Ϋ Ϟ˵ ό˴ ˸ϔϳ˴ ϥ
˴ Ύ˴ϛϭ˴ ϩ˵ ˯˴ ΍˴έϭ˴ α
˵ Ύ͉Ϩϟ΍˴ϭ ή˶ ϔ˴ δ
͉ ϟ΍
³Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bila keluar ke tanah lapang untuk mengerjakan
shalat Id, beliau memerintahkan pelayannya untuk membawa tombak lalu ditancapkan di
hadapan beliau. Kemudian beliau shalat menghadapnya sementara manusia menjadi
makmum di belakang beliau. Dan beliau juga melakukan hal tersebut dalam safarnya.´ (HR.
Al-²ukhari no. 494 dan Muslim no. 1115)

- Hewan tunggangan
Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma mengabarkan perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
Ύ˴Ϭ˸ϴϟ˴ ·˶ ϲ˷Ϡ˶ μ
˴ ϴ˵ ϓ˴ Ϫ˵ Θ˴ Ϡ˴ Σ
˶ ΍˴έ ν
˵ ή˶˷ ό˴ ϳ˵ ϥ
˴ Ύ˴ϛ Ϫ˵ ϧ͉ ΃˴
³Adalah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melintangkan hewan tunggangannya (antara
beliau dengan kiblat), lalu shalat menghadapnya.´ (HR. Al-²ukhari no. 507 dan Muslim no.
1117)

- Pohon
Sekali waktu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat menghadap sebuah pohon,
sebagaimana ditunjukkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad rahimahullahu
(1/138) dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
ϻ͉ ·˶ ˲ϥΎ˴δ˸ϧ·˶ Ύ͉Ϩϣ˶ Ύ˴ϣϭ˴ ˬ˳έ˸ΪΑ˴ Δ˴ Ϡ˴ ˸ϴϟ˴ Ύ˴ϨΘ˵ ˸ϳ΃˴έ˴ ˸ΪϘ˴ ϟ˴ Ϳ
˶ ΍ ϝ˵ ˸Ϯγ
˵ έ˴ ϻ͉ ·˶ ˲Ϣ΋˶ Ύ˴ϧ nϰ˴ϟ·˶ ϲ˷Ϡ˶ μ
˴ ϳ˵ ϥ
˴ Ύ˴ϛ Ϫ˵ ϧ͉ Έ˶ ϓ˴ ˬ ϰ͉ΘΣ
˴ Ϯ˵ϋ˸Ϊϳ˴ ϭ˴ Γ˳ ή˴ Π
˴η˴
΢
˴ Β˴ ˸λ΃˴
³Sungguh aku melihat kami pada malam ²adr, tidak ada seorang pun dari kami melainkan
tertidur kecuali Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau sedang mengerjakan shalat
menghadap ke arah sebuah pohon sebagai sutrahnya dan berdoa hingga pagi hari.´ (Al-Imam
Al-Albani rahimahullahu berkata: ³Sanadnya shahih.´ Lihat Ashlu Shifah Shalatin Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, 1/120)

- Dinding/tembok
Sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Sahl bin Sa¶d As-Sa¶idi radhiyallahu 'anhu yang telah
disebutkan ketika membahas tentang mendekat dengan sutrah.
- Tempat tidur
Pada kali yang lain, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan tempat tidur sebagai
sutrahnya sebagaimana berita dari istri beliau, Aisyah radhiyallahu 'anha:
ϲ
͊ Β˶ Ϩ͉ ϟ΍ ˯˵ ˸ϲΠ
˶ ϴ˴ ϓ˴ ή˶ ˸ϳή˶ δ
͉ ϟ΍ ϰ˴Ϡϋ
˴ Δ˱ ό˴ Π
˶τ
˴ ˸πϣ˵ ϲ˶ϨΘ˵ ˸ϳ΃˴έ˴ ˸ΪϘ˴ ϟ˴ ϲ˷Ϡ˶ μ
˴ ϴ˵ ϓ˴ ή˴ ˸ϳή˶ δ
͉ ϟ΍ ς
˵γ
͉ Ϯ˴ Θ˴ ϴ˴ ˴ϓ Ϣ˴ Ϡ͉γ
˴ ϭ˴ Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ ϋ
˴ Ϳ
˵ ΍ ϰ͉Ϡλ
˴
³Sungguh aku melihat diriku dalam keadaan berbaring di atas tempat tidur lalu Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam datang, beliau berdiri menghadap bagian tengah tempat tidur,
kemudian shalat.´ (HR. Al-²ukhari no. 508 dan Muslim no. 1144)
Dalam lafadz lain, Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
ϲ˷Ϡ˶ μ
˴ ϳ˵ Ϣ˴ Ϡ͉γ
˴ ϭ˴ Ϫ˶ ˸ϴϠ˴ ϋ
˴ Ϳ
˵ ΍ ϰ͉Ϡλ
˴ ϲ
͉ Β˶ Ϩ͉ ϟ΍ Ζ
˵ ˸ϳ˴΃έ˴ ˸ΪϘ˴ ϟ˴ ή˶ ˸ϳή˶ δ
͉ ϟ΍ ϰ˴Ϡϋ
˴ ˲Δό˴ Π
˶τ
˴ ˸πϣ˵ Δ˶ Ϡ˴ ˸ΒϘ˶ ˸ϟ΍ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ϭ˴ Ϫ˵ Ϩ˴ ˸ϴΒ˴ ϟ˴ ϲ˷ϧ˶ ·˶ϭ˴
³Sungguh aku melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat sementara aku berada di
antara beliau dan kiblatnya dalam keadaan berbaring di atas tempat tidur.´ (HR. Al-²ukhari
no. 511 dan Muslim no. 1143)

- Benda yang tinggi


²oleh menjadikan sesuatu yang tinggi semisal mu`khiratur rahl sebagai sutrah. Mu`khiratur
rahl adalah kayu yang berada di bagian belakang pelana hewan tunggangan yang dijadikan
sebagai sandaran si penunggang hewan tersebut. Tingginya sekitar 2/3 hasta. (Nailul Authar
3/4, Taudhihul Ahkam, 2/64, Asy-Syarhul Mumti` 1/731)
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, ³Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya dalam
Perang Tabuk tentang tinggi sutrah orang yang shalat. Maka beliau menjawab:
Ϟ˶ ˸Σή͉ ϟ΍ Γ˶ ή˴ Χ
˶ ˸Άϣ˵ Ϟ˵ ˸Μϣ˶
³Semisal mu¶khiratur rahl.´ (HR. Muslim no. 1113)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
Ϛ
˴ ϟ˶ Ϋ˴ ˯˴ ΍˴έϭ˴ ή͉ ϣ˴ ˸Ϧϣ˴ ϝ˶ Ύ˴Βϳ˵ ϻ˴ ϭ˴ ˬ˷Ϟ˶ μ
˴ ϴ˵ ˸Ϡϓ˴ Ϟ˶ ˸Σή͉ ϟ΍ Γ˶ ή˴ Χ
˶ ˸Άϣ˵ Ϟ˴ ˸Μϣ˶ Ϫ˶ ˸ϳΪ˴ ϳ˴ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ˸Ϣϛ˵ Ϊ˵ Σ
˴ ΃˴ ϊ˴ ο
˴ ϭ˴ ΍˴Ϋ·˶
³Apabila salah seorang dari kalian meletakkan semisal mu`khiratur rahl di hadapannya maka
silakan ia shalat dan jangan memedulikan orang yang lewat di belakang sutrahnya tersebut.´
(HR. Muslim no. 1111)

Tidak Cukup dengan Garis


Adapun sekadar garis di depan orang yang shalat tidaklah cukup sebagai sutrah. (Subulus
Salam, 1/227)
Al-Qarafi rahimahullahu mengatakan, ³Ini adalah pendapat jumhur fuqaha.´ (Adz-
Dzakhirah, 2/154)
Walaupun ada sebagian ahlul µilmi berpandangan garis dapat dijadikan sebagai sutrah.
Terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad (2/255), Abu Dawud (no. 689), dan Ibnu
Hibban (no. 2369) dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:
˸ϥΈ˶ ϓ˴ ˬΎ˱Ό˸ϴη
˴ Ϫ˶ Ϭ˶ ˸Οϭ˴ ˯˴ Ύ˴Ϙ˸ϠΗ˶ ˸Ϟό˴ ˸Πϴ˴ ˸Ϡϓ˴ ˸Ϣ˵ϛΪ˵ Σ
˴ ΃˴ ϰ͉Ϡλ
˴ ΍˴Ϋ·˶ ˸Ϧϣ˶ ˸ϦϜ˵ ϳ˴ ˸Ϣ˰˴ϟ ˸ϥΈ˶ ϓ˴ ˬΎ˱μϋ
˴ ˸ΐμ
˴ ˸Ϩϴ˴ ˸Ϡϓ˴ ˬΎ˱Ό˸ϴη
˴ ˸ΪΠ
˶ ϳ˴ ˸Ϣ˰˴ϟ Ύ˱μϋ
˴
Ϫ˶ ˸ϳΪ˴ ϳ˴ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ή͉ ϣ˴ Ύ˴ϣ ϩ˵ ή͊ π
˵ ϳ˴ ϻ˴ ϭ˴ Ύ̒τΧ
˴ ς
͉Ψ
˵ ϴ˴ ˸Ϡϓ˴
³Apabila salah seorang dari kalian shalat, hendaklah ia menjadikan sesuatu di hadapannya
(sebagai sutrah). ²ila ia tidak mendapatkan sesuatu hendaklah ia menancapkan tongkat. ²ila
tidak ada tongkat, hendaklah ia membuat sebuah garis dan tidak memudaratkannya apa yang
lewat di hadapannya.´
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Tamamul Minnah, ³Hadits ini sanadnya
dhaif tidak shahih. Walaupun orang-orang yang disebutkan oleh penulis Fiqhus Sunnah
(Sayyid Sabiq) menganggapnya shahih. Namun ulama yang lebih banyak jumlahnya selain
mereka telah mendhaifkan hadits ini dan mereka lebih kuat argumennya. Terlebih lagi
adanya perselisihan dalam riwayat dari Al-Imam Ahmad rahimahullahu tentang
permasalahan ini.
Al-Hafizh rahimahullahu telah menukilkan dalam At-Tahdzib dari Al-Imam Ahmad t, di
mana disebutkan beliau berkata, ³Permasalahan garis yang digunakan sebagai sutrah,
haditsnya dhaif.´
Sementara dalam At-Talkhish, Al-Hafizh rahimahullahu menyebutkan penshahihan Ahmad
sebagaimana dinukilkan oleh Ibnu Abdil ²arr rahimahullahu dalam Al-Istidzkar terhadap
hadits di atas, kemudian beliau (Al-Hafizh) berkata, ³Sufyan bin Uyainah, Asy-Syafi`i, Al-
²aghawi rahimahumullah dan selain mereka, telah mengisyaratkan kelemahan hadits ini.´
Dalam At-Tahdzib juga disebutkan, ³Ad-Daraquthni rahimahullahu berkata, µHadits ini tidak
shahih, tidak tsabit.¶ Asy-Syafi`i rahimahullahu berkata dalam Sunan Harmalah, µSeseorang
yang shalat tidak cukup membuat garis di depannya untuk dijadikan sebagai sutrah kecuali
bila di sana ada hadits yang tsabit.¶ Al-Imam Malik rahimahullahu berkata dalam Al-
Mudawwanah, µGaris yang digunakan sebagai sutrah adalah batil.¶
Dari kalangan ulama muta¶akhirin yang mendhaifkan hadits ini adalah Ibnush Shalah, An-
Nawawi, Al-¶Iraqi, dan yang lainnya. Inilah pendapat yang benar karena hadits ini memiliki
dua illat (penyakit yang mencacati), yaitu idhthirab dan jahalah, yang menghalanginya untuk
dihukumi hasan, terlebih lagi dihukumi shahih.´ (Tamamul Minnah, hal. 300-301)
Al-Qadhi Iyadh rahimahullahu berdalil dengan hadits mu`khiratur rahl untuk menyatakan
garis di depan orang yang shalat tidaklah cukup sebagai sutrah. (Al-Ikmal lil Qadhi Iyadh
2/414)

Faedah
Al-Qarafi rahimahullahu berkata menukil dari penulis kitab An-Nawadir, bahwa lubang dan
sungai maupun segala sesuatu yang tidak tertancap dengan tegak, seperti garis misalnya,
bukanlah termasuk sutrah.´ (Adz-Dzakhirah, 2/155)

Lewat di Depan akmum


Ada dua pendapat ahlul ilmu tentang hal ini.
Pendapat pertama: tidak boleh lewat di depan orang shalat, berdalilkan keumuman hadits
Rasulullah Shallallahu µalaihi wa sallam yang disampaikan sahabat beliau, Abu Juhaim ibnul
Harits radhiyallahu µanhu sebagaimana yang telah lalu. Mereka mengatakan hadits ini
hukumnya bersifat umum sehingga makmum pun termasuk di dalamnya. Mereka beralasan
bahwa lewat di depan imam dan orang yang shalat sendiri akan menyibukkan dan
mengganggu shalat mereka. Demikian pula yang terjadi pada makmum. Namun terkadang
bila sering orang lewat di hadapannya, si makmum akan merasa terpisah dari imamnya.
Pendapat kedua: tidak apa-apa lewat di depan makmum, berdalilkan perbuatan Ibnu Abbas
radhiyallahu µanhuma yang pernah lewat bersama keledai betinanya di hadapan sebagian
makmum yang sedang shalat bershaf di belakang Rasulullah Shallallahu µalaihi wa sallam,
tanpa ada seorang pun yang mengingkari perbuatannya. Dengan begitu hadits ini merupakan
pengkhususan hadits yang umum:
ˬ˶Ϫ˸ϴϠ˴ ϋ
˴ ΍˴Ϋ Ύ˴ϣ ϲ˷Ϡ˶ μ
˴ Ϥ˵ ˸ϟ΍ ϱ
˶ Ϊ˴ ϳ˴ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ έ͊ Ύ˴Ϥ˸ϟ΍ Ϣ˵ Ϡ˴ ˸όϳ˴ ˸Ϯϟ˴ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ή͉ Ϥ˵ ϳ˴ ˸ϥ΃˴ ˸Ϧϣ˶ Ϫ˵ ϟ˴ ΍˱ή˸ϴ˴Χ Ϧ
˴ ˸ϴό˶ Α˴ ˸έ΃˴ ϒ
˴ Ϙ˶ ϳ˴ ˸ϥ΃˴ ϥ
˴ Ύ˴Ϝϟ˴ Ϫ˶ ˸ϳΪ˴ ϳ˴
³Seandainya orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui besarnya dosa yang
ditanggungnya, niscaya ia akan memilih berhenti selama 40, itu lebih baik baginya daripada
lewat di depan orang yang shalat.´
Yang benar, orang yang lewat di hadapan makmum tersebut tidaklah berdosa. Namun bila ia
mendapatkan jalan lain untuk lewat maka itu lebih utama, karena jelas lewatnya orang ini
akan mengganggu orang yang sedang shalat, sementara menjaga diri agar tidak sampai
mengganggu orang lain adalah perkara yang dituntut. Sebagaimana kita tidak suka terganggu
oleh orang lain dalam shalat yang kita tegakkan, maka sepantasnya kita juga tidak
mengganggu yang lainnya, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu µalaihi wa sallam:
Ϫ˶ δ
˶ ˸ϔϨ˴ ϟ˶ ΐ
͊ Τ
˶ ϳ˵ Ύ˴ϣ Ϫ˶ ˸ϴΧ
˶ ΄˴ ϟ˶ ΐ
͉ Τ
˶ ϳ˵ ϰ͉ΘΣ
˴ ˸Ϣϛ˵ Ϊ˵ Σ
˴ ΃˴ Ϧ
˵ ϣ˶ ˸Άϳ˵ ϻ˴
³Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai bagi saudaranya apa yang ia
cintai bagi dirinya.´ (HR. Al-²ukhari dan Muslim) [Asy-Syarhul Mumti¶, 1/730]
Al-Imam Ibnu Abdil ²arr rahimahullahu menyatakan, hadits ini khusus untuk imam dan
orang yang shalat sendiri. Adapun makmum, maka tidaklah bermudarat baginya orang yang
lewat di hadapannya. Sebagaimana orang yang lewat di belakang sutrah tidak bermudarat
bagi imam dan orang yang shalat sendirian, karena sutrah imam merupakan sutrah bagi
makmum yang shalat di belakangnya. (Al-Istidzkar, 6/162)

Yang Memutuskan Shalat Seseorang


²ila orang yang shalat tidak ada sutrah di hadapannya maka shalatnya bisa terputus, apabila
lewat di hadapannya keledai, wanita yang sudah baligh, dan anjing hitam. Inilah pendapat
yang rajih ±wallahu a¶lam± berdasarkan hadits Abu Dzar radhiyallahu µanhu, ia berkata,
³Rasulullah Shallallahu µalaihi wa sallam bersabda:
Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ϥ
˴ Ύ˴ϛ ΍˴Ϋ·˶ ϩ˵ ή˵ Θ˵ ˸δϳ˴ Ϫ˵ ϧ͉ Έ˶ ϓ˴ ϲ˷Ϡ˶ μ
˴ ϳ˵ ˸Ϣ˵ϛΪ˵ Σ
˴ ΃˴ ϡ˴ Ύ˴ϗ ΍˴Ϋ·˶ Ϫ˶ ˸ϳΪ˴ ϳ˴ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ˸ϦϜ˵ ϳ˴ ˸Ϣϟ˴ ΍˴ΫΈ˶ ϓ˴ ˬ˶Ϟ˸Σή͉ ϟ΍ Γ˶ ή˴ Χ
˶ ΁ Ϟ˵ ˸Μϣ˶ Ϫ˶ ˸ϳΪ˴ ϳ˴ Γ˶ ή˴ Χ
˶ ΁ Ϟ˵ ˸Μϣ˶
έ˵ Ύ˴ϤΤ
˶ ˸ϟ΍ Ϫ˵ Η˴ Ύ˴Ϡλ
˴ ϊ˵ τ
˴ ˸Ϙϳ˴ Ϫ˵ ϧ͉ Έ˶ ϓ˴ Ϟ˶ ˸Σή͉ ϟ΍ Ύ˴ϣ ˬ˷έ˳ Ϋ˴ Ύ˴Α˴΃ Ύ˴ϳ :Ζ
˵ ˸Ϡϗ˵ .Ω˵ Ϯ˴ ˸γ΄˴ ˸ϟ΍ ΐ
˵ ˸ϠϜ˴ ˸ϟ΍˴ϭ Γ˵ ΃˴˸ήϤ˴ ˸ϟ΍˴ϭ ΐ
˶ ˸ϠϜ˴ ˸ϟ΍ Ϧ
˴ ϣ˶ Ω˶ Ϯ˴ ˸γ΄˴ ˸ϟ΍ ΐ
˶ ˸ϠϜ˴ ˸ϟ΍ ϝ˵ Ύ˴Α
ΐ
˶ ˸ϠϜ˴ ˸ϟ΍ Ϧ
˴ ϣ˶ ή˶ Ϥ˴ ˸Σ΄˴ ˸ϟ΍ Ϳ΍ ϰϠλ Ϳ
˶ ΍ ϝ˴ Ϯ˵γέ˴ Ζ
˵ ˸ϟ΄˴ γ
˴ ˬϲ˶Χ΃˴ Ϧ
˴ ˸Α΍ Ύ˴ϳ :ϝ˴ Ύ˴ϗ ˮ˶ήϔ˴ ˸λ΄˴ ˸ϟ΍ :ϝ˴ Ύ˴Ϙ˴ϓ ˬϲ˶ϨΘ˴ ˸ϟ΄˴ γ
˴ Ύ˴Ϥϛ˴ ϢϠγϭ ϪϴϠϋ
˲ϥΎ˴τ˸ϴη
˴ Ω˵ Ϯ˴ ˸γ΄˴ ˸ϟ΍ ΐ
˵ ˸ϠϜ˴ ˸ϟ΍
³Apabila salah seorang dari kalian berdiri shalat maka akan menutupinya bila di hadapannya
ada semisal mu¶khiratur rahl. Namun bila tidak ada di hadapannya semisal mu¶khiratur rahl
shalatnya akan putus bila lewat di hadapannya keledai, wanita1, dan anjing hitam.´ Aku
berkata (Abdullah ibnush Shamit, rawi yang meriwayatkan dari Abu Dzar), ³Wahai Abu
Dzar, ada apa dengan anjing hitam bila dibandingkan dengan anjing merah atau anjing
kuning?´ Abu Dzar menjawab, ³Wahai anak saudaraku, aku pernah menanyakan tentang hal
itu kepada Rasulullah Shallallahu µalaihi wa sallam sebagaimana engkau menanyakannya
kepadaku. ²eliau berkata, µAnjing hitam itu setan¶.´ (HR. Muslim no. 1137)
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullahu berkata, ³Hadits ini merupakan nash tentang terputus
dan rusaknya shalat. Dan aku berhujjah dengannya.´ (Al-Muhadzdzab lis Sunanil Kabir,
2/713)
Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, antara yang berpendapat tidak
ada sesuatu yang dapat membatalkan shalat seseorang bila lewat di hadapannya, dengan
pendapat yang menyatakan wanita, keledai, dan anjing hitam dapat membatalkan shalat
seseorang.
Jumhur ulama ±termasuk di dalamnya imam yang tiga: Abu Hanifah, Malik, dan Asy-Syafi¶i
rahimahumullah± berpendapat bahwa lewat di depan orang yang shalat tidaklah
membatalkan shalat walaupun yang lewat adalah wanita, keledai, atau anjing hitam. (Al-
Muhalla 2/324, Tanqihut Tahqiq, 3/209, Adz-Dzakhirah, 2/159, Subulus Salam, 1/228)
Mereka berdalil dengan riwayat Abu Dawud (no. 719) dari hadits Abu Sa¶id radhiyallahu
µanhu, Nabi Shallallahu µalaihi wa sallam bersabda:
˲ϥΎ˴τ˸ϴη
˴ Ϯ˴ ϫ˵ Ύ˴Ϥϧ͉ Έ˶ ϓ˴ ˸ϢΘ˵ ˸ότ
˴ Θ˴ ˸γ΍ Ύ˴ϣ ΍˸ϭ΅˵ έ˴ ˸Ω΍˴ϭ ˬ˲˯˸ϲη
˴ Γ˴ ϼ
˴μ
͉ ϟ΍ ϊ˵ τ
˴ ˸Ϙ˴ϳ ϻ˴
³Tidak ada sesuatu yang dapat membatalkan shalat dan tolaklah orang yang ingin lewat di
hadapan kalian semampu kalian, karena dia (yang memaksa untuk lewat di depan orang
shalat) adalah setan.´
Namun sanad hadits ini dhaif karena ada Mujalid bin Sa¶id yang didhaifkan oleh jumhur
ahlul hadits, Al-Hafizh rahimahullahu dalam Taqrib (hal. 453) berkata tentangnya: ³Ia bukan
dari kalangan orang yang kokoh, dan di pengujung usianya hafalannya berubah (kacau).´
Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullahu dalam At-Tahqiq berkata, ³Semua hadits yang
menyebutkan tentang tidak terputusnya shalat dengan sesuatu pun adalah dhaif. Adapun
riwayat Abu Sa¶id dalam sanadnya ada Mujalid. Dia ini didhaifkan oleh Yahya bin Ma¶in,
An-Nasa¶i, Ad-Daraquthni. Ahmad berkata, ³Laisa bi syai`in (tidak dianggap
periwayatannya).´ (At-Tahqiq, 3/215)
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullahu berkata, ³Mujalid layyin (lemah).´ (Tanqihut Tahqiq,
3/213, Al-Muhadzdzab lis Sunanil Kabir, 2/717).
Demikan juga yang dikatakan Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullahu dalam Al-Muhalla
(2/326).
Hadits lain yang dijadikan dalil adalah hadits tentang lewatnya Zainab bintu Abi Salamah
radhiyallahu µanha di hadapan Nabi Shallallahu µalaihi wa sallam namun tidak membatalkan
shalat beliau. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu dalam Musnad-
nya (6/294) dan yang lainnya, namun pada sanad hadits ini juga ada kelemahan. Ibnul
Qaththan mendhaifkannya, sebagaimana ucapannya disebutkan oleh Az-Zaila¶i dalam
Nashbur Rayah (2/85).
Mereka yang berpendapat tidak ada sesuatu yang dapat membatalkan shalat ini membawa
makna hadits:
Ω˵ Ϯ˴ ˸γϷ˴ ΍ ΐ
˵ ˸ϠϜ˴ ˸ϟ΍˴ϭ Γ˵ ΃˴˸ήϤ˴ ˸ϟ΍˴ϭ έ˵ Ύ˴ϤΤ
˶ ˸ϟ΍ Ϫ˵ Η˴ ϼ
˴λ
˴ ϊ˵ τ
˴ ˸Ϙϳ˴ Ϫ˵ ϧ͉ Έ˶ ϓ˴
³Maka sesungguhnya, keledai, wanita dan anjing hitam memutuskan shalatnya.´
kepada pengertian kurang shalatnya (pahalanya) karena tersibukkannya hati dengan perkara-
perkara tersebut, bukan pengertian batalnya shalat yang sedang ditunaikan. (Al-Minhaj
4/450-451, Subulus Salam, 1/228)
Adapun sebagian ulama lain berpandangan batalnya shalat dengan ketiga perkara tersebut
sebagaimana dzahir hadits Abu Dzar radhiyallahu µanhu. Membawa makna hadits tersebut
kepada makna kurang shalatnya (pahalanya) karena tersibukkannya hati dengan perkara-
perkara tersebut atau hilang kekhusyukan shalatnya, merupakan pemaknaan yang tidak tepat.
Karena pemaknaan seperti ini akan mengantarkan kepada pembatalan manthuq hadits, di
mana perkara yang memutus kekhusyukan hanya dibatasi dengan bilangan tiga yang
disebutkan. Sementara kalau kita memerhatikan makna yang disebutkan oleh jumhur, justru
pembatasan bukanlah hal yang diinginkan, karena tidak ada bedanya yang lewat itu laki-laki
ataupun perempuan. Tidak ada bedanya antara yang lewat itu wanita yang sudah haid
ataupun belum. Demikian pula apakah yang lewat itu keledai, atau kuda, unta dan seterusnya.
Sebagaimana tidak ada bedanya yang lewat itu anjing hitam atau anjing merah.
Sementara dalam hadits ini, penetap syariat membedakannya. Dengan demikian, pendapat
yang benar adalah bahwa wanita yang sudah haid, keledai, dan anjing hitam membatalkan
shalat, bukan sekadar menghilangkan kekhusyukan. (Ashlu Shifah Shalatin Nabi Shallallahu
µalaihi wa sallam, 1/139-140)
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu berkata, ³Hadits-hadits dalam bab ini menunjukkan
bahwa anjing, wanita, dan keledai dapat memutus shalat, dan yang dimaksud memutus shalat
adalah membatalkannya. Sekelompok sahabat berpendapat demikian. Di antaranya Abu
Hurairah, Anas, dan Ibnu µAbbas g dalam satu riwayat darinya. Dihikayatkan pula dari Abu
Dzar dan Ibnu µUmar radhiyallahu µanhuma. Telah datang kabar dari Ibnu µUmar
radhiyallahu µanhu bahwa ia berpendapat demikian pada anjing. Sementara Al-Hakam bin
µAmr Al-Ghifari berpendapat demikian pada keledai. Di antara tabi¶in yang berpendapat
bahwa tiga perkara yang disebutkan dalam hadits dapat memutuskan shalat adalah Al-Hasan
Al-²ashri dan Abul Ahwash rahimahumallah, murid Ibnu Mas`ud radhiyallahu µanhu. Dari
kalangan imam adalah Ahmad bin Hambal t, sebagaimana penghikayatan Ibnu Hazm Azh-
Zhahiri rahimahullahu dalam Al-Muhalla. Sedangkan At-Tirmidzi rahimahullahu
menghikayatkan dari Ahmad bahwa beliau hanya mengkhususkan anjing hitam. Sementara
tentang keledai dan wanita, beliau tawaqquf (mendiamkan, tidak memberikan pendapat,
apakah membatalkan ataukah tidak, pent.).´ (Nailul Authar, 3/14)
Memang dalam masalah ini didapatkan dua riwayat dari Al-Imam Ahmad t. Kedua riwayat
tersebut bersepakat bahwa anjing hitam dapat memutuskan shalat seseorang, namun kedua
riwayat ini berselisih dalam masalah wanita dan keledai. Dalam satu riwayat beliau
memastikan bahwa wanita dan keledai tidak memutus shalat. Dalam riwayat lain, beliau
ragu.
Riwayat yang pertama yaitu riwayat putra beliau bernama Abdullah dalam Masa`il-nya
(1/340). Abdullah berkata, ³Aku pernah bertanya kepada ayahku, µApa saja yang dapat
memutus shalat?¶ Jawab beliau, µAnjing hitam, Anas radhiyallahu µanhu telah meriwayatkan
bahwa yang dapat memutus shalat adalah anjing, wanita, dan keledai. Adapun tentang
wanita, maka aku berpendapat dengan hadits µAisyah radhiyallahu µanha:
Ϫ˶ ϳ˶ Ϊ˴ ϳ˴ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ˲Δο
˴ ή˶ Θ˴ ˸όϣ˵ Ύ˴ϧ΃˴ϭ˴ ϲ˷Ϡ˶ μ
˴ ϳ˵ ϢϠγϭ ϪϴϠϋ Ϳ΍ ϰϠλ Ϳ
˶ ΍ ϝ˵ Ϯ˵γέ˴ ϥ
˴ Ύ˴ϛ
³Rasulullah Shallallahu µalaihi wa sallam mengerjakan shalat sementara aku tidur melintang
di hadapannya.´
Sedangkan keledai dengan hadits Ibnu µAbbas radhiyallahu µanhuma:
ϥ
˳ Ύ˴Η΃˴ ϰϠ˴ϋ Ύ˴ϧ΃˴ϭ˴ ϢϠγϭ ϪϴϠϋ Ϳ΍ ϰϠλ Ϳ
˶ ΍ ϝ˶ ˸Ϯγ
˵ έ˴ ˸ϱΪ˴ ϳ˴ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ Ε
˵ ˸έή˴ ϣ˴
³Aku lewat di hadapan Rasulullah Shallallahu µalaihi wa sallam2 sementara aku sedang
menunggang seekor keledai betina.´
Aku juga bertanya, ³Apabila lewat seekor anjing hitam di hadapan orang yang shalat, apakah
shalatnya batal?´ ²eliau menjawab, ³Iya.´ Aku bertanya lagi, ³²erarti ia harus mengulang
shalatnya?´ Jawab beliau ³Iya, bila anjingnya berwarna hitam.´
Demikian pula Ibnu Hani meriwayatkan dari Al-Imam Ahmad di dalam Masa`il-nya (1/65-
67).
Riwayat kedua, merupakan riwayat Ishaq bin Manshur Al-Marwazi dalam Masa`il-nya (hal.
381) dari Al-Imam Ahmad dan Ishaq. Ia berkata, ³Aku bertanya kepada Al-Imam Ahmad,
µApa yang dapat membatalkan shalat?¶ µTidak ada yang dapat membatalkannya kecuali
anjing hitam, yang aku tidak meragukannya. Adapun untuk keledai dan wanita dalam hatiku
ada suatu keraguan¶, jawab beliau. Ishaq berkata, µTidak ada yang dapat memutus shalat
kecuali anjing hitam.¶
Ahmad berkata, ³Di antara manusia ada yang menyatakan ucapan Aisyah radhiyallahu µanha:
³Aku tidur di hadapan Nabi Shallallahu µalaihi wa sallam (yang sedang shalat)´ bukanlah
hujjah untuk membantah hadits tentang tiga perkara yang dapat membatalkan shalat. Mereka
ini adalah orang-orang yang berpendapat bahwa wanita, keledai, dan anjing hitam dapat
memutus shalat. Alasannya, karena orang yang tidur tidaklah sama dengan orang yang lewat.
Adapun ucapan Ibnu µAbbas radhiyallahu µanhuma tentang keledai yang ditungganginya
melewati sebagian shaf makmum yang shalat di belakang Rasulullah Shallallahu µalaihi wa
sallam, juga bukan hujjah, karena sutrah imam merupakan sutrah orang yang shalat di
belakangnya. (Tanqihut Tahqiq, 3/208-209, Al-Masa`ilul Fiqhiyah allati lam Yakhtalif fiha
Qaulul Imam Ahmad, 1/240)

Lewatnya Wanita di depan Wanita yang Shalat


Ibnu Hazm rahimahullahu berkata, ³Lewatnya wanita di depan wanita yang shalat tidak
memutuskan shalatnya. Adapun tentang wanita, Rasulullah Shallallahu µalaihi wa sallam
telah mengabarkan bahwa sebaik-baik shaf mereka adalah yang paling akhir. Maka shalat
mereka tidak akan terputus oleh sebagian mereka.´ (Al-Muhalla, 2/320, 330)
Demikian pula yang diriwayatkan oleh µAbdurrazaq rahimahullahu dalam Al-Mushannaf
(2/28 no. 2356) dari Ma¶mar, dari Qatadah, beliau berkata, ³Wanita tidak memutuskan shalat
wanita yang lain.´
Ditanyakan pula pada Qatadah tentang anak perempuan yang belum haid, apakah
memutuskan shalat. ²eliau berkata, ³Tidak.´
Lewatnya Wanita di sisi Kanan atau Kiri Seseorang Tidaklah Membatalkan Shalat
Abu Sa¶id Al-Khudri radhiyallahu µanhu pernah shalat sementara ada wanita yang lewat di
sisi kanan maupun kiri beliau, maka beliau memandang yang demikian itu tidak mengapa.
(Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf no. 2949 dengan sanad yang shahih)
Mush¶ab bin Sa¶d mengatakan, ³Di arah kiblat Sa¶d ada tabut3, sementara pembantu wanita
beliau datang menunaikan keperluannya di sebelah kanan dan kiri beliau, dan tidak
memutuskan shalat beliau.´ (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf no. 2953
dengan sanad yang shahih)
µUtsman bin Ghiyats berkata, ³Aku pernah bertanya kepada Al-Hasan tentang wanita yang
melewati laki-laki yang sedang shalat. ²eliau mengatakan, tidak mengapa, kecuali bila
wanita itu berdiri di depannya.´ (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf no. 2954
dengan sanad yang shahih)

Wanita di Samping Laki-laki yang sedang Shalat, Tidak Membatalkan Shalatnya


Maimunah radhiyallahu µanha berkata:
Ϫ˶ Β˶ ˸ϨΟ
˴ ϰ˴ϟ·˶ Ύ˴ϧ΃˴ϭ˴ ϲ˷Ϡ˶ μ
˴ ϳ˵ ϢϠγϭ ϪϴϠϋ Ϳ΍ ϰϠλ ϲ
͊ Β˶ Ϩ͉ ϟ΍ ϥ
˴ Ύ˴ϛ ˲ξ΋˶ Ύ˴Σ Ύ˴ϧ΃˴ϭ˴ Ϫ˵ Α˵ ˸ϮΛ˴ ϲ˶ϨΑ˴ Ύ˴λ΃˴ Ϊ˴ Π
˴γ
˴ ΍˴ΫΈ˶ ϓ˴ ˬ˱ΔϤ˴ ΋˶ Ύ˴ϧ
³Nabi Shallallahu µalaihi wa sallam pernah shalat dan aku tidur di samping beliau. Apabila
beliau sujud, pakaian beliau mengenaiku, sementara waktu itu aku sedang haid.´ (HR. Al-
²ukhari no. 518)

Wanita yang ²erbaring Melintang di Hadapan Seorang yang Shalat Tidaklah Membatalkan
Shalatnya
µAisyah radhiyallahu µanha mengabarkan:
Ϟ˶ ˸ϴϠ͉ϟ΍ Ϧ
˴ ϣ˶ ϲ˷Ϡ˶ μ
˴ ϳ˵ ϥ
˴ Ύ˴ϛ ϢϠγϭ ϪϴϠϋ Ϳ΍ ϰϠλ ϲ
͉ Β˶ ͉Ϩϟ΍ ϥ
͉ ΃˴ ν
˶ ΍˴ήΘ˶ ˸ϋΎϛ˴ Δ˶ Ϡ˴ ˸ΒϘ˶ ˸ϟ΍ Ϧ
˴ ˸ϴΑ˴ ϭ˴ Ϫ˵ Ϩ˴ ˸ϴΑ˴ ˲Δο
˴ ή˶ Θ˴ ˸όϣ˵ Ύ˴ϧ΃˴ϭ˴ Γ˶ ί˴ Ύ˴ϨΠ
˴ ˸ϟ΍
³Nabi Shallallahu µalaihi wa sallam biasa shalat malam, sementara aku melintang di antara
beliau dengan kiblat, seperti melintangnya jenazah.´ (HR. Muslim no. 512)

Faedah Sutrah
Sebagai penutup, kita bawakan beberapa faedah atau manfaat sutrah yang disebutkan dalam
kitab-kitab para ulama. Di antaranya:
1. Shalat dengan memakai sutrah berarti menjalankan dan menghidupkan sunnah Rasulullah
Shallallahu µalaihi wa sallam. Sementara menghidupkan As-Sunnah dan mengikutinya adalah
jalan yang lurus.
2. Sutrah menjaga shalat dari hal-hal yang dapat memutuskannya.
3. Sutrah akan menutupi pandangan mata orang yang shalat dari apa yang ada di sekitarnya,
karena pandangan matanya terbatas pada sutrahnya. Dengan terbatasnya pandangan berarti
membatasi pikiran-pikiran yang dapat mengganggu kekhusyukan di dalam shalat.
4. Orang yang memakai sutrah berarti memberi tempat berlalu bagi orang-orang yang ingin
lewat, sehingga mereka tidak harus berhenti menunggu selesainya orang yang shalat tersebut.
5. Dengan adanya sutrah, orang yang ingin lewat bisa melewati daerah bagian belakang
sutrah.
6. Sutrah akan menjaga orang yang lewat dari berbuat dosa.
Wallahu ta¶ala a¶lam bish-shawab.

1 As-Sindi rahimahullahu berkata, ³Dimungkinkan wanita yang dimaksudkan dalam hadits


adalah yang telah mencapai usia haid, yaitu telah baligh. ²erdasarkan hal ini perempuan
yang masih kecil tidaklah memutuskan shalat seseorang. Wallahu a¶lam.´ (Hasyiyah As-
Sindi µala Ibni Majah, 1/303)
2 Maksudnya lewat pada sebagian shaf makmum di mana Rasulullah Shallallahu µalaihi wa
sallam menjadi imam dalam shalat tersebut.
3 Semacam kotak atau peti untuk menyimpan barang-barang.
http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=620

Anda mungkin juga menyukai