Anda di halaman 1dari 4

NAMA : ANI JULYA

JURUSAN / KLS/ SMT : ADMINISTRASI NEGARA/ A/ VI

TUGAS MATA KUL : ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

ANALISIS MASALAH AHMADIYAH DITINJAU DARI SUDUT


KEBIJAKAN PUBLIK

A. Ahmadiyah merupakan masalah publik


Publik merupakan sekumpulan orang yang mempunyai kepentingan dan tujuan
yang sama terhadap sesuatu hal. Masalah publik merupakan masalah yang berkaitan
dengan publik yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama yang mempunyai
ciri saling ketergantungan, berdampak luas, perlu campur tangan pemerintah dalam
penyelesaiannya, dapat diselesaikan serta bersifat umum. Begitupun dengan masalah
Ahmadiayah. Masalah Ahmadiyah sangat sensitif bagi umat Islam karena
menyangkut ajaran Islam, yakni menyangkut dua kalimat syahadat dan kitab suci Al
Quran yang bersifat final. Dua kalimat syahadat adalah deklarasi ummat Islam bahwa
tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah, dan tidak
ada nabi dan rasul sesudahnya. Sementara ahmadiayah meyakini bahwa Mirza
Ghulam Ahmad (MGA) adalah sebagai nabi terakhir.
B. Rumusan masalah Ahmadiyah
Masalah yang berkaitan dengan Ahmadiyah timbul dari beberapa penyebab pokok
Ahmadiyah yang menjadi konflik menahun dalam kehidupan kaum muslim di
Indonesia. Yang meliputi :
1. Ahmadiyah sebagai kelompok sesat sudah menjadi perkara yang disepakati
(mujma’ alaihi) dan tidak ada khilaf berdasarkan dalil-dalil syar’I -al Qur’an, As
Sunnah dan Ijma’ Sohabat- namun dibiarkan eksis dalam kehidupan kaum
muslim Indonesia. Dan usaha dialog dan dakwah yang persuasif juga tidak
mereka hiraukan, jemaat Ahmadiyah tetap apriori (kukuh) dengan keyakinan
sesatnya. Jika ada yang rujuk ilal haq itu masih sebatas person dari mereka, tapi
secara institusi Ahmadiyah di Indonesia tidak pernah mau merubah keyakinan dan
sikapnya agar bisa diterima menjadi bagian utuh dari kaum muslim.
2. Inkonsistensi pemerintah menjalankan SKB tidak berjalan sebagaimana mestinya,
padahal dalam SKB jelas-jelas memutuskan Ahmadiyah sebagai kelompok sesat.

1
Oleh karena itu pemerintah terlihat lalai bahkan “gagal” untuk melindungi
keyakinan mayoritas umat Islam.
3. Keberadaan individu dan kelompok-kelompok pengusung liberalisme
(kebebasan) beragama dengan kedok HAM dan Demokrasi berusaha membela
kelompok sesat Ahmadiyah.Dalam koridor Demokrasi, kelompok ini menjadi
ganjalan bagi pemerintah untuk bersikap tegas. Apalagi jika para penguasa
(pemegang kebijakan) cara berfikirnya juga liberal dan lebih memperhatikan citra
agar dianggap seorang yang demokratis, moderat dan humanis serta meraih
dukungan dari pihak asing (Barat), sehingga abai sama sekali terhadap nasib
mayoritas umat Islam yang ternodai keyakinannya.
C. Peran Pemerintah dalam penyelesain Ahmadiyah
Dalam hal menghadapi masalah Ahmadiyah pemerintah tidak tinggal diam dalam
pencarian solusi untuk penyelesaian konflik antar agama ini. Salah satu buktinya
yaitu dengan menerbitkannya SKB (surat keputusan bersama) yang bernomor: 3
tahun 2008, Nomor: KEP-033/A/JA/6/2008/ Nomor;199 Tahun 2008, yang
ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Juni 2008 di tanda tangani MENAG, JAKSA
AGUNG DAN MENDAGRI. Untuk mencegah konflik yang berkepanjangan di
dalam masyarakat beragama. Seperti yang dikatakan oleh mantan Wakil Presiden
Jusuf Kalla menegaskan, penerbitan SKB soal pelarangan Ahmadiyah dimaksudkan
untuk mencegah munculnya konflik dalam kehidupan beragama. Di keluarkannya
SKB itu untuk memestikan dan mengakomodasi Ahmadiyah dan ummat Islam.
Setiap kebebasan beragama, tetap akan dilindungi. SKB tersebut dapat mencegah
anarkisme dalam umat beragama
Substansi SKB yang berisi 7 poin keputusan, terlihat jelas bahwa pemerintahlah
yang paling besar peran dan fungsinya untuk menyelesaikan. Bola di tangan Presiden,
jika pemerintah serius bisa saja meningkatkan SKB itu menjadi Kepres (Keputusan
Presiden) sehingga konflik horizontal bisa dihindari. Akan tetapi pada kenyataannya
kenapa pemerintah bersikap ambigu (medua) dan ragu? Seharusnya bersikap tegas
dan jelas, pemerintah tinggal pilih pertama; bubarkan Ahmadiyah dan jika
Ahmadiyah tetap ngotot dengan pendiriannya maka pemerintah dengan dukungan
mayoritas umat Islam bisa menetapkan Ahmadiyah bukan lagi bagian dari Islam dan
jemaatnya bukan orang Islam. Kedua;di biarkan tanpa keputusan; Tentu semua ada
resiko, tapi jika dibiarkan tanpa ada keputusan tegas (memilih opsi pertama) serta
implementasi keputusan secara konsisten itu akan jauh lebih berbahaya. Karena
2
pilihan kedua jelas tidak memiliki dasar hukum (baik hukum syara’ maupun hukum
positif yang ada), bahkan justru akan mengakumulasi rasa ketidakadilan dan
ketersinggungan mayoritas umat Islam Indonesia yang merasa keyakinan (akidahnya)
di nodai oleh kelompok Ahmadiyah. Jika ini dibiarkan terus, kontraksi social politik
akan makin liar jika menemukan momentumnya.
Jadi, umat Islam hingga saat ini menunggu bukti dan realisasi dari SKB, bukan
sekedar himbauan. Karena kunci penyelesaian bergantung kepada keberanian
pemerintah mengimplementasikan SKB yang ada.Jika tidak, maka pemerintah benar-
benar bersikap munafiq (hipokrit). SKB seperti pisau bermata dua, satu sisi
pemerintah mengakui bahwa jemaat Ahmadiyah beraliran sesat dan sudah tidak boleh
melakukan penyebaran keyakinan mereka. Apabila melanggar, akan dikenakan sanksi
pidana. Jika masih membandel akan dibubarkan. Namun ketika MUI dan masyarakat
sudah melaporkan kepada pemerintah jika sampai saat ini jemaat Ahmadiyah masih
menjalankan keyakinannya dan tidak melakukan perubahan apa-apa.
Faktanya pihak pemerintah tidak memberikan respond dan tindakan yang
semestinya. Tentu ini melahirkan kekecewaan masyarakat luas, Jadi tampak jelas,
konsistensi dan implementasi pemerintah terhadap SKB tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Wajar kalau kemudian Ahmadiyah yang jumlahnya tidak sampai 0,001
persen dari penduduk Indonesia tetap eksis, bahkan menjadi pemantik gesekan-
gesekan fisik dalam kehidupan beragama khususnya umat Islam.
D. Saran
Dalam hal penyelesaian masalah Ahmadiyah ada beberapa saran yang diusulkan
oleh beberapa pihak diantarabya ada Empat hal usulan PBNU kepada pemerintah
adalah, pertama dakwah harus dilakukan langkah demi langkah. Begitu pula yang
harus dilakukan pemerintah dalam membangun dialog kepada JAI. Kedua, harus
memperkecil resiko. Ketiga, tidak boleh ada pihak yang dirugikan, dan terakhir
tanggungjawab bersama. (Tribunnews.Com, Jakarta)
Lebih lanjut, dikatakan oleh Suryadharma, pihaknya memiliki empat opsi yang
berkaitan dengan masalah Ahmadiyah. Pertama, Ahmadiyah menjadi sekte tersendiri
dengan menanggalkan atribut keIslaman. Kedua, Ahmadiyah kembali ke ajaran dan
agama Islam yang benar dan kaffah. Ketiga yaitu Ahmadiyah dibiarkan sebagaimana
mestinya. Sedangkan alternatif keempat itu dibubarkan. Atau melakukan dialog agar
menjadi solusi efektif guna menghadirkan pemenuhan solusi atas masalah

3
Ahmadiyah. Prinsipnya, kata Menteri, alternatif yang dipilih tidak mungkin
memuaskan seluruh pihak. (Republika.Co.Id, Jakarta)
Bakorpakem berpendapat, Ahmadiyah telah melakukan kegiatan dan penafsiran
keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam yang dianut
Indonesia serta menimbulkan keresahan dan pertentangan di masyarakat sehingga
mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum. Bakorpakem merekomendasikan
agar warga Ahmadiyah diperintahkan dan diberi peringatan keras untuk
menghentikan perbuatannya dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa
Agung, dan Menteri Dalam Negeri sesuai dengan UU No 1/PNPS/1965. Apabila
perintah dan peringatan keras sebagaimana tersebut pada butir tiga di atas tidak
diindahkan, Bakorpakem merekomendasikan pembubaran organisasi Ahmadiyah
dengan segala kegiatan dan ajarannya.
Selanjutnya Pemerintah harus cepat mengambil keputusan untuk melarang dan
membubarkan Ahmadiyah sesuai dengan rekomendasi Bakorpakem. Jika tidak,
masalahnya akan makin panjang, dan dikhawatirkan akan muncul masalah baru, di
antaranya munculnya aksi kekerasan yang dipicu oleh emosi umat yang tidak tahan
melihat Ahmadiyah bebas bergerak. Kekerasan terhadap Ahmadiyah yang semestinya
tidak perlu terjadi karena akan menyimpangkan pokok permasalahan dan justru akan
memicu masalah baru. Sesungguhnya dipicu oleh lambatnya Pemerintah dalam
mengambil kesimpulan. Pemerintah jangan mengikuti tekanan negara besar yang
meminta agar Pemerintah tidak membubarkan Ahmadiyah.

Anda mungkin juga menyukai