6/30/BGub/Humas
Bank sentral Asia dan kementerian keuangan sepakat untuk secara bersama-sama
mendorong pengembangan pembiayaan usaha mikro dan perdesaan. Hal tersebut
dituangkan dalam The Yogyakarta Communiqué 2004 yang antara lain menyoroti
penciptaan iklim kondusif, peningkatan kapabilitas sumber daya manusia, dan orientasi
pasar, bagi pengembangan pembiayaan kedua sektor tersebut.
"Kami akan mengintegrasikan pembiayaan usaha mikro dan perdesaan sebagai alat
yang ampuh dalam strategi pengentasan kemiskinan di negara-negara Asia.
Kesepakatan tersebut akan kami implementasikan segera," ujar Burhanuddin Abdullah.
Sebelumnya, dalam sesi diskusi, para nara sumber dari bank sentral juga mencermati
pergeseran paradigma peran bank sentral dalam pengembangan pembiayaan usaha kecil
dan perdesaan. Pergeseran paradigma tersebut merupakan konsekuensi dari evolusi
fungsi bank sentral yang ditandai oleh semakin menurunnya peran langsung namun
tanpa mengurangi kepeduliannya terhadap pengembangan kedua sektor tersebut
"Peran Bank Indonesia dalam mendorong sektor usaha kecil telah mengalami
perkembangan sesuai dengan mandat yang diberikan dalam undang-undang," jelas
Burhanuddin Abdullah.
Dewasa ini pergeseran paradigma tidak hanya terjadi pada peran bank sentral, namun
terjadi pula pada pemerintah. "Saat ini tengah berkembang pemahaman bahwa fungsi
bank sentral dan pemerintah hanya sebatas pada penciptaan iklim kondusif dalam
pengembangan usaha kecil ketimbang melakukan intervensi secara langsung."
Program Director GTZ Indonesia, Mr. A. Hannig, mengatakan bahwa peran bank sentral
dan pemerintah dalam mengembangkan usaha kecil antara lain dapat berupa kebijakan
yang memberi stimulus terhadap mobilisasi dana masyarakat, pelaksanaan riset,
konsultasi, pelatihan, peningkatan kapasitas sektor usaha kecil, dan pertukaran
informasi.
Dalam pertemuan tingkat tinggi tersebut para delegasi berdiskusi dan bertukar informasi
mengenai pengembangan usaha kecil di masing-masing negara. Mr. B.N Bhattarai,
Deputi Gubernur bank sentral Nepal, mengungkapkan bahwa di Nepal, seperti halnya di
Indonesia, juga terdapat linkage program yaitu suatu program menghubungkan
perbankan dengan usaha kecil, serta program peningkatan profesionalisme pengusaha
kecil. Ke depan, peran langsung bank sentral dan Pemerintah Nepal terhadap
pengembangan usaha kecil diperkirakan akan semakin dikurangi. Hal senada juga
diungkapkan oleh Mr. Fakhruddin Ahmed, Gubernur bank sentral Bangladesh. Ia juga
menambahkan bahwa pengembangan usaha kecil dilakukan melalui standarisasi prinsip-
prinsip akuntasi dan standar-standar usaha lainnya.
Sementara itu, Mr. W.A. Wijewardena, Deputi Gubernur bank sentral Srilanka,
berpendapat bahwa untuk mendorong pembiayaan usaha kecil dan perdesaan guna
mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan, diperlukan lembaga pembiayaan usaha yang
memiliki prospek, terpercaya, dan berkelanjutan. Selanjutnya, Mr. Wijewardana
menjelaskan bahwa lembaga pembiayaan tersebut harus dapat memenuhi permintaan
nasabah secara fleksibel dan inovatif. Hal lain yang disoroti oleh Mr. Wijewardana adalah
disiplin pasar, pengembangan sumber daya manusia, dan penguatan pelaksanaan tata
kelola yang baik.
Pertemuan tingkat tinggi tersebut dihadiri pemimpin bank sentral dan pejabat tinggi
kementerian keuangan di belahan Asia, antara lain, Da Afghanistan Bank, Bangladesh
Bank, Bank Negara Malaysia, Bangko Sentral Ng Pilipinas, Central Bank of Sri Lanka,
Nepal Rastra Bank, Central Bank of Cambodia, Bank Indonesia, Departemen Keuangan
RI, Ministry of Rural Rehabilitation Afghanistan, Ministry of Finance Thailand, serta wakil
dari Bank Rakyat Indonesia dan perguruan tinggi.