Anda di halaman 1dari 3

MEMBONGKAR KEDUSTAAN WALI SETAN

Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata: Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dukun-
dukun itu biasa menuturkan kepada kami lantas kami jumpai bahwa apa yang mereka katakan itu
benar/terbukti, -bagaimana ini-.”Maka Nabi menjawab, “Itu adalah ucapan benar yang dicuri dengar oleh
jin (syaitan) kemudian dia bisikkan ke telinga walinya (dukun) dan dia pun menambahkan seratus kedustaan di
dalamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [7/334])

_____

HADITS YANG MULIA INI MENGANDUNG PELAJARAN BERHARGA, DI ANTARANYA:

1. Diharamkannya praktek perdukunan dan perbuatan mendatangi (berkonsultasi dengan) dukun


(lihat judul bab yang diberikan oleh an-Nawawi dalam Syarh Muslim [7/332]). Yang dimaksud
dengan istilah dukun (kahin, dalam bahasa arab) adalah orang yang mengabarkan perkara gaib
yang terjadi di masa depan dengan bersandarkan pada pertolongan syaitan (jin) (lihat al-Mulakhash
fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 174). Ada pula yang menafsirkan istilah ‘kahin’ dengan setiap orang
yang mengabarkan perkara gaib di masa depan atau di masa lampau yang tidak diketahui kecuali
oleh Allah, dan hal itu didapatkannya dengan cara meminta bantuan kepada jin. Dukun dan tukang
sihir itu memiliki kesamaan dari sisi kedua-duanya sama-sama meminta bantuan jin untuk
mencapai tujuannya (lihat at-Tam-hid li Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 317). Apabila dicermati, bisa
disimpulkan bahwa sebenarnya istilah kahin/dukun itu dipakai untuk menyebut orang yang
mengambil berita dari sumber -jin- yang mencuri dengar -berita dari langit yang disampaikan oleh
malaikat- (lihat Fath al-Majid, hal. 282, al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, 1/329). Adapun yang
disebut dengan ‘Arraf (orang pintar) adalah orang yang memberitakan tentang berbagai peristiwa
seperti halnya mengenai barang curian, siapa yang mencurinya, barang hilang dan di mana
letaknya -melalui cara-cara tertentu yang tidak masuk akal-. Sebagian ulama
memasukkan kahin/dukun dan munajjim/ahli astrologi dalam kategori ‘Arraf. Ini artinya cakupan
‘Arraf itu lebih luas daripada Kahin. Walaupun ada juga yang berpendapat ‘Arraf sama dengan
Kahin. Ada juga yang mengatakan bahwa ‘Arraf adalah orang yang memberitakan perkara-perkara
yang tersembunyi dalam hati (lihat Fath al-Majid, hal. 285-286, al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-
Tauhid, 1/330,337). Pendapat yang kuat -sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Shalih alu Syaikh-
adalah penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang menyatakan bahwasanya istilah ‘Arraf itu
umum, mencakup dukun, ahli nujum, dan semacamnya yang mengaku mengetahui perkara-perkara
gaib -masa lalu atau masa depan- dengan cara-cara perbintangan, membuat garis di atas tanah,
melihat air di dalam mangkok, membaca telapak tangan, melihat rasi bintang/horoskop, dsb.
(lihat at-Tam-hid, hal. 319 dan 324-325). Oleh sebab itu, mereka itu (dukun) tidak boleh didatangi
dan tidak boleh dipercayai omongannya (lihat Syarh Muslim[7/333]).

2. Hadits ini juga menunjukkan wajibnya mendustakan ucapan para dukun. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallamjuga bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang
dikatakannya maka dia telah kufur kepada wahyu yang diturunkan kepada Muhammad -shallallahu ‘alaihi
wa sallam-.” (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah)

3. Perdukunan adalah termasuk kemungkaran. Syaikh Ibnu


Utsaimin rahimahullah berkata, “Kemungkaran itu adalah segala hal yang diingkari oleh syari’at. Yaitu
segala perkara yang diharamkan oleh Allah ‘azza wa jalla dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa
sallam.” (Ta’liq Arba’in beliau, sebagaimana dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 236). Bahkan, ia
termasuk kemungkaran yang paling berat, karena ia tergolong dalam kemusyrikan.

4. Perdukunan adalah termasuk kemusyrikan. Karena di dalamnya terkandung keyakinan adanya


sosok selain Allah yang bersekutu dengan-Nya dalam mengetahui perkara gaib (lihat al-Mulakhash
fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 176). Ia juga digolongkan dalam perbuatan syirik karena tindakan
meminta bantuan jin dalam perkara semacam ini pasti disertai dengan mempersembahkan bentuk
ibadah tertentu kepada jin tersebut, misalnya berupa sembelihan -untuk selain Allah-,
beristighotsah kepada selain-Nya, menghinakan mus-haf, mencela Allah atau praktek kemusyrikan
dan kekafiran dalam bentuk lain (lihat at-Tam-hid, hal. 317, al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal. 116).
5. Wajibnya memberantas praktek perdukunan. Karena membiarkan hal itu berarti membiarkan
kemungkaran merajalela. Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah hal itu dengan
tangannya. Jika tidak mampu maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu untuk itu maka cukup dengan
hatinya, dan itu merupakan keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [2/103])

6. Memerangi dukun -dengan hujjah dan keterangan- merupakan tugas mulia para da’i Islam. Sebab,
mereka memiliki kewajiban untuk melanjutkan perjuangan dakwah para rasul, yaitu menegakkan
tauhid dan memberantas syirik. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh, Kami telah
mengutus kepada setiap umat seorang rasul -yang mengajak-; Sembahlah Allah dan jauhilah
thaghut/sesembahan selain Allah.” (QS. an-Nahl: 36). Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Jabir bin
Abdullah radhiyallahu’anhuma berkata, “Thaghut adalah para dukun yang syaitan-syaitan biasa turun
kepada mereka.” (dinukil dari Fath al-Majid, hal. 19)

7. Memerangi dukun dan paranormal -dengan kekuatan dan sanksi hukum- merupakan tugas mulia
(kewajiban) yang diemban para pemerintah kaum muslimin demi tegaknya keadilan dan
ketentraman di atas muka bumi ini (lihat Syarh ‘Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 504). Perdukunan
adalah syirik, sedangkan syirik adalah kezaliman. Bahkan ia termasuk kezaliman yang paling besar!
Maka memberantas perdukunan merupakan wujud kepedulian kepada nasib umat dan penegakan
keadilan yang tertinggi. Allah ta’ala menceritakan wasiat seorang bapak -yaitu Luqman- yang amat
sayang kepada anaknya (yang artinya), “Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah.
Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13). Syaikh Ibnu
Utsaiminrahimahullah berkata, “Setiap orang yang menebarkan kerusakan di tengah-tengah manusia
dalam urusan agama atau dunia mereka, maka dia harus diminta bertaubat. Kalau dia bertaubat maka
dibebaskan. Akan tetapi jika tidak mau, maka ia wajib dibunuh. Terlebih lagi jika perkara-perkara ini
menyebabkan keluarnya orang dari Islam.” (al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, 1/340, lihat juga
nasehat Syaikh Shalih al-Fauzan dalam al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal. 117)

8. Hendaknya menanyakan permasalahan yang tidak dipahami atau kurang jelas kepada ahli
ilmu/para ulama. Allahta’ala berfirman (yang artinya), “Bertanyalah kepada ahli ilmu jika kamu tidak
mengetahui suatu perkara.” (QS. an-Nahl: 43)

9. Disyari’atkannya menyingkap kebatilan dan menjelaskannya kepada umat manusia. Dan untuk
melakukan hal ini tentu dibutuhkan orang yang benar-benar ahli atau paham.

10. Tidak boleh merestui praktek perdukunan, apalagi membantu dan mempromosikannya. Karena itu
termasuk tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Janganlah kamu tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.” (QS. al-Ma’idah: 2). Oleh
sebab itu hendaklah takut kepada Allah para pemilik media massa cetak maupun elektronik yang
telah ikut serta menyebarluaskan iklan perdukunan, karena dengan tindakan mereka itu
sesungguhnya mereka sedang berhadapan dengan ancaman Allah yang sangat keras.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hendaknya merasa takut orang-orang yang menyelisihi
urusan/ajarannya -ajaran Nabi- karena mereka pasti akan tertimpa fitnah/bencana atau siksaan yang
amat pedih.”(QS. an-Nuur: 63)

11. Wajib bagi para dukun untuk bertaubat kepada Allah. Karena Allah akan mengampuni dosa apa
saja selama pelakunya benar-benar bertaubat kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Sesungguhnya Allah mengampuni semua jenis dosa.” (QS. az-Zumar: 53). Syaikh
Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata,“Sesungguhnya orang yang bertaubat dari syirik pasti
akan diampuni.” Kemudian beliau menyebutkan ayat tadi (lihat Fath al-Majid, hal. 71). Kalau tidak,
maka tidak ada lagi ampunan bagi mereka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan akan mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik bagi siapa
saja yang dikehendaki-Nya.” (QS. an-Nisaa’: 48). Yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah bagi yang
tidak bertaubat (lihat Fath al-Majid, hal. 71).

12. Datang ke dukun untuk menyelesaikan masalah tidak akan bisa menyelesaikan masalah, tetapi
justru akan membuat masalah yang dihadapi semakin runyam. Karena perdukunan dipenuhi
dengan bumbu kedustaan dan yang paling parah akan menjerumuskan ke dalam musibah yang jauh
lebih besar yaitu kemusyrikan. Allah ta’alaberfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang
mempersekutukan Allah maka Allah pasti haramkan surga atasnya, dan tempat kembalinya adalah neraka.
Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu.” (QS. al-Ma’idah: 72). Allah juga
berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah mempersiapkan bagi orang-orang zalim (kafir) itu
neraka yang gejolak apinya mengepung mereka. Dan apabila mereka meminta minum (kehausan) maka
mereka akan diberikan minuman dengan air seperti besi yang mendidih yang akan menghanguskan wajah-
wajah -mereka-. Itu adalah seburuk-buruk minuman, dan -neraka- itu adalah sejelek-jelek tempat
peristirahatan.” (QS. al-Kahfi: 29)

13. Dukun adalah wali syaitan. Meskipun ia dijuluki dengan kyai, ustadz, tabib, pakar pengobatan
alternatif, atau bahkan disebut sebagai Wali Allah [?!]. Karena nama tidak merubah hakekat. Oleh
sebab itu wajib bagi kaum muslimin untuk waspada dan menjauhi mereka (lihat al-Irsyad ila Shahih
al-I’tiqad, hal. 117). Meskipun dukun bisa menampakkan keanehan dan keajaiban, maka hal itu
tidak bisa dijadikan sebagai dalil untuk membenarkan mereka. Karena karamah itu hanya diberikan
Allah kepada wali-wali-Nya. Padahal hakekat wali Allah adalah hamba yang beriman dan bertakwa
(lihat Fath al-Majid, hal. 287). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya para
wali Allah itu tidak perlu merasa takut dan tidak pula sedih. Yaitu orang-orang yang beriman dan
senantiasa menjaga ketakwaan.” (QS. Yunus: 62-63)

14. Perkara gaib hanya diketahui oleh Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Tidak
ada yang mengetahui perkara gaib di langit atupun di bumi selain Allah.” (QS. An-Naml: 65).
Barangsiapa yang membenarkan dukun yang memberitakan perkara gaib sementara dia
mengetahui bahwa tidak ada yang mengetahui perkara gaib kecuali Allah maka dia telah
melakukan kekafiran akbar yang mengeluarkan dari Islam. Apabila dia tidak mengerti dan tidak
meyakini bahwa al-Qur’an mengandung kedustaan, maka kekafirannya digolongkan kekafiran yang
tidak sampai mengeluarkan dari agama (lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, 1/333).

15. Kita tidak boleh tertipu oleh kebenaran yang disampaikan oleh dukun dalam sebagian perkara
ataupun dikarenakan banyaknya orang -yang dianggap berilmu- yang berduyun-duyun
mendatangi mereka. Sesungguhnya mereka bukanlah orang yang mendalam ilmunya, bahkan
perbuatan mereka -dengan melanggar larangan- itu menunjukkan bahwa mereka adalah orang-
orang bodoh (lihat Fath al-Majid, hal. 283)

16. Hadits ini menunjukkan tidak bolehnya mengangkat dukun atau paranormal sebagai
penasehat/konsultan, baik untuk individu, keluarga, organisasi/perkumpulan, perusahaan, apalagi
sebuah negara yang mengurusi hajat hidup orang banyak.

17. Hadits ini menunjukkan tidak adanya pembedaan hukum atas apa yang disebut sebagai ilmu hitam
dan ilmu putih yang dimiliki oleh para dukun atau paranormal (yang berkedok kyai maupun yang
bertampang preman), semuanya sama-sama kemusyrikan. Semua dukun adalah pendusta! Wa
shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Anda mungkin juga menyukai