Abstrak
Pesangon merupakan hak karyawan yang harus diberikan oleh pengusaha dalam hal terjadi
pemutusan hubungan kerja. Pesangon yang diterima/ diperoleh karyawan adalah penghasilan
yang merupakan obyek PPh Pasal 21. Dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar
pesangon yang menjadi hak karyawan terdapat beberapa cara yang lazim digunakan oleh
pengusaha. Perbedaan cara dalam memenuhi kewajiban tersebut akan mempunyai
konsekuensi perpajakan yang berbeda.
Keywords : Pesangon; Lembaga Pengelola Dana Pesangon; PPh atas Uang Pesangon
Pendahuluan
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, berdasarkan undang-undang No 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima kepada
karyawan.
Dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pesangon, terdapat beberapa cara yang
dapat digunakan oleh pengusaha (pemberi kerja). Pada umumnya perusahaan membayarkan
uang pesangon secara langsung kepada karyawan pada saat adanya pemutusan hubungan
kerja. Namun ada pula perusahaan tidak membayarkan uang pesangon secara langsung
kepada karyawan, tetapi menunjuk pihak ketiga untuk mengelola dana pesangon yang
menjadi kewajiban perusahaan. Pihak ketiga yang ditunjuk sebagai pengelola dana pesangon
bisa berupa Lembaga Pengelola Dana Pesangon yang dibentuk oleh perusahaan sendiri,
Pengleola dana pesangon bukan bank maupun diserahkan kepada bank.
Imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima/diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk
lainnya (termasuk uang pesangon) merupakan obyek Pajak penghasilan. Berdasarkan pasal
21 undang-undang PPh, pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan yang
diterima/diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau
kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun dilakukan oleh pemberi kerja yang
membayar penghasilan tersebut.
Ketentuan perpajakan atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun dan
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua diatur dalam Peraturan Pemerintah No 149 tahun
2000 tanggal 23 Desember 2000.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 149 tahun 2000 atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berupa uang pesangon, uang tebusan
pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, yang dibayarkan sekaligus oleh
Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final oleh pihak-pihak yang membayarkan.
Tabel 1 : Tarif PPh pasal 21 final atas Uang Pesangon, Tebusan Pensiun, Tunjangan Hari
Tua/ Jaminan Hari Tua.
Sebagai perbandingan, berikut ini penulis sajikan besarnya uang pesangon yang menjadi hak
tenaga kerja menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 150/Men/2000 dan menurut
undang-undang No 13 tahun 2003.
Keterangan :
- PSNG = Pesangon
- PMK = Penghargaan Masa Kerja
- GK = Ganti Kerugian
- PH = Penggantian Hak (Cuti Tahunan, Biaya repatriasi, penggantian
perumahan serta pengobatan dan perawatan sebesar 15% dari uang pesangon dan uang
penghargaan masa kerja
- MP = Manfaat Pensiun
- IP = Himpunan Peserta dan Hasil Pengembaliannya.
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja dan perusahaan melakukan pembayaran
pesangon yang menjadi kewajibannya secara langsung kepada tenaga kerja, maka perusahaan
memiliki kewajiban untuk memotong dan menyetorkan PPh pasal 21 (PPh final) yang
terutang atas pesangon. Besarnya PPh Pasal 21 dihitung sesuai dengan tarif dalam tabel 1
tersebut diatas.
Atas pembayaran uang pesangon ini perusahaan dapat membebankan sebagai biaya/
pengurang penghasilan dalam menghitung penghasilan kena pajak dan PPh badan terutang
(merupakan deductable expenses).
Apabila perusahaan telah membentuk cadangan untuk dana pesangon sebelum terjadinya
pemutusan hubungan kerja, maka atas pembentukan cadangan dana pesangon belum terutang
PPh Pasal 21. Selain itu, pembentukan cadangan dana pesangon tersebut tidak dapat
dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak dan PPh badan
(merupakan non deductable expenses)
Perlakuan Perpajakan atas uang pesangon yang dialihkan kepada pengelola dana
pesangon tenaga kerja.
Menurut KEP-350/PJ./2001 yang dimaksud pengelola dana pesangon adalah badan yang
ditunjuk oleh pemberi kerja untuk mengelola uang pesangon yang selanjutnya membayarkan
uang pesangon tersebut kepada karyawan dari pemberi kerja yang bersangkutan pada saat
berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja.
Pengalihan tanggung jawab untuk membayar uang pesangon yang menjadi hak Tenaga kerja
kepada pengelola dana pesangon dapat dilakukan oleh perusahaan melalui pembayaran uang
pesangon secara sekaligus maupun secara bertahap.
Apabila pembayaran uang pesangon yang menjadi hak tenaga kerja dialihkan kepada
pengelola dana pesangon tenaga kerja dilakukan oleh perusahaan secara sekaligus, maka pada
saat tanggung jawab pembayaran uang pesangon dialihkan kepada pengelola dana pesangon
tenaga kerja karyawan dianggap telah menerima hak atas manfaat uang pesangon. Dengan
demikian pemberi kerja memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21
yang terutang atas uang pesangon yang dialihkan pada saat terjadinya pengalihan tanggung
jawab pembayaran uang pesangon tersebut.
PPh pasal 21 yang terutang atas pembayaran uang pesangon pada saat terjadinya pengalihan
uang pesangon kepada pengelola dana pesangon merupakan PPh 21 Final. Besarnya PPh
yang harus dipotong oleh pemberi kerja (perusahaan) adalah sesuai dengan tariff pada table 1
diatas.
Bunga atas tabungan uang pesangon merupakan hak karyawan yang akan diberikan oleh
pengelola dana pesangon tenaga kerja pada saat berakhirnya masa kerja atau terjadinya PHK
terlebih dahulu harus dipotong PPh sebagai berikut :
a. Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bukan bank, maka dipotong PPh sebesar 15%
dari jumlah bruto sebagaimana diatur dalam pasal 23 (1) huruf a Undang-undang PPh.
b. Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bank maka dipotong PPh sebesar 20% dari
jumlah bruto berdasarkan ketentuan pasal 4 (2) Undang-undang PPh dan PP No 131 tahun
2000.
Pada saat pengelola dana pesangon tenaga kerja membayar uang pesangon kepada karyawan
tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 karena PPh pasal 21-nya telah dibayar pada saaat
pengalihan uang pesangon dari pemberi kerja kepada badan pengelola dana pesangon tenaga
kerja.
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 wajib diberikan oleh pemberi kerja (perusahaan) kepada
karyawan pada saat dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pesangon
secara sekaligus kepada pengelola dana pesangon. Bukti Pemotongan ini dapat digunakan
sebagai bukti bahwa pemotongan pajak telah dilakukan pada saat dana dialihkan sehingga
saat membayar uang pesangon kepada karyawan, pengelola dana pesangon tidak perlu
memotong PPh Pasal 21 lagi.
Dalam hal pembayaran uang pesangon yang menjadi hak tenaga kerja dialihkan kepada pihak
ketiga dilakukan secara sekaligus, pemberi kerja dapat membebankan uang pesangon tersebut
sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan Kena pajak pada saat terjadinya pengalihan
tanggung jawab kepada pengelola dana pesangon.
Penutup
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perlakuan PPh atas pembayaran uang
pesangon/tebusan pensiun adalah sebagai berikut :
1) Pesangon merupakan penghasilan bagi karyawan yang dikenakan PPh pasal 21 dan
merupakan deductable expense bagi perusahaan.
2) Saat terutangnya PPh Pasal 21 atas pesangon yang dibayarkan secara langsung oleh
pemberi kerja pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja adalah pada saat pesangon
tersebut terutang/dibayarkan kepada tenaga kerja.
3) Saat terutangnya PPh Pasal 21 atas pesangon yang pembayarannya dialihkan secara
sekaligus kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja adalah pada saat pengalihan
tanggungjawab pembayaran pesangon kepada pengelola dana pesangon. Pada saat terjadinya
pemutusan hubungan kerja, pesangon yang dibayarkan oleh pengelola dana pesangon tidak
lagi dikenakan PPh pasal 21.
4) Saat terutangnya PPh Pasal 21 atas pesangon yang pembayarannya dialihkan kepada
pengelola dana pesangon tenaga kerja secara bertahap adalah pada saat pesangon dibayarkan
kepada karyawan.
5) Jika Pengelola dana pesangon bukan bank, bunga tabungan dana pesangon yang
diterima/diperoleh karyawan merupakan obyek PPh pasal 23 dengan tariff 15%
6) Jika Pengelola dana pesangon adalah wajib pajak bank, bunga tabungan dana pesangon
yang diterima/diperoleh karyawan merupakan obyek PPh Pasal 4 (2) dengan tariff 20%.
Daftar Pustaka
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-350/PJ./2001 tanggal 14 Mei 2001 tentang
Perlakuan Perpajakan atas Uang Pesangon yang Dialihkan kepada Pengelola Dana Pesangon
tenaga kerja sebagaimana terakhir telah diubah dengan KEP-649/PJ./2001 tanggal 5 Oktober
2001
Peraturan Pemerintah Nomor 149 tahun 2000 tanggal 23 Desember 2000 tentang
Pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun
dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua
Surat Dirjen Pajak Nomor S-131/PJ.313/2005 tanggal 14 Februari 2005 tentang Perlakuan
Pajak Penghasilan atas Dana Pensiun dan Dana Pesangon
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2000.