Anda di halaman 1dari 7

Dibuat oleh :

RIAN FITRA APRIANDI (C1C008031)


JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JAMBI

Ketentuan Perpajakan Atas Uang Pesangon

Abstrak
Pesangon merupakan hak karyawan yang harus diberikan oleh pengusaha dalam hal terjadi
pemutusan hubungan kerja. Pesangon yang diterima/ diperoleh karyawan adalah penghasilan
yang merupakan obyek PPh Pasal 21. Dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar
pesangon yang menjadi hak karyawan terdapat beberapa cara yang lazim digunakan oleh
pengusaha. Perbedaan cara dalam memenuhi kewajiban tersebut akan mempunyai
konsekuensi perpajakan yang berbeda.

Keywords : Pesangon; Lembaga Pengelola Dana Pesangon; PPh atas Uang Pesangon

Pendahuluan
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, berdasarkan undang-undang No 13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan/atau uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima kepada
karyawan.

Dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pesangon, terdapat beberapa cara yang
dapat digunakan oleh pengusaha (pemberi kerja). Pada umumnya perusahaan membayarkan
uang pesangon secara langsung kepada karyawan pada saat adanya pemutusan hubungan
kerja. Namun ada pula perusahaan tidak membayarkan uang pesangon secara langsung
kepada karyawan, tetapi menunjuk pihak ketiga untuk mengelola dana pesangon yang
menjadi kewajiban perusahaan. Pihak ketiga yang ditunjuk sebagai pengelola dana pesangon
bisa berupa Lembaga Pengelola Dana Pesangon yang dibentuk oleh perusahaan sendiri,
Pengleola dana pesangon bukan bank maupun diserahkan kepada bank.

Imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima/diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk
lainnya (termasuk uang pesangon) merupakan obyek Pajak penghasilan. Berdasarkan pasal
21 undang-undang PPh, pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan yang
diterima/diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau
kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun dilakukan oleh pemberi kerja yang
membayar penghasilan tersebut.

Ketentuan perpajakan atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun dan
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua diatur dalam Peraturan Pemerintah No 149 tahun
2000 tanggal 23 Desember 2000.

Perlakuan Perpajakan atas Uang Pesangon yang Dibayarkan Secara Langsung.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 149 tahun 2000 atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berupa uang pesangon, uang tebusan
pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, yang dibayarkan sekaligus oleh
Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final oleh pihak-pihak yang membayarkan.

Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dipotong adalah sebagai berikut :


No Jumlah Penghasilan Bruto Tarif PPh
1 Rp 0 s/d Rp 25.000.000,- Dikecualikan dari pemotongan PPh
2 Diatas Rp 25.000.000,- s/d Rp 50.000.000,- 5% (Lima Persen)
3 Diatas Rp 50.000.000,- s/d Rp 100.000.000,- 10% (sepuluh persen)
4 Diatas Rp 100.000.000,- s/d Rp 200.000.000,- 15% (lima belas persen)
5 Diatas Rp 200.000.000 25% (dua puluh lima persen)

Tabel 1 : Tarif PPh pasal 21 final atas Uang Pesangon, Tebusan Pensiun, Tunjangan Hari
Tua/ Jaminan Hari Tua.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No 112/KMK.03/2001, yang dimaksud dengan


uang pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada karyawan
dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau
terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk penghargaan masa kerja dan uang ganti
kerugian.

Definisi tersebut sejalan dengan keputusan menteri tenaga kerja No KEP-150/Men/2000


tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang
Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian; yang masih berlaku pada saat penetapan
keputusan menteri keuangan No 112/KMK.03/2001 tersebut. Sejak diberlakukannya undang-
undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ketentuan mengenai pesangon diatur
dalam pasal 156.

Sebagai perbandingan, berikut ini penulis sajikan besarnya uang pesangon yang menjadi hak
tenaga kerja menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 150/Men/2000 dan menurut
undang-undang No 13 tahun 2003.

Jenis Pemutusan Hubungan Kerja K-150/2000 UU Ketenagakerjaan

I Pada Usia Pensiun


1. Ada Program Pensiun dan tidak ada iuran pekerja NIHIL Max (0;2PSNG+PMK+PH-MP)
+PH
2 Ada Program Pensiun dan ada iuran pekerja – Max (0;2PSNG+PMK+PH-MP+IP)+PH
3 Tidak ada program pensiun 2xPSNG+PMK+GK 2XPSNG+PMK+PH
II Sebelum Usia Pensiun
4 Melakukan kesalahan berat PMK + GK PH
5 Melakukan kesalahan berat/ pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian
kerja sama PSNG + PMK + GK PSNG+PMK+PH
6 Ditahan dan tidak dapat melakukan pekerjaan atau dinyatakan salah oleh pengadilan NIHIL
PMK+PH
7 Mengundurkan diri secara baik atas kemauan sendiri PMK + GK PH
8 Kesalahan pengusaha PSNG + PMK + GK 2XPSNG+PMK+PH
9 Perorangan – bukan kesalahan pekerja tetapi dapa menerima 2XPSNG + PMK + GK -
10 Massal – perusahaan tutup karena rugi – force majeur PSNG+PMK+GK
PSNG+PMK+PH
11 Massal – Perusahaan tutup bukan karena rugi, melakukan efisiensi 2XPSNG+PMK+GK
2XPSNG+PMK+PH
12 Perubahan status/kepemilikan sebagian/ seluruh / pindah lokasi dengan syarat baru = lama
dan pekerja tidak bersedia kerja PSNG+PMK+GK PSNG+PMK+PH
13 Perubahan status/ kepemilikan sebagian/seluruh / pindah lokasi dan pengusaha tidak mau
menerima apapun alasannya 2XPSNG+PMK+GK 2XPSNG+PMK+PH
14 Perusahaan pailit Tidak diatur PSNG+PMK+PH
15 Meninggal dunia 2XPSNG+PMK+GK 2XPSNG+PMK+PH
16 Mangkir selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut – PH
17 Sakit berkepanjangan, cacat karena kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan
pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan NIHIL 2XPSNG+2XPMK+PH
Tabel 2 : Perbandingan Besaran Hak PHK : K-150/2000 dan UU No 13 tahun 2003
Sumber : Kompas – Bisnis dan Investasi / 25 Maret 2003.

Keterangan :
- PSNG = Pesangon
- PMK = Penghargaan Masa Kerja
- GK = Ganti Kerugian
- PH = Penggantian Hak (Cuti Tahunan, Biaya repatriasi, penggantian
perumahan serta pengobatan dan perawatan sebesar 15% dari uang pesangon dan uang
penghargaan masa kerja
- MP = Manfaat Pensiun
- IP = Himpunan Peserta dan Hasil Pengembaliannya.

Masa Kerja (MK) Uang Pesangon Uang penghargaan Masa Kerja *


MK < 1 1 0
1<=MK<2 2 0
2<=MK<3 3 0
3<=MK<4 4 2
4<=MK<5 5 2
5<=MK<6 6 2
6<=MK<7 7+0 3
7<=MK<8 7+1 3
8<=MK<9 7+2 3
9<=MK<12 7+2 4
12<=MK<15 7+2 5
15<=MK<18 7+2 6
18<=MK<21 7+2 7
21<=MK<24 7+2 8
MK>=24 7+2 10
Tabel 3 :Skala Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja
* Kelipatan Upah

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja dan perusahaan melakukan pembayaran
pesangon yang menjadi kewajibannya secara langsung kepada tenaga kerja, maka perusahaan
memiliki kewajiban untuk memotong dan menyetorkan PPh pasal 21 (PPh final) yang
terutang atas pesangon. Besarnya PPh Pasal 21 dihitung sesuai dengan tarif dalam tabel 1
tersebut diatas.

Atas pembayaran uang pesangon ini perusahaan dapat membebankan sebagai biaya/
pengurang penghasilan dalam menghitung penghasilan kena pajak dan PPh badan terutang
(merupakan deductable expenses).

Apabila perusahaan telah membentuk cadangan untuk dana pesangon sebelum terjadinya
pemutusan hubungan kerja, maka atas pembentukan cadangan dana pesangon belum terutang
PPh Pasal 21. Selain itu, pembentukan cadangan dana pesangon tersebut tidak dapat
dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak dan PPh badan
(merupakan non deductable expenses)
Perlakuan Perpajakan atas uang pesangon yang dialihkan kepada pengelola dana
pesangon tenaga kerja.

Dalam menjalankan kewajibannya membayar pesangon kepada tenaga kerja, perusahaan


dapat menunjuk pihak lain untuk menanganinya. Pada saat terjadinya pemutusan hubungan
kerja, pihak lain yang ditunjuk oleh perusahaan tersebut yang akan melakukan pembayaran
uang pesangon kepada karyawan yang berhak.

Menurut KEP-350/PJ./2001 yang dimaksud pengelola dana pesangon adalah badan yang
ditunjuk oleh pemberi kerja untuk mengelola uang pesangon yang selanjutnya membayarkan
uang pesangon tersebut kepada karyawan dari pemberi kerja yang bersangkutan pada saat
berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja.
Pengalihan tanggung jawab untuk membayar uang pesangon yang menjadi hak Tenaga kerja
kepada pengelola dana pesangon dapat dilakukan oleh perusahaan melalui pembayaran uang
pesangon secara sekaligus maupun secara bertahap.

a) Pembayaran Uang Pesangon Dilakukan Secara Sekaligus.

Apabila pembayaran uang pesangon yang menjadi hak tenaga kerja dialihkan kepada
pengelola dana pesangon tenaga kerja dilakukan oleh perusahaan secara sekaligus, maka pada
saat tanggung jawab pembayaran uang pesangon dialihkan kepada pengelola dana pesangon
tenaga kerja karyawan dianggap telah menerima hak atas manfaat uang pesangon. Dengan
demikian pemberi kerja memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21
yang terutang atas uang pesangon yang dialihkan pada saat terjadinya pengalihan tanggung
jawab pembayaran uang pesangon tersebut.

PPh pasal 21 yang terutang atas pembayaran uang pesangon pada saat terjadinya pengalihan
uang pesangon kepada pengelola dana pesangon merupakan PPh 21 Final. Besarnya PPh
yang harus dipotong oleh pemberi kerja (perusahaan) adalah sesuai dengan tariff pada table 1
diatas.

Bunga atas tabungan uang pesangon merupakan hak karyawan yang akan diberikan oleh
pengelola dana pesangon tenaga kerja pada saat berakhirnya masa kerja atau terjadinya PHK
terlebih dahulu harus dipotong PPh sebagai berikut :
a. Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bukan bank, maka dipotong PPh sebesar 15%
dari jumlah bruto sebagaimana diatur dalam pasal 23 (1) huruf a Undang-undang PPh.
b. Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bank maka dipotong PPh sebesar 20% dari
jumlah bruto berdasarkan ketentuan pasal 4 (2) Undang-undang PPh dan PP No 131 tahun
2000.

Pada saat pengelola dana pesangon tenaga kerja membayar uang pesangon kepada karyawan
tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 karena PPh pasal 21-nya telah dibayar pada saaat
pengalihan uang pesangon dari pemberi kerja kepada badan pengelola dana pesangon tenaga
kerja.

Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 wajib diberikan oleh pemberi kerja (perusahaan) kepada
karyawan pada saat dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pesangon
secara sekaligus kepada pengelola dana pesangon. Bukti Pemotongan ini dapat digunakan
sebagai bukti bahwa pemotongan pajak telah dilakukan pada saat dana dialihkan sehingga
saat membayar uang pesangon kepada karyawan, pengelola dana pesangon tidak perlu
memotong PPh Pasal 21 lagi.

Dalam hal pembayaran uang pesangon yang menjadi hak tenaga kerja dialihkan kepada pihak
ketiga dilakukan secara sekaligus, pemberi kerja dapat membebankan uang pesangon tersebut
sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan Kena pajak pada saat terjadinya pengalihan
tanggung jawab kepada pengelola dana pesangon.

b) Pembayaran uang pesangon dilakukan secara bertahap


Perlakuan PPh pasal 21 atas uang pesangon yang dialihkan kepada pengelola dana pesangon
secara bertahap adalah sebagai berikut :
1. Pada saat tanggung jawab pembayaran uang pesangon dialihkan kepada pengelola dana
pesangon tenaga kerja melalui pembayaran uang pesangon secara bertahap, pemberi kerja
tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembentukan uang pesangon tersebut
2. Pada saat pengelola dana pesangon tenaga kerja membayar uang pesangon kepada
karyawan, pengelola dana pesangon tenaga kerja wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21.
PPh pasal 21 yang harus dipotong oleh pengelola dana pesangon merupakan PPh pasal 21
final. Besarnya PPh pasal 21 yang harus dipotong adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah No 149 tahun 2000 dan KMK No.112/KMK.03/2001 (seperti tabel 1 diatas).
3. Bunga atas tabungan uang pesangon merupakan hak karyawan yang harus diberikan oleh
pengelola dana pesangon tenaga kerja bersamaan dengan pembayaran uang pesangon kepada
karyawan yang bersangkutan. Atas pembayaran bunga ini terutang PPh sebagai berikut :
• Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bukan bank maka dipotong Pajak Penghasilan
sebesar 15% dari jumlah bruto, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a Undang-
undang Pajak Penghasilan
• Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bank maka dipotong PPh Final sebesar 20% dari
jumlah bruto berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak
Penghasilan dan PP no 131 tahun 2000.
Dalam hal pembayaran uang pesangon dialihkan kepada pihak ketiga secara bertahap,
meskipun pemotongan PPh Pasal 21 baru dapat dilakukan pada saat pembayaran uang
pesangon kepada karyawan yang bersangkutan, namun pembebanan sebagai biaya dalam
menghitung penghasilan kena pajak bagi pemberi kerja telah dapat dilakukan pada saat
pengalihan tanggung jawab pembayaran uang pesangon tersebut.

Penutup

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perlakuan PPh atas pembayaran uang
pesangon/tebusan pensiun adalah sebagai berikut :
1) Pesangon merupakan penghasilan bagi karyawan yang dikenakan PPh pasal 21 dan
merupakan deductable expense bagi perusahaan.
2) Saat terutangnya PPh Pasal 21 atas pesangon yang dibayarkan secara langsung oleh
pemberi kerja pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja adalah pada saat pesangon
tersebut terutang/dibayarkan kepada tenaga kerja.
3) Saat terutangnya PPh Pasal 21 atas pesangon yang pembayarannya dialihkan secara
sekaligus kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja adalah pada saat pengalihan
tanggungjawab pembayaran pesangon kepada pengelola dana pesangon. Pada saat terjadinya
pemutusan hubungan kerja, pesangon yang dibayarkan oleh pengelola dana pesangon tidak
lagi dikenakan PPh pasal 21.
4) Saat terutangnya PPh Pasal 21 atas pesangon yang pembayarannya dialihkan kepada
pengelola dana pesangon tenaga kerja secara bertahap adalah pada saat pesangon dibayarkan
kepada karyawan.
5) Jika Pengelola dana pesangon bukan bank, bunga tabungan dana pesangon yang
diterima/diperoleh karyawan merupakan obyek PPh pasal 23 dengan tariff 15%
6) Jika Pengelola dana pesangon adalah wajib pajak bank, bunga tabungan dana pesangon
yang diterima/diperoleh karyawan merupakan obyek PPh Pasal 4 (2) dengan tariff 20%.

Daftar Pustaka

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-350/PJ./2001 tanggal 14 Mei 2001 tentang
Perlakuan Perpajakan atas Uang Pesangon yang Dialihkan kepada Pengelola Dana Pesangon
tenaga kerja sebagaimana terakhir telah diubah dengan KEP-649/PJ./2001 tanggal 5 Oktober
2001

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.03/2001 tanggal 6 Maret 2001 tentang


Pemotongan PPh pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun,
dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor KEP-150/Men/2000 tentang


Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja Dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan
Masa Kerja Dan Ganti Kerugian Di Perusahaan

Peraturan Pemerintah Nomor 149 tahun 2000 tanggal 23 Desember 2000 tentang
Pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun
dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua

Surat Dirjen Pajak Nomor S-131/PJ.313/2005 tanggal 14 Februari 2005 tentang Perlakuan
Pajak Penghasilan atas Dana Pensiun dan Dana Pesangon

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2000.

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Kompas, 25 Maret 2003 – Kolom Bisnis dan Ivestasi

Anda mungkin juga menyukai