Anda di halaman 1dari 8

DEFINISI PAJAK

Menurut Prof. Dr. Rochmat Sumitro, S.H., “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
Negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa-
timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.”
Ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak:
1) Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang;
2) Sifatnya dapat dipaksakan;
3) Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayaran
pajak;
4) Pemungutan pajak dilakukan oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah
(tidak boleh dipungut oleh swasta);
5) Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan
pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.

FUNGSI PAJAK
1) Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Yaitu pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai
pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.
2) Fungsi Regularend (Pengatur)
Yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang
keuangan.

AZAS PERPAJAKAN
1) Azas Domisili (Azas Tempat Tinggal)
Azas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan
Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari
dalam maupun dari luar negeri.
2) Azas Sumber
Azas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3) Azas Kebangsaan
Azas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara.

STELSEL PAJAK
Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel, yaitu:
1) Stelsel Nyata (Riil)
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada objek yang
sesungguhnya terjadi sehingga pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir
tahun pajak.
2) Stelsel Anggapan (Fiktif)
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggaran yang
diatur oleh undang-undang, misalnya didasarkan pada jumlah pajak yang dibayarkan
tahun sebelumnya.
3) Stelsel Campuran
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi antara stelsel
nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak dihitung berdasar keadaan yang
sesungguhnya.

JENIS-JENIS PAJAK
1) Menurut Golongan, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
(a) Pajak Langsung, merupakan pajak yang harus dipikul atau ditangung sendiri oleh
Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau
pihak lain, misalnya pajak penghasilan.
(b) Pajak Tidak Langsung, merupakan pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak ini terjadi jika suatu
kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya
terjadi penyerahan barang atau jasa, yaitu pajak pertambahan nilai.
2) Menurut Sifat, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
(a) Pajak Subjektif, merupakan pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan
pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya,
misalnya pajak penghasilan.
(b) Pajak Objektif, merupakan pajak yang pengenaannya mmperhatikan objeknya, baik
berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya
kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak
(Wajib Pajak) maupun tempat tinggal, misalnya pajak pertambahan nilai.
3) Menurut Lembaga Pemungut, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
(a) Pajak Negara (Pajak Pusat), merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya (contoh: PPh,
PPN dan PPnBM, PBB, serta BPHTB).
(b) Pajak Daerah, merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah
tingkat I (pajak provinsi) maupun pajak tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing (contoh: pajak
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor, Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan, dan Pajak Reklame).

SISTEM SELF ASSESSMENT

Self Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi


wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap
tahunnya sesuai dengan pertauran perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang
digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Tempat pendaftaran NPWP
adalah sebagai berikut :

1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi adalah pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.
2. Bagi Wajib Pajak Badan adalah tempat kedudukan/kegiatan usaha Wajib Pajak.

Wajib Pajak dengan sistem self assessment wajib melakukan sendiri penghitungan,
pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha

(1) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib
Pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak
paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, apabila
sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
(3) Wajib Pajak orang pribadi selain yang dimaksud di atas yang memerlukan Nomor
Pokok Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh Nomor Pokok
Wajib Pajak.
(4) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud nomor (1) wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebelum melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak bagi yang memenuhi ketentuan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
(5) Wajib Pajak sebagai Pengusaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2000, yang :
a) memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib mengajukan pernyataan tertulis
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b) tidak memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi sampai dengan suatu masa
pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui
batasan yang ditentukan sebagai Pengusaha Kecil,
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling
lambat akhir masa pajak berikutnya.

(6) Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam nomor
(1), (2), (4), dan (5) huruf b, diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.

Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak

(1) Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri
pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan NPWP.
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas
termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dan Wajib Pajak badan, wajib
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat
usaha mulai dijalankan.
(3) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan
pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang
disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya.
(4) Wajib Pajak orang pribadi selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada nomor (2)
dan (3), dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
(5) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada nomor (2) dan memenuhi ketentuan sebagai
PKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
(6) Pengusaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang
Nomor 18 Tahun 2000, yang:
a) memilih sebagai PKP; atau
b) Tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu bulan dalam suatu tahun
buku jumlah nilai peredaran bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak atau
penyerahan Jasa Kena Pajak telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai
Pengusaha Kecil,
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan
berikutnya.

(7) Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada nomor
(1), (2), (3), (5), dan (6) diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara
jabatan.

Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan
hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan. Funsi SPT bagi Wajib Pajak Pajak
Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun
Pajak.
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak.
c. Harta dan kewajiban
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan
pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 Masa Pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-udangan perpajakan yang berlaku.

Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha
Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan
disetorkannya. SPT dapat dibedakan sebagai berikut :
1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran
pajak bulanan.
2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan.

Ketentuan Tentang Penyampaian SPT


1) SPT dapat disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP atau
melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
2) Batas waktu penyampaian:
 SPT Masa, paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak.
 SPT Tahunan, paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.
3) SPT yang disampaikan langsung ke KPP diberikan bukti penerimaan. Dalam hal SPT
disampaikan melalui pos secara tercatat, bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai
bukti penerimaan.
4) Penyampaian SPT melalui Elekttronik (e-SPT)
Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan secara elektronik (e-SPT) melalui
perusahaan penyedia jasa aplikasi (Application Service Provider) yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak.

Pembayaran pajak dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut.


1. Membayar sendiri pajak terutang.
a. Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25), yaitu pembayaran pajak
penghasilan secara angsuran.
b. Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun, yaitu pelunasan pajak
penghasilan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak
apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari total pajak
yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai
kredit pajak.
2. Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain.
3. Melalui pembayaran pajak di luar negeri.
4. Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
5. Pembayaran pajak-pajak lainnya.
a. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, yaitu pelunasan berdasarkan Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
b. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yaitu
pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
c. Pembayaran Bea Materai, yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat
dilakukan dengan cara menggunakan benda materai berupa materai temple
atau kertas bermaterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin
teraan.

Pelaksanaan pembayaran pajak menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). SSP adalah
surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak
yang terutang ke kas negara. SSP dapat berupa : SSP Standar, SSP Khusus, SSPCP (Surat
Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor), dan SSCP (Surat Setoran Cukai atas
Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri).
PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN

Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah
disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dengan syarat Direktur Jenderal
Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Apabila pembetulan SPT menyatakan rugi
atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa
penetapan. Daluwarsa penetapan adalah jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak
atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.

PEMBUKUAN DAN PENCATATAN

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laopran laba rugi pada setiap
Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah :

1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di
Indonesia.
2. Wajib Pajak badan di Indonesia.

Wajin Pajak yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan tetapi wajib melakukan
pencatatan adalah :

1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Dalam hal Wajib Pajak dikecualikan dari kewajiban pembukuan dan diwajibkan melakukan
pencatatan, pencatatan harus mencakup seluruh data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung
jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang
dikenai pajak yang bersifat final.

Anda mungkin juga menyukai