Oleh
Jappy PELLOKILA
1. Hasil Ciptaan TUHAN Allah. Masyarakat desa serta semua aspek yang
berhubungan dengan hidup dan kehidupan di dalamnya diciptakan oleh
TUHAN Allah. Dalam diri manusia ada citra TUHAN Allah, dan ini
berarti hal tersebut untuk semua manusia, di kota dan desa. Di hadapan
TUHAN Allah mereka [masyarakat desa] adalah sesama manusia yang
sama dan sederajat.
2. Mengembangkan Kualitas Hidup Dan Kehidupannya. Masyarakat desa
juga merupakan sesama manusia yang telah kehilangan kemuliaan
TUHAN Allah. Tetapi Ia tetap mengasihi dan memberi kemampuan
kepada manusia agar berusaha untuk memperbaiki kualitas hidup dan
kehidupannya. Sehingga walaupun masyarakat desa [pada umumnya]
mempunyai pendidikan formal terbatas, tetapi mereka mempunyai etos
kerja yang cukup tinggi untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
3. Hidup Menyatu Dengan Alam. Pada umumnya masyarakat di pedesaan
berada pada lingkungan alam yang belum tercemar polusi seperti di
wilayah perkotaan. Hal tersebut muncul karena pola hubungan
masyarakat desa dengan alam, yaitu menyatu dengan alam. Hidup
yang menyatu dengan alam ini menjadikan
1.
alam harus ditakuti, hal ini menjadikan ada semacam
peraturan tidak tertulis yang melarangan memasuki serta
bertindak yang negatif di lokasi tertentu, misalnya daerah
keramat ataupun suci. Jka “peraturan” itu dilanggar maka
akan terjadi malapeka bagi seluruh isi desa
manusia harus berusaha sebaik mungkin agar yang
memiliki alam tidak mencurahkan murkanya kepada
mereka karena akan berakibat fatal bagi hidup dan
kehidupan
menjaga keselarasan dengan alam, karena hidup dan
kehidupan manusia tergantung sepenuhnya pada kebaikan
dan kemurahan alam. Oleh sebab itu, segala sesuatu yang
dilakukan oleh manusia ia harus berusaha agar tidak
merusak lingkungan alam sekitarnya
4. Ikatan Kekerabatan Yang Erat. Salah satu akibat pola hidup dan
kehidupan yang menyatu dengan alam, tercermin juga dalam hubungan
kekerabatan. Keluarga tidak terbatas pada ayah-ibu-anak, tetapi
menyangkut semua yang masih mempunyai hubungan darah. Dengan
demikian hubungan keluarga menjadi lebih luas dan besar dan sangat
memperhatikan [bahkan menghafal] silsilah atau asal-usul dirinya atau
kerabatnya. Hubungan ini menjadikan mereka tinggal pada lokasi yang
berdekatan satu sama lain.
5. Mempraktekkan Bentuk-Bentuk Konkrit Dari Agape. Pada umumnya
[dalam beberapa aspek tertentu] sejak masa lalu situasi dan kondisi
desa tidak begitu berubah. Kebanyakan masyarakat desa [di Indonesia
Bagian Barat] tidak mengerti makna Kasih [Agape-Storge-Philia-Eros]
menurut Alkitab, karena mayoritas beragama Islam. Tetapi justru
mereka melaksanakan bentuk-bentuk kongkrit dari Kasih [storge-
philia-eros] terutama Agape. Masyarakat kota [kita] mungkin harus
belajar dari mereka yang ada di desa tentang bentuk-bentuk konkrit
dari Agape, seperti yang terkandung dalam 1 Korintus 13:1-13. Pada
umumnya bentuk-bentuk konkrit dari Agape yang dilakukan
masyarakat desa, antara lain, murah hati, suka menolong sesamanya
dan gotong royong dalam menanggung beban sesama, tidak
mementingkan diri sendiri, memperhatikan kedamaian dan berusaha
untuk kesejahteraan masyarakat sekitar; tidak memegahkan diri tapi
rendah hati, tidak melakukan yang tidak sopan pada sesama; berusaha
sedapat mungkin agar menyelesaikan persoalan antar sesamanya
melalui musyawarah dan mufakat; hidup penuh dengan ucapan syukur
[bahkan cenderung menerima apa adanya] karena semua pemberian
Ilahi adalah baik, serta tidak boleh menolak garis hidup yang telah
ditentukan Yang Maha Kuasa.
Desa, atau udik, menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi permukiman di area
perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di
Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa, sedangkan di Kutai Barat,
Kalimantan Timur disebut Kepala Kampung atau Petinggi.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di
Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, dan di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur
disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut
dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah
satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah
kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan
Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam
perkembangannya, sebuah desa dapat dirubah statusnya menjadi kelurahan.
• Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa
• Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung
dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
• Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota
• Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa.
Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa
setempat. Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun
2005 sbb:
Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Salah satu perangkat desa adalah Sekretaris Desa, yang diisi dari Pegawai Negeri Sipil.
Sekretaris Desa diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.
Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa, yang ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa.
• Pendapatan Asli Desa, antara lain terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa
(seperti tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa), hasil swadaya dan partisipasi, hasil
gotong royong
• Bagi hasil Pajak Daerah Kabupaten/Kota
• bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
• bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
• hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
• Pinjaman desa
APB Desa terdiri atas bagian Pendapatan Desa, Belanja Desa dan Pembiayaan. Rancangan APB
Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa bersama BPD
menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.
Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa
Pemerintah Desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat.
Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil.
Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan
dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.
Desa mempunyai ciri budaya khas atau adat istiadat lokal yang sangat urgen,