Anda di halaman 1dari 6

Tuberkulosis paru

Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC
dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TBC menular melalui droplet
infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu.
Pada keadaan yang terakhir ini, bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis.

1. Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampaia saat ini TB tetap menjadi
problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai
global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih
kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mycobacterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus
TB yang tercatat di seluruh dunia.
Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antaralain disebabkan: 1.
Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara ang sedang berkembang tapi juga
negara maju. 2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan dari struktur usia manusia yang hidup. 3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi
pada penduduk di kelompok yang rentan terutama di nergeri-negeri yang miskin. 4. Tidak memeadai
pendidikaan mengenai TB diantara para dokter. 5. Terlantar dan berkurangnya biaya obat, secara
diagnostik dan pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak
adekuat. 6. Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia.
Indonesia merupakan negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggal di dunia setelah Cina dan
India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India dan Indonesia berturut turut adalah
1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus. Berdasrkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan
survei kesehatn nasional 2001, TB menempati urutan nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi
di Indonesia.

2. Etiologi
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembek. Dalam
jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan
dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak
erat.
TBC merupakan penyakit yang sangat infeksius. Seorang penderita TBC dapat
menularkan penyakit kepada 10 orang di sekitarnya. Menurut perkiraan WHO, 1/3
penduduk dunia saat ini telah terinfeksi M. tuberculosis. Kabar baiknya adalah orang yang
terinfeksi M. tuberculosis tidak selalu menderita penyakit TBC. Dalam hal ini, imunitas tubuh
sangat berperan untuk membatasi infeksi sehingga tidak bermanifestasi menjadi penyakit
TBC.

3. Patogenesis
a. Tuberkulosis Primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi
droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel ini dapat menetap dalam udara bebas selama
1-2 jam, tergantung pada ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembapan. Dalam suasana lembaba dan gelap kuman dapat bertahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada
saluran nafas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh netrofil, kemudian baru oleh makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama dengan gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembangbiak dalam sitoplasma makrofag. Disini ia
dapat etrbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan
berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer
atau sarang (fokus) Ghon. Jaringan primer ini dapat terjadi di setiap jaringan paru. Bila
menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui
asluran gastrointestinal, aliran limfe, orofaring dan kulit, terjadi limfodenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak,
ginjal dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan terjadi penjalaran ke seluruh
bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran gelah bening menuju hilus (limfangitis
lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang
primer limfangitis lokal + limfadenitis regional= kompleks primer (Ranke). Semua proses ini
memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
1) Sembuh sama sekali tanpa menimbulkan cacat, ini yag banyak terjadi.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus.
3) Berkomplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya;
secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru disebelahnya.

b. Tuberkulosis Pasca Primer


Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer=tuberkulosis
pasca primer= tuberkulosis sekunder). Tuberkulosis pasca primer terjadi karena imunitas
menurun seperti malnutrisi, alkohol, penykit maliga dibetes, AIDS, gagal ginjal.
Sarang dini mula-mula bebrebntuk pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini berubah
menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel Datia-
Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua.
Tergantung dari virulensi, jumlah kuman dan imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi:
1) Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalan cacat.
2) Sarang yang mula-mula meluas tetapi segera menyembuh dengan serbukan jarigan
fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini
yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya
dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek, membentuk jaringan keju.
Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Terjadinya perkijuan dan
kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang
diproduksi oleh makrofag, dan proses berlebihan sitokin dengan TNF-nya.
Kavitas dapat meluas dan menimbulkan sarang pneumonia baru yang menyebar ke
bagian tubuh lainnya melalui peredaran darah, misalnya masuk ke lambung menjadi TB
lambung. Kavitas juga dapat memadat dan membungks diri sehingga menjadi
tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali
menjadi cair dan kembali menjadi kavitas. Komplikasi dari kavitas adalah kolonisasi oleh
fungus. Yang terakhir, kavitas dapat bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity,
yaitu dengan membungkus diri menjadi kecil, menciut dan berbentuk seperti bintang
disebut stellate shaped.

4. Klasifikasi
Sampai sekarang belum ada kesepakatan mengenai klasifikasi tuberkulosis, dari sistem lama
dapt diketahui beberapa klasifikasi seperti:
a. Pembagian secara patologis
 Tuberkulosis primer
 Tuberkulosis post-primer
b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru: aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang
mulai menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
 Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun
kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
 Moderately advance tuberculosis. Ada kavitas tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat
bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari
sepertiga bagian satu paru.
 Far advance tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas melebihi moderately advance
tuberculosis

Pada tahun 1974 American Thoracis Societymemberikan klasifikasi baru yang diambil dari
aspek kesehatan masyarakat:
a. Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes tuberkulin
negatif.
b. Kategori I: terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi, riwayat kontak positif, tes
tuberkulin negatif.
c. Kategori II: terinfeksi tuberkulosis tapi tidak sakit, tes tuberkulin positif, radiologis dan sputum
negatif.
d. Kategori III: terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai aalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis
dan mikrobiologis:
a. Tuberkulosis paru.
b. Bekas tuberkulosis paru.
c. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi: tuberkulosis paru tersangka yang diobati (sputum
negatif, tanda-tanda lain positif), tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA
negatif dan tanda-tanda lain meragukan).

Menurut WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori:

Kategori I .
 Kasus baru dengan sputum positif,
 Kasus baru dengan bentuk TB berat.
b. Kategori II.
 Kasus kambuh
 Kasus gagal dengan sputum BTA positif.
c. Kategori III:
 Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas,
 Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebutkan dalam kategori I
d. Kategori IV: TB kronik
5. Faktor resiko
a. Resiko penularan
 Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB
paru dengan BTA negatif.
 Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun.
ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap
tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3 %
b. Risiko menjadi sakit TB
 Hanya sekitar 10 % yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB
 Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 10000
terinfeksi TB dan 10 % diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
 Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
 HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB.
6. Diagnosis
Untuk mendiagnosis TB baru dapat berdasarkan:
a. Gejala klinik
1) Gejala respiratorik: batuk lebih dari dua minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri
dada
2) Gejala sistemik: demam hilang timbul, malaise, keringat malam, anoreksia, berat
badan menurun.
3) Gejala TB di luar paru: tergantung organ yang terkena, mis: limfadenitis tuberkulosa,
meningitis tuberkulosa, pleuritis tuberkulosa.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan
kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun
terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru.
Bila dicurigai adanya infiltral yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa
ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat diliputi oleh penebalan pleura, suara
napasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi
memberikan suara hipersonor atau timpani dan suara auskultasi memberikan suara
amforik.
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit
agak terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak.
Auskultasi memberikan sura napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.

c. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukan kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga
dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yag sudah diberikan.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman
BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah:
1) Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.
2) Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus)
3) Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
4) Pemeriksaan terhadap resistensi obat.

Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA


(positif), tapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena dead bascilli atau
non culturablebacilli yang disebabkan keampuhan paduan oban antituberkulosis jangka
pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek. Untuk pemeriksaan
BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan selain sputum dapat
juga diambil dari jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar,
cairan serebrospinal, urin dan tinja.

d. Radiologik
Lokasilesi tuberkulosis umunya di daerah apeks paru, tetapi dapat juga mengenai
lobus bawah atau di daerah hilus. Pada awal penyakit saat lesi masih berupa sarang-
sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan
batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan
terlihatb berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-
lama dinding jadi skletorik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan
yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi.

e. Pemeriksaan tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen
lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan
kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium Tuberculosae atau
BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi
selular pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yag
dalam perannya akan menekan antibodi selular. Bila pembentukan antibodi selular
cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman
sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan antibodi humoral amat
berkurang (pada hipogamma-globulinemia), maka akan mudah terjadi penyakit setelah
penularan.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit, yakni reaksi persenyawaan antara antibodi
seluler dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar
pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hasil tes Mantoux dapat dibagi dalam: 1)
indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif= golongan no sensitivity. Disini peran
antibodi humoral paling menonjol; 2) indurasi 6-9 mm: hasil meragukan= golongan low
grad sensitivity. Disini peran antibodi humoral masih menonjol; 3) Indurasi 10-15 mm;
mantoux positif= golongan normal sensitivity. Di sini peran kedua antibodi seimbang;4)
indurasi lebih dari 15 mm: Mantoux positif kuat= golongan hypersensitivity. Di sini peran
antibodi selular paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang
positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG
atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada
positif palsu.
Hal-hal yang memberikan hasil uji tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni:
1) Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis.
2) Anergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE)
3) Penyakit eksantematosus dengan panas yang akut; morbili, cacar air,poliomielitis.
4) Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodkin)
5) Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresan lainnya.
6) Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.

Anda mungkin juga menyukai