Anda di halaman 1dari 48

BAB II

MODUL INPUT­OUTPUT ON­OFF DISKRIT

2.1 Tujuan
Tujuan Percobaan Kontrol on­off adalah sebagai berikut. :
• Mengetahui berbagai jenis input/output on­off diskrit
• Memahami karakteristik jenis­jenis input/output on­off diskrit

2.2 DASAR TEORI


2.2.1 Indikator LED
LED (Light Emitting Diode) atau dioda pemancar cahaya adalah suatu
bahan padat sejenis dioda yang mengkonversi arus listrik menjadi cahaya.
Dalam penggunannya digunakan sebagai penanda berupa nyala lampu pijar.
Strukturnya juga sama dengan dioda, tetapi kemudian diketahui bahwa
elektron yang melewati sambungan P-N juga melepaskan energi berupa
energi panas dan energi cahaya. Untuk mendapatkan emisi cahaya pada
semikonduktor, doping yang dipakai adalah gallium, arsenic, dan phosporus.
Jenis doping yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula.

Gambar 2.1 Simbol LED

Pada saat ini warna-warna cahaya LED yang banyak ada adalah warna
merah, kuning dan hijau. Pada dasarnya semua warna bisa dihasilkan, namun
akan menjadi sangat mahal dan tidak efisien. Dalam memilih LED selain
warna, perlu diperhatikan tegangan kerja, arus maksimum dan disipasi
dayanya. Rumah (casing) LED dan bentuknya juga bermacam-macam, ada
yang persegi empat, bulat dan lonjong.

5
6

Karakteristik LED meyerupai karakteristik dioda pada umumnya, antara lain :


• Karakteristik V-I yang sama dengan tegangan bias maju 1,4 volt.
• Untuk mengeluarkan emisi cahaya harus diberi bias maju dengan
range arus antara 5-20 mA.
• Memiliki tegangan breakdown antara 5-50 volt pada bias mundur.

2.2.1.1 Dioda

Dioda termasuk komponen elektronika yang terbuat dari bahan semi-


konduktor. Beranjak dari penemuan dioda, para ahli menemukan juga
komponen turunan lainnya yang unik. Dioda memiliki fungsi yang unik
yaitu hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja. Struktur dioda tidak
lain adalah sambungan semikonduktor P dan N. Satu sisi adalah
semikonduktor dengan tipe P dan satu sisinya yang lain adalah tipe N.
Dengan struktur demikian arus hanya akan dapat mengalir dari sisi P
menuju sisi N.

Gambar 2.2 Simbol dan struktur dioda

Gambar di atas menunjukkan sambungan PN dengan porsi kecil


yang disebut lapisan deplesi (depletion layer), dimana terdapat
keseimbangan hole dan elektron. Seperti yang sudah diketahui, pada sisi
P banyak terbentuk hole-hole yang siap menerima elektron sedangkan di
sisi N banyak terdapat elektron-elektron yang siap untuk bebas bergerak
ke sisi P. Lalu jika diberi bias positif, dengan arti kata memberi tegangan
potensial sisi P lebih besar dari sisi N, maka elektron dari sisi N akan
bergerak untuk mengisi hole di sisi P. Tentu kalau elektron mengisi hole
7

disisi P, maka akan terbentuk hole pada sisi N karena ditinggal elektron.
Ini disebut aliran hole dari P menuju N, Kalau mengunakan terminologi
arus listrik, maka dikatakan terjadi aliran listrik dari sisi P ke sisi N.

Gambar  2.3 Dioda dengan bias maju

Sebaliknya, apakah yang terjadi jika polaritas tegangan dibalik yaitu 
dengan memberikan   bias  negatif (reverse bias). Dalam hal ini, sisi N 
mendapat polaritas tegangan lebih besar dari sisi P. Tidak akan terjadi 
perpindahan elektron atau aliran hole dari P ke N maupun sebaliknya. 
Karena   baik   hole   dan   elektron   masing­masing   tertarik   ke   arah   kutup 
berlawanan. Bahkan lapisan deplesi (depletion layer) semakin besar dan 
menghalangi terjadinya arus.

Gambar 2.4 Dioda dengan bias mundur

Hal ini menyebabkan dioda hanya dapat mengalirkan arus satu arah
saja. Dengan tegangan bias maju yang kecil saja (beberapa volt diatas
nol) dioda akan menjadi konduktor. Ini disebabkan karena adanya
dinding deplesi (deplesion layer). Untuk dioda yang terbuat dari bahan
Silikon tegangan konduksi adalah di atas 0.7 volt. Kira-kira 0.2 volt batas
minimum untuk dioda yang terbuat dari bahan Germanium.
8

Gmbar 2.5 Grafik arus dioda

Sebaliknya untuk bias negatif dioda tidak dapat mengalirkan arus, 
namun memang  ada batasnya. Sampai beberapa puluh bahkan ratusan 
volt baru terjadi breakdown, ketika dioda tidak lagi dapat menahan aliran 
elektron yang terbentuk di lapisan deplesi. 

2.2.1.2   Zener

Fenomena tegangan breakdown dioda ini mengilhami pembuatan


komponen elektronika lainnya yang dinamakan zener. Sebenarnya tidak
ada perbedaan sruktur dasar dari zener, melainkan mirip dengan dioda.
Tetapi dengan memberi jumlah doping yang lebih banyak pada
sambungan P dan N, ternyata tegangan breakdown dioda bisa makin
cepat tercapai. Jika pada dioda biasanya baru terjadi breakdown pada
tegangan ratusan volt, pada zener bisa terjadi pada angka puluhan dan
satuan volt. Di datasheet ada zener yang memiliki tegangan Vz sebesar
1.5 volt, 3.5 volt dan sebagainya.

Gambar 2.6 Simbol Dioda Zener

Ini adalah karakteristik zener yang unik. Jika dioda bekerja pada bias 
maju maka zener biasanya berguna pada bias negatif (reverse bias). 
9

2.2.1.3   Dioda Laser 
Dioda   laser   adalah   sejenis  laser  di   mana   media   aktifnya   sebuah 
semikonduktor persimpangan P­N yang mirip dengan yang terdapat pada 
dioda pemancar cahaya  (LED). Dioda laser kadang juga disingkat LD 
atau ILD. Dioda laser baru ditemukan pada akhir abad ini oleh ilmuwan 
Universitas Harvard. Prinsip kerja dioda ini sama seperti dioda lainnya 
yaitu melalui sirkuit dari rangkaian elektronika, yang terdiri dari jenis P 
dan N. Pada kedua jenis ini sering dihasilkan 2 tegangan, yaitu:

1. biased forward, arus  dihasilkan  searah dengan nilai  0,707 untuk 


pembagian v puncak, bentuk gelombang di atas ( + ). 

2. backforward biased, ini merupakan tegangan berbalik yang dapat 
merusak suatu komponen elektronika. 

2.2.1.4 Aplikasi
Dioda banyak diaplikasikan pada rangkaian penyerah arus (rectifier) 
power suplai atau konverter AC ke DC. Di pasaran banyak ditemukan 
dioda seperti 1N4001, 1N4007 dan lain­lain. Masing­masing tipe berbeda 
tergantung   dari   arus   maksimum   dan   juga   tegangan   breakdown­nya.   
Zener   banyak   digunakan   untuk   aplikasi   regulator   tegangan   (voltage 
regulator).   Zener   yang   ada   di   pasaran   tentu   saja   banyak   jenisnya 
tergantung dari tegangan breakdown­nya. Di dalam datasheet biasanya 
spesifikasi ini disebut Vz (zener voltage) lengkap dengan toleransinya, 
dan juga kemampuan disipasi daya.
10

Gambar 2.7 LED array

LED  sering dipakai sebagai indikator yang   masing­masing warna 


bisa memiliki arti yang berbeda. Menyala, padam dan berkedip juga bisa 
berarti   lain.   LED   dalam   bentuk   susunan   (array)   bisa   menjadi   display 
yang besar. Dikenal juga LED dalam bentuk 7 segment atau ada juga 
yang   14   segment.   Biasanya   digunakan   untuk   menampilkan   angka 
numerik dan alphabet.

2.2.2 Indikator Akustik (Buzzer)
+

R 1K

D4 Buzzer

Gambar 2.8 Rangkaian Buzzer

Indikator   Akustik   atau   Buzzer   terbuat   dari   elemen   piezoceramic   pada 


suatu   diafragma   yang   mengubah   getaran/vibrasi   suara   menjadi   gelombang 
suara. Alat ini menggunakan resonansi untuk memperkuat intensitas suara.
Buzzer atau beeper memiliki dua tipe, yang pertama, resonator sederhana 
yang   disuplai   sumber   AC  dan   kedua   melibatkan   transistor   sebagai   micro­
oscillator yang membutuhkan sumber DC.        
  
 2.2.3  Relay 
Relay   merupakan   switch   yang   dioperasikan   secara   listrik.   Definisi   ini 
tidak   membatasi   cakupan   antara   solid   state   (semikonduktor)   relay   dan 
elektromagnetik relay atau gabungan keduanya. 
11

lo ad

Contro l circuit rela y no n co ntrol circuit

Gambar 2.9 Diagram Blok Relay
The   National   Association   of   Relay   Manufacturers   (NARM) 
mendefinisikan Relay adalah sebuah alat kontrol listrik untuk membuka dan 
menutup   kontak­kontak   listrik   yang   mempengaruhi   operasi   dari   suatu   alat 
lain yang dikontrolnya dalam rangkaian yang sama atau rangkaian lain. Solid 
State Relay (SSR) adalah suatu alat tanpa ada bagian yang bergerak yang 
mempunyai fungsi seperti relay atau switch.
Elektromagnetik relay didefinisikan sebagai sebuah relay yang beroperasi 
atau reset selama ada pengaruh elektromagnetik yang disebabkan oleh aliran 
arus pada coil yang membuat beroperasinya kontak­kontak kontrol.

2.2.3.1   Jenis­jenis relay
Klasifikasi Relay OMRON berdasarkan fungsinya :
1. General Purpose relays
2. Power Relays
3. Special Purpose Relay
4. PCB Relay

Gambar  2.10  Jenis­jenis relay Omron – LY, MKS, G8P, G7L, G5S ,G5PA, 
G5NB, G5SB, G2R
12

Power Relay digunakan bersama dengan socket, beroperasi pada arus 
DC dan AC. Yang termasuk pada jenis ini adalah :
• LY   1,2,3,4   (Menunjukkan   banyaknya 
pole)
• MK2P, 3P (2 pole dan 3 pole)
• G7L (1 pole)
Perbedaan lain selain jumlah pole adalah ukuran (dimensi), bentuk 
casing, dan kualitas.Beberapa aplikasi dari relay :
1. Untuk jenis power relay banyak digunakan pada mesin­mesin industri.
2.   Untuk   jenis   PCB   aplikasinya   tergantung   dari  load  yang   akan 
digunakan. 

Relay G5S banyak digunakan pada AC (air conditioner) dan kulkas.
• Relay G5PA banyak digunakan pada radio, TV.
• Relay  G8P/G8PT   banyak   digunakan   pada   lampu­lampu   mobil, 
mesin cuci.

2.2.3.2 Konstruksi Relay
a. Coil
Material  coil  adalah   tembaga   yang   mempunyai   konduktivitas 
cukup tinggi yang dilapisi dengan bahan isolator. Maksud dilapisi 
oleh   isolator   adalah   untuk   menghindari   terjadinya   kontak   antara 
tembaga karena lilitan coil ini digulung (winding) satu sama lain.
Bahan   coil   yang   digunakan   terdiri   dari   kelas­kelas   dari   bahan 
isolator itu sendiri (insulation grade).

Tabel 2.1 Kelas-kelas bahan isolator coil


13

Insulation  Maximum permitted Representative winding material


grade Temperature (code)
A 1050 C Enameled copper wire (EW)
B 1200 C Polyurethane/copper wire (UEW)
C 1300 C Heat­resistant polyurethane /copper 
wire (UEW­B)
Polyester/ copper wire (PEW)

b.  Casing
Material dari  casing  itu sendiri terdiri dari bahan  thermoplastik 
dan thermosetting. Hal ini tergantung dari pemakaian konsumen, bila 
relay yang akan digunakan akan beroperasi pada kondisi temperatur 
cukup   tinggi,   maka  casing  relay  harus   dibuat   dari   material 
thermosetting  yang   cenderung   mempunyai   sifat   lebih   tahan   panas 
dari pada bahan thermoplastik.

Gambar 2.11 Casing relay

c.  Armature
Armature  dibuat   dari   besi   lunak,   dan   yang   sering   dipakai   dari 
silicon steel atau permalloy.

Gambar 2.12  Armature
14

d.  Yoke
Yoke dibuat dari bahan yang sama dengan armature.

Gambar 2.13 Yoke

e.   Terminal
Terminal pada umumnya dibuat dari copper atau copper alloy.

Gambar 2.14  Terminal yang sudah dimasukan ke base

f.   Contact
Untuk kebutuhan umum (general),  contact  biasa dibuat dari perak 
atau perak paduan. Tetapi material  contact  juga disesuaikan menurut 
besar kecilnya load.
Bebankecil
PGS alloy (Platinum, gold, silver) 
AgPd (Silver Palladium)
Ag (Silver)
(AgCdO) (Silver, Cadmium oxide) Bebanbesar

AgNi (AglnSn)
(Silver, Indium, tin)

g.  Core
15

Core  pada umumnya dibuat dari besi lunak.  Untuk membuat relay 


dapat dialiri arus AC maka core diberi lapisan baja.

Gambar 2.15 Core

h.   Socket Relay
Socket  relay  adalah  tempat  meletakkan  relay.  Terbuat  dari plastik 
dan   berfungsi   untuk   memudahkan   penggantian   relay   apabila   terjadi 
kerusakan.

Gambar 2.16  Socket Relay

2.2.3.3  Prinsip kerja relay
Prinsip dasar relay dalam operasi adalah desain kontaktor dan motor 
starter.   Terdapat   beberapa   variasi   dari   solenoid   yang   secara   prinsip 
digunakan   untuk   pengoperasian   relay.   Struktur   relay   paling   sederhana 
ditunjukkan pada gambar 2.9 
Pada dasarnya relay adalah set contact yang dikendalikan oleh coil.  
Coil  relai menggunakan prinsip elektromagnetik seperti pada solenoid. 
Ketika   relay   diberi   energi,   akan   timbul   medan   magnet   yang 
menyebabkan  armature  tertarik   ke   tengah  coil.   Dari   gambar   terlihat 
bahwa  armature  adalah   bagian   relay   yang   menyebabkan  contact 
16

bergerak dari posisi  open  ke posisi  close. Begitu pula jika relay tidak 


diberi energi, medan elektromagnetik lenyap, dan  armature  kembali ke 
posisi semula yang berarti contact berpindah dari posisi close ke open. 
Armature moves up
into the coil when the
coil is magnetized

12 V dc
Relay Wires to coil
coil

Fixed contacts

Wire from L1 Wire to load

Movable
contacts
“armature”

Gambar 2.17  Struktur  relay sederhana

Diagram electric relay ditunjukkan oleh gambar di bawah :
Load circuit for relay
Relay
contacts 110 V ac

Load

           
(a)
 Coil circuit for relay
Push button
24 Vdc

Relay
coil

          
(b)
Gambar  2.18 (a) Diagram load circuit for relay
                       (b) Diagram coil circuit for relay
17

Hal yang perlu diperhatikan adalah coil disuplay oleh tegangan 12 V DC 
dan beban di suplay tegangan 110 V AC. Dalam hal ini coil secara sederhana 
bertindak   sebagai   operator   untuk   menarik  contact  ke   posisi  closed.  Coil 
membutuhkan arus yang relatif kecil untuk menghidupkan elektromagnet dan 
menarik contact ke posisi closed.

2.2.4 Solenoida
Dalam suatu industri atau perangkat yang sering kita gunakan sehari­hari 
kita bisa mengeset perangkat itu sesuai dengan keinginan kita yang biasanya 
di inginkan otomatisasi sistem. Sistem kontrol itu sendiri berfungsi sebagai 
pembanding antara harga sebenarnya dengan plant yang kita inginkan, salah 
satu  system   controlling  adalah   system   on­off   yang   salah   satunya 
menggunakan Solenoida
Pada dasarnya  solenoide  adalah piranti yang digunakan sebagai  switch 
dalam   sistem   kontrol,   biasanya  solenoide  digunakan   untuk   memindahkan 
beban secara mekanis.  Jadi, alat ini digunakan  untuk memindahkan  beban 
secara   mekanis   atau   mempertahankannya,  system  yang   digunakan   adalah 
medan   magnet,   semakin   besar   arus   yang   mengalir   pada  solenoida  maka 
medan magnet akan semakin besar dan pada batasan tertentu akan menarik 
switch  yang   terbuat   dari   konduktor   dan  switch  ini   yang   kemudian   di 
manfaatkan dalam aplikasi kontrol on­off.

2.2.4.1 Konstruksi solenoid
Suatu solenoid adalah suatu kumparan kawat panjang dengan suatu pola 
seperti bentuk sekrup, yang pada umumnya dikelilingi oleh suatu bingkai baja 
dan mempunyai suatu inti baja di dalam lilitan. Ketika ada aliran arus litrik 
solenoid menjadi alat elektromagnetik, di mana tenaga elektris  diubah jadi 
pekerjaan mekanis.
18

Gambar 2.19 Pull Type Solenoid

Gambar 2.20 Push Type Solenoid

  Inti   suatu   solenoid   pada   umumnya   dibuat   dari   dua   bagian,   suatu 
penggiat   (pengisap/   spekulan   )   yang   dapat   dipindahkan,   dan   suatu 
penghalang/penopang   atau   inti   akhir   yang   telah   ditetapkan.   Efisiensi 
suatu solenoid adalah suatu faktor  dari kekuatan mekanis alat, ketetapan 
magnetik dan bentuk wujud inti elektrik yang meliputi bagian­bagian dari 
solenoid yang berupa pengisap/spekulan dan perubahan/sarung.
Pengisap bebas bergerak yang terletak di pusat lilitan dipasang dengan 
arah linier. Ketika coil diberi tenaga oleh arus listrik, suatu gaya magnetis 
akan terbentuk antara pengisap/spekulan dan inti akhir, hal inilah yang 
menyebabkan pengisap/spekulan itu dapat bergerak. Untuk memperoleh 
hasil solenoid yang lebih baik maka harus digunakan bahan yang baik 
pula. Hal tersebut penting bagi suatu solenoid untuk menghilangkan gaya 
magnetisnya   ketika   daya   listrik   masukan   dipindahkan,   hal   ini   untuk 
19

memungkinkan   pengisap/spekulan   tersebut   untuk   dapat   kembali   mulai 


lagi   posisi   aslinya   (   posisi   mula­mula   ).   Sedangkan   medan   magnet 
sisanya disebut kemagnetan bersifat sisa (residual magnetism).
Material   pemandu   yang   terletak   di   pusat   dan   penyepuhan 
pengisap/spekulan harus dipilih untuk mendapatkan friksi minimum dan 
pengausan rendah. Gelas, kaca, nilon, kuningan untuk pemandu dan nikel 
electro­less atau fraksi lain yang mempunyai lapisan tipis sangat cocok 
untuk pengisap/spekulan.
Desain dan pemilihan suatu solenoid memerlukan pengetahuan dasar 
mekanik dan hubungan timbal baliknya dengan bidang elektrik. Dalam 
banyak kesempatan hal tersebut penting untuk membuat trade offs antar 
berbagai mekanik, elektrik, yang berkenaan dengan panas, akustis, dan 
sifat   fisis.   Desain   ini   telah   diatur   untuk   membantu   kita   di   dalam 
pemilihan solenoid yang sesuai dengan  penggunaannya.

2.2.4.2 Jenis­jenis solenoid
Banyak jenis dan macam­macam solenid yang ada, diantaranya :
• Tubular Solenoids, dapat bekerja pada tegangan AC dan DC.

Gambar 2.21 Tubular Solenoid

• Open Frame,  solenoid yang dapat bekerja pada tegangan AC dan 
DC.
20

Gambar 2.22 Open Frame

• Low Profil,  solenoid yang dapat bekerja  pada tegangan AC dan 


DC.

Gambar 2.23 Low Profil

• Hinged clapper,  solenoid yang dapat bekerja  pada tegangan AC 


dan DC.

Gambar 2.24 Hinged clapper

• Latching, solenoid hasil modifikasi dari jenis solenoid yang lain.

Gambar 2.25 Latching

• Rotary
21

Gambar 2.26 Rotary

2.2.5 Hall­Effect Sensor
Sensor  Hall   Effect  digunakan   untuk   mendeteksi   kedekatan   (proximity), 
kehadiran   atau   ketidakhadiran   suatu   objek   magnetis   (yang)   menggunakan 
suatu jarak kritis. Pada dasarnya ada dua tipe Half­Effect Sensor, yaitu tipe 
linear dan tipe on­off. Tipe linear digunakan untuk mengukur medan magnet 
secara  linear,  mengukur  arus  DC dan  AC pada  konduktordan funsi­fungsi 
lainnya.  Sedangkan   tipe   on­off   digunakan   sebagai   limit   switch,   sensor 
keberadaan   (presence   sensors),   dsb.   Sensor   ini   memberikan   logika   output 
sebagai interface gerbang logika secara langsung atau mengendalikan beban 
dengan buffer amplifier.

Gambar  2.27 Diagram Hall Effect
Keterangan gambar :
1. Elektron
2. Sensor Hall atau Elemen Hall
3. Magnet 
4. Medan Magnet
5. Power Source
22

Gambar diagram hall effect tersebut tersebut menunjukkan aliran elektron. 
Dalam gambar A menunjukkan bahwa elemen Hall mengambil kutub negatif 
pada sisi atas dan kutub positif pada sisi bawah.   Dalam gambar B dan C, 
baik arus listrik ataupun medan magnet dibalik, menyebabkan polarisasi juga 
terbalik. Arus dan medan magnet yang dibalik ini menyebabkan sensor Hall 
mempunyai kutub negatif pada sisi atas.
Hall Effect tergantung pada beda potensial (tegangan Hall) pada sisi yang 
berlawanan dari sebuah lembar tipis material konduktor atau semikonduktor 
dimana arus listrik mengalir, dihasilkan oleh medan magnet yang tegak lurus 
dengan   elemeh   Hall.   Perbandingan   tegangan   yang   dihasilkan   oleh   jumlah 
arus dikenal dengan tahanan Hall, dan tergantung pada karakteristik bahan. 
Dr. Edwin Hall menemukan efek ini pada tahun 1879.
Hall Effect dihasilkan oleh arus pada konduktor. Arus terdiri atas banyak 
beban   kecil   yang   membawa   partikel­partikel   (biasanya   elektron)   dan 
membawa gaya Lorentz pada medan magnet. Beberapa beban ini berakhir di 
sisi – sisi konduktor. Ini hanya berlaku pada konduktor besar dimana jarak 
antara dua sisi cukup besar.
Salah satu yang paling penting dari Hall Effect adalah perbedaan antara 
beban   positif   bergerak   dalam   satu   arah   dan   beban   negatif   bergerak   pada 
kebalikannya.  Hall Effect  memberikan bukti nyata bahwa arus listrik pada 
logam dibawa oleh elektron yang bergerak, bukan oleh proton. Yang cukup 
menarik,  Hall   Effect  juga   menunjukkan   bahwa   dalam   beberapa   substansi 
(terutama semikonduktor), lebih cocok bila kita berpikir arus sebagai “holes” 
positif yang bergerak daripada elektron.
23

Gambar 2.28  Pengukuran Tegangan Hall

Dengan   mengukur   tegangan   Hall   yang   melalui   bahan,   kita   dapat 


menentukan kekuatan medan magnet yang ada. Hal ini bisa dirumuskan :

…………………………………………… (1)

Dimana VH  adalah tegangan yang melalui lebar pelat, I adalah arus yang 
melalui panjang pelat, B adalah medan magnet, d adalah tebal pelat, e adalah 
elektron,   dan   n   adalah   kerapatan   elektron   pembawa.   Dalam   keberadaan 
kekuatan   medan   magnetik   yang   besar   dan   temperatur   rendah,   kita   dapat 
meneliti quantum Hall effect, yang dimana adalah kuantisasi tahanan Hall. 
Dalam  bahan  ferromagnetik  (dan  material   paramagnetik  dalam   medan 
magnetik),  resistivitas   Hall  termasuk  kontribusi   tambahan,  dikenal  sebagai 
Anomalous Hall Effect (Extraordinary Hall Effect), yang bergantung secara 
langsung   pada   magnetisasi   bahan,   dan   sering   lebih   besar   dari   Hall   Effect 
biasa.   Walaupun   sebagai   sebuah   fenomena   yang   dikenal   baik,   masih   ada 
perdebatan   tentang   keberadaannya   dalam   material   yang   bervariasi. 
Anomalous Hall Effect bisa berupa efek ekstrinsik bergantung pada putaran 
yang   menyebar   dari   beban   pembawa,   atau   efek   intrinsik   yang   dapat 
dijelaskan dengan efek Berry phase dalam momentum space kristal.

Aplikasi  Hall effect  menghasilkan level sinyal yang sangat rendah dan 


24

membutuhkan   amplifikasi.   Amplifier   tabung   vakum   pada   abad   20   terlalu 


mahal,   menghabiskan   tenaga   dan   kurang   andal   dalam   aplikasi   sehari­hari. 
Dengan pengembangan IC berharga murah maka Hall Effect Sensor menjadi 
berguna untuk banyak aplikasi. Alat  Hall Effect  saat disusun dengan tepat 
akan tahan dengan debu, kotoran, lumpur dan air. Sifat ini menyebabkan alat 
Hall   Effect  lebih   baik   untuk   sensor   posisi   daripada   alat   alternatif   lainnya 
seperti   sensor   optik   dan   elektromekanik.  Hall   effect   sensor   sering   dipakai 
untuk  Split   ring   clamp­on   sensor,   Analog   multiplication,   Power   sensing, 
Position   and   motion   sensing,   Automotive   ignition  dan  fuel   injection  serta 
Wheel rotation sensing. Sensor ini banyak tersedia di berbagai macam pabrik, 
dan   digunakan   untuk   sensor­sensor   yang   bervariasi   seperti   sensor   aliran 
cairan, sensor power dan sensor tekanan. Sensor Efek Hall digunakan untuk 
mendeteksi   kedekatan   (proximity),   kehadiran   atau   ketidakhadirannya   suatu 
objek magnetis  (yang) menggunakan suatu jarak kritis.  Pada dasarnya ada 
dua   tipe  Hall­Effect  Sensor,   yaitu   tipe   linear   dan   tipe   on­off.   Tipe   linear 
digunakan untuk mengukur medan magnet secara linear, mengukur arus DC 
dan  AC pada  konduktor  dan  fungsi­fungsi  lainnya.   Sedangkan  tipe  on­off 
digunakan sebagai  limit switch, sensor keberadaan (presence sensors), dsb. 
Sensor ini memberikan logika output sebagai interface gerbang logika secara 
langsung atau mengendalikan beban dengan buffer amplifier.

2.2.6 Reflective­Opto Switch
Alat   ini   terdiri   dari   pasangan   emitter/detektor   pada   tempat   yang   sama. 
Emitter   meradiasikan   cahaya   UV   dan   jika   tidak   ada   halangan   yang   akan 
memantulkan   cahaya   tersebut,   maka   tidak   akan   ada   cahaya   yang   diterima 
oleh detektor. 
Jika   objek   pemantul   (dengan   warna/permukaan   yang   sesuai)   dibuat 
menghadap   alat   ini,   detektor   (photoresistor)   mensaturasi   output,   sehingga 
terbentuk sinyal logika.
Emitter  dan  detektor   disesuaikan,  di  mana  detektor   mempunyai   puncak 
sensitivitas yang bersesuaian dengan panjang gelombang emitter. 
25

Seberapa baik pendeteksian suatu objek tergantung pada :
• Jumlah cahaya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya.
• Kepekaan photodetector.
• Jarak antara switch dari objek.
• Kondisi cahaya dari lingkungan sekitar.
• Kedudukan   tegak   lurus   permukaan   dari   pantulan   cahaya   dengan 
switch.

2.2.7 Proximity Switch Induktif
Alat ini diklasifikasikan sebagai berikut :
• Bersumber daya AC atau DC.
• 2 terminal,  di mana  beban dihubungkan antara  terminal  satu dengan 
sumber AC atau DC, sementara terminal lain merupakan GND.
• terminal, dua terminal di antaranya adalah sumber tegangan dan GND, 
sedangkan   terminal   lainnya   adalah   output   beban   yang   dihubungkan 
dengan sumber tegangan (tipe NPN ) atau ke GND (tipe PNP).
Alat   ini   terdiri   dari   suatu   osilator,  demodulator,   trigger,   dan  switching  
amplifier.
Alat   ini   beroperasi   dengan   prinsip   transistor   osilator   yang   operasinya 
dumped  ketika   objek   metal   mendekati   elemen   yang   beresonansi.  Efisiensi 
dumping effect ini tergantung dari tipe metal dan jarak.
Jika objek metal memasuki medan magnet kumparan osilator, arus pusar 
akan   diinduksi   pada   kumparan   yang   mengubah   amplitudo   osilasi. 
Demodulator   akan   mengkonversi   perubahan   amplitudo   menjadi   sinyal   DC 
yang akan mengaktifkan trigger.
Keuntungan Penggunaan Proximity Switch induktif :
• Tidak perlu ada kontak fisik secara langsung antara pemakai dengan 
sistem.
• Dapat bekerja di lingkungan dengan kondisi apapun.
• Responnya berjalan dengan cepat.
26

• Awet dan tahan lama.
Berikut merupakan petunjuk kontruksi bahan switch proximity yang baik :

Gambar 2.29 Petunjuk kontruksi bahan switch proximity

2.2.7.1 Aplikasi 
27

Gambar 2.30 Aplikasi penggunaan Proximity Switch Induktif untuk Tank Level Control

Gambar 2.31 Aplikasi penggunaan Proximity Switch Induktif untuk Grinding Amount Detection

Gambar 2.32 Aplikasi Penggunaan Proximity Switch Induktif untuk Work Pierce Sorting.
28

2.2.7.2 DATA SHEET
29

Gambar. 2.33 Data Sheet Selection Guide


30

Gambar. 2.34 Data Sheet Proximity Switch Control


31

2.2.7.3 Kurva Karakteristik

Gambar 2.35 Karakteristik Proximity Switch Induktif

Dari gambar 2.35 di atas, terlihat bahwa dengan ukuran objek 
yang   sama,   besi   memiliki   jarak   dari   sensor   yang   paling   jauh,   kemudian 
berturut­turut diikuti oleh baja, kuningan, alumunium, serta tembaga. Dari sini 
dapat disimpulkan bahwa besi memiliki kerapatan molekul yang paling besar 
(paling   rapat   molekul­molekulnya)   dibandingkan   dengan   baja,   kuningan, 
alumunium, serta tembaga.
32

2.3   PENGUJIAN ALAT
2.3.1 Alat dan Bahan

• Modul  input/output  ON­OFF  diskrit 


(modul B3510­L)
• Multimeter digital 1 buah
• Konektor 9 buah
• Power supply DC 0­20V dan 15V
• Penggaris 1 buah

2.3.2 Cara Kerja
1. Indikator LED

1. Ukur sumber tegangan DC 0 sampai 20 Volt.
2. Berikan tegangan DC 0 sampai dengan 20 Volt 
di antara terminalnya (+) dan (­).
3. Amati   nyala   lampu   LED   setiap   kenaikan 
tegangan.

2. Indikator Akustik (Buzzer)
1. Ukur sumber tegangan DC 0 sampai 20 volt
2. Berikan   tegangan   DC   0   sampai   dengan   20   Volt   di   antara 
terminalnya (+) dan (­).
3. Amati kinerja buzzer  setiap kenaikan tegangan

3.Relay
1. Ukur sumber tegangan DC 0 sampai 20 volt.
2. Berikan tegangan DC 0 sampai dengan 20 Volt di antara terminal 
kumparan, meningkat secara perlahan.
3. Amati kondisi Relay.
4. Turunkan tegangan secara perlahan sampai release point.
33

5. Catat tegangan pada release point.

3. Solenoida
1. Ukur tegangan DC 0­15 Volt.
2. Berikan   Tegangan   0­15   Volt   pada 
solenoida.
3. Amati kondisi solenoid

4. Hall­Effect Sensor
Sensor Sebagai Proximity Detektor
1. Buat pengkoneksian seperti pada gambar.
a. Soket B1 dihubungkan dengan ground.
b. Hubungkan soket B2 pada tegangan 0­20 V tegangan DC 
untuk mengaktifkan Half Sensor.
c. Soket B3 dihubungkan dengan tegangan positif 15 V
d. Soket   B4   adalah   keluaran   rangkaian.  Hubungkan   seperti 
dalam modul rangkaian.
2. Amati kondisi Sensor.
3. Hubungkan soket B2 pada tegangan DC 0 
sampai (­20) V
4. Amati kondisi Sensor.
Batas Operasi Sensor
1. Kumparan  Slide   in  sehingga   kontak 
dengan muka sensor.
2. Variasikan arus kumparan.
3. Amati kondisi sensor.
34

5. Reflective Opto­Switch
1. Buat pengkoneksian seperti pada gambar.
• Perhatikan   kontak/soket   B5   dihubungkan   ke   GND   pada 
papan.
• Kontak B6 adalah output yang di “pulled up” dengan +V.
2. Ukur tegangan Supply dengan tepat 15 V
3. Amati kondisi Indikator.

6. Proximity Switch Induktif
1. Buat pengkoneksian seperti pada gambar.
• Amati   kontak   B6   yang   terhubungkan   supply   +V 
secara internal.
• Amati kontak B7 sebagai output
• Hubungkan beban antara kontak B8 dan B7
2. Ukur tegangan supply dengan tepat 15 V
3. Ukur jarak ON/OFF untuk masing­masing material.
4. Amati kondisi indikator.
35

2.3.3 Data Percobaan
a. Percobaan Indikator LED
Tabel 2.2 Data Percobaan Indikator LED
Tegangan (volt) Kondisi Led
1,75 Redup
2,43 Lebih Terang
11,24 Lebih Terang

b. Percobaan Indikator Buzzer
Tabel 2.3 Data Percobaan Indikator Akustik (buzzer)
          Tegangan (volt) Kondisi Buzzer
4,25 Bunyi Pelan
6,10 Bunyi Lebih Keras
8,66 Bunyi Lebih Keras

c. Percobaan Relay
Tabel 2.4 Data Percobaan Relay
Tegangan naik  (v) Tegangan turun (v) Kondisi Relay
    7,00  1,25  Open ­ Close
    6,45  2,04 Open ­ Close
36

d. Percobaan Solenoida
Tabel 2.5 Data Percobaan Solenoida
        Tegangan (volt) Kondisi Solenoida
4,45 ON (Hidup)
5,22 ON (Hidup)

e. Percobaan Hall­Effect Sensor
Tabel 2.6 Data Percobaan Hall-Effect Sensor
Tegangan naik  (v) Tegangan turun (v) Kondisi Sensor
13,18 0 ON ( Led Menyala )
13,17 0 ON ( Led Menyala )

f. Percobaan Reflective Opto­Switch
Tabel 2.7 Data Percobaan Reflective Opto-Switch
Warna  Tegangan  Jarak Kondis
Bahan Keluaran ( V ) Bahan Buzzer
Warna Putih 13,65 2,5 mm Bunyi
Warna Biru 13,65 2,5 mm Bunyi
Warna Hitam 0 2,5 mm Tidak Bunyi

g. Percobaan Proximity Switch Induktif
Tabel 2.8 Data Percobaan Proximity Switch Induktif

     Bahan              Jarak Kondisi Indikator


     Mild Iron (Besi)              5 mm Aktif – Tidak Aktif
     Brass (Kuningan)              3 mm Aktif – Tidak Aktif
     Alumunium              2 mm Aktif – Tidak Aktif
37

2.4.   ANALISA DAN PEMBAHASAN
2.4.1. Indikator LED

Gambar 2.36 Rangkaian percobaan Indikator LED

LED  (Light  Emitting  Diode) atau  dioda pemancar  cahaya  adalah  suatu 


bahan padat sejenis dioda yang mengkonversi arus listrik menjadi cahaya. Dalam 
penggunannya digunakan sebagai penanda berupa nyala lampu pijar. Strukturnya 
juga   sama   dengan   dioda,   elektron   yang   menerjang   sambungan   P­N   juga 
melepaskan energi berupa energi panas dan energi cahaya. Untuk mendapatkan 
emisi cahaya pada semikonduktor, doping yang dipakai adalah gallium, arsenic, 
dan   phosporus.   Jenis   doping   yang   berbeda   menghasilkan   warna   cahaya   yang 
berbeda pula.
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa energi yang didapat oleh LED 
membentuk   pasangan   lubang   elektron,   energi   tersebut   dilepaskan   pada   waktu 
38

elektron bergabung dengan lubang. Dalam silikon dan germanium rekombinasi ini 
terjadi melalui perangkap­perangkap dan energi yang dilepaskan tadi pindah ke 
kristal   dalam   bentuk   panas.   Ternyata   dalam   semikonduktor   yang   lain   seperti 
arsenida galium banyak rekomendasi langsung terjadi tanpa bantuan perangkap 
dalam hal ini energi yang dilepaskan waktu elketron jatuh dari pita konduksi ke 
pita valensi muncul dalam bentuk radiasi. Radiasi berada pada daerah infra merah. 
Efisiensi proses pembentukan cahaya bertambah dengan pertambahan arus yang 
diinjeksikan dengan penurunan temperatur. Cahaya yang terbentuk akan terpusat 
dekat  dengan   persambungan  oleh   karena   sebagian  besar   dari  pembawa   berada 
dalam jarak panjang  difusi dari persambungan.

Tabel 2.9 Data Percobaan Indikator LED


Tegangan (volt) Kondisi Led
1,75 Redup
2,43 Lebih Terang
11,24 Lebih Terang

Dari tabel 2.9 dapat diperoleh analisa bahwa semakin besar tegangan maka 
sensor   akan   semakin   aktif,   dalam   hal   ini   nyala   indikator   LED   akan   semakin 
terang. 
Fungsi Diode :
1. Sebagai penyearah arus
2. Sebagai pelipat tegangan
3. Sebagai Penetak tegangan

Fungsi Resistor :
1. Membangkitkan arus
2. Mengatur besarnya arus yang diingin

Pada gambar rangkaian 2.36 terlihat rangkaian percobaan indikator 
led.   Yang   mana   kaki­kaki   led   terhubung   oleh   sumber   tegangan.   Yang   mana, 
39

sumber   tegangan   ini   akan   menyuplai   tegangan   pada   led.   Sehingga,   led   dapat 
menyala/mati sebagai indikator.

2.4.2 Indikator Akustik (Buzzer)
0 . . .20 V

Buzzer
Ground

Gambar 2.37 Rangkaian percobaan indikator Buzzer

Pada   gambar  2.37  terlihat  rangkaian  indikator   buzzer.Yang  mana  kaki­


kaki buzzer terhubung oleh sumber tegangan. Yang mana, sumber tegangan ini 
akan   menyuplai   tegangan   pada   buzzer.   Sehingga,   buzzer   dapat   berbunyi 
nyaring/lirih sebagai indikator.
Dioda Zener adalah dioda yang didesain dengan kemampuan membuang 
daya yang memadai untuk dijalankan di daerah dadal (break down Region). Dioda 
zener dapat digunakan sebagai acuan tegangan atau sebagai alat yang memberikan 
tegangan tetap. Dioda akan mengendalikan tegangan beban terhadap perubahan 
dalam arus beban dan terhadap perubahan sumber tegangan. Oleh karena di dalam 
daerah dadal perubahan yang besar dalam arus dioda mengakibatkan perubahan 
yang kecil dalam tegangan dioda selanjutnya bila arus beban dan sumber tegangan 
berubah arus dioda akan menyesuaikan diri pada perubahan­perubahan ini untuk 
mempertahankan tegangan beban yang hampir tetap.
Indikator   Akustik   atau   Buzzer   terbuat   dari   elemen   piezoceramic   pada 
suatu diafragma yang mengubah getaran/vibrasi suara menjadi gelombang suara. 
Alat ini menggunakan resonansi untuk memperkuat intensitas suara.
Buzzer atau beeper memiliki dua tipe : yang pertama, resonator sederhana 
40

yang   disuplai   sumber   AC   dan   kedua   melibatkan   transistor   sebagai   micro­


oscillator yang membutuhkan sumber DC.

Tabel 2.10 Data Percobaan Indikator Akustik (Buzzer) 

          Tegangan (volt) Kondisi Buzzer
4,25 Bunyi Pelan
6,10 Bunyi Lebih Keras
8,66 Bunyi Lebih Keras

Dari tabel 2.10 di atas menunjukkan hubungan searah antara tegangan dan 
kondisi   indikator   akustik   atau   buzzer.   Semakin   besar   tegangan   input   yang 
diberikan maka semakin sensitif pula respon yang diberikan dalam percobaan kali 
ini semakin besar getaran/vibrasi suara sehingga mengakibatkan semakin tinggi 
pula bunyi yang dikeluarkan oleh indikator buzzer. 
Fungsi Dioda Zener:
1. Membuang daya yang tidak diperlukan pada daerah break down
2. Sebagai acuan tegangan
3. Mengatur   operasi   rangkaian   sehingga   arus   dan   tegangan   dapat 
seimbang
4. Pada   plant   percobaan   ini,   sebagai   alat   pengaman   untuk 
menghindari terjadinya polaritas tegangan sumber yang terbalik.

2.4.3 Relay
Relay

0 . . 20 v

Gambar 2.38 Rangkaian percobaan Relay

Coil atau kumparan relay beroperasi pada tegangan DC 12 Volt. Kawat 
41

tambaga   pada   kumparan   memiliki   koefisien   temperature   positif   sehingga 


cenderung menarik lebih sedikit ketika temperature naik.
Pemilihan relay yang sesuai kebutuhan harus memenuhi beberapa kriteria, 
antara lain:
1.Perawatan yang minim
2.Mempunyari kemampuan untuk disambungkan kebeberapa saluran secara 
independent
3.Mudah adaptasi/disesuaikan dengan tegangan operasi dan tegangan tinggi
4.Kecepatan operasi tinggi, misalnya waktu yang diperlukan untuk 
menyambungkan saluran singkat.
Relay mempunyai prinsip kerja apabila pada lilitan dialiri arus listrik maka 
arus   listrik   tadi   akan   mengalir   melalui   lilitan   kawat   dan   akan   timbul   medan 
magnet( sesuai dengan hukum Oerstad ).

Dan   juga   sesuai   dengan   hukum   Biot­Savart   yang   menyatakan   bahwa 


kawat berarus akan menimbulkan induksi medan magnetik sebesar 
idl sin θ
dB = k  ...................................................................... (1)
r2
dimana;
μ0 weber
K= Suatu tetapan       r = jari­jari (meter)
4π Amper . meer
i = Besarnya Arus  dl = panjang kawat (meter)
θ  = Sudut antara dl dan r B = Induksi magnetic (Weber)
Karena induksi medan magnet yang timbul itulah maka selanjutnya akan 
timbul   suatu   gaya   yang   di   timbulkan   oleh   medan   magnet   tersebut,   yang 
mengakibatkan pelat yang ada di dekat kumparan akan tertarik ataupun terdorong 
sehingga   saluran   dapat   tersambung   ataupun   terputus.   Gaya   tersebut   dinamai 
dengan gaya Lorentz yang di formulasikan :
F = il x B ....................................................................................... (2)
dimana;
F = Gaya Lorentz (Newton) l = panjang penghantar
i = Arus (Ampere) B = Induksi magnetic (Weber)
42

Relay   memiliki   karakteristik   histeresis.   Jika   tegangan   supply   pada 


kumparan   meningkat   secara   perlahan   (terjadi   pada   operasi   tegangan   7,06­7,23 
Volt)   kemudian   tegangan   pada   kumparan   diturunkan   secara   perlahan,   maka 
tegangan relay akan menurun 1,7 sampai 1,693 Volt.
Sekali dioperasikan, relay akan megubah karakteristik geometris rangkaian 
magnetiknya   (menurunkan   kelentingan   rangkaian   magnetik).   Oleh   karena   itu, 
dibutuhkan   arus   yang   lebih   rendah   untuk   menjaga   agar   relay   tetap   bekerja 
daripada arus yang dibutuhkan untuk membuat relay bekerja.
  
 Tabel 2.11 Data Percobaan Relay

Tegangan naik  (v) Tegangan turun (v) Kondisi Relay


    7,00  1,25  Open ­ Close
    6,45  2,04 Open ­ Close

Perhitungan rata­rata tegangan naik yang digunakan untuk menghidupkan relay:
V 1 + V 2 + V 3 + ..... + Vn
=V …………………………………….. (3)
n

Dari percobaan diperoleh :
Rata­ Rata Tegangan naik  = (7,00 + 6,45) / 2 = 6,725 V
Sehingga   rata­rata   tegangan   naik   yang   digunakan   untuk   menghidupkan 
relay adalah 6,725 Volt
• Perhitungan   rata­rata   tegangan   turun   yang   digunakan   untuk   mematikan 
relay:
V 1 + V 2 + V 3 + ..... + Vn
=V ……………………………………. (4)
n

Dari percobaan diperoleh :
Rata­ Rata Tegangan turun =(1,25 + 2,04 ) / 2 = 1,645 V
Sehingga rata­rata tegangan turun yang digunakan untuk mematikan relay 
adalah 1,645 Volt
Dalam pengunaannya relay mempunyai banyak keuntungan dan kerugian 
43

yang diantaranya sebagai berikut:

Keuntungan:
1. Tidak   mudah   terganggu   dengan   adanya   perubahan   temperature   di 
sekitarnya
2. Mudah mengadaptasi bermacam­macam tegangan operasi
3. Mempunyai tahanan yang cukup tinggi pada kondisi tidak kontak
4. Memungkinkan   untuk   menyambungkan   beberapa   saluran   secara 
independent

Selain itu relay juga mempunyai kerugian diantaranya sebagai berikut.
1. Bila diaktifkan, maka relai akan berberbunyi
2. Relay mempunyai kecepatan menyambung atau memutus saluran terbatas.
3. Kontaktor bisa terpengaruh dengan adanya debu

2.4.4 Solenoida

SOLENOID

0 . . 15 v

Gnd

Gambar 2.39 Rangkaian percobaan Solenoida

Percobaan ini menggunakan solenoida sebagai sensor. Apabila tegangan 
yang digunakan sebagai input sudah cukup memadai  maka sensor akan hidup. 
Akan   tetapi   pada   dasarnya   solenoida   digunakan   sebagai   beban   sedang   pada 
rangkaian ini solenoida digunakan sebagai sensor sehingga kurang efektif dalam 
kerjanya.
44

Di   lapangan   kita   bisa   menemukan   solenoid   dengan   arus   searah   (DC) 


ataupun arus bolak balik (AC), sedangkan yang sering digunakan adalah Solenoid 
DC. Solenoid DC secara konstruktif mempunyai inti yang pejal dan terbuat dari 
besi lunak. Dengan demikian mempunyai bentuk yang simple dan kokoh. Selain 
itu maksudnya agar diperoleh konduktansi optimum pada medan magnet. Bila ada 
kelonggaran   udara,   tidak   akan   mengakibatkan   kenaikan   temperatur   operasi, 
karena   temperatur   operasi   hanya   akan   tergantung   pada   besarnya   tahanan 
kumparan serta arus listrik yang mengalir. 
Dari   gambar   2.39   di   atas   dapat   dijelaskan   bahwa   bila   solenoid   DC 
diaktifkan maka arus listrik yang mengalir meningkat secara perlahan. Ketika arus 
listrik dialirkan ke dalam kumparan akan terjadi elektromagnet. Selama terjadinya 
induksi   akan   menghasilkan   gaya   yang   berlawanan   dengan   tegangan   yang 
digunakan. Bila solenoid dipasifkan maka medan magnet yang pernah terjadi akan 
hilang dan dapat mengakibatkan tegangan induksi yang besarnya bisa beberapa 
kali   lipat   dibandingkan   dengan   tegangan   yang   ada   pada   kumparan.   Tegangan 
induksi ini dapat mengakibatkan rusaknya isolasi pada gulungan koil, selanjutnya 
bila hal ini terjadi terus akan terjadi percikan api. Untuk mengatasi hal ini maka 
harus dibuat rangkaian yang meredam percikan api, misalnya dengan memasang 
tahanan yang dihubungkan secara paralel dengan induktansi. Sehingga bila terjadi 
pemutusan arus listrik, energi akan tersimpan dalam bentuk medan magnet dan 
dapat hilang lewat tahanan yang dipasang tadi.
Tabel 2.12 Data Percobaan Solenoida

        Tegangan (volt) Kondisi Solenoida
4,45 ON (Hidup)
5,22 ON (Hidup)

Rata­ Rata Tegangan = (4,45 + 5,22) / 2 = 4,835 V

Keuntungan Solenoid DC dan Kerugian Solenoid DC
­ Mudah pengoperasiannya
­ Usianya lama
­ Bunyi yang dihasilkan lemah
45

­ Tenaga untuk mengoperasikan kecil
­ Perlu peredam percikan api
­ Terjadi tegangan tinggi saat pemutusan arus
­ Waktu sambung lama
­ Perlu adaptor bila yang dipakai tegangan AC
­ Bagian yang kontak cepat aus.

2.4.5 Hall­Effect Sensor 
Sensor   Efek   Hall   digunakan   untuk   mendeteksi   kedekatan   (proximity), 
kehadiran   atau   ketidakhadirannya   suatu   obyek   magnetis   (yang)   menggunakan 
suatu jarak kritis. Pada dasarnya ada dua tipe Hall­Effect Sensor, yaitu tipe linear 
dan tipe ON­OFF. Tipe linear digunakan untuk mengukur medan magnet secara 
linear, mengukur arus DC dan AC pada konduktor, dsb. Sedangkan tipe ON­OFF 
digunakan sebagai limit switch, sensor keberadaan (presence sensors), dsb. Sensor 
ini memberikan logika output sebagai interface gerbang logika secara langsung 
atau mengendalikan beban dengan buffer amplifier.

Gambar 2.40 Rangkaian percobaan Hall-Effect Sensor

Dari   gambar   rangkaian   di   atas   dapat   dijelaskan   bahwa   LED   (Light 


46

Emitting   Diode)   bekerja   sebagai   beban.   Beban   dihubung   pararel   dengan   Hall­
Effect   Sensor.   Kemudian   dari   sensor   menuju   langsung   ke   ground   Sehingga 
besarnya tegangan yang masuk ke beban sama dengan tegangan yang masuk ke 
sensor. Sehingga dari tegangan yang masuk sensor langsung memberikan respon. 
Cara kerjanya secara mudahnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tegangan diberikan dari power supply sebesar 0­20 volt DC kemudian 
diberi beban berupa LED (Light Emitting Diode) dan dihubungkan pararel dengan 
sensor Hall­Effect yang kemudian memberikan respon terhadap input tegangan 
yang diterima.
      
Tabel 2.13 Data Percobaan Hall­Effect Sensor

Tegangan naik  (v) Tegangan turun (v) Kondisi Sensor


13,18 0 ON ( Led Menyala )
13,17 0 ON ( Led Menyala )

Rata­ Rata Tegangan Naik   = (13,18 +13,17) / 2 = 13,175 V
Rata­ Rata Tegangan Turun = (0 + 0) / 2 = 0 V
2.4.6 Reflective Opto­Switch

Gambar 2.41 Rangkaian percobaan Reflective Opto-Switch

Dari   gambar   2.41   rangkaian   di   atas   switch   yang   digunakan   adalah 


Replective Opto Switch  sedangkan bebannya adalah indikator akustik (buzzer). 
Tegangan masuk ke dalam input sebesar 0­20 volt DC. Kemudian dihubungkan 
ke beban dan dihubungkan dengan switch. Maka indikator akustik (buzzer) akan 
47

memberikan   respon   terhadap   switch   yang   dijalankan   melalui   media   yang 


bermacam­macam,   dalam   percobaan   ini   digunakan   kertas   hitam,   kertas   biru, 
kertas   hijau,   kertas   merah   dan   kertas   putih.   Sehingga   diperoleh   respon   yang 
berbeda pula dari indikator buzzer.
Tabel 2.14  Data Percobaan Reflective Opto Switch

Warna Bahan Tegangan  Jarak Kondisi


Keluaran ( V ) Bahan Buzzer
Warna Putih 13,65 2,5 mm Bunyi
Warna Biru 13,65 2,5 mm Bunyi
Warna Hitam 0 2,5 mm Tidak Bunyi

Dari  tabel   2.14 di  atas  dapat  diperoleh  analisa   sebagai  berikut  :  warna 
putih dan biru memberikan respon untuk menswitch sensor (dalam percobaan di 
atas indikator Buzzer). Sedangkan untuk warna hitam switch tidak aktif. Hal ini 
dikarenakan untuk bahan kertas hitam, cahaya UV yang dipancarkan dari emitter 
tidak   terpantul   sehingga   detektor   tidak   menerima   cahaya.   Akibatnya   indikator 
buzzer tidak memberikan respon.
2.4.7 Proximity Switch Induktif

Gambar 2.42 Rangkaian percobaan Proximity Switch Induktif

Pada percobaan, solenoida digunakan sebagai beban dan Proximity Switch 
sebagai   sensor   sehingga   soleinoid   lebih   efektif   kerjanya.   Sedangkan   untuk 
switchnya  digunakan  proximity.   Untuk   ketelitian   sensor,   diukur   berdasarkan 
material   yang   digunakan   dalam   proximity   dalam   percobaan   di   atas   digunakan 
besi,   kuningan,   dan   alumunium.   Dengan   demikian   dapat   dibedakan   tingkat 
48

kesensitivitasan material tersebut. Perbandingan tingkat kesensitivitasan material­
material tersebut dapat kita lihat pada tabel 2.15.
Tabel 2.15 Data Percobaan Proximity Switch
     Bahan              Jarak Kondisi Indikator
     Mild Iron (Besi)              5 mm Aktif – Tidak Aktif
     Brass (Kuningan)              3 mm Aktif – Tidak Aktif
     Alumunium              2 mm Aktif – Tidak Aktif

Dari tabel 2.15 di atas dapat kita analisa bahwa untuk ketiga material di 
atas (besi, kuningan dan alumunium), memerlukan jarak yang berbeda­beda untuk 
menyalakan   indikator.   Semakin   dekat   jarak   yang   diperlukan,   maka   semakin 
rendah kesensitivitasannya dalam hal ini kerapatan molekul yang dimiliki material 
tersebut.   Sehingga   dari   percobaan   di   atas   dapat   dilihat   bahwa   alumunium 
mempunyai kerapatan molekul paling kecil (paling longgar molekul­molekulnya) 
di antara ketiga material di atas. Sedangkan besi mempunyai kerapatan molekul 
paling   besar   di   antara   ketiganya.  Hal   ini   pun   sesuai   dengan   kurva  Typical 
Characteristics of Proximity pada gambar 2.43.

Gambar 2.43 Karakteristik Proximity Switch Induktif


49

2.5   PENUTUP 
2.5.1 Kesimpulan
1. Dari   percobaan   indikator   LED   dapat   diperoleh   kesimpulan   bahwa 
semakin besar tegangan maka sensor akan semakin aktif, dalam hal ini 
nyala indikator LED akan semakin terang. 
2.  Dari percobaan indikator akustik menunjukkan hubungan searah antara 
tegangan   dan   kondisi   indikator   akustik   atau   buzzer.   Semakin   besar 
tegangan input yang diberikan maka semakin sensitif pula respon yang 
diberikan dalam percobaan kali ini semakin besar getaran/vibrasi suara 
sehingga   mengakibatkan   semakin   tinggi   pula   bunyi   yang   dikeluarkan 
oleh indikator buzzer.
3. Dari   percobaan   relay,  hingga   rata­rata   tegangan   naik  yang   digunakan 
50

untuk   menghidupkan   relay   adalah  6,725  Volt,   sedangkan   rata­rata 


tegangan   turun   yang   digunakan   untuk   mematikan   relay   adalah   1,645 
Volt.
4. Pada percobaan solenoida, solenoida digunakan sebagai sensor terhadap 
input   tegangan   yang   masuk   rangkaian.   Adapun   rata­rata   tegangannya 
yaitu 4,835Volt.
5. Dari   percobaan   Half­Effect   Sensor,   disimpulkan   bahwa   rata­rata 
tegangan   naik   yang   digunakan   untuk   menghidupkan   indikator   LED 
sebagai beban dari half effect sensor adalah 13,175 Volt, sedangkan rata­
rata   tegangan   turun   yang   digunakan   untuk   mematikan   indikator   led 
sebagai beban dari hall effect sensor adalah 0 Volt. 
6. Dari   percobaan   Reflective   Opto­Switch,   dapat   disimpulkan,   untuk 
tegangan   dan   jarak   bahan   yang   sama,   kertas   putih   dan   kertas  biru 
memberikan respon untuk menswitch sensor (dalam percobaan di atas 
indikator Buzzer). Sedangkan untuk kertas hitam switch tidak aktif. Hal 
ini dikarenakan untuk bahan kertas hitam, cahaya UV yang dipancarkan 
dari emitter tidak terpantul  sehingga detektor tidak menerima  cahaya. 
Akibatnya indikator buzzer tidak memberikan respon.
7. Dari   percobaan  Proximity   Switch   Induktif,  dapat   disimpulkan   bahwa 
alumunium mempunyai kerapatan molekul paling kecil di antara ketiga 
material di atas. Sedangkan besi mempunyai kerapatan molekul paling 
besar di antara ketiganya.

2.5.2 Saran
1. Dalam pelaksanaan praktikum hendaknya lebih cermat dalam
pengambilan data.
2. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, diperlukan pengecekan
kondisi peralatan yang digunakan sebelum pelaksanaan praktikum.
3. Dalam pelaksanaan praktikum, agar data yang didapat tidak
terpengaruh oleh rugi-rugi alat, maka pelaksanaan dilakukan secara
kontinyu dan relatif lebih cepat.
51

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Petunjuk Praktikum Dasar Sistem Kontrol. Semarang : Teknik


Elektro Universitas Diponegoro. 2009
2. Jacob Millman, Ph,D. Elektronika Terpadu : Rangkaian dan System
Analog dan Digital, Jakarta : Erlangga. 1985
3.   Malvino. Prinsip­Prinsip Elektronika, Jakarta : Erlangga. 1985

4.   Ogatta, Katsuhiko. Teknik Kontrol Otomatik, Jakarta : Erlangga. 1995

5.   Robert   F.   Coughlin   Fredericck   F.   Driscoll.    Penguat


    Operasional   dan   
Rangkaian Terpadu Linier. Jakarta : Penerbit Erlangga. 1985
52

6.  Wasito S. Vademekum Elektronika, Edisi II. Jakarta : Gramedia. 1995

Anda mungkin juga menyukai