Anda di halaman 1dari 23

PLATYHELMINTHES

ZOOLOGI INVERTEBRATA

Disusun oleh:

Firly Muthia (3415101464)


Rossy Juniarti (3415101458)
Nurul Ning Rahayu (3425072039)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2011
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya makalah ini dapat

terselesaikan sebagaimana mestinya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua penyusun yang

mendukung secara moril maupun materiil, tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen

Pengampu Mata Kuliah Zoologi Invertebrata yaitu Ibu Ratna Komala serta orang-orang yang turut

membantu dalam penyusunan makalah ini baik secara lansung maupun tidak langsung.

Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Zoologi Invertebrata dan

diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai Filum Platyhelminthes.

Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini yang penyusun sadari masih jauh

dari sempurna. Maka penyusun menghargai setiap kritik dan saran guna pengembangan dan perbaikan

pada makalah berikutnya. Semoga makalh ini dapat memberikan manfaat baik bagi penyusun maupun

pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, Maret 2011

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Platyhelminthes adalah cacing daun yang umumnya bertubuh pipih maka sering disebut
cacing pipih dan merupakan cacing yang mempunyai simetri bilateral. Platyhelminthes
memiliki tubuh lunak dan epidermis bersilia. Cacing pipih merupakan hewan tripoblastik
yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata). Hidup biasanya di air tawar, air laut, dan
tanah lembab. Ada pula yang hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia.
Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah dewasa.
Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai dengan kait untuk menempel.
Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan. Sedangkan
sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus. Platyhelminthes terbagi dalam 4 kelas
berdasarkan struktur tubuhnya, yaitu Kelas Turbellaria (cacing berambut getar), Kelas
Trematoda (cacing isap), kelas Cestoda (cacing pita) dan kelas Monogenea. Untuk mengenal
lebih jauh mengenai karakteristik dari Platyhelminthes, ciri khusus dari keempat kelasnya
serta manfaatnya bagi kehidupan maka disusunlah makalah ini.
Makalah ini menjelaskan mengenai definisi, ciri umum, ciri khusus, klasifikasi, aspek
biologis yang mencakup distribusi/habitat, anatomi, reproduksi, fisiologi, serta manfaat dari
Platyhelminthes dan ketiga kelasnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Karakteristik

Platyhelminthes merupakan gabungan dua kata yang berasal dari bahasa yunani,
yaitu platy = pipih dan helminthes = cacing. Platyhelminthes atau cacing pipih adalah
kelompok hewan yang struktur tubuhnya sudah lebih maju dibandingkan porifera dan
Coelenterata. Plathyhelminthes dikelompokkan ke dalam:

Domain : Eukarya
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Eumetazoa
Super phylum : Platyzoa
Phylum : Platyhelminthes

Tubuh Platyhelminthes memiliki tiga lapisan sel (triploblastik), yaitu ekstoderm,


mesoderm, dan endoderm. Platyhelminthes merupakan cacing yang mempunyai
simetri bilateral, dan tubuhnya pipih secara dorsoventral. Platyheminthes tidak
memiliki rongga tubuh (aselom), sehingga mereka disebut hewan aselomata.
Tubuhnya tidak bersegmen-segmen. Bentuk tubuhnya bervariasi, dari yang berbentuk
pipih memanjang, pita, hingga menyerupai daun. Ukuran tubuh bervariasi mulai yang
tampak mikroskopis beberapa milimeter hingga berukuran panjang 25 meter
(Taeniarhynchus saginatus). Sebagian besar cacing pipih berwarna putih atau tidak
berwarna. Sementara yang hidup bebas ada yang berwarna cokelat, abu-abu, hitam,
atau berwarna cerah.
Ujung anterior tubuh berupa kepala. Pada bagian ventral terdapat mulut dan
lubang genital. Mulut dan lubang genital tampak jelas pada kelas Turbellaria, tetapi
tidak tampak jelas pada kelas Trematoda dan Cestoda. Ada organ yang menghasilkan
sekresi (alat cengkeram dan penghisap) yang bersifat perekat untuk menempel dan
melekat, misalnya ‘oral sucker’ dan ‘ventral sucker’ pada Trematoda.
B. Morfologi dan Anatomi secara Umum

Bentuk tubuhnya bervariasi, dari yang bentuknya pipih memanjang, pita,


hingga menyerupai daun. Ukuran tubuh bervariasi mulai yang tampak mikroskopis
beberapa millimeter hingga berukuran panjang belasan meter.
Tubuh tertutup oleh lapisan epidermis bersilia, yang tersusun oleh sel-sel
sinsitium dan sebagian mengandung mikrofili. Sementara pada Trematoda dan
Cestoda parasit tidak memiliki epidermis bersilia dan tubuhnya tertutup oleh
kutikula. Kerangka luar dan dalam sama sekali tidak ada sehingga tubuhnya lunak.
Bagian yang keras hanya diketemukan pada kutikula, duri, dan gigi pencengkeram.
Hewan ini tidak mempunyai rongga tubuh (acoela). Ruangan-ruangan di dalam tubuh
yang ada di antara berbagai organ terisi dengan mesenkim atau yang biasa disebut
parenkima. Sistem digesti sama sekali tidak ada pada Acoela dan cacing pita, tetapi
pada cacing pipih yang lain mempunyai mulut, faring, dan usus buntu. Sistem
respirasi dan sirkulasi juga tidak ada.
Sistem respirasi terdiri dari satu atau sepasang protonefridia dengan sel api.
Sistem saraf primitive. Sistem saraf utama terdiri dari sepasang ganglia serebral
atau otak dan 1-3 pasang tali saraf longitudinal yang dihubungkan satu dengan yang
lain oleh komisura saraf transversal. Tipe sistem saraf seperti ini disebut sistem
saraf tangga tali. Organ-organ sensori umum dijumpai pada Turbellaria, tetapi pada
hewan yang parasit organ tersebut mereduksi. Reseptor kimia dan peraba pada
umumnya berbentuk lubang atau lekukan yang bersilia.
Alat kelaminnya tidak terpisah (hermaprodit). Sistem perkembangbiakan pada
kebanyakan cacing pipih sangat berkembang dan kompleks. Reproduksi aseksual
dengan cara memotong tubuh dialami oleh sebagian besar anggota Turbellaria air
tawar. Pada kebanyakan cacing pipih telurnya tidak memiliki kuning telur, tetapi
dilengkapi dengan “sel yolk khusus” yang tertutup oleh cangkok telur.
Pembuahan silang sering terjadi pada Trematoda, dan pembuahan sendiri terjadi
pada Cestoda. Fertilisasi terjadi di dalam tubuh. Siklus hidup sangat rumit dan
melibatkan satu atau banyak inang. Pada Trematoda dan cacing pita sering terjadi
parthenogenesis dan poliembrioni. Beberapa jenis cacing pita berkembang biak
dangan membentuk kuncup endogen. Cacing pipih ada yang hidup bebas, dan ada
yang sebagai endoparasit atau ektoparasit.

C. Fisiologi secara Umum

1. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan cacing pipih disebut sistem gastrovaskuler, dimana peredaran
makanan tidak melalui darah tetapi oleh usus. Sistem pencernaan cacing pipih
dimulai dari mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan. Di belakang
kerongkongan ini terdapat usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh. Dengan
demikian, selain mencerna makanan, usus juga mengedarkan makanan ke seluruh
tubuh.
Selain itu, cacing pipih juga melakukan pembuangan sisa makanan melalui mulut
karena tidak memiliki anus, maka sistem pencernaan Platyhelminthes disebut juga
sistem pencernaan satu lubang. Platyhelminthes juga tidak memiliki sistem respirasi
dan ekskresi. Cacing pipih tidak memiliki sistem transpor karena makanannya
diedarkan melalui sistem gastrovaskuler. Sementara itu, gas O2 dan CO2 dikeluarkan
dari tubuhnya melalui proses difusi.

2. Sistem syaraf
Ada beberapa macam sistem syaraf pada cacing pipih

 Sistem syaraf tangga tali merupakan sistem syaraf yang paling sederhana.
 Pada sistem tersebut, pusat susunan saraf yang disebut sebagai ganglion otak
terdapat di bagian kepala dan berjumlah sepasang.
 Dari kedua ganglion otak tersebut keluar tali saraf sisi yang memanjang di bagian
kiri dan kanan tubuh yang dihubungkan dengan serabut saraf melintang.
 Pada cacing pipih yang lebih tinggi tingkatannya, sistem saraf dapat tersusun dari
sel saraf (neuron) yang dibedakan menjadi sel saraf sensori (sel pembawa sinyal
dari indera ke otak), sel saraf motor (sel pembawa dari otak ke efektor), dan sel
asosiasi (perantara).
3. Indera

Beberapa jenis cacing pipih memiliki sistem penginderaan berupa oseli, yaitu
bintik mata yang mengandung pigmen peka terhadap cahaya. Bintik mata tersebut
biasanya berjumlah sepasang dan terdapat di bagian anterior (kepala). Seluruh cacing
pipih memiliki indra meraba dan sel kemoresptor di seluruh tubuhnya. Beberapa
spesies juga memiliki indra tambahan berupa aurikula (telinga), statosista (pegatur
keseimbangan), dan reoreseptor (organ untuk mengetahui arah aliran sungai).
Umumnya, cacing pipih memiliki sistem osmoregulasi yang disebut protonefridia.
Sistem ini terdiri dari saluran berpembeluh yang berakhir di sel api. Lubang
pengeluaran cairan yang dimilikinya disebut protonefridiofor yang berjumlah
sepasang atau lebih. Sedangkan, sisa metabolisme tubuhnya dikeluarkan secara difusi
melalui dinding sel.

4. Reproduksi

Cacing pipih dapat bereproduksi secara aseksual dengan membelah diri dan
secara seksual dengan perkawinan silang, walaupun hewan ini tergolong hermafrodit.

D. Klasifikasi
Berdasarkan struktur tubuhnya, Platyhelminthes dibagi menjadi 4 kelas yaitu:
1. Kelas Turbellaria
2. Kelas Trematoda
3. Kelas Cestoda
4. Kelas Monogenea

1. Kelas Turbellaria (cacing rambut getar)


Kelas Turbellaria mempunyai 5 ordo, yaitu;
Ordo 1 Acoela, contoh: Convolutaw
Ordo 2 Rhabdocoela, dibagi dalam 4 sub-ordo
 Sub-ordo 1 Notandropora, contoh: Catenula, Rhycoscolex
 Sub-ordo 2 Opisthandropora, contoh: Macrostomum, Microstomum
 Sub-ordo 3 Lecithopora, contoh: Anoplodium, Mesostoma
 Sub-ordo 4 Temnocephalida, contoh: Temnocephala, Monodiscus
Ordo 3 Alloeocoela, mempunyai 4 sub-ordo.
 Sub-ordo 1 Archopola, contoh: Proporoplana
 Sub-ordo 2 Lecithoepitheliata, contoh: Prorhynchus
 Sub-ordo 3 Cumulata, contoh: Hypotrichina
 Sub-ordo 4 Seriata, contoh: Otoplana, Bothrioplana
Ordo 4 Tricladida,mempunyai 3 sub-ordo.
 Sub-ordo 1 Maricola, contoh: Bdelloura, Ectoplana
 Sub-ordo 2 Paludicola, contoh: Planaria atau Dugesia
 Sub-ordo 3 Tericolla, contoh: Bipalium, Geoplana
Ordo 5 Polikladida, terdiri atas 2 sub-ordo.
 Sub-ordo 1 Acotylea, contoh: Notoplana, Yungia
 Sub-ordo 2 Cotylea, contoh: Thysanozoon

2. Kelas Trematoda
Kelas Trematoda terdiri dari 2 ordo
Ordo 1 Aspidobothria, contoh: Aspidogaster
Ordo 2 Digenia, contoh: Fasciola, Schistosoma, Bucephalus, Clonorchis

3. Kelas Cestoda
Kelas Cestoda tediri dari 2 sub-kelas dan 7 ordo
1. Sub-kelas 1 Cestodaria
Ordo 1 Amphilinidea, contoh: Amphilina
Ordo 2 Gyrocotylidea, contoh: Gyrocotyle
2. Sub-kelas 2 Eucestoda
Ordo 1 Tetraphyllidea, contoh: Phyllobothrium, Myzophyllobothrium
Ordo 2 Diphillidea, contoh: Echinobothrium
Ordo 3 Tripanoryncha, contoh: Haplobothrium, Tetrarynchus
Ordo 4 Pseudophyllidea, contoh: Bothriocephalus, Dibothriocephalus (Diphyl-
lobothrium)
Ordo 5 Taenioidea (Cyclophyllidea), contoh: Taenia, Echinococcus, Hymeno-
lepis

4.Kelas Monogenea
Contoh spesies dalam kelas Momogenea ini adalah aspidogaster conchicola dan
Polostroma sp.

E. Aspek Biologi Berdasarkan Tiap-tiap Kelas


1. Turbellaria (Cacing berambut getar)
Salah satu contoh dari kelas Turbellaria adalah Dugesia trigina atau Planaria sp.
Taksonomi Planaria sp:
 Domain : Eukarya
 Kingdom : Animalia
 Subkingdom : Eumetazoa
 Super phylum : Platyzoa
 Phylum : Platyhelminthes
 Kelas : Turbellaria
 Ordo : Seriata
 Subordo : Tricladida
 Famili : Planariidae
 Genus : Dugesia
 Spesies : Dugesia tigrina
Morfologi dan Anatomi
Turbellaria adalah Platihelminthes yang memiliki silia (rambut getar) pada
permukaan tubuhnya yang berfungsi sebagai alat gerak.. Pada lapisan epidermis
terdapat banyak sel kelenjar yang disebut rhabdoid yang berfungsi untuk melekat,
membungkus mangsa, dan sebagai jejak lendir pada waktu merayap. Di bawah
epidermis terdapat serabut-serabut otot melingkar, longitudinal, diagonal, dan
dorsoventral sehingga Turbelaria mudah memutar dan meliuk-liuk. Panjang
tubuh sekitar 0,1 - 600 mm.
Salah satu contoh turbellaria adalah Dugesia atau Planaria. Bentuk tubuh
bagian depan (anterior) Dugesia berbentuk segitiga dan terdapat sepasang bintik
mata. Bintik mata itu berfungsi sebagai pembeda keadaan gelap dan terang.
Dugesia juga memiliki indera pembau yang disebut aurikel yang berfungsi saat
mencari makanan.

Fisiologi

Platyhelminthes belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem


pernafasan. Pernapasan dilakukan oleh seluruh tubuh platyhelmintes. Sedangkan
sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus, maka sistem pencernaan
Platyhelminthes disebut juga sistem pencernaan satu lubang.

Sistem Pencernaan
Planaria mempunyai sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, faring, usus
(intestine) yang bercabang 3 yakni satu cabang ke arah anterior dan 2 cabang lagi
ke bagian samping tubuh. Percabangan ini berfungsi untuk peredaran bahan
makanan dan memperluas bidang penguapan. Planaria tidak memiliki anus pada
saluran pencernaan makanan sehingga buangan yang tidak tercerna dikeluarkan
melalui mulut.
Peredaran makanan tidak melalui darah tetapi melalui usus. Sistem
pencernaannya dimulai dari mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan. Di
belakang kerongkongan ini terdapat usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh.
Dengan demikian, selain mencerna makanan, usus juga mengedarkan makanan ke
seluruh tubuh.

Gambar . Susunan saluran pencernaan Planaria

Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi pada Platyhelminthes terdiri atas dua saluran eksresi yang
memanjang bermuara ke pori-pori yang letaknya berderet-deret pada bagian
dorsal (punggung). Kedua saluran eksresi tersebut bercabang-cabang dan berakhir
pada sel-sel api (flame cell).
Gambar . a) Susunan saluran eksresi pada Planaria; b) Sel api (flame cell)
Sistem Saraf
Sistem saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang ganglion otak di
bagian anterior tubuh. Kedua ganglia ini dihubungkan oleh serabut-serabut saraf
melintang dan dari masing-masing ganglion membentuk tangga tali saraf yang
memanjang ke arah posterior. Kedua tali saraf ini bercabang-cabang ke seluruh
tubuh.

Gambar. Sistem Saraf Planaria

Sistem Reproduksi
Reproduksi pada Platyhelminthes seperti Planaria dapat secara aseksual dan
secara seksual. Reproduksi seksual (generatif) dengan peleburan dua sel kelamin
pada hewan yang bersifat hemafrodit. Sistem reproduksi seksual pada Planaria
terdiri atas sistem reproduksi betina meliputi ovum, saluran ovum, kelenjar
kuning telur sedangkan reproduksi jantan terdiri atas testis, pori genital dan penis.
Gambar. Sistem Reproduksi Seksual Planaria
Reproduksi aseksual (vegetatif) pada Planaria yaitu dengan regenerasi yakni
memutuskan bagian tubuh.

a b
Gambar. Reproduksi Aseksual Planaria
a.secara horizontal b.secara vertikal

2. Trematoda (Cacing isap)


Salah satu contoh dari kelas Trematoda adalah fasciola hepatica
Taksonomi Fasciola hepatica:
 Domain : Eukarya
 Kingdom : Animalia
 Subkingdom : Eumetazoa
 Super phylum : Platyzoa
 Phylum : Platyhelminthes
 Kelas : Trematoda
 Ordo : Dignea
 Subordo : Echinostomida
 Famili : Fasciolidae
 Genus : Fasciola
 Spesies : Fasciola hepatica

Morfologi dan Anatomi


Trematoda disebut cacing isap karena cacing ini memiliki alat pengisap di
bagian depan (anterior) tubuhnya. Alat penghisap digunakan untuk menempel
pada tubuh inang. Trematoda merupakan hewan parasit, dia mengambil makanan
berupa cairan tubuh atau jaringan inangnya saat ia menempel. Tubuh berbentuk
seperti daun dengan panjang sampai 30 m. Tubuh tertutup kutikula yang resisten
(modifikasi dari epidermis). Mulut dibatasi oleh batil pengisap anterior yang
berbentuk sebagai diskus dari bersifat musculer dan dilengkapi gigi kitin.
Mempunyai batil pengisap ventralis sebagai pelekat. Terdapat porus genitalis
diantara batil pengisap anterior dan posterior. Di ujung posterior tubuh ada porus
ekskretorius. Bersifat endoparasit.
Salah satu contoh trematoda adalah Fasciola hepatica. Fasciola hepatica
memiliki Daur hidup yang kompleks karena melibatkan setidaknya dua inang.
Inang utama dan inang perantara.

Fisiologi
Contoh dari kelas ini adalah Fasciola hepatica (cacing hati). Cacing ini
mempunyai batil isap mulut. Mulut melanjut ke faring dan esophagus bercabang
dua, yang kemudian beranting-ranting banyak. Saluran pencernaannya adalah
ruang gastrofaskular.
Sistem ekskresi dimulai dari sel-sel nyala (penyembur) terus ke saluran
ekskresi longitudinal dan bermuara dibagian posterior. Sistem saraf berupa system
saraf pada Planaria.
Trematoda disebut cacing isap karena memiliki alat penghisap (batil isap) di
bagian (anterior) tubuhnya. Alat penghisap digunakan untuk menempel pada
tubuh inang. Trematoda merupakan hewan parasit, dia mengambil mekanan
berupa cairan tubuh atau jaringan inangnya saat ia menempel. Fasciola hepatica
memiliki daur hidup yang kompleks karena melibatkan setidaknya dua inang.
Inang utama dan inang perantara.

Gambar. Sistem Reproduksi Fasciola hepatica


Sistem reproduksinya, cacing ini bersifat hermafrodit. Cacing dewasa
bertelur dalam saluran empedu dan kantong empedu sapi atau domba. Kemudian
telur ini keluar bersama tinja. Dalam air mirasidium menetas, lalu memasuki
tubuh siput air tawar. Dalam tubuh siput, mirasidum berubah menjadi sporokista.
Dengan cara paedogenesis, maka dalam tubuh sporokista terbentuk banyak redia.
Redia kemudian dari tubuh sporokista. Dengan cara paedagogis pula dalam tubuh
redia terbentuk banyak serkaria yang berekor. Serkaria keluar dari tubuh redia,
berenang, dan menempel pada tumbuhan air dan menjadi kista.

Gambar. Siklus Hidup Fasciola hepatica


Sapi atau domba tertular cacing hati umumnya karena makan rumput dan
tumbuhan air lainnya yang mengandung kista tersebut. Rumput yang tumbuh di
tepi sungai atau rawa dan danau banyak mengandung kista tersebut.

3. Cestoda (Cacing pita)


Salah satu contoh dari kelas Cestoda adalah Taenia solium .
Taksonomi Taenia solium:
 Domain : Eukarya
 Kingdom : Animalia
 Subkingdom : Eumetazoa
 Super phylum: Platyzoa
 Phylum : Platyhelminthes
 Kelas : Cestoda
 Ordo : cyclophyllidea
 Famili : taenioidea
 Genus : Taenia
 Spesies : Taenia solium

Morfologi dan Anatomi

Cestoda disebut cacing pita karena bentuknya yang pipih panjang seperti pita
yang terdiri dari bagian skoleks, leher, dan proglotid. Pada skoleks terdapat alat
penghisap dan kait (rostelum). Alat penghisap dan kait digunakan untuk
menempel pada tubuh inang. Di bagian belakan skoleks pada bagian leher
terbentuk proglotid. Setiap proglotid mengandung organ kelamin jantan dan
betina. Skoleks kecil berbentuk oval, dilengkapi dengan 22-23 kait dan 4 batil.
Tubuh atau strobila berwarna putih, berbentuk pipih segmen palsu yang disebut
proglotid. Diameter skoleks kira-kira 1 mm, batil penghisap berbentuk mangkuk
dan berdiameter kurang lebih 0,5 mm. Segmen-segmen yang belum masak adalah
kecil dan lebih besar dari pada panjangnya, segmen-segmen atau proglotid yang
sudah masak kira-kira berjarak 1 meter dari skoleks dan berbentuk bujur sangkar,
segmen-segmen di bagian ujung posterior yang telah gravid mencapai panjang
kurang lebih 12 mm. Inang utama cacing cestoda dewasa adalah vertebrata
termasuk manusia. Cestoda parasit dan menghisap sari makanan pada usus halus
ingangnya.

Fisiologi

Cestoda adalah hewan yang hermafrodit. Contoh dari kelas ini adalah Taenia
solium. Tubuh terdiri dari bagian kepala yang disebut Scolex dan bagian badan
yang disebut strobila. Strobila merupakan deretan segmen yang disebut
proglottid-proglottid. Setiap proglottid mempunyai sepasang sel kelamin jantan
dan betina yang dapat melepaskan/menghasilkan telur. Telur-telur ini dibuahi
dengan cara pembuahan sendiri (self fertilisation) yaitu sel telur dibuahi oleh sel
sperma dalam proglotid yang sama, perkawinan antara proglottid yang satu
dengan yang lain pada strobila yang sama atau perkawinan antara proglottid dari
strobila yang berbeda. Jumlah telur yang dapat dihasilkan oleh satu ekor cacing
dapat mencapai 1.000.000 butir perhari dengan jumlah proglottid yang dapat
mencapai 3.000 buah, dengan panjang strobila lebih dari 10 m.

Gambar. Sistem Reproduksi Taenia solium


Telur yang terbawah oleh kotoran yang masuk keperairan akan menetas dan
membentuk Coracidium yang diperlengkapi silia untuk berenang bebas.
Copepoda yang ada diperairan kemudian diinfeksi oleh Coracidium yang berubah
menjadi procercoid. Procercoid termakan oleh ikan bersama Copepoda dan
berubah menjadi Plerocercoid.
Apabila ikan ini termakan oleh manusia atau hewan yang memungkinkan
Cestoda tersebut dapat hidup, seperti ikan yang tidak dimasak atau setengah
matang sehingga larva cestoda masih tetap hidup, maka Cestoda akan menjadi
dewasa dan siklus akan berlanjut. Jika ikan tersebut dimakan oleh ikan lain maka
parasit tersebut pindah dan dapat hidup pada ikan tersebut tetapi tidak mengalami
perkembangan. Sehingga ikan tersebut berfungsi sebagai paratenic host (inang
transport).
4. Monogenea
Morfologi dan Anatomi
 Cacing dewasa berukuran 0,2 – 0,5 mm
 Memiliki alat penempel posterior yang disebut opistaptor yang dilengkapi
duri, kait, jangkar atau alat penghisap
 Adakalanya di sekitar mulut juga terdapat alat penghisap
 Monogenea merupakan ektoparasit yang menempel pada permukaan
tubuh, sirip, rongga mulut, dan insang

Monogenea merupakan kelas baru dalam filum Platyhelminthes, maka belum


diketahui jelas fisiologi hewan tersebut.

F. Distribusi ( Pola Penyebaran )

Hewan-hewan yang tergolong kelas Turbellaria umumnya hidup bebas di alam.


Hewan-hewan itu hidup di lingkungan berair. Contoh yang banyak dijumpai adalah
Dugesia (Planaria). Dugesia dapat dijumpai di lingkungan air tawar, yaitu kolam,
danau, mata air, dan lain-lain. Hewan ini suka berlindung di bawah bebatuan, daun,
batang kayu tumbang, atau berbagai macam substrat. Hewan itu dalam perairan tidak
mudah tampak, kecuali jika sedang bergerak. Hal ini disebabkan oleh ukuran
tubuhnya yang kecil, pipih, warnanya gelap. Dugesia tersebar di seluruh dunia,
kebanyakan di tempat lembab, tropic, dan subtropik.

Cacing pipih yang tergolong Trematoda kebanyakan bersifat parasit, yang


membutuhkan beberapa macam inang untuk kelangsungan hidupnya. Cacing
dewasanya hidup pada hewan vertebrata sebagai inang definitive, tetapi setiap jenis
cacing mempunyai inang yang khas. Misalnya Fasciola hepatica hidup pada ternak
mamalia, Schistoma avier hidup pada unggas, Schistoma haematobium hidup di
dalam darah manusia, Polystoma integerrinum hidup pada kantung kemih katak,
Gyrodactyllus hidup pada ikan. Sementara larvanya ada yang hidup bebas dan ada
yang hidup di dalam inang perantara berupa hewan-hewan avertebrata.

Anggota cacing Cestoda kebanyakan hidup parasit. Cacing dewasa dan larvanya
hidup pada inang yang berbeda, tetapi semuanya termasuk hewan vertebrata. Sebagai
contoh, Taenia solium dewasa hidup pada usus manusia, larvanya yang berupa
cacing gelembung (sistiserkus selulosae) hidup dalam otot babi.

Hewan pada kelas Monogenea juga bersifat parasit. Kebanyakan ektoparasit pada
vertebrata, biasanya pada ikan dan beberapa pada kura-kura, katak, jenis cumi-cumi.
Satu bentuk siklus hidup hanya pada satu inang.

G. Manfaat dan Kerugian dalam Kehidupan


Manfaat Platyhelminthes dalam Kehidupan
• Dengan hadirnya Filum ini,maka semakin bertambah dan bervariasi biodervitas
animalia di Indonesia.
• Salah saru kelas turbellaria,yakni Planaria sp digunakan sebagai indikator air
bersih.
• Planaria sp dapat dimanfaatkan sebagai makanan ikan.
• Platyhelminthes sebagai indikator biologi atau dengan kata lain sebagai alat
percobaan bagi para ilmuan.
Kerugian Platyhelminthes dalam Kehidupan
Pada umumnya,platyhelminthes adalah sebagai parasit pada manusia maupun hewan.
Diantaranya adalah:
1. Fasciola hepatica (cacing hati ternak), menyebabkan Fascioliasis.
2. Clonorchis sinensis / opistorchis sinensis (cacing hati manusia), menyebabkan
Clonorchiasis.
3. Schistosoma japanicum, schistosoma haematobium, dan Schistosoma mansoni,
merupakan parasit darah dan menyebabkan Schistosomiasis.
4. Paragonimus westermani (cacing paru), menyebabkan Paragonimiasis.
5. Fasciolopsis buski, hidup dalam usus halus dan menyebabkan Fasciolopsiasis.
6. Taenia solium (cacing pita manusia), menyebabkan Taeniasis solium.
7. Taenia saginata (cacing pita manusia), menyebabkan Taeniasis saginata.
8. Diphyllobothrium latum, menyebabkan Diphyllobothriasis.
9. Echinococcus granulosus (cacing pita pada anjing)
10. Himenolepis, yaitu cacing pita yang hidup dalam usus manusia dan tikus.

Agar terhindar dari infeksi cacing parasit (cacing pita) sebaiknya dilakukan beberapa
cara, antara lain:
 Memutuskan daur hidupnya
 Menghindari infeksi dari larva cacing
 Tidak membuang tinja sembarangan (sesuai dengan syarat-syarat hidup
sehat),dan
 Tidak memakan daging mentah atau setengah matang (masak daging
sampai matang)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Platyhelminthes memiliki 3 lapisan sel (triploblastik) dan tidak memiliki
rongga tubuh (aselomata).
2. Diklasifkasikan berdasarkan struktur tubuh menjadi 4 kelas yaitu Turbellaria,
Termatoda, dan Cestoda.
3. Platyhelminthes belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan.
4. Sistem pencernaan Platyhelminthes tidak sempurna, tanpa anus, maka sistem
pencernaan Platyhelminthes disebut juga sistem pencernaan satu lubang.
5. Sistem ekskresi pada Platyhelminthes terdiri atas dua saluran eksresi yang
memanjang.
6. Sistem saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang ganglion otak di bagian
anterior tubuh.
7. Reproduksi pada Platyhelminthes dapat secara aseksual seperti Planaria dan secara
seksual. Reproduksi seksual (generatif) dengan peleburan dua sel kelamin pada
hewan yang bersifat hemafrodit sedangkan reproduksi aseksual dengan membelah
diri.
B. Saran
Diharapkan para pembaca dapat menghindari kontak langsung maupun tidak dengan
filum Platyhelminthes ini khususnya yang bersifat parasit.
DAFTAR PUSTAKA

Agni. 2010. Zoologi Invertebrata. Diunduh dari http://www.scribd.com/ pada tanggal 28


Februari 2011 pukul 20.15 WIB.

Brotowidjoyo, M. D. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

Hickman, et al. 2009. Animal Diversity. New York: McGraw-Hill Companies Inc.

Miller, Stephen A. 2005. Zoology 6th ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc.

Moningka, H. 2009. Zoologi Invertebrata. Filum Platyhelminthes. Diunduh dari


http://harveymoningka.wordpress.com/ pada tanggal 28 Februari 2011 pukul 21.13
WIB.

Multiply. 2009. Platyhelminthes. Diunduh dari http://za0l.multiply.com/journal/ pada


tanggal 28 Februari 2011 pukul 20.45 WIB.

Tambunan, K. J. 2009. Filum Platyhelminthes. Diunduh dari http:kartaj.student.ipb.ac.id


pada tanggal 28 Februari 2011 pukul 20.52 WIB.

Anda mungkin juga menyukai