Anda di halaman 1dari 6

Nilai gizi

Asam lemak mengandung energi tinggi (menghasilkan banyak ATP). Karena itu kebutuhan
lemak dalam pangan diperlukan. Diet rendah lemak dilakukan untuk menurunkan asupan energi
dari makanan.
Asam lemak tak jenuh dianggap bernilai gizi lebih baik karena lebih reaktif dan merupakan
antioksidan di dalam tubuh.
Posisi ikatan ganda juga menentukan daya reaksinya. Semakin dekat dengan ujung, ikatan ganda
semakin mudah bereaksi. Karena itu, asam lemak Omega-3 dan Omega-6 (asam lemak esensial)
lebih bernilai gizi dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Beberapa minyak nabati (misalnya
α-linolenat) dan minyak ikan laut banyak mengandung asam lemak esensial (lihat macam-
macam asam lemak).
Karena mudah terhidrolisis dan teroksidasi pada suhu ruang, asam lemak yang dibiarkan terlalu
lama akan turun nilai gizinya. Pengawetan dapat dilakukan dengan menyimpannya pada suhu
sejuk dan kering, serta menghindarkannya dari kontak langsung dengan udara.
Mengenal Asam Lemak
Posted on September 8, 2008 by amiyela
Asam lemak, bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau
lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini mudah
dijumpai dalam minyak masak (goreng), margarin, atau lemak hewan dan menentukan nilai
gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis)
maupun terikat sebagai gliserida).
Fungsi lemak dalam tubuh dikenal sebagai :
1. bahan bakar metabolisme seluler
2. merupakan bagian pokok dari membran sel
3. sebagai mediator atau second massenger aktivitas biologis antar sel
4. sebagai isolasi dalam menjaga keseimbangan temperatur tubuh dan melindungi organ-organ
tubuh
5. pelarut vitamin A, D, E, dan K agar dapat diserap tubuh.
Sedangkan asam lemak tak jenuh mempunyai fungsi yang lebih kompleks , antara lain : sebagai
bioregulator endogen, misalnya dalam pengaturan homeostasis ion, transkripsi gen, signal
transduksi hormon, mensintesis lemak, serta mempengaruhi pembentukan protein.
Berdasarkan struktur kimianya, asam lemak dapat dibedakan menjadi asam lemak jenuh
(saturated fatty acids=SFAs) yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap. Sedangkan
asam lemak yang memiliki ikatan rangkap disebut sebagai asam lemak tidak jenuh (unsaturated
fatty acids), asam lemak tak jenuh ini masih dibedakan lagi menjadi dua kelompok besar yaitu
Monounsaturated fatty acids (MUFAs), dimana ikatan ikatan rangkapnya hanya satu, dan
Polyunsaturated fatty acids (PUFAs) dimana ikatan rangkapnya lebih dari satu.
PUFAs dibedakan lagi menjadi dua bagian besar yaitu : asam lemak Omega-6 Cis dan asam
lemak Omega-3 Cis (berdasarkan letak ikatan rangkapnya pada ikatan karbon nomor berapa
dilihat dari gugus omega ).
Penambahan lemak dalam makanan memberikan efek rasa lezat dan tekstur makanan menjadi
lembut serta gurih. Di dalam tubuh, lemak menghasilkan energi dua kali lebih banyak
dibandingkan protein dan karbohidrat, yaitu 9 kkal/gram lemak yang dikonsumsi. Dalam
mengkaji hubungan antara diet lemak dengan penyakit jantung perlu diperhatikan proporsi
energi yang berasal dari lemak serta jenis lemak yang dikonsumsi.
Dianjurkan konsumsi lemak sebesar 30% atau kurang untuk kebutuhan kalori setiap harinya,
yang terdiri dari 10% asam lemak jenuh, 10% asam lemak tak jenuh tunggal dan 10% asam
lemak tak jenuh ganda.
Secara umum lemak hewani umumnya banyak mengandung asam lemak jenuh (SFAs=Saturated
fatty acids),sementara lemak nabati lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh tunggal
(MUFAs= Monounsaturated fatty acids) maupun ganda (PUFAs=Polyunsaturated fatty acids)
kecuali minyak kelapa.
Bahan Makanan sumber SFAs, MUFAs dan PUFAs
Tipe Lemak: Asam Lemak Jenuh(SFAs)
Sumber : Minyak kelapa, daging berlemak, kulit ayam, susu “full cream”, keju, mentega, kelapa,
minyak inti sawit, minyak kelapa sawit.
Tipe Lemak: Asam lemak tak jenuh tunggal (MUFAs)
Sumber : Alpokat, margarine, minyak kacang tanah, minyak zaitun, minyak biji kapas
Tipe Lemak: Asam lemak tak jenuh ganda (PUFAs)
Sumber : Minyak wijen, margarin, minyak kacang kedelai, minyak jagung, minyak biji matahari.
Sumber : Whitney,” Understanding Nutrition”, 1990
Makanan yang berasal dari hewani selain mengandung asam lemak jenuh juga mengandung
kolesterol, dengan demikian mengurangi asupan makanan ini akan memberi keuntungan lebih
yaitu pembatasan asupan kolesterol. Sebaliknya, makanan nabati kecuali minyak kelapa sedikit
mengandung lemak jenuh dan tidak mengandung kolesterol.
Studi klinik dan studi menggunakan hewan percobaan , memberikan petunjuk bahwa
penggantian asam lemak jenuh dengan asam lemak tak jenuh dalam diet, berhasil menurunkan
kadar kolesterol total dan LDL dalam darah tanpa menurunkan HDL, sehingga menurunkan
resiko penyakit jantung koroner.
Daftar komposisi asam lemak jenuh bahan makanan (dalam 100 gram bahan makanan )
Minyak kelapa : 80,2
Mentega : 44,1
Minyak biji kapas : 32,7
Kelapa tua : 29,4
Lemak babi : 28,4
Minyak wijen : 26,4
Margarine : 21,0
Susu bubuk “full cream” : 16,3
Keju : 11,3
Sumber : Bagian Gizi RSCM & Persatuan Ahli Gizi Indonesia , “Penuntun Diit”, 1999
Daftar komposisi asam lemak tidak jenuh bahan makanan (dalam 100 gram bahan makanan)
Minyak biji bunga matahari : 84,6
Minyak ( jagung, kacang kedele ) : 80,0
Minyak zaitun : 75,7
Minyak (kacang tanah, wijen) : 70,0
Minyak biji kapas : 62,0
Lemak babi : 60,0
Margarine : 53,3
Kacang tanah : 30,3
Mentega : 25,4
Sumber : Bagian Gizi RSCM & Persatuan Ahli Gizi Indonesia , “Penuntun Diit”, 1999
[referensi : http://www.bogor.net & http://id.wikipedia.org]
4) Jumat, 12 Juni 2009
ANALISIS SENYAWA LIPID
ANALISIS SENYAWA LIPID
Lipid adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut dalam air, dapat
diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti kloroform dan eter. Asam lemak
adalah komponen unit pembangun pada hampir semua lipid. Asam lemak adalah asam organik
berantai panjang yang mempunyai atom karbon dari 4 sampai 24. Asam lemak memiliki gugus
karboksil tunggal dan ekor hidrokarbon nonpolar yang panjang. Hal ini membuat kebanyakan
lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger 1982).
Lipid secara umum dapat dibagi ke dalam dua kelas besar, yaitu lipid sederhana dan lipid
kompleks. Yang termasuk lipid sederhana antara lain adalah: 1) trigliserida dari lemak atau
minyak seperti ester asam lemak dan gliserol, contohnya adalah lemak babi, minyak jagung,
minyak biji kapas, dan butter, 2) lilin yang merupakan ester asam lemak dari rantai panjang
alkohol, contohnya adalah beeswax, spermaceti, dan carnauba wax, dan 3) sterol yang didapat
dari hidrogenasi parsial atau menyeluruh fenantrena, contohnya adalah kolesterol dan ergosterol
(Scy Tech Encyclopedia 2008).
Lipid yang paling sederhana dan paling banyak mengandung asam lemak sebagai unit
penyusunnya adalah triasilgliserol, juga sering disebut lemak, lemak netral, atau trigliserida.
Jenis lipid ini merupakan contoh lipid yang paling sering dijumpai baik pada manusia, hewan,
dan tumbuhan. Triasilgliserol adalah komponen utama dari lemak penyimpan atau depot lemak
pada sel tumbuhan dan hewan, tetapi umumnya tidak dijumpai pada membran. Triasilgliserol
adalah molekul hidrofobik nonpolar, karena molekul ini tidak mengandung muatan listrik atau
gugus fungsional dengan polaritas tinggi (Lehninger 1982).
Triasilgliserol terakumulasi di dalam beberapa area, seperti jaringan adiposa, dalam tubuh
manusia dan biji tanaman, dan triasilgliserol ini mewakili bentuk penyimpanan energi. Lipid
yang lebih kompleks berada dekat dan berhubungan dengan protein dalam membran sel dan
partikel subselular. Jaringan yang lebih aktif mengandung lipid kompleks yang lebih banyak,
contohnya adalah dalam otak, ginjal, paru-paru, dan darah yang mengandung konsentrasi
fosfatida dalam jumlah tinggi pada mamalia (Scy Tech Encyclopedia 2008).
Terdapat berbagai macam uji yang berkaitan dengan lipid yang meliputi analisis kualitatif
maupun kuantitatif. Uji-uji kualitatif lipid diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Uji Kelarutan Lipid
Uji ini terdiri atas analisis kelarutan lipid maupun derivat lipid terdahap berbagai macam pelarut.
Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh sifat kepolaran pelarut. Apabila lipid dilarutkan ke
dalam pelarut polar maka hasilnya lipid tersbut tidak akan larut. Hal tersebut karena lipid
memiliki sifat nonpolar sehingga hanya akan larut pada pelarut yang sama-sama nonpolar.
2. Uji Akrolein
HC=O
HC + H2O
H2C
H2C-O-COOR1
HC-O-COOR2
H2C-O-COOR3
Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji akrolein. Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol dalam
bentuk bebas atau dalam lemak/minyak menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Menurut Scy
Tech Encyclopedia (2008), uji akrolein digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau
lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4) yang akan
menarik air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid tidak jenuh atau
dikenal sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang memiliki bau seperti lemak terbakar dan ditandai
dengan asap putih. Berikut reaksi yang terjadi pada uji akrolein:
panas
KHSO4
Trigliserida Akrolein
3. Uji Ketidakjenuhan Lipid
Uji ketidakjenuhan digunakan untuk mengetahui asam lemak yang diuji apakah termasuk asam
lemak jenuh atau tidak jenuh dengan menggunakan pereaksi Iod Hubl. Iod Hubl ini digunakan
sebagai indikator perubahan. Asam lemak yang diuji ditambah kloroform sama banyaknya.
Tabung dikocok sampai bahan larut. Setelah itu, tetes demi tetes pereaksi Iod Hubl dimasukkan
ke dalam tabung sambil dikocok dan perubahan warna yang terjadi terhadap campuran diamati.
Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari asam lemak tidak jenuh dengan cara melihat
strukturnya. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan ganda pada gugus hidrokarbonnya. Reaksi
positif ketidakjenuhan asam lemak ditandai dengan timbulnya warna merah ketika iod Hubl
diteteskan ke asam lemak, lalu warna kembali lagi ke warna awal kuning bening. Warna merah
yang kembali pudar menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon
asam lemak.
4. Uji Ketengikan
Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji ketengikan. Dalam uji ini, diidentifikasi lipid mana yang
sudah tengik dengan yang belum tengik yang disebabkan oleh oksidasi lipid. Minyak yang akan
diuji dicampurkan dengan HCl. Selanjutnya, sebuah kertas saring dicelupkan ke larutan
floroglusinol. Floroglusinol ini berfungsi sebagai penampak bercak. Setelah itu, kertas
digantungkan di dalam erlenmeyer yang berisi minyak yang diuji. Serbuk CaCO3 dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dan segera ditutup. HCl yang ditambahkan akan menyumbangkan ion-ion
hidrogennya yang dapat memecah unsur lemak sehingga terbentuk lemak radikal bebas dan
hidrogen radikal bebas. Kedua bentuk radikal ini bersifat sangat reaktif dan pada tahap akhir
oksidasi akan dihasilkan peroksida (Syamsu 2007).
5. Uji Salkowski untuk kolesterol
Uji Salkowski merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan
kolesterol. Kolesterol dilarutkan dengan kloroform anhidrat lalu dengan volume yang sama
ditambahkan asam sulfat. Asam sulfat berfungsi sebagai pemutus ikatan ester lipid. Apabila
dalam sampel tersebut terdapat kolesterol, maka lapisan kolesterol di bagian atas menjadi
berwarna merah dan asam sulfat terlihat berubah menjadi kuning dengan warna fluoresens hijau
(Pramarsh 2008).
6. Uji Lieberman Buchard
Uji Lieberman Buchard merupakan uji kuantitatif untuk kolesterol. Prinsip uji ini adalah
mengidentifikasi adanya kolesterol dengan penambahan asam sulfat ke dalam campuran.
Sebanyak 10 tetes asam asetat dilarutkan ke dalam larutan kolesterol dan kloroform (dari
percobaan Salkowski). Setelah itu, asam sulfat pekat ditambahkan. Tabung dikocok perlahan dan
dibiarkan beberapa menit. Mekanisme yang terjadi dalam uji ini adalah ketika asam sulfat
ditambahkan ke dalam campuran yang berisi kolesterol, maka molekul air berpindah dari gugus
C3 kolesterol, kolesterol kemudian teroksidasi membentuk 3,5-kolestadiena. Produk ini
dikonversi menjadi polimer yang mengandung kromofor yang menghasilkan warna hijau. Warna
hijau ini menandakan hasil yang positif (WikiAnswers 2008). Reaksi positif uji ini ditandai
dengan adanya perubahan warna dari terbentuknya warna pink kemudian menjadi biru-ungu dan
akhirnya menjadi hijau tua.
Uji Kuantitatif Lipid
Firestone dalam Schmidl dan Labuza (2000) dalam Fachri (2008) menyebutkan bahwa untuk
menganalisa kandungan lemak dalam makanan dapat dilakukan dengan cara volumetris,
gravimetris, dan kromatografi. Kromatografi yang dapat dipakai seperti kromatografi gas (CG),
kromatografi lapisan tipis (TLC), kromatografi ekslusi (SEC), kromatografi cairan (LC) dan
kromatografi yang memiliki unjuk kerja baik seperti HP-SEC dan HPLC.
Kromatografi gas digunakan untuk melarutkan dan menghitung lipida seperti triasilgliserol dan
turunan-turunan FAME. TLC sangat sesuai untuk memisahkan ester kolestrol, mono, di,
triacylglycerols, asam lemak bebas, kolestrol, dan fospolipid. SEC dan HP-SEC digunakan untuk
memisahkan produk hidrolitik, oksidasi dan pemanasan lemak. Sedangkan HPLC digunakan
untuk memisahkan lipida non-volatil yang memiliki berat molekul tinggi.
Untuk menentukan kadar lemak total dalam makanan, the Nutrition and Labeling Education
membutuhkan tahapan sebagai berikut, yaitu (1) hidrolisis dengan asam atau basa; (2) ekstraksi
dengan eter ; dan (3) konversi asam lemak ke metil ester asam lemak (FAME) kemudian
menghitung kadar FAME dengan kromatografi gas. Artiss dkk (1988) menentukan kandungan
lipida dengan menggunakan TLC dan metode enzimatis. Enzim yang digunakan adalah enzim
hidrolase, oxidase dan peroxidase dalam precursor chromogen. Metode ini sesuai untuk
menentukan fospolipida hewan, jaringan tissue manusia dan fluida (Fachri 2008).
1. Metode Analisis Protein
Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dalam analisis kimia adalah metode yang digunakan untuk penentuan senyawa
nitrogen secara kuantitatif dalam substansi kimia. Metode ini dikembangkan oleh Johan Kjeldahl
pada tahun 1883. Saat ini, metode Kjeldahl digunakan untuk menentukan kandungan pasti
protein dalam makanan. Metode ini terdiri atas pemanasan substansi dengan asam sulfat, dimana
dekomposisi asam organik oleh oksidasi akan membebaskan nitrogen yang tereduksi sebagai
amonium sulfat. Pada tahap ini kalium sulfat ditambahkan untuk meningkatkan titik didih dari
169oC menjadi 189oC.Dekomposisi kimia sampel menjadi lengkap ketika medium berubah
menjadi bersih dan tidak berwarna (sangat gelap).
Larutan kemudian disuling dengan natrium hidroksida (ditambahkan dalam jumlah yang sedikit)
yang mengubah garam amonium menjadi amonia. Jumlah amonia yang muncul (jumlah nitrogen
yang muncul dalam sampel) ditentukan dengan cara titrasi balik. Produk akhir kemudian dia bil
dan dicampurkan bersama dengan asam borat. Amonia bereaksi dengan asam dan setelah itu
dititrasi dengan natrium karbonat dan pH indikator yang digunakan adalah metil jingga. Metode
Kjeldahl yang berkembang saat ini sudah terotomatisasi dan menggunakan katalis spesifik
seperti merkuri oksida atau tembaga sulfat untuk mempercepat dekomposisi. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut:
Degradasi: Protein + H2SO4 → (NH4)2SO4(aq) + CO2(g) + SO2(g) + H2O(g)
Pembebasan amonia: (NH4)2SO4(aq) + 2NaOH → Na2SO4(aq) + 2H2O(l) +
2NH3(g)
Perolehan amonia: B(OH)3 + H2O + NH3 → NH4+ + B(OH)4–
Titrasi Balik: B(OH)3 + H2O + Na2CO3 → NaHCO3(aq) +
NaB(OH)4(aq) + CO2(g) + H2O
Bromokresol
Bromokresol hijau adalah pencelup yang tergolong ke dalam triarilmetana dan sering digunakan
sebagai indikator pH dan pewarna bagi jejak DNA pada elektroforesis gel agarose. Bromokresol
dapat digunakan dalam bentuk asam bebas (padatan coklat cerah) atau dalam bentuk garam
natrium (padatan hijau tua). Dalam larutan, kedua padatan tersebut mengion dan memberikan
bentuk monoanionik yang berwarna kuning. Selanjutnya monoanionik dideprotonasi pada pH
tinggi untuk memberikan bentuk dianionik (biru) yang ditabilkan oleh resonansi. Bromokresol
juga bias digunakan sebagai inhibitor protein transpor prostaglandin E2.
2. Metode Reduksi Karbohidrat
Metode Somogyi-Nelson
Metode Nelson/Somogyi merupakan yang terbaik bila
digunakan untuk uji aktivitas enzim karena memberikan respon pewarnaan
stoikiometri dengan oligosakarida homolog dengan berbagai derajat
polimerisasi sehingga memberikan pengukuran yang benar dari ikatan-ikatan
glikosida yang terpotong yang menunjukkan aktivitas enzimnya
Metode Follin Wu
Metode ini digunakan dalam analisis kuantitatif gula dalam darah. Prinsip pengukuran kadar
glukosa darah dengan metode Folin Wu adalah ion kupri akan direduksi oleh gula dalam darah
menjadi kupro dan mengendap menjadi Cu2O. Penambahan pereaksi fosfomolibdat akan
melarutkan Cu2O dan warna larutan menjadi biru tua, karena ada oksida Mo. Dengan demikian,
banyaknya Cu2O yang terbentuk berhubungan linier dengan banyaknya glukosa di dalam darah.
Filtrat yang berwarna biru tua yang terbentuk akibat melarutnya Cu2O karena oksida Mo dapat
diukur kadar glukosanya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660
nm.
Fehling
Fehling adalah salah satu metode reduksi yang digunkana untuk mengidentifikasi gula pereduksi.
Gula reduksi adalah gula yang dapat mereduksi Fehling menjadi tembaga oksida yang
mengendap berwarna merah merah (ion kupri tereduksi menjadi ion kupro). Larutan Fehling A
mengandung ionkupri CuSO4, sedangkan Fehling B mengandung campuran alkali (NaOH dan
KNaC4H4O6). Gula reduksi dengan alkali (Fehling B) akan bereaksi membentuk enediol,
kemudian enediol ini dengan ion kupri (Fehling A) membentuk ion kupro dan campuran asam-
asam. Selanjutnya ion kupro dalam suasana basa akan membentuk kupro hidroksidayang dalam
keadaan panasa akan mendidih dan mengendap menjadi endapan kupro oksida (Cu2O) yang
berwarna merah bata (Kuswurj 2009).
Diposkan oleh last breath di 09:52

0 komentar:

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Anda mungkin juga menyukai